Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.BANK CIMB Niaga Tbk Dengan PT.Mestika Sawit Intijaya

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad Anwari, Praktek Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981)

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda

Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996),

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan di

Bidang Yuridis (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).

Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013).

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999).

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian, (Jakarta : RajaGrafindo Persada) , 2003.

Marhais Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Pradnya Paramita, 1975)

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001).

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Alumni 1983)


(2)

Mariam Liliawati Moejono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4

tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, (Bandung: Harvavindo), 2003

Subekti, Jaminan – Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 1982)

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank, (Jakarta : Institut Bankir

Indonesia, 1993)

Syarizl Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

Nasional (Prenada Media Group: Jakarta, 2009).

B. Jurnal Ilmiah, Makalah, Penelitian.

Renniwaty Siringoringo, Karateristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan

di Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2012, (Jakarta: Bank

Indonesia, 2012).

Sry Kartika, Analisis Hukum Upaya Bank Dalam Mencegah Dan

Menyelesaikan Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), Tesis, USU, 2012.

C. Peraturan Perundang-undangan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(3)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998

Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif

Akta Perjanjian Kredit Nomor 200 tertanggal 31 Juli 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Jhon Langsung, S.H. beserta seluruh addendum.

Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman tertanggal 22 Desember 2009.


(4)

BAB III

DASAR HUKUM KESEPAKATAN BERSAMA TENTANG PENYELESAIAN PINJAMAN ANTARA CIMB NIAGA DENGAN

MESTIKASAWIT INTIJAYA

A. Dasar Hukum Para Pihak Dalam Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara CIMB Niaga dengan Mestikasawit Intijaya

Kredit merupakan masalah klasik yang melibatkan nasabah sebagai peminjam dana dan bank sebagai pemberi pinjaman. Bagi bank, begitu kredit diputuskan maka langsung timbul resiko yaitu kemungkinan kredit tidak dapat dikembalikan oleh peminjam atau debitor tepat pada waktunya dan pada akhirnya menjadi kredit bermasalah atau macet. Bagi nasabah timbulnya masalah terhadap kredit yangditerima tidak terlepas dari resiko kegagalan bisnis yang dijalani.

Kredit yang diberikan oleh setiap bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitor. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit maka apabila


(5)

berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitor mengembalikan utangnya, agunan hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai kredit dengan yang bersangkutan. 32

Menurut Ridwan Julianto, program restrukturisasi perbankan pada dasarnya dapat dipilah dalam dua besaran pokok, yaitu program pemulihan perbankan (recovery program) dan pemantapan ketahanan sistem perbankan (strengthen the banking system). Recovery program diarahkan pada upaya mengatasi dampak krisis, karena secara factual pekerjaan rumah yang sudah di depan mata memang bagaimana pemulihan tersebut dapat segera dilakukan sekurang-kurangnya untuk meminimalisasikan timbulnya resiko sistemik yang lebih parah. Adapun program pemantapan ketahanan sistem perbankan diperlukan atau diarahkan agar perbankan nasional tidak terperosok lagi dalam segala bentuk krisis serta lebih kuat dan sehat dibanding sebelumnya. 33

Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet telah lazim dilakukan di dunia perbankan. Akan tetapi, dalam praktiknya masih ada diskriminasi karena fasilitas semacam ini lebih banyak diberikan kepada debitor besar. Dalam penjelasan Pasal 8 Ayat (2) huruf e UU 10/ 1998 tentang Perbankan, secara jelas diatur tentang larangan diskriminasi dalam pemberian kredit perbankan. Restrukturisasi kredit sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 2005 Pasal 1 angka 25 merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi

32 Hutang Kreditur terdiri dari hutang kredit sebesar Rp. 37.736/045.297,- dan Kewajiban Transaksi Valuta Asing sebesar Rp. 214.536.000.000,-.

33 Ridwan Julianto merupakan Corporate Banking Group I Head Bank CIMB Niaga. Wawancara dilakukan pada tanggal 17 Juni 2013.


(6)

kewajibannya. Restrukturisasi kredit umumnya diarahkan untuk menyelamatkan kredit bermasalah (kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet). Kebanyakan nasabah debitor, khususnya debitor mikro dan debitor kecil, tidak tahu tentang seluk beluk pemberian fasilitas restrukturisasi dan penghapusan kredit macet di perbankan.Akibatnya mereka memiliki kedudukan yang lebih lemah dan sering kali kesulitan mengakses fasilitas tersebut. Padahal, kedua fasilitas tersebut telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia atau PBI 7/ 2005.

Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet merupakan tindakan yan sudah lazim dilakukan di kalangan perbankan untuk menurunkan rasio kredit bermasalah (non- performing loan) agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan baik. Meskipun demikian, program restrukturisasi dan penghapusan kredit macet harus dilaksanakan secara benar sesuai aturan hukum yang berlaku agar tidak sampai menimbulkan moral hazard yang dapat merugikan pihak bank, debitor, dan masyarakat. 34

Di masa kini, restrukturisasi dan penghapusan kredit macet secara umum telah diatur secara jelas dalam UU Perbankan (UU 10/1998), Peraturan Bank Indonesia (PBI 7/2005), dan dalam pedoman perkreditan di masing-masing bank. Penghapusan (write-off) terhadap kredit macet adalah bagian tak terpisahkan dari manajemen risiko

penyaluran kredit perbankan. 35

Menurut Ridwan Julianto, restrukturisasi kredit yang dilakukan terhadap Mestikasawit Intijaya melalui Perjanjian Penyelesaian Kredit dilakukan dengan

34 Hasil wawancara dengan Ridwan Julianto pada tanggal 17 Juni 2013.

35 Achmad Anwari, Praktek Perbankan di Indonesia, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981), hal.71.


(7)

memperhatikan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum

Pasal 1319 KUH Perdata

Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan

b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi”.

Salah satu indikasi atau gejala bahwa kredit sudah mulai kurang sehat atau mengarah kepada kredit bermasalah (problem loan) adalah debitor tersebut mulai sulit atau tidak mampu untuk memnuhi syarat-syarat kredit yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dengan pihak bank, apalagi jika debitor/nasabah tersebut juga sudah menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pihak ketiga selain bank (misalnya para pemasok, langganan dan sebagainya). 36

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka dalam rangka pengelolaan kredit yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal sebagai berikut:


(8)

1. Memonitor dengan baik pemenuhan oleh nasabah atas semua persyaratan-persyaratan pemberian kredit yang telah disepakati bersama antara debitor dengan bank.

2. Memonitor pemenuhan dengan baik oleh nasabah/debitor terutama pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Memonitor perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitor kepada pihak lain, selain bank (misalnya supplier, langganan dan sebagainya). 37

Memonitoring atas pemberian kredit tersebut harus dilakukan dengan baik, karena:

1. Dapat memberikan peringatan dini (early warning), apabila nasabah mulai menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga lainnya.

2. Dapat dilakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah (problem loan) pada waktu yang cepat dan tepat. Selalu dapat diketahui akan timbulnya kredit yang bermasalah terutama apabila monitoring atas kredit tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dalam hal demikian maka pejabat kredit bank harus segera menyadari penurunan kualitas kredit yang ditandatanganinya dan segera melakukan tindakan-tindakan pengamanan. 38

Menurut Ridwan, kredit bermasalah diawali dengan tanda-tanda seperti: 1. Mulai terjadinya tunggakan baik atas bunga maupun pokok pinjaman.

