Pengaruh Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan Bunga Kembang Sepatu

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman hias (ornamental plants) mencakup semua tumbuhan baik butuh
terna, merambat, semak, perdu atau pohon yang sengaja ditanam orang sebagai
komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan upacara atau komponen hiasan
busana atau komponen karangan bunga.
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) adalah tanaman semak suku
malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman
hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan tidak
berbau. Bunga dari berbagai jenis kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal
(daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) dari yang
berwarna putih hingga kuning, oranye hingga merah jambu atau merah tua.
Tanaman ini menghasilkan bunga secara terus-menerus dalam jumlah yang
banyak, namun bunga hanya bertahan selama satu atau dua hari.
Menurut Wyman (1995), spesies Hibiscus yang umum dan banyak dikenal
adalah H. syriacus, H. cannabinus, H. manihot, H. abelmoschus, H. speciousus,
H. grandiflorus dan H. rosa-sinensis. Di Indonesia bunga kembang sepatu banyak
ditemukan diberbagai tempat, seringnya menjadi tanaman penghias halaman
rumah atau taman. Tanaman kembang sepatu ini banyak disukai oleh para
gardener, maupun pencinta tanaman hias karena memiliki keistimewaan yaitu

tanaman tropis yang eksotik dengan kemampuannya untuk berbunga sepanjang
tahun, baik itu di daerah tropis maupun subtropis, dengan warna bunga yang
beragam dan bentuk daun yang menarik. Oleh sebab itu tanaman hias ini
lebih

sering

digunakan

untuk keperluan landscape maupun sebagai buket

1

bunga. Belakangan ini tanaman kembang sepatu yang dikenal juga dengan
sebutan Chinese hibiscus semakin berkembang di daerah Texas, AS dengan
jumlah peminat yang semakin meningkat, meskipun suhu disana cukup ekstrim
bagi perkembangan tanaman ini.
Pada umumnya, tanaman kembang sepatu bersifat steril dan tidak
menghasilkan buah tetapi berbunga. Di daerah tropis atau di rumah kaca
tanaman


kembang sepatu berbunga sepanjang tahun, sedangkan di daerah

subtropis berbunga mulai dari musim panas hingga musim gugur. Perbanyakan
tanaman lebih sering dilakukan secara setek (vegetatif), namun untuk
menghasilkan varietas baru dengan warna bunga yang lebih menarik pemulia
tanaman melakukan persilangan (hibridisasi). Namun persilangan ini hanya
berhasil di daerah yang bersuhu dingin (sejuk), sebab pada suhu tinggi
kelangsungan hidup benang sari akan terhambat karena cepat mengering.
Rendahnya tingkat keberhasilan persilangan akibat kelemahan benang sari di
daerah yang bersuhu tinggi. Dapat

diatasi

dengan

menggunakan

teknik


pemuliaan mutasi, sehingga ragam varietas bunga kembang sepatu bisa terus
dikembangkan, dengan bentuk dan warna bunga yang atraktif.
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan permintaan akan
kembang sepatu adalah pengadaan bibit dengan perbanyakan secara vegetatif atau
stek yang kegiatannya meliputi: memilih batang stek, memotong cabang stek,
menyiapkan media stek, merendam batang stek, menanam stek, membuat
naungan, dan memasang sungkup (Rukmana, 2003 dalam Nasution, 2013). Stek
memegang peranan penting dalam pembibitan tanaman kembang sepatu karena
lebih efektif, efisien dan praktis, serta bibit yang dihasilkan mempunyai sifat yang

2

sama dengan pohon induknya. Kelemahannya, bibit kembang sepatu asal stek
tersebut memiliki perakaran yang kurang baik.
Dalam keberhasilan tanaman secara stek perlu dilakukan perlakuan khusus
seperti perendaman stek dalam zat perangsang tumbuh misalnya auksin yang
memacu perkembangan akar. Auksin adalah salah satu jenis zat pengatur tumbuh.
Dimana fungsi auksin yaitu merangsang perpanjangan sel, memacu inisiasi akar
pada stek batang dan akar bagi tanaman stek kembang sepatu. Peran auksin
pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990).

Zat pengatur tumbuh bermanfaat untuk mengatur atau merangsang tanaman agar
cepat berbunga dan berbuah. Zat pengatur tumbuh terbagi dua yaitu zat pengatur
tumbuh alami yang dapat diproduksi sendiri oleh tanaman dan zat pengatur
tumbuh sintesis berupa hormon buatan.
Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon
giberelin. Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi
sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat
cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan
ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang
disebut dengan fototropisme.
Cara kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga
memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis.

3


Urine sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan
sebagai pengatur tumbuh diantaranya IAA yang termasuk kedalam golongan
auxin. Lebih lanjut dijelaskan bahwa urine sapi juga memberikan pengaruh
positif terhadap pertumbuhan vegetatif tananaman. Karena baunya yang khas,
urine sapi juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman, sehingga
urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tananman serangga.
Menurut Lingga (1991) dalam Yuliarti (2009), bahan kandungan hara pada urin
sapi terdiri dari N = 1,00%, P = 0,50% dan K = 1,50%.
Dari latar belakang inilah penulis tertarik melakukan penelitian “Pengaruh
Lama Perendaman Stek Dalam Urine Sapi Terhadap Pertumbuhan Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L)”.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh perendaman stek kembang sepatu dalam urin
sapi terhadap pertumbuhan stek.
C. Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap pertumbuhan
stek bunga Kembang Sepatu.
D. Manfaat Penelitian
a. Sebagai acuan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk menempuh ujian Sarjana Mahasiswa di Fakultas Pertanian

Universitas Simalungun (USI) Pematangsiantar.
b. Sebagai bahan informasi dan sebagai acuan untuk masyarakat yang ingin
membudidayakan tanaman Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L).

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman semak suku
Malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman
hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan tidak
berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal (daun
mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) yang berwarna putih
hingga kuning, oranye hingga merah tua atau merah jambu.
Menurut Darmono (2002), klasifikasi tanaman Kembang Sepatu adalah
sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae


Divisi

: Magnoiophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malvales

Famili

: Malvaceae

Genus

: Hibiscus


Spesies

: Hibiscus rosa-sinensis

B. Morfologi Tanaman
1. Akar
Perakaran cukup dalam dan kuat sehingga batang tumbuh tegak dan
kokoh. Sistem perakaran kembang sepatu yaitu system perakaran tunggang.
5

2. Batang
Kembang sepatu termasuk tanaman perdu dengan ketinggian berkisar
antara 4 m – 8 m. Batang berstruktur keras, bercabang banyak. Tunas yang
mengalami perubahan bentuk menjadi bunga itu biasanya batangnya lalu berhenti
pertumbuhannya, merupakan tangkai dan dasar bunga, sedang daun-daunnya
sebagian tetap bersifat seperti daun, hanya bentuk dan warnannya berubah, dan
sebagian lagi mengalami metamorphosis menjad bagian- bagian yang memainkan
peranan dalam peristiwa yang akhirnya akan menghasilkan individu baru tadi
(Saktiono, 1989).

3. Daun
Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan
ujung yang meruncing. Di daerah tropis atau rumah kaca tanaman berbunga
sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai dari musim panas
hingga musim gugur.
Daunnya merupakan daun tunggal, terdiri atas petiolus dan lamina.
Berbentuk oval atau hati dengan tepi bergerigi terdapat stipula, ujung daun
meruncing, urat daun menjari dan menyirip, memiliki daun penumpu. Tulang
daun penninervis. Daun berwarna hijau, panjang daun 5 – 10 cm dan lebar 3, - 7,5
cm.
4. Bunga
Bunga ini terdiri dari 5 helai daun kelopak yang dilindungi oleh kelopak
tambahan (epicalyx) sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga. Mahkota
bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai putik
berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan
serbuk sari.(Tjirosoepomo, 1985).

6

5. Biji

Dari proses penyerbukan dihasilkan buah yang mengandung banyak biji.
Biji kembang sepatu berukuran kecil, berwarna coklat sampai hitam dan berbulu.
C. Syarat Tumbuh Tanaman Kembang Sepatu
1. Iklim
Kembang sepatu memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan
tumbuh di daerah subtropis dan tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di
daerah dataran rendah sampai dataran tinggi sampai ketinggian 1.300 m dpl.
Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka dan cukup mendapat sinar matahari. Suhu
udara yang dibutuhkan adalah 22 - 24°C, tetapi masih dapat tumbuh pada daerah
dengan suhu 28 - 32°C. Kelembaban udara antara 50 – 90%. Curah hujan antara
1.500 – 2.500 mm/tahun.

a. Ketinggian Tempat
Kembang Sepatu cocok ditanam pada dataran medium hingga dataran
tinggi dengan ketinggian 300-1.300 m diatas permukaan laut ( Rukmana, 2002).
b. Suhu
Suhu yang baik pada tanaman kembang sepatu berkisar antara 28-32 oC.
Pada suhu yang terlalu rendah, tanaman kembang sepatu menunjukkan gejala
nekrosa pada jaringan daun dan akhirnya tanaman mati. Pada suhu terlalu tinggi
tanaman mengalami kelayuan karena proses penguapan yang terlalu besar

( Rukmana, 2002).
c. Kelembaban
Pertumbuhan tanaman kembang sepatu dapat terjadi sepanjang tahun.
Kelembaban udara yang baik bagi tanaman kembang sepatu yaitu 50-90% .

7

Kelembaban yang lebih dari 50 - 90 % mengakibatkan tanaman tumbuh tidak
sempurna, kualitas daun kurang baik (Rukmana, 2002)
d. Curah Hujan
Tanaman kembang sepatu dapat ditanam sepanjang tahun, dengan curah
hujan yang cukup sepanjang tahun dapat membantu kelangsungan hidup tanaman
kembang sepatu karena kecukupan air tanah. Tanaman kembang sepatu termasuk
tanaman yang tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan
masih bisa memberikan hasil yang baik. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang
pada air yang menggenang. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan
tanaman kembang sepatu adalah 1.500 –2.500 mm/ tahun

( Rukmana,

2002).
e. Cahaya Matahari
Intensitas cahaya yang diperlukan tanaman kembang sepatu untuk panjang
penyinaran matahari adalah 12 – 16 jam setiap hari. Cahaya matahari sangat
dibutuhkan tanaman kembang sepatu karena dapat memacu pertumbuhan
vegetatif dan generatif melalui fotosintesis (Bambang, 2003).
2. Tanah
Kembang sepatu membutuhkan jenis tanah liat berpasir, subur, gembut,
banyak mengandung humus, memiliki aerase dan drainase yang baik, pH tanah
6,0 – 6,5. Tanah yang tergenang dapat menyebabkan pembusukan akar dan
terhambatnya pertumbuhan tanaman.
3. Pengaruh Perendaman Dalam Urin Sapi
Stek adalah sebagai suatu perlakuan pemisahaan, pemotongan beberapa
bagian dari tanaman dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Stek
secara fisiologisnya sendiri mampu menghasilkan akar dan daun sehingga menjadi

8

tanaman sempurna yang menghasilkan