Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit di RSU dr. Pirngadi

(1)

BAB 2

PENGELOLAAN KASUS

2.1Konsep Dasar Kebutuhan Cairan dan Elektrolit 2.1.1 Defenisi

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto & Wartonah, 2006). Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut dengan ion (Hidayat, 2006).

2.1.2 Volume Cairan Tubuh

Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap jumlah volume cairan, semakin tua usia semakin sedikit kandungan


(2)

BB, usia 1 tahun 60% dari BB, usia pubertas sampai dengan usia 39 tahun untuk pria 60% dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.3 Distribusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau 40% dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini terdiri atas plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di sekitar tubuh seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan serebrospinalis, sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-3% (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.4 Fungsi Cairan

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), fungsi cairan bagi tubuh adalah sebagai berikut :

a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh b. Transpor nutrien ke sel

c. Transpor hasil sisa metabolisme d. Transpor hormon

e. Pelumas antar-organ


(3)

2.1.5 Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan dan output (pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari. Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.6 Pengaturan Keseimbangan Cairan

Menurut Hidayat (2006), pengaturan keseimbangan cairan dapat dilakukan melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah sebagai berikut :

a. Rasa dahaga

Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah sebagai berikut:

1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab terhadap sensasi haus.

2. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.


(4)

b. Anti-diuretik hormon (ADH)

ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat air.

c. Aldosteron

Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

2.1.7 Pengaturan Keseimbangan Elektrolit

Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008).

Menurut Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi: a. Natrium

Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai pengaturan osmolaritas serta volume cairan tubuh. Pengaturan konsentrasi ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh


(5)

korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang diserap ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel yang berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.

c. Kalsium

Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah) dan membantu beberapa enzim pankreas. Kalsium diekresi melalui urine, keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium darah.


(6)

d. Magnesium

Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam plasma darah kadarnya menurun, maka ginjal akan mengeluarkan kalium lebih banyak, dapat terjadi pada pasien alkoholisme kronis, muntah-muntah, diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.

e. Klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah. Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.

f. Bikarbonat

Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat diatur oleh ginjal.

g. Fosfat

Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme kabohidrat, pengaturan asam basa.

2.1.8 Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit

Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga tempat cairan tersebut, yaitu intraseluler, interstitial, dan intravaskuler (Asmadi, 2008).


(7)

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses, yaitu:

a. Difusi

Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur. b. Osmosis

Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.

c. Transpor Aktif

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.

2.1.9 Cara Pengeluaran Cairan

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti:

a. Ginjal

Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari. Hasil penyaringan ginjal tersebut dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500 ml/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.


(8)

b. Kulit

Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam. Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga dengan Isensible Water Loss (IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.

c. Paru-paru

Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.

d. Gastrointestinal

Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal (melalui feses) setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.

2.1.10 Masalah Keseimbangan Cairan

Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua bagian yaitu:

a. Hipovolemik

Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah


(9)

peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.

Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri.

b. Hipervolemik

Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma. Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.

2.1.11 Masalah Kebutuhan Elektrolit


(10)

a. Hiponatremia

Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa terkontrol, diare jangka panjang.

b. Hipernatremia

Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148 mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sedang intake garam sedikit.

c. Hipokalemia

Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.

d. Hiperkalemia

Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar kalium dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas


(11)

sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan, dan irritable, kadar kalium dalam plasma lebih dari 5,5 mEq/lt.

e. Hipokalsemia

Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal. f. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D yang berlebihan.

g. Hipomagnesia

Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah yang ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,5 mEq/lt.

h. Hipermagnesia

Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam darah yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.


(12)

2.1.12 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai berikut: a. Usia

Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan, dan berat badan.

b. Temperatur Lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari

c. Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler. d. Stres

Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

e. Sakit

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.


(13)

2.2Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian

Untuk mengidentifikasi masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan. Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: 1. Riwayat Keperawatan

a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral) b. Tanda umum masalah elektrolit

c. Tanda kekurangan dan kelebihan cairan

d. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit

e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan

f. Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial

g. Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan.

2. Pengukuran Klinik a. Berat badan

Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya masalah keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan akibat kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:


(14)

1) ± 2% : ringan 2) ± 5% : sedang 3) ± 10% : berat

Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama. b. Keadaan umum

Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, pengukuran tingkat kesadaran.

c. Pengukuran pemasukan cairan

Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang diberikan melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan yang cenderung mengandung air yang dikonsumsi oleh klien, dan cairan yang digunakan untuk irigasi kateter atau NGT.

d. Pengukuran pengeluaran cairan

Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah, tube drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)

e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200 cc. 3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada : a. Integumen

Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.


(15)

b. Kardiovaskuler

Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung. c. Mata

Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak, air mata kering atau tidak.

d. Neurologi

Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

e. Gastrointestinal

Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah keadaan mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus. 4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH, berat jenis urine, dan analisis gas darah.

2.2.2 Diagnosis

Setelah melakukan pengkajian, Tarwoto & Wartonah (2006) merumuskan diagnosa yang muncul dari masalah yang ditemukan pada pasien. Diagnosa yang dapat ditemukan oleh perawat pada klien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain:

1. Aktual/risiko defisit volume cairan

Defenisi: kondisi seorang pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada ekstraseluler dan vaskuler.


(16)

Kemungkinan berhubungan dengan: kehilangan cairan secara berlebihan, berkeringat secara berlebihan, menurunnya intake oral, penggunaan diuretik, atau pendarahan. Kemungkinan data yang ditemukan: hipotensi, takhikardia, pucat, kelemahan, konsentrasi urine pekat. Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada: penyakit Addison, koma, ketoasidosis pada diabetik, anoreksia nervosa, perdarahan gastrointestinal, muntah, diare, intake cairan tidak adekuat, AIDS, pendarahan, ulcer kolon

2. Volume cairan berlebih

Definisi: suatu kondisi terjadinya peningkatan retensi dan edema.

Kemungkinan berhubungan dengan: retensi garam dan air, efek dari pengobatan, dan malnutrisi. Kemungkinan data yang ditemukan: orthopnea, oliguria, edema, distensi vena jugularis, hipertensi, distres pernapasan, anasarka, edema paru. Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada: obesitas, hipothiroidism, pengobatan dengan kortikosteroid, imobilisasi yang lama, cushings syndrome, gagal ginjal, sirosis hepatis, kanker, dan toxemia.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, Tarwoto & Wartonah (2006) menyusun intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa, yang terdapat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Intervensi keperawatan dengan diagnosa Aktual/risiko defisit volume cairan


(17)

Intervensi Rasional 1. Ukur dan catat setiap 4 jam:

a. Intake dan output cairan b. Warna muntahan, urine,

dan feses

c. Monitor turgor kulit d. Tanda vital

e. Monitor IV infus f. Elektrolit, BUN,

hematokrit, dan hemoglobin g. Status mental h. Berat badan

2. Berikan makanan dan cairan

3. Berikan pengobatan seperti antidiare dan antimuntah

4. Berikan dukungan verbal dalam pemberian cairan

5. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan

6. Ubah posisi pasien setiap 4 jam

1. Menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan

2. Memenuhi kebutuhan makan dan minum

3. Menurunkan pergerakan usus dan muntah

4. Meningkatkan konsumsi yang lebih

5. Meningkatkan nafsu makan


(18)

Lanjutan

7. Berikan pendidikan kesehatan tentang:

a. Tanda dan gejala dehidrasi b. Intake dan output ciran c. Terapi

7. Meningkatkan informasi dan kerja sama

Tabel 1.2 Intervensi keperawatan dengan diagnosa volume cairan berlebih

Intervensi Rasional

1. Ukur dan monitor

Intake dan output cairan, berat badan, tensi, CVP, distensi vena jugularis, dan bunyi paru.

2. Monitor rontgen paru

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan

4. Hati-hati dalam pemberian cairan

5. Pada pasien yang bedrest a. Ubah posisi setiap 2 jam b. Latihan pasif dan aktif

1. Dasar pengkajian kardiovaskuler dan respons terhadap penyakit

2. Mengetahui adanya edema paru 3. Kerja sama disiplin ilmu dalam

perawatan

4. Mengurangi kelebihan cairan


(19)

Lanjutan

6. Pada kulit yang edema berikan losion, hindari penekanan yang terus menerus

7. Berikan pengetahuan

kesehatan tentang: Intake dan output cairan, edema, berat badan, dan pengobatan

6. Mencegah kerusakan kulit

7. Pasien dan keluarga mengetahui dan kooperatif

2.3 Asuhan Keperawatan Pasien di Rumah Sakit 2.3.1 Pengkajian

Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktik di rumah sakit dr. Pirngadi Medan, pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Tn. R. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat di lampiran 1. 1. Biodata

Seorang pasien laki-laki, bernama Tn. R berusia 26 tahun, belum menikah, beragama Islam dirawat di ruang XXI Asoka 1 Penyakit Dalam Pria, kamar II, bad 29 dengan diagnosa medis Chronic Kidney Desease Stage V (Gagal Ginjal Kronis derajat V). Pasien anak pertama dari tiga orang bersaudara, pasien tidak bekerja dengan pendidikan terakhir adalah SMK. Pasien dan keluarga bertempat tinggal di Jl. Panca no.89 C, Medan. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 20 Mei 2014 dengan nomor rekam medik 00.92.63.31 dan tidak pernah mengalami operasi sebelumnya.


(20)

2. Keluhan Utama

Pada saat pengkajian pasien mengatakan sangat terganggu dengan kondisinya, sering haus, buang air kecil dengan volume yang sedikit-sedikit, setiap hari BAK 3-4 kali/hari. Selain itu, pasien juga mengeluhkan suhu tubuhnya yang panas. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit adalah sesak napas, kaki bengkak, dan merasa lemah. Hal ini dialami pasien sejak ± 2 minggu ini, sesak semakin lama semakin berat jika banyak minum. Riwayat mual muntah tidak ada, BAK sedikit ± 1 gelas aqua per hari. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke rumah sakit lain dan disebut menderita sakit ginjal, sudah pernah dianjurkan untuk cuci darah namun pasien menolak.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Dua minggu yang lalu, pada tanggal 20 Mei 2014 pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, bengkak pada kedua kaki, dan lemah, yang telah dialaminya selama satu minggu. Sebelumnya pasien telah berobat ke rumah sakit lain dan disebut menderita sakit ginjal, sudah pernah dianjurkan untuk cuci darah namun pasien menolak karena tidak percaya dengan hal itu. Klien mengatakan mengalami sesak jika minum air terlalu banyak. Jika kambuh pasien bisa mengalami sesak napas seharian. Bila sesak napas yang bisa dilakukan pasien di rumah yaitu tidur di dekat kipas angin sehingga udara lebih cepat masuk dan sesak berkurang, di rumah sakit jika sesak kambuh pasien meminta ibunya untuk mengipas dengan kertas sehingga sesak berkurang, pasien tidak menggunakan selang oksigen. Selain itu pasien juga mengalami bengkak pada tangan dan


(21)

kakinya dengan derajat edema +1 serta mengalami gangguan dalam BAK, yaitu BAK 3-4 kali/hari tetapi sekali miksi hanya sedikit yang keluar. Karena pada saat periksa keadaan pasien memburuk sehingga dokter memutuskan untuk rawat inap.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pasien mengatakan tidak terlalu memperhatikan kondisi kesehatannya, baik dari pola makan, minum, dan olahraga. Mulai dari sekolah dasar pasien lebih suka minum minuman yang berwarna dan bersoda, jarang minum air putih hanya 3-4 gelas per hari. Pasien makan 3 kali sehari dengan komposisi makanan nasi, ikan/daging, dan sayur. Pasien jarang berolahraga, kegiatan sehari-hari hanya menjaga adik di rumah dan kadang kala membantu ibu berjualan di kantin sekolah. Pasien jarang memeriksa status kesehatannya ke pelayanan kesehatan. Jika pasien sakit, misalnya batuk dan demam, ibu pasien membeli obat di warung dan menganjurkan pasien meminum obat tersebut. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit tertentu yang membutuhkan perawatan khusus. Penyakit ginjal ini mulai dirasakan pasien dalam tiga minggu terakhir ini dan baru kali ini di rawat di rumah sakit.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada keluarganya yang mengalami sakit ginjal, jantung, dan hipertensi atau penyakit keturunan lainnya.

6. Pemeriksaan Fisik

Secara umum didapati pasien dalam keadaan sadar, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak menggunakan kateter, tidak menggunakan oksigen,


(22)

tidak mendapat cairan infus, dengan tanda-tanda vital: suhu tubuh 40,1oC, tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 135 x/menit, frekuensi pernafasan 35 x/ menit, skala nyeri 2 (0-10), TB 180 cm dan BB 80 Kg. Pada saat pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dari pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan pada ubun-ubun, kebersihan kepala kurang terjaga karena pasien tidak cuci rambut saat dirawat di rumah sakit. Rambut tumbuh tidak merata, dengan bau rambut yang tidak enak, kulit kepala tidak bersih.

Pada pemeriksaan wajah, warna kulit sawo matang, struktur wajah lengkap dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra tidak ada kelainan, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kornea tidak ada kelainan, iris berwarna cokelat dan berbatas jelas, ketajaman penglihatan baik.

Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung dan posisi septum nasi simetris dan tepat di medial, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernapasan cuping hidung. Bentuk telinga normal dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik.

Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati, bibir sedikit kering, keadaan gusi dan gigi sehat, keadaan lidah bersih tidak ada jamur, pita suara baik. Posisi trachea normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba.


(23)

Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen kurang terjaga dengan baik karena pasien tidak bisa mandi seperti biasa, kulit pasien tampak kering seperti bersisik. Akral hangat, warna kulit sawo matang, tidak ada cianosis, turgor kulit tidak elastis, CRT > 2 detik, kelembaban kulit tidak baik.

Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, frekuensi pernapasan 35 kali/menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernapas, napas dangkal, irama pernapasan reguler. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada simetris/normal, saat diperkusi suara redup dan saat auskultasi suara napas ronchi.

Pada pemeriksaan jantung tidak didapati sianosis, pulsasi teraba, suara dullnes saat perkusi, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris, tidak ada ascites, tidak ditemukan benjolan, ada nyeri saat di tekan.

Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) otot tampak simetris, edema pada kedua tangan dan kaki, klien tidak mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah.

7. Pola Kebiasaan Sehari-hari a. Pola makan dan minum

Sebelum sakit: pasien makan 3 kali sehari, makan habis 1 porsi mengkonsumsi nasi, sayur, lauk, buah, nafsu makan baik, minum 3-4 gelas air putih perhari dan lebih suka minum minuman yang berwarna dan bersoda.


(24)

Selama sakit: pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1 porsi, minum dibatasi, kurang lebih 1000 ml perhari.

b. Perawatan diri

Sebelum sakit : pasien mandi 2 kali sehari, menggosok gigi 2 kali sehari, menjaga kebirsihan kuku jari tangan dan jari kaki.

Selama sakit: pasien dilap oleh ibunya 2 kali sehari, menggosok gigi ke kamar mandi dibantu oleh ibunya 1 kali sehari, kebersihan kuku kurang terjaga, kuku tampak panjang dan kotor.

c. Pola kegiatan dan aktivitas

Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain dan tidak ada gangguan rasa sakit.

Selama sakit: aktivitas klien dibantu oleh keluarga, karena lemah dan kadang sesak napas pasien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

d. Pola Eliminasi

Sebelum sakit: pasien BAB 1 kali perhari, warna kuning, konsistensi lunak, BAK 4-5 kali perhari, warna kuning jernih.

Selama sakit: pasien BAB 1 kali perhari tetapi sedikit, konsistensi agak lembek, warna agak cokelat. BAK 3-4 kali perhari, sekali miksi urine yang keluar sedikit warna kuning keruh.


(25)

2.3.2 Masalah Keperawatan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 02 Juni 2014, dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilakukan, ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Kelebihan volume cairan dan pola nafas tidak efektif. Secara lengkap terdapat pada tabel berikut ini:


(26)

Tabel 1.3 Analisa Data

No. Data Etiologi/Patofisiologi Masalah Keperawatan 1 DS :

Pasien mengatakan sebelum sakit jarang minum air putih, hanya 3-4 gelas perhari dan lebih suka minum minuman yang berwarna dan bersoda. Pasien mengatakan BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan warnanya kuning keruh, tangan dan kaki membengkak. DO :

Edema pada tangan dan kaki derajat 1 Turgor kulit tidak elastis

CRT pada ekstremitas atas dan bawah lebih dari 2 detik, BB 80 kg

Banyak minum minuman berwarna dan bersoda, jarang minum air putih

(3-4 gelas perhari)

Nefropati toksik

Kerusakan fungsi ginjal

Kerusakan glomerulus Filtrasi glomerulus menurun (GFR menurun) Retensi cairan Edema Kelebihan volume cairan Kelebihan volume cairan


(27)

2 DS:

Pasien mengatakan sesak napas, sesak semakin parah jika banyak minum air. DO:

TD: 150/90 mmHg FP: 35 kali/menit FN: 135 kali/menit S: 40,1oC

Perkusi paru: redup Napas dangkal (dispnea) Bibir pucat

Hasil rontgen pulmo : adanya cairan di rongga alveolus

Banyak minum minuman berwarna dan bersoda, jarang minum air putih

(3-4 gelas perhari)

Nefropati toksik

Kerusakan fungsi ginjal

Kerusakan glomerulus Filtrasi glomerulus menurun (GFR menurun) Retensi cairan Edema

Cairan masuk ke paru

Edema paru

Difusi O2 dan CO2 paru terganggu

Hiperventilasi

Perubahan pola nafas

Pola napas tidak efektif


(28)

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah dikaji. Dari hasil perumusan diperoleh dua diagnosa yaitu:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal, input cairan lebih besar dari pada output ditandai dengan edema pada tangan dan kaki, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis, oliguria.

2. Pola penapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai dengan frekuensi pernafasan 35 kali/menit, nafas dangkal, pasien mengeluhkan sesak.

2.3.4 Intervensi Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian keperawatan dari data yang diperoleh, perawat melakukan analisa data dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian menegakkan diagnosa keperawatan. Setelah itu, perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Tn. R. Perencanaan keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat pada tabel berikut:


(29)

Tabel 1.4 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal, input cairan lebih besar dari pada output ditandai dengan edema pada tangan dan kaki, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis, oliguria.

No Dx

Perencanaan Keperawatan

Dx. 1

Tujuan:

Kelebihan volume cairan dapat dikurangi

Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan Kriteria Hasil:

Tidak ada edema, keseimbangan antara output dan input cairan

Intervensi Rasional

a. Kaji status cairan dengan menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, edema, dan tanda-tanda vital

b. Batasi masukan cairan

c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan

a. Mengetahui status cairan meliputi input dan output

b. Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urine, dan respon terhadap terapi

c. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga


(30)

Lanjutan cairan

d. Ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan, obat, dan efek pengobatan

f. Pada pasien yang bedrest

• Ubah posisi setiap 2 jam

• Latihan pasif dan aktif

g. Beri pendidikan kesehatan tentang asupan protein yang boleh dikonsumsi pasien setiap hari

dalam pembatasan cairan

d. Untuk mengetahui

keseimbangan input dan output.

e. Kerja sama disiplin ilmu dalam perawatan

f. Mengurangi edema


(31)

Tabel 1.5 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai dengan frekuensi pernafasan 35 kali/menit, napas dangkal, pasien mengeluhkan sesak.

No Dx.

Perencanaan Keperawatan

Dx.2

Tujuan:

Menunjukkan pola pernapasan efektif Kriteria Hasil:

Pasien tidak mengalami dispnea, frekuensi pernapasan dalam batas normal (14-20 kali/menit)

Intervensi Rasional

a. Pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya pernapasan.

b. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta.

c. Pantau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur d. Pantau pola pernapasan:

bradipnea; takipnea.

a. Mengetahui status pernapasan

b. Mengetahui usaha pernapasan

c. Mengetahui ada tidaknya kelainan pada pernapasan d. Mengetahui pola


(32)

Lanjutan

e. Auskultasi suara napas, perhatikan suara napas tambahan.

f. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

g. Atur posisi pasien senyaman mungkin

h. Ajari teknik relaksasi i. Batasi untuk beraktivitas

j. Anjurkan pasien makan

makanan

yang tidak banyak mengandung air

e. Mengetahui ada tidaknya suara napas tambahan

f. Mengetahui tingkat

kegelisahan dan ansietas

g. Membantu mengurangi sesak

h. Mengurangi sesak napas i. Mengurangi sesak napas j. Mengurangi edema paru

dan sesak napas

2.3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Perawat telah menyusun tindakan keperawatan yang akan diimplementasikan kepada pasien. Namun, ada tindakan yang telah diajarkan oleh perawat tidak dilakukan pasien dengan baik sehingga memperburuk keadaan pasien (secara lengkap terdapat pada lampiran 2).

Untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu kelebihan volume cairan, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji status cairan dengan menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, dan tanda-tanda vital, membatasi masukan cairan, menjelaskan kepada pasien dan


(33)

keluarga tentang pembatasan cairan, mengajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran, mengubah posisi pasien setiap dua jam dan latihan gerakan aktif dan pasif dan dimodifikasi dengan menganjurkan keluarga untuk menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau oleh pasien. Setelah dievaluasi selama perawatan, masalah untuk diagnosa pertama belum teratasi, kaki pasien masih edema, turgor kulit tidak elastis, pasien jarang merubah posisi secara mandiri padahal klien mampu melakukannya secara mandiri di atas tempat tidur. Hal tersebut terjadi karena pasien sering merasa haus, ibu pasien sering mengeluhkan sikap pasien yang tidak menjalankan nasihat dan pendidikan kesehatan yang diberikan perawat. Ketika ibu pasien mandi, sholat, dan tidur pasien sering mencuri-curi kesempatan untuk minum banyak ±500 ml air mineral sekali teguk. Setelah dikaji oleh perawat, pasien melakukan hal tersebut karena tidak dapat menahan rasa haus yang dialaminya dan tidak percaya kalau kedua ginjalnya sudah rusak. Tetapi, setelah mendengar penjelasan ulang yang diberikan oleh perawat pasien dapat menerima keadaannya dan akan membatasi asupan cairan yang akan dikonsumsi. Dengan intervensi modifikasi yaitu menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau oleh pasien maka edema yang dialami pasien berkurang.

Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu pola napas tidak efektif, tindakan yang dilakukan adalah memonitor frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, mengajarkan pasien teknik relaksasi, mengatur posisi klien senyaman mungkin, memberitahu klien untuk membatasi aktivitas, menganjurkan klien


(34)

makan makanan yang tidak banyak mengandung air untuk mengurangi edema paru yang dapat mengakibatkan sesak napas. Setelah dievaluasi selama perawatan, masalah untuk diagnosa kedua sudah teratasi sebagian. Hal tersebut dapat dilihat dari pasien tidak menggunakan O2, frekuensi napas semakin hari semakin mendekati batas normal. Namun, kadang kala pasien mengeluhkan sesak napas tetapi tidak terlalu berbahaya dan tidak membutuhkan penggunaan terapi O2. Setelah dikaji ulang oleh perawat, pasien mengalami sesak karena minum terlalu banyak ketika tidak dilihat oleh perawat dan ibu pasien.

Oleh karena itu, perawat menjelaskan lebih serius lagi agar pasien mau dan mampu menjalankan setiap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang merawatnya khususnya yang diajarkan oleh perawat demi kesehatan pasien. Setelah mendengar kembali penjelasan dari perawat, pasien berjanji akan melakukannya dengan baik.


(1)

volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal, input cairan lebih besar dari pada output ditandai dengan edema pada tangan dan kaki, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis, oliguria.

No Dx

Perencanaan Keperawatan

Dx. 1

Tujuan:

Kelebihan volume cairan dapat dikurangi

Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan Kriteria Hasil:

Tidak ada edema, keseimbangan antara output dan input cairan

Intervensi Rasional

a. Kaji status cairan dengan menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, edema, dan tanda-tanda vital

b. Batasi masukan cairan

c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan

a. Mengetahui status cairan meliputi input dan output

b. Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urine, dan respon terhadap terapi

c. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga


(2)

Lanjutan cairan

d. Ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan, obat, dan efek pengobatan

f. Pada pasien yang bedrest • Ubah posisi setiap 2 jam • Latihan pasif dan aktif

g. Beri pendidikan kesehatan tentang asupan protein yang boleh dikonsumsi pasien setiap hari

dalam pembatasan cairan

d. Untuk mengetahui

keseimbangan input dan

output.

e. Kerja sama disiplin ilmu dalam perawatan

f. Mengurangi edema


(3)

pernapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai dengan frekuensi pernafasan 35 kali/menit, napas dangkal, pasien mengeluhkan sesak.

No Dx.

Perencanaan Keperawatan

Dx.2

Tujuan:

Menunjukkan pola pernapasan efektif Kriteria Hasil:

Pasien tidak mengalami dispnea, frekuensi pernapasan dalam batas normal (14-20 kali/menit)

Intervensi Rasional

a. Pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya pernapasan.

b. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta.

c. Pantau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur d. Pantau pola pernapasan:

bradipnea; takipnea.

a. Mengetahui status pernapasan

b. Mengetahui usaha pernapasan

c. Mengetahui ada tidaknya kelainan pada pernapasan d. Mengetahui pola


(4)

Lanjutan

e. Auskultasi suara napas, perhatikan suara napas tambahan.

f. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

g. Atur posisi pasien senyaman mungkin

h. Ajari teknik relaksasi i. Batasi untuk beraktivitas

j. Anjurkan pasien makan makanan

yang tidak banyak mengandung air

e. Mengetahui ada tidaknya suara napas tambahan

f. Mengetahui tingkat

kegelisahan dan ansietas

g. Membantu mengurangi sesak

h. Mengurangi sesak napas i. Mengurangi sesak napas j. Mengurangi edema paru

dan sesak napas

2.3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Perawat telah menyusun tindakan keperawatan yang akan diimplementasikan kepada pasien. Namun, ada tindakan yang telah diajarkan oleh perawat tidak dilakukan pasien dengan baik sehingga memperburuk keadaan pasien (secara lengkap terdapat pada lampiran 2).

Untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu kelebihan volume cairan, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji status cairan dengan menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, dan tanda-tanda vital, membatasi masukan cairan, menjelaskan kepada pasien dan


(5)

penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran, mengubah posisi pasien setiap dua jam dan latihan gerakan aktif dan pasif dan dimodifikasi dengan menganjurkan keluarga untuk menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau oleh pasien. Setelah dievaluasi selama perawatan, masalah untuk diagnosa pertama belum teratasi, kaki pasien masih edema, turgor kulit tidak elastis, pasien jarang merubah posisi secara mandiri padahal klien mampu melakukannya secara mandiri di atas tempat tidur. Hal tersebut terjadi karena pasien sering merasa haus, ibu pasien sering mengeluhkan sikap pasien yang tidak menjalankan nasihat dan pendidikan kesehatan yang diberikan perawat. Ketika ibu pasien mandi, sholat, dan tidur pasien sering mencuri-curi kesempatan untuk minum banyak ±500 ml air mineral sekali teguk. Setelah dikaji oleh perawat, pasien melakukan hal tersebut karena tidak dapat menahan rasa haus yang dialaminya dan tidak percaya kalau kedua ginjalnya sudah rusak. Tetapi, setelah mendengar penjelasan ulang yang diberikan oleh perawat pasien dapat menerima keadaannya dan akan membatasi asupan cairan yang akan dikonsumsi. Dengan intervensi modifikasi yaitu menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau oleh pasien maka edema yang dialami pasien berkurang.

Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu pola napas tidak efektif, tindakan yang dilakukan adalah memonitor frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, mengajarkan pasien teknik relaksasi, mengatur posisi klien senyaman mungkin, memberitahu klien untuk membatasi aktivitas, menganjurkan klien


(6)

makan makanan yang tidak banyak mengandung air untuk mengurangi edema paru yang dapat mengakibatkan sesak napas. Setelah dievaluasi selama perawatan, masalah untuk diagnosa kedua sudah teratasi sebagian. Hal tersebut dapat dilihat dari pasien tidak menggunakan O2, frekuensi napas semakin hari semakin mendekati batas normal. Namun, kadang kala pasien mengeluhkan sesak napas tetapi tidak terlalu berbahaya dan tidak membutuhkan penggunaan terapi O2. Setelah dikaji ulang oleh perawat, pasien mengalami sesak karena minum terlalu banyak ketika tidak dilihat oleh perawat dan ibu pasien.

Oleh karena itu, perawat menjelaskan lebih serius lagi agar pasien mau dan mampu menjalankan setiap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang merawatnya khususnya yang diajarkan oleh perawat demi kesehatan pasien. Setelah mendengar kembali penjelasan dari perawat, pasien berjanji akan melakukannya dengan baik.