37 Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit bermasalah (Jakarta: InfoBank, 1997), hal.40-41.


(9)

2. Memburuknya (adverse trends) neraca rugi laba (financial statement) debitor dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

3. Adanya pemberian keterangan yang tidak benar (fraudulent information) oleh debitor.

4. Hilangnya kerjasama yang baik dengan debitor.

5. Tidak terpeliharanya dengan baik barang-barang jaminan

Sebelum dilakukan restrukturisasi kredit, maka CIMB Niaga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 39

1. Tingkat kelayakan restrukturisasi

Feasible (layak) atau tidaknya rencana restrukturisasi kredit debitor sebagai

pedoman bagi pihak bank dalam mengambil keputusan. Hal ini tergantung pada hasil analisa pihak bank terhadap kondisi aktiva dan passiva perusahaan debitor yang termuat dalam neraca perusahaan atau laporan keuangan debitor. Utang debitor akan dianggap layak untuk direstrukturisasi apabila :

a. Perusahaan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu melunasi utang-utang tersebut dalam jangka waktu tertentu.

b. Utang Debitor dianggap layak untuk direstrukturisasi apabila para kreditor akan memperoleh pelunasan utang-utang mereka yang jumlahnya lebih besar melalui restrukturisasi daripada apabila perusahaan dinyatakan pailit. c. Apabila syarat-syarat utang berdasarkan kesepakatan restrukturisasi menjadi lebih menguntungkan bagi kreditor daripada apabila tidak dilakukan restrukturisasi.


(10)

2. Seberapa besar nilai kredit yang akan direstrukturisasi.

3. Apakah debitor akan menjalankan usaha yang lain atau memperbaiki usaha yang ada untuk memenuhi kewajiban kepada bank.

4. Apakah niat baik dari debitor sebelum dilakukan restrukturisasi kredit.

CIMB Niaga menangani kredit bermasalah secara terencana melalui tahap-tahap sebagai berikut: 40

1. Melakukan identifikasi kredit bermasalah melalui penetapan penggolongan kolektibilitas kredit

2. Melakukan evaluasi dan klasifikasi kredit-kredit yang masih dapat diselamatkan dan yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi.

3. Melakukan tindak lanjut penyelesaian dengan memperhitungkan target dan hasil penyelesaian.

4. Mengevaluasi hasil penyelesaian kredit bermasalah.

Walaupun tahapan penanganan kredit bermasalah telah disusun dengan baik, namun tidak berarti bahwa proses restrukturisasi kredit tidak mengalami kendala. Beberapa kendala yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit seperti tidak adanya keterbukaan antara kreditor dan debitor. Hal demikian tidak lepas dari sifat hubungan yang antagonistik antara keduanya. Pihak kreditor, dalam hal ini bank, dalam prakteknya menetapkan persyaratan lebih mencerminkan besarnya kerugian yang dapat ditolerirnya serta kepastian pembayaran sesegera mungkin tanpa memperhatikan kondisi bisnis dan keuangan


(11)

debitornya. Pada sisi yang lain pihak debitor selalu berupaya memperoleh keringanan yang maksimal dengan menyerahkan agunan seminimal mungkin.

B. Sahnya Perjanjian Tentang Kesepakatan Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya

Perjanjian KBPP merupakan salah satu bentuk perjanjian yang harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata sebagai berikut:

Pasal 1320 KUH Perdata

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat; 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Untuk mengetahui apakah Perjanjian KBPP telah memenuhi syarat sahnya perjanjian maka diberikan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

1. Kesepakatan Para Pihak yang mengikatkan dirinya

Para pihak yang terlibat dalam Perjanjian KBPP terdiri dari 3 pihak, yaitu: a. CIMB Niaga yang merupakan kreditur diwakili oleh Ridwan W

Julianto sebagai kuasa Direksi CIMB Niaga;

b. PT. Mestikasawit Intijaya diwakili oleh Wijayanto sebagai direktur PT. Mestikasawit Intijaya; dan


(12)

Sesuai Pasal 1321 KUH Perdata, kesepakatan para pihak harus lepas dari unsur-unsur kekhilafan41, paksaan42 atau penipuan43 yang berbunyi sebagai

berikut “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan

karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.

Kesepakatan PKBPP dapat dilihat dari masing-masing pihak telah menandatangani PKBPP (halaman 12) sehingga para pihak tersebut menyatakan kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam PKBPP, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

2. Para Pihak Cakap Melakukan Perbuatan Hukum

41 Pasal 1322 KUH Perdata

Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.

42 Pasal 1323 KUH Perdata

Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkanbatalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.

Pasal 1324 KUH Perdata

Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.

Pasal 1325 KUH Perdata

Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.

Pasal 1326 KUH Perdata

Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.

Pasal 1327 KUH Perdata

Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan sebelumnya.

43 Pasal 1328 KUH Perdata

Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.


(13)

PKBPP melibatkan tiga pihak, yaitu:

a. CIMB Niaga sebagai kreditur yang diwakili oleh Ridwan W Julianto berdasarkan Surat Kuasa Direksi tertanggal 16 Desember 2009.

CIMB Niaga merupakan sebuah badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh Direksi sesuai Pasal 1 butir 5 jo Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut:

Pasal1 butir 5 UU Perseroan Terbatas

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”. Pasal 103 UU Perseroan Terbatas

“Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang

karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu

sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa”.

Berdasarkan Pasal 1 butir 5 jo Pasal 103 UU Perseroan Terbatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ridwan W Julianto merupakan pihak yang cakap melakukan perbuatan hukum untuk mewakili CIMB Niaga dalam melakukan Perjanjian KBPP.

b. PT. Mestikasawit Intijaya sebagai Debitur yang diwakili oleh Wijayanto yang bertindak sebagai Direktur PT. Mestikasawit Intijaya. Sesuai dengan Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maka Wijayanto adalah pihak yang cakap


(14)

untuk melakukan mewakili PT. Mestikasawit Intijaya untuk melakukan PKBPP.

Pasal1 butir 5 UU Perseroan Terbatas

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan

bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Wijayanto yang bertindak sebagai Direktur PT. Mestikasawit Intijaya merupakan pihak yang cakap melakukan perbuatan hukum untuk mewakili PT. Mestikasawit Intijaya dalam melakukan Perjanjian KBPP.

c. Wijayanto dan Selly Kustamin sebagai penjamin dalam Perjanjian KBPP.

Dalam perjanjian ini, jaminan kebendaan yang dijaminkan berupa gadai atas saham sejumlah 23.390 (dua puluh tiga ribu tiga ratus Sembilan puluh) lembar saham PT. Mustikasawit Intijaya atas nama Wijayanto dan Selly Kustamin. Sesuai dengan ……, Wijayanto yang memiliki 23.390 lembar saham PT. Mustikasawit Intijaya merupakan pihak yang cakap untuk melakukan perjanjian PKBPP 2013.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada pihak cakap untuk melakukan PKBPP.


(15)

Perjanjian KBPP mengatur tentang suatu hal tertentu, yaitu restrukturisasi piniaman Debitur kepada Kreditur dimana penyelesaian kewajiban Debitur dengan cara penyerahan asset yang dimiliki Kreditur dan Pemilik Aset berupa saham, tanah dan bangunan, mesin dan barang dagangan sebagaimana telah disebutkan di atas. Aset yang diserahkan tersebut selanjutnya menjadi hak sepenuhnya Kreditur yang akan dijual kepada Pihak Ketiga. Hasil penjualan asset tersebut akan diperhitungkan sebagai pelunasan seluruh kewajiban Debitur kepada Kreditur.

Pasal 2 Perjanjian PKBB menyatakan sebagai berikut:

2.1. Debitur dan Pemilik Aset setuju dan sepakat bahwa penyelesaian hutang debitur kepada kreditur akan diselesaikan dengan cara penyerahan kepada kreditur, berupa:

a. Saham sebagaimana disebutkan di atas

b. Tanah dan Bangunan sebagaimana disebutkan di atas c. Mesin dan Barang Dagangan sebagaimana disebutkan di atas

Keseluruhan saham, tanah, bangunan, mesin dan barang dagangan disebut sebagai Aset

2.2. Aset yang diserahkan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 2.1 Pasal ini, kaan dijual kreditur kepada Pihak Ketiga dan uang hasil penjualan tersebut diserahkan oleh Debitur dan Pemilik Aset kepada Kreditur dan karenanya menjadi hak sepenuhnya kreditur, yang akan diperhitungkan sebagai pelunasan seluruh kewajiban debitur terhadap kreditur;

2.3. debitur dan Pemilik Aset diwajibkan untuk menyerahkan kepada Kreditur jika belum berada di Kredituor berupa:

a. Saham-saham tersebut atau resipis sebagai pemgganti saham-saham;

b. Dokumen-dokumen asli kepemilikan atas jaminan, berikut fisik jaminan tersebut di atas kepada Kreditur, dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari terhitung sejak tanggal ditandanganinya Akta ini

2.3. Seluruh hutang Debitur terhadap Kreditur yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1.1. di atas akan dinyatakan lunas setelah asset terjual seluruhnya dan harga penjualannya telah diterima oleh Kreditur. Selama hasil pembayaran penjualan


(16)

Aset belum diterima oleh Kreditur maka hutang Debitur masih terhutang dan dinyatakan belum terbayarkan.

4. Suatu sebab yang tidak dilarang

Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian harus dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum. Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 1335 KUH Perdata

Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.

Pasal 1336 KUH Perdata

Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.

Pasal 1337 KUH Perdata

Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Perjanjian KBPP memenuhi syarat tersebut mengingat bahwa Perjanjian KBPP dilakukan dengan memiliki tujuan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian KBPP tersebut merupakan bentuk restrukturisasi kredit yang bertujuan untuk membantu


(17)

penyelesaian utang debitur kepada kreditur dengan menyerahkan aset milik kreditur dan penjamin untuk melunasi hutang debitur.


(18)

BAB IV

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN TENTANG KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PT. BANK CIMB NIAGA TBK DENGAN PT. MESTIKASAWIT

INTIJAYA

Sebagaimana telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa KBPP merupakan salah salah satu bentuk restrukturisasi yang menyebabkan perubahan berbagai ketentuan pemberian kredit yang telah disepakati sebelumnya, yaitu: 1. Perubahan jatuh tempo pembayaran Utang

2. Perubahan jaminan yang akan dieksekusi

3. Perubahan hak dan kewajiban pembayaran hutang

A. Perubahan Jatuh Tempo Pembayaran Utang

Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman telah menyepakati perubahan jatuh tempo pembayaran utang. Melalui Perjanjian Kredit Nomor 200 tanggal 31 Juli 2008 memberikan batas waktu pembayaran utang, yaitu:

1. Pinjaman Rekening Koran sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima miliyar Rupiah) dengan jatuh tempo pembayaran pada tangal 31 Juli 2009.

2. Pinjaman Tetap Angsuran sebesar Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh milyar Rupiah) yang jatuh tempo pada 31 Juli 2012.

Pinjaman tersebut kemudian diperbaharui melalui Addendum Perjanjian Kredit Nomor 0344/Addendum/PK/MDP/IX2008 tertanggal 5 September 2008


(19)

yang menambah fasilitas kredit berupa Treasury Pre Settlement Line/Baru sebesar Rp. 2.432.000.000,- dengan jangka waktu sampai dengan 31 Juli 2013 Selain itu, perjanjian tersebut juga mengubah jangka waktu pinjaman tetap angsuran menjadi 31 Juli 2013. Dengan demikian, maka perubahan jatuh tempo kredit adalah sebagai berikut:

1. Pinjaman Rekening Koran dengan jatuh tempo pembayaran pada tangal 31 Juli 2009.

2. Pinjaman Tetap Angsuran yang jatuh tempo pada 31 Juli 2012.

3. Treasury Pre Settlement Line jangka waktu sampai dengan 31 Juli 2013.

Jatuh tempo pembayaran utang tersebut kembali mengalami perubahan melalui KBPP dimana jatuh tempo pada KBPP adalah pada saat seluruh Aset terjual kepada Pihak Ketiga dan hasil penjualan seluruh asset tersebut diterima oleh CIMB Niaga.

B. Perubahan Jaminan Dalam Perjanjian

Mestikasawit Intijaya mengikatkan dirinya dengan Bank CIMB Niaga 44 sejak tanggal 31 Juli 2008 melalui Perjanjian Kredit No. 200 yang dibuat di hadapan Notaris Jhon Lansung, S.H. yang kemudian dilakukan 2 (dua) kali addendum, yaitu Nomor 0344/Addendem/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008 dan Nomor 339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tertanggal 24 Juli 2009.

44 PT. Bank Lippo, Tbk. bergabung dengan PT. Bank CIMB Niaga Tbk pada November 2008.


(20)

Sebelum dilakukan KBPP, jaminan yang diberikan Mestikasawit Intijaya yang diatur dalam Addendum Perjanjian Kredit Nomor 339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tertanggal 24 Juli 2009 berupa:

1. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 65/Pematang Seleng seluas 146.923 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara

2. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 246/Pematang Seleng seluas 19.978 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara

3. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 342/Pematang Seleng seluas 5.541 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara

4. Satu Lembar Perincian Stock PT. Mestikasawit Intijaya tanggal 21 Juli 2008 senilai Rp. 18.045.537.022,-;

5. Satu Lembar Daftar Mesin-mesin PT. Mestikasawit Intijaya tanggal 31 Juli 2008 senilai Rp. 51.096.086.000,-

6. Asuransi atas Bangunan Pabrik Kelapa Sawit, Mesin-mesin dan stock berupa bahan baku pada PT. Asuransi Central Asia senilai USD

4.000.000.000,-Jaminan dalam perjanjian tersebut mengalami perubahan dimana KBPP memberikan jaminan berupa:

1. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 65/Pematang Seleng seluas 146.923 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara


(21)

2. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 246/Pematang Seleng seluas 19.978 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara

3. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 342/Pematang Seleng seluas 5.541 m2 terletak di Desa Pematang Seleng, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara

4. Satu Lembar Perincian Stock PT. Mestikasawit Intijaya tanggal 21 Juli 2008 senilai Rp. 18.045.537.022,-;

5. Satu Lembar Daftar Mesin-mesin PT. Mestikasawit Intijaya tanggal 31 Juli 2008 senilai Rp. 51.096.086.000,-

6. Gadai atas saham sejumlah 23.390 (dua puluh tiga ribu tiga ratus Sembilan puluh) lembar saham dalam PT. Mustikasawit Intijaya.

Jaminan dalam KBPP mengalami perubahan dimana terdapat jaminan yang bertambah, yaitu gadai atas saham sejumlah 23.390 (dua puluh tiga ribu tiga ratus Sembilan puluh) lembar saham dalam PT. Mustikasawit Intijaya yang terdiri dari saham milik Wijayanto sebanyak 23.330 (dua puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh) lembar saham dan milik Shelly Kustamin sebanyak 60 (enam puluh) lembar saham. Persetujuan untuk penambahan jaminan tersebut telah disetujui oleh Wijayanto dan Shelly Kustamin dimana dalam KBPP bertindak sebagai pemilik asset yang setuju untuk menyerahkan asset tersebut sebagai bagian dari penyelesaian hutang debitur kepada kreditur.


(22)

C. Penyelesaian Permasalahan Yang Timbul Dalam Perjanjian Berbagai permasalahan yang dapat timbul dari KBPP seperti:

1. Debitur dan Pemilik Aset tidak menyerahkan jaminan sesuai dengan kesepakatan, seperti penyerahan dokumen asli dan fisik yang terlambat; 2. Debitur dan Pemilik Aset menghalangi eksekusi jaminan;

3. Aset yang diserahkan tidak dapat dieksekusi;

4. Kreditur tidak melaksanakan eksekusi sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam hal terjadi sengketa dalam pelaksanaan KBPP, maka Para Pihak telah sepakat untuk menyelesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam KBPP. Sesuai dengan Pasal 7 KBPP, maka sengketa dalam pelaksanaan KBPP dilakukan dengan mengutamakan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (ADR) melalui musyawarah yang dapat dilakukan dengan cara:

1. Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana antara dua orang atau lebih/para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik. Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator, sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi. Seorang negosiator harus mempunyai keahlian dalam menegosiasi hal yang disengketakan antara kedua pihak.


(23)

2. Mediasi45 yaitu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian46. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak Dalam hal para pihak tidak dapat menyelesaikan perselisihan dengan mekanisme di atas, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7.4. yang berbunyi sebagai berikut:

“Para Pihak sepakat untuk memilih kediaman hukum yang tetap dan sah

di Kantor Pengadilan Negeri di Jakarta Pusat di Jakarta, namun hal ini tidak membatasi hak Bank untuk mengajukan gugatan/tuntutan di Pengadilan lainnya di dalam maupun di luar wilayah hukum Republik

Indonesia”.

Berdasarkan Pasal 7.4. KBPP tersebut maka permasalahan yang timbul diselesaikan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Walaupun telah memilih kediaman hukum Jakarta Pusat, namun Para Pihak masih membuka peluang untuk mengajukan gugatan/tuntutan di pengadilan lainnya dengan berpedoman kepada hukum acara yang berkaitan, misalnya pengajuan/permohonan pailit yang dapat diajukan terhadap Mestikasawit Intijaya melalui Pengadilan Niaga Medan. Hal ini

45 Landasan hukum mediasi adalah Undang-Undang No. 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

46 Syarizl Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional (Prenada Media Group: Jakarta, 2009), hal. 7.


(24)

sesuai dengan Pasal 3 ayat (5) Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi “Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya”. 47


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman tidak diatur dalam KUH Perdata sehingga disebut dengan Perjanjian Tidak Bernama. Walaupun tidak diatur secara khusus, Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Penyelesaian Pinjaman diperbolehkan oleh KUH Pedata melalui Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.

2. Dasar dilakukannya perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya adalah sebagai berikut:

a. Pasal 1319 KUH Perdata, yaitu yang berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

b. Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:


(26)

a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan

b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi”.

3. Akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya adalah CIMB Niaga memiliki dapat melakukan penjualan terhadap seluruh Asset (baik yang dimiliki Mestikasawit Intijaya maupun Pemilik Aset) dimana seluruh hasil penjualan tersebut digunakan untuk pelunasan hutang Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga. Seluruh hutang Mestikasawit Intijaya akan dianggap lunas apabila seluruh Aset tersebut telah terjual kepada Pihak Ketiga dan seluruh hasil penjualannya diserahkan kepada CIMB Niaga.

B. Saran

1. Bahwa Bank harus memperhatikan prinsip-prinsip 5 C dalam menyalurkan kredit untuk meminimalisir terjadinya kredit macet di kemudian hari.

2. Bahwa jumlah utang Mestikasawit Intijaya dan jumlah jaminan yang diberikan untuk dieksekusi tidak sebanding. Oleh karena itu, di kemudian hari Bank Indonesia perlu untuk memberikan pengawasan yang lebih ketat dalam praktik penyaluran kredit sehingga jumlah kredit yang disalurkan dan jaminan menjadi proporsional.

3. Bahwa Kesepakatan Bersama Penyelesaian Pinjaman merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet yang belum dikenal oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, model


(27)

penyelesaian melalui Kesepakatan Bersama Penyelesaian Pinjaman sebaiknya lebih disosialisakan kepada masyarakat luas.


(28)

BAB II

KESEPAKATAN BERSAMA MENGENAI PENYELESAIAN PINJAMAN ANTARA PT. BANK CIMB NIAGA TBK DENGAN PT MESTIKA SAWIT

INTIJAYA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pengertian Tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

1. Pengaturan Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1313 KUH Perdata mengemukakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. KUH Perdata mengatur beberapa jenis perjanjian yang

dikenal dengan Perjanjian Bernama (benoemd overeenkomst). Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-undang dan merupakan perjanjian yang sering di temui di masyarakat. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian-perjanjian nominaat. Dasar hukum perjanjian-perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata sebagai berikut:


(29)

 Pasal 1457 KUHPerdata

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”

 Pasal 1541 KUHPerdata

“Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.”

 Pasal 1548 KUHPerdata

“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.”

Pasal 1601 KUHPerdata

“Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuanketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuanketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.

 Pasal 1618 KUHPerdata

“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”

 Pasal 1653 KUHPerdata

Selain persekutuan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan

 Pasal 1666 KUHPerdata

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang


(30)

itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

 Pasal 1694 KUHPerdata

“Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya”

 Pasal 1740 KUHPerdata

“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.”

 Pasal 1754 KUHPerdata

“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkansejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”

 Pasal 1770 KUHPerdata

“Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.”

 Pasal 1774 KUHPerdata

“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenaiuntung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.

Selain perjanjian bernama tersebut, KUH Perdata juga mengenai Perjanjian Tidak Bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian.


(31)

Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.

2. Perjanjian Kredit Menurut Beberapa Ahli Hukum Perdata

Dari perumusan Pasal 1313 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa perjanjian atau persetujuan dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber lainnya, yaitu undang-undang.

Terhadap perjanjian kredit terdapat beberapa pandangan, yaitu:

a. Pandangan yang menyatakan perjanjian pemberian kredit dan perjanjian pinjam meminjam adalah sama. Subekti mengatakan bahwa, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam. Sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. 19 Marhais Abdul Hay juga berpendapat bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam, dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUH Perdata.

20

19 Subekti, Jaminan Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 1982), hal 3.

20 Marhais Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Pradnya Paramita, 1975), hal 673.


(32)

b. Pandangan yang menyatakan perjanjian pemberian kredit dan perjanjian pinjam meminjam adalah berbeda. Mariam Darus Badrulzaman tidak sependapat dengan Subekti dan Marhais Abdul Hay, karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang. 21 Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Djuhaendah Hasan yang menyatakan perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan bab XIII buku III KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan. 22

Perbedaan antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terletak pada beberapa hal, antara lain:

1) Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan. Biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut, dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

2) Dalam perjanjian kredit, sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, pemberian pinjaman dapat oleh individu.

3) Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam, berlaku ketentuan

21 Mariam Darus Badrulzama, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Alumni 1983), hal 11.

22 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 174.


(33)

umum dari buku III bab XIII KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit, akan berlaku ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama Bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia ( SEBI ) dan sebagainya. 4) Pada perjanjian kredit, telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, hanya berupa bunga saja dan bunga ini pun baru ada jika diperjanjikan.

5) Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melakukan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan, baik materiil, maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian perlunasan hutang, dan ini pun ada apabila diperjanjikan, juga jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja. 23

Pendapat lain dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian kredit mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. 24 Ciri-ciri pembeda itu adalah :

1) Sifat konsensual dari suatu perjajian kredit merupakan ciri pertama yang membedakannya dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil.

23 Ibid, hal 174.

24 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal 158 – 160.


(34)

Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit, yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatangani kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. 25

2) Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian, dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu dapat menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti, nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari

25 Ibid, hal 14.


(35)

kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjianpinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti. Oleh karena itu, pada perjanjian kredit bank, tidak berlaku ketentuan-ketentuan ke XIII buku III KUH Perdata. 26

3) Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaanya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan Cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lai hampir dapat dikatakan tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank. 27

Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni : “perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.” 28

26 Ibid.

27 Ibid. 28 Ibid.


(36)

Dari pengertian perjanjian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan yang dibuat antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur mengenai pinjaman dana untuk dijadikan modal dalam suatu usaha yang akan dijalankan debitur, dengan pengembalian dana tersebut pada waktunya yang ditentukan disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha debitur.

Dalam praktiknya, perjanjian kredit ini disetujui oleh bank hanya berdasarkan kepercayaan bahwa debitur akan segera melunasi utangnya pada waktunya tertentu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Namun sekalipun bank telah melakukan penilaian yang ketat terhadap para calon debiturnya, kredit yang diberikan selalu mengandung risiko.

Risiko yang mungkin akan dihadapi, terutama oleh pihak perbankan selaku kreditur adalah apa yang biasa sdikenal dengan istilah kredit macet. Yakni suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank pada waktunya. 29 Keadaan yang demikian dalam hukum perdata

disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.

29 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 92.


(37)

Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah pihak. Bagi nasabah, dalam hal ini nasabah yang masih beritikad baik, artinya kredit macet terjadi bukan disengaja, kredit macet berarti ia harus menanggung beban kewajiban yang cukup berat terhadap bank. Karena bunga tetap dihitung terus selama kredit belum dilunasi. Mengingat setiap pinjaman dari bank (konvensional) mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.

3. Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Sebagai Perjanjian Tidak Bernama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman (selanjutnya disebut KBPP) merupakan perjanjian yang dibuat antara Kreditur, Debitur dan Penjamin untuk menyelesaikan pijaman/hutang Debitur kepada Kreditur. Perjanjian ini dibuat antara 3 (tiga) pihak, yaitu:

a. CIMB Niaga yang berkedudukan sebagai Kreditur;


(38)

c. Pemilik Aset yang berkedudukan sebagai Penjamin.

KBPP merupakan sebuah perjanjian yang tidak lepas dari perjanjian sebelumnya, yaitu Perjanjian Kredit yang dibuat oleh Notaris Jhon Langsung, SH Nomor 200 tanggal 31 Juli 2008 antara CIMB Niaga sebagai Kreditur dan Mestikasawit Intijaya sebagai Debitur. Dalam perjanjian tersebut, Pemilik Aset tidak terlibat langsung dalam perjanjian kredit tersebut karena jaminan yang diberikan Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga adalah jaminan kebendaan yang merupakan asset dari Mestikasawit Intijaya.

Perjanjian tersebut selanjutnya mengalami 2 (dua) kali addendum, yaitu Addendum Perjanjian Kredit Nomor 0344/Addendum/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008 yang berkaitan dengan penambahan fasilitas atas tujuan ppenggunaan untuk transaksi callable forward dan Addendum Perjanjian Kredit Nomor 339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tanggal 24 Juli 2009 untuk penarikan salah satu jaminan yang diberikan. Addendum ketiga merupakan KBPP yang merupakan addendum perjanjian yang tidak terlepaskan dari 3 (tiga) perjanjian sebelumnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

KUH Perdata tidak mengatur tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman, namun perjanjian ini timbul karena adanya kebutuhan dari praktisi untuk mengikatkan diri dalam berntuk perjanjian tersebut. Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman merupakan perjanjian yang sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUH Perdata.


(39)

B. Perjanjian Tentang Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestika Sawit Intijaya

1. Dasar Hukum Perjanjian Tentang Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya

Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternatif lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yang telah dihapus bukukan. Restrukturisasi Kredit Bank merupakan upaya yang dilakukan oleh Bank dalam rangka perbaikan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. 30 Akan tetapi tidak semua kredit bermasalah dapat

direstrukturisasi, bank dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit apabila bertujuan hanya untuk menghindari:

a. Penurunan Kualitas Produktif;

b. Peningkatan Pembentukan PPAP; dan/atau

c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga yang belum diterima akan tetapi sudah dibukuan sebagai pendapatan bank atau sering disebut dengan bungana

accrual.

Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva

Produktif menyatakan bahwa upaya penyelamatan terhadap kredit bermasalah

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

30 Mariam Liliawati Moejono.,Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvavindo, 2003, hal 18.


(40)

a. Rescheduling (penjadwalan kembali)

Memperpanjang jangka waktu kredit sehingga debitur mempunyai waktu lebih longgar untuk mencari penyelesaian yang lebih menguntungkan, atau dengan cara memperpanjang jangka waktu angsuran sehingga jangka waktu angsuran menjadi lebih ringan sesuai dengan kemampuannya.

b. Reconditioning (mengubah persyaratan)

1) Kapitalisasi bunga yakni dengan cara bunga dijadikan hutang pokok. 2) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu maksudnya bunga

yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap harus membayar.

3) Penurunan suku bunga agar meringankan beban debitur.

4) Pembebasan bunga diberikan kepada debitur yang tidak mampu lagi membayar kredit, akan tetapi wajib bagi debitur membayar pokok pinjaman sampai lunas.

c. Restructuring (penataan kembali)

Tindakan menambah fasilitas kredit bagi debitur atau dengan cara menambah

equity (modal sendiri) yaitu dengan menyetor fresh money, akan tetapi ini

biasanya gagal karena banyak pemilik perusahaan yang tidak mampu. Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan khusus, yakni Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit yakni upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya ini dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :


(41)

1) Penurunan suku bunga kredit.

2) Pengurangan tunggakan bunga kredit. 3) Pengurangan tunggakan pokok kredit. 4) Perpanjangan jangka waktu kredit. 5) Penambahan fasilitas kredit.

6) Pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7) Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

debitur.

Hal tersebut yang mendasari CIMB Niaga dan Mestikasawit Intijaya membuat KBPP. KBPP merupakan upaya penyelamatan kredit macet dengan tindakan pengambilalihan asset debitur (Mestikasawit Intijaya) sesuai dengan ketentuan berlaku. Hal tersebut secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 2 KBPP yang berbunyi:

1.1.Debitur dan Pemilik Aset setuju dan sepakat bahwa penyelesaian hutang debitur kepada kreditur akan diselesaikan dengan cara penyerahan kepada kreditur berupa:

a. Saham sebagaimana disebut di atas

b. Tanah dan bangunan sebagaimana disebut di atas

c. Mesin dan barang dagangan sebagaimana disebut di atas

Keseluruhan saham, tanah bangunan, mesin dan barang dagangan disebut sebagai “Asset”.

1.2.Aset yang diserahkan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 2.1. Pasal ini akan dijual oleh kreditur kepada pihak ketiga dan yang hasil penjualan tersebut diserahkan oleh Debitur dan Pemilik Aset kepada Kreditur dan karenanya menjadi hak sepenuhnya Kreditur, yang akan diperhitungkan sebagai pelunasan seluruh kewajiban Debitur dan Kreditur.

1.3.Debitur dan Pemilik Aset diwajibkan untuk menyerahkan kepada Kreditur jika belum berada di Kreditor, berupa:

a. Saham-saham tersebut atau resipis sebagai pengganti saham-saham b. Dokumen-dokumen asli kepemilikan atas jaminan, berikut fisik

jaminan tersebut di atas kepada Kreditur dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari terhitung sejak tanggal ditandatanganinya Akta ini


(42)

1.4.Seluruh Hutang Debitur terhadap Kreditur yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1.1. di atas akan dinyatakan lunas seteah asset terjual seluruhnya dan harga penjualannya telah diterima oleh Kreditur. Selama hasil pembayaran penjualan asset belum diterima oleh kreditur maka hutang debitur masih terhutang dan dinyatakan belum dibayar”.

Hak dan kewajiban para pihak diatur dalam Pasal 3 KBPP yang pada intinya menyatakan bahwa Mestika Sawit Intijaya dan Pemilik Aset wajib menyerahkan seluruh asset yang dijaminkan pada KBPP kepada Kreditur untuk dijual kepada Pihak Ketiga dimana seluruh hasil penjualan tersebut diserahkan kepada Kreditur untuk selanjutnya diperhitungkan sebagai pelunasan utang debitur kepada kreditur. Dengan demikian,

a. Hak dan Kewajiban Kreditur

Hak Kreditur adalah sebagai berikut:

1) Menerima asset dari Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Asset untuk selanjutnya dilakukan penjualan di bawah tangan oleh Kreditur atau Pihak yang ditunjuk Kreditur.

2) Menerima kuasa dari Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Aset untuk menjual asset, dimana kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali atau dibatalkan/diakhiri dengan alasan apapun juga termasuk namun tidak terbatas pada alasan-alasan yang dimaksud dalam Pasal 1813 KUH Perdata.

3) Menerima kuasa dari Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Aset untuk menawarkan, menetapkan harga, syarat-syarat pembayaran syarat-syarat lainnya yang dianggap baik tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu


(43)

ataupun memberikan pertanggungjawaban kepada Mestiksawit Intijaya dan Pemilik Aset.

4) Menerima jaminan dari Mestikasawit Intijaya bahwa tidak ada tuntutan di kemudian hari berupa apapun juga terhadap Mestikasawit Intijaya, Pengurus lama mapun Karyawan Mestiksawit Intijaya yang masih menjadi tanggung jawab Mestikasawit Intijaya

5) Menerima Laporan Keuangan Mestikasaeit Intijaya untuk buku tahun 2008 dan 2009 yang mencakup hutang piutang, asset dan kewajiban-kewajiban Mestikasaeit Intijaya dan menjamin bahwa tidak ada kewajiban-kewajiban lain di luar dari yang tercantum dalam Laporan Keuangan tersebut.

6) Kewajiban Kreditur adalah sebagai berikut:

7) Menjual asset milik Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Aset sesuai ketentuan yang berlaku dan menggunakan hasil penjualan asset tersebut sebagai pelunasan seluruh hutang/kewajiban Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Aset.

b. Hak dan Kewajiban Debitur

Hak Kreditur adalah sebagai berikut:

Seluruh hutang Mestikasawit Intijaya akan lunas apabila seluruh Aset telah terjual kepada Pihak Ketiga dan hasil penjualan tersebut diserahkan kepada CIMB Niaga.


(44)

1) Menyerahkan asset Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga untuk selanjutnya dijual CIMB Niaga melalui mekanisme penjualan di bawah tangan.

2) Mengikatkan diri untuk menandatangani akta-akta yang diperlukan untuk penjualan asset kepada Pihak Ketiga yang membeli asset Mestikasawit Intijaya.

3) Memberikan Kuasa kepada CIMB Niaga untuk menjual aset Mestikasawit Intijaya, dimana kuasa tersebut yang tidak dapat dicabut kembali atau dibatalkan/diakhiri dengan alasan apapun juga termasuk namun tidak terbatas pada alasan-alasan yang dimaksud dalam Pasal 1813 KUH Perdata.

4) Memberikan kuasa kepada CIMB Niaga untuk menawarkan, menetapkan harga, syarat-syarat pembayaran syarat-syarat lainnya yang dianggap baik tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu.

5) Melaksanakan berbagai hal yang berkaitan dengan proses penjualan asset seperti melaksanakan penjualan asset (penyerahan kunci-kunci tempat penyimpanan jaminan, penyerahan fisik asset, mengurus dan menyelesaikan ijin-ijin yang diperlukan) dengan menggunakan biaya dari Pemilik Aset.

6) Melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberikan persetujuan penyerahan saham kepada Pihak lain sesuai dengan ketentuan Anggran Dasar Mestikasawit Intijaya;


(45)

7) Memberikan jaminan kepada Kreditur bahwa tidak ada tuntutan di kemudian hari berupa apapun juga terhadap Mestikasawit Intijaya, Pengurus lama mapun Karyawan Mestiksawit Intijaya yang masih menjadi tanggung jawab Mestikasawit Intijaya.

8) Menyerahkan Laporan Keuangan Perseroan untuk buku tahun 2008 dan 2009 yang mencakup hutang piutan, asset dan kewajiban-kewajiban Perseroan dan menjamin bahwa tidak ada kewajiban lain di luar dari yang tercantum dalam Laporan Keuangan tersebut.

9) Menanggung risiko yang timbul dari penjualan asset dan membebaskan CIMB Niaga dari segala tuntutan baik mengenai saham-saham maupun mengenai jaminan tersebut.

c. Hak dan Kewajiban Pemilik Aset

Hak Pemilik Aset adalah sebagai berikut:

Wijayanto telah memberikan jaminan pribadi sebagaimana dinyatakan dalam

Lampiran Addendum Perjanjian Kredit Nomor

0344/Addendum/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008. Apabila seluruh Asset telah dijual, maka jaminan perorangan atas nama Wijayanto menjadi berakhir.

Kewajiban Pemilik Aset adalah sebagai berikut:

1) Menyerahkan asset Pemilik Aset kepada CIMB Niaga untuk selanjutnya dijual CIMB Niaga melalui mekanisme penjualan di bawah tangan;


(46)

2) Mengikatkan diri untuk menandatangani akta-akta yang diperlukan untuk penjualan asset kepada Pihak Ketiga yang membeli asset Pemilik Aset. 3) Memberikan Kuasa kepada CIMB Niaga untuk menjual aset Pemilik Aset,

dimana kuasa tersebut yang tidak dapat dicabut kembali atau dibatalkan/diakhiri dengan alasan apapun juga termasuk namun tidak terbatas pada alasan-alasan yang dimaksud dalam Pasal 1813 KUH Perdata.

4) Memberikan kuasa kepada CIMB Niaga untuk menawarkan, menetapkan harga, syarat-syarat pembayaran syarat-syarat lainnya yang dianggap baik tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu.

5) Melaksanakan berbagai hal yang berkaitan dengan proses penjualan asset seperti melaksanakan penjualan asset (penyerahan kunci-kunci tempat penyimpanan jaminan, penyerahan fisik asset, mengurus dan menyelesaikan ijin-ijin yang diperlukan) dengan menggunakan biaya dari Pemilik Aset.

2. Akibat Hukum Perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya

Dengan terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana diuraikan di atas maka mengakibatkan timbulnya perikatan antara kreditur, debitur dan penjamin. Perikatan tersebut timbul karena perjanjian. Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman merupakan Addendum dari perjanjian sebelumnya.


(47)

Akibat perjanjian tersebut, Aset yang selama ini dijaminkan kepada CIMB Niaga dapat dijual CIMB Niaga melalui penjualan di bawah tangan dimana hasil penjualan tersebut digunakan untuk pelunasan hasil hutang Mestikasawit Intijaya. Selain itu, Wijayanto dan Selly Kustamin yang sebelumnya tidak terlibat langsung secara pribadi dalam perjanjian sebelumnya menjadi para pihak dalam KBPP ini, yaitu sebagai penjamin yang memberikan jaminan kebendaan berupa gadai atas saham sejumlah 23.390 (dua puluh tiga ribu tiga ratus Sembilan puluh) lembar saham Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga.

Jaminan kebendaan tersebut diberikan kepada CIMB Niaga untuk dieksekusi dengan cara dijual kepada Pihak Ketiga dimana hasil penjualan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada CIMB Niaga untuk diperhitungkan dalam pelunasan hutang Mestikasawit Intijaya.

3. Berakhirnya Perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya

Sebagai sebuah perikatan, sebuah perjanjian dapat berakhir karena

beberapa hal sebagaimana diatur Pasal 1381 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Perikatan hapus: karena pembayaran;

karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

karena pembaruan utang;

karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang;

karena pembebasan utang;

karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan;


(48)

karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan

karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri”.

Berdasarkan Pasal 2.1 jo Pasal 2.2. Perjanjian KBPP menyatakan bahwa perjanjian KBPP berakhir apabila seluruh hutang debitur telah dibayar kepada kreditur. Pembayaran dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut:

2. Debitur dan Penjamin menyerahkan jaminan kepada Kreditur untuk dijual kepada Pihak Ketiga;

3. Hasil penjualan jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pelunasan kewajiban kepada kreditur.

Berdasarkan Pasal 1.1 Perjanjian KBPP berakhir apabila terjadi pembayaran seluruh utang kepada kreditur sebesar Rp. 252.272.045.297,- 31. Pembayaran utang tersebut dilakukan dengan melakukan penjualan jaminan dan hasil penjualan tersebut digunakan untuk menyelesaikan kewajiban kepada Kreditur dan sisanya dikembalikan kepada debitur serta pemilik jaminan.

Apabila kita melihat total nilai jaminan dan total kewajiban maka dapat diketahui terdapat ketimpangan antara nilai jaminan dan total kewajiban. Total utang sebesar Rp. 252.272.045.297,-(dua ratus lima puluh dua miliyar dua ratus tujuh puluh dua juta empat puluh lima ribu dua ratus Sembilan puluh tujuh Rupiah) sedangkan nilai jaminan adalah sebesar Rp. 100.096.086.000,- (seratus miliyar Sembilan puluh yang enam juta delapan puluh enam ribu Rupiah) terdiri dari:

31 Hutang Kreditur terdiri dari hutang kredit sebesar Rp. 37.736/045.297,- dan Kewajiban Transaksi Valuta Asing sebesar Rp. 214.536.000.000,-.


(49)

- Hak Tanggungan Peringkat I atas Setifikat Hak Milik Nomor 65/Pematang Seleng, Setifikat Hak Milik Nomor 246/Pematang Seleng, Setifikat Hak Milik Nomor 342 sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh miliyar Rupiah);

- Fidusia atas Mesin sebesar Rp. 51.096.086.000,- (lima puluh satu miliyar Sembilan puluh enam juta delapan puluh enam ribu Rupiah)

- Fidusia atas Barang Dagangan sebesar 18.000.000.000,- (delapan belas miliyar Rupiah);

- Gadai atas Saham sejulan 23.390 (dua puluhtiga rbu tiga ratus Sembilan puluh) lembar.

Besarnya ketimpangan tersebut menyebabkan bahwa masih terdapat sisa kewajiban apabila seluruh jaminan dijual sesuai dengan nilai jaminan. Dalam hal masih terdapat sisa kewajiban setelah seluruh asset dijual maka debitur tidak dapat melepaskan diri dari perikatan dengan kreditur untuk menyelesaikan sisa kewajiban tersebut. Debitur masih memiliki perikatan untuk menyelesaikan kewajiban termasuk terhadap seluruh harta yang dimiliki oleh Debitur. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”. Demikian juga sebaliknya, apabila seluruh kewajiban debitur dapat

diselesaikan sebelum seluruh jaminan dijual maka jaminan yang belum dijual tersebut harus dikembalikan kepada debitur.


(50)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan merupakan salah satu unsur yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. 1 Peran perbankan tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. 2

Untuk menghimpun dana masyarakat, bank mengeluarkan berbagai produk seperti giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan penyaluran dana kepada masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk kredit. 3

1 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

2 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Renniwaty Siringoringo, Karateristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal. 62.

3 Paal 6 UU Perbankan menyatakan bahwa bank juga dapat melakukan usaha berupa untuk menyediakan jasa keuangan, yaitu

a. menerbitkan surat pengakuan hutang ;

b. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :

1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ; 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;

5. obligasi ;

6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ; c. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ; d. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik

dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya ;


(51)

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Dalam hal ini, bank selaku kreditur yakin untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena kreditur percaya bahwa debitur mampu untuk membayar lunas pinjamannya setalah jangka waktu yang ditentukan.

Pengertian kredit dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut “UU Perbankan”) yaitu

“Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya,

yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu

akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”. Keyakinan debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut berdasarkan hasil analisis yang mendalam terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur yang dikenal dengan 5 C, yaitu:

1. Watak (character)

Bahwa calon nasabah atau debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemampuan dari calon nasabah atau debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.

e. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan

antar pihak ketiga ;

f. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ;

g. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ; h. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga

yang tidak tercatat di bursa efek ; i. dihapus ;

j. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat ;

k. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

l. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(52)

Informasi ini dapat diperoleh dari bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi-informasi dari usaha.

Character ini juga dapat dilihat dalam Sistem Informasi Debitur yaitu

informasi mengenai calon debitur yang akan memohon kredit, sistem ini terhubung secara langsung kepada Bank Indonesia, dimana setiap bank yang telah memberikan kredit kepada nasabahnya wajib melaporkan data-data atau informasi mengenai nasabah atau istilah DIN (Data Informasi Nasabah) yang telah diberikan kredit.

2. Kemampuan (capacity)

Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah atau debitur untuk

mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan keuntungan, yang akan menjamin bahwa jangka ia mampu melunasi hutang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir, dalam capacity ini bank dapat melihat layak atau tidaknya calon debitur tersebut akan diberikan pinjaman dalam jumlah yang sesuai.

3. Modal (capital)

Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan


(1)

PERJANJIAN PENYELESAIAN KREDIT

ANTARA PT.BANK CIMB NIAGA Tbk

DENGAN PT MESTIKA SAWIT INTIJAYA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

SAMUEL P TAMBUNAN NIM : 090200090

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah, kasih dan penyertaanNya yang selalu Penulis terima, termasuk sepanjang proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Perjanjian Penyelesaian Kredit antara PT.BANK CIMB Niaga Tbk Dengat PT.Mestika Sawit Intijaya”. Skripsi ini menjelaskan tentang perjanjian penyelesaian kredit antara PT.Bank CIMB NIAGA dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, S.H, M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Muhammad Husni, S.H, M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Dr. Hasim Purba, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Edy Ikhsan, S.H,MA, selaku Dosen Pembimbing I Penulis memberikan bimbingan penuh dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis memberikan bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

8. Dosen / Civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan dan bantuan administrasi dan bantuan administrasi kepada penulis.

9. Teristimewa kedua orang tua Bapak tersayang TM Tambunan dan Ibu tersayang Dra.E Sianipar atas doa, kasih sayang , nasehat, bimbingan dan dukungan moril beserta materil, yang menjadi sumber motivasi bagi penulis untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

10. Satria Braja Harianja, S.H, M.H dan Ronald Sianturi, S.H, M.H ,abang yang membantu dalam memberikan ilmu, nasehat, pengarahan dan saran bagi penulis dalam menyusun penulisan skripsi ini.

11. Sepupu terbaik Jeffri Fernando Turnip, yang tetap memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

12. Teman-Teman Terbaikku :Yosua Sinaga, M Guntur Adiputra , Yansen Sembiring, Benizar Husni, Samuel Pangaribuan, Rio Sebayang, Dona


(4)

Stefan dan terkhusus untuk teman-teman seperjuangan stambuk 2009 yang selama ini telah memberikan semangat, dorongan dan saran baik dalam pengerjaan skripsi ini maupun dalam proses belajar sehari-hari.

Dengan bantuan dan dukungan yang telah penulis dapatkan, akhirnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Damai sejahtera dari Tuhan senantiasa menyertai kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis


(5)

ABSTRAK

Dr. Edy Ikhsan , SH, M.A* Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum**

Samuel P Tambunan***

Bank memiliki persyaratan yang ketat dalam memberikan kredit kepada nasabahnya dengan memperhatikan kesanggupan nasabah untuk mengembalikan kredit di kemudian hari,walaupun pada akhirnya tidak sesulit seperti persyaratan yang ada.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan Perjanjian Penyelesaian Pinjaman dalam ranah hukum perdata, apa yang menjadi dasar dilakukannya perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya, bagaimana akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun Perjanjian Penyelesaian Pinjaman dapat dilakukan berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 1319 KUH Perdata, yaitu yang

berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang

termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Perjanjian Penyelesaian Pinjaman

dilakukan berdasarkan Pasal 1319 KUH Perdata jo Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya adalah CIMB Niaga memiliki dapat melakukan penjualan terhadap seluruh Asset (baik yang dimiliki Mestikasawit Intijaya maupun Pemilik Aset) dimana seluruh hasil penjualan tersebut digunakan untuk pelunasan hutang Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga. Seluruh hutang Mestikasawit Intijaya akan dianggap lunas apabila seluruh Aset tersebut telah terjual kepada Pihak Ketiga dan seluruh hasil penjualannya diserahkan kepada CIMB Niaga.

Kata Kunci: Perjanjian, Restrukturisasi Pinjaman _________________________

*Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU ***Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………. i

Abstrak………. iv

Daftar Isi………... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1

B. Permasalahan…...……… 13

C. Tujuan Penelitian………. 13

D. Manfaat Penelitian………... 14

E. Keaslian Penelitian……….. 14

F. Tinjauan Kepustakaan………. 14

G. Metode Penelitian……… 27

H. Sistematika Penulisan……….. 29

BAB II : KESEPAKATAN BERSAMA MENGENAI PENYELESAIAN PINJAMAN ANTARA PT.BANK CIMB NIAGA TBK DENGAN PT.MESTIKA SAWIT INTIJAYA MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata……. 31

B. Perjanjian Tentang Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Dengan PT.Mestika Sawit Intijaya…... 42

BAB III : DASAR HUKUM KESEPAKATAN BERSAMA TENTANG PENYELESAIAN PINJAMAN ANTARA CIMB NIAGA DENGAN MESTIKA SAWIT INTIJAYA. A. Dasar Hukum Para Pihak Dalam Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara CIMB Niaga Dengan Mestika Sawit Intijaya……… 53

B. Sahnya Perjanjian Tentang Kesepakatan Pinjaman Antara PT.Bank CIMB Niaga TBK dengan PT.Mestika Sawit Intijaya…………. 60

BAB IV : AKIBAT HUKUM PERJANJIAN TENTANG KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PT.BANK CIMB NIAGA TBK DENGAN PT. MESTIKA SAWIT INTIJAYA. A. Perubahan Jatuh Tempo Pembayaran Utang……….. 66

B. Perubahan Jaminan Dalam Perjanjian………. 67

C. Penyelesaian Permasalahan Yang Timbul Dalam Perjanjian….. 70

BAB V : KESIMPULAN & SARAN. A. Kesimpulan………. 73

B. Saran……… 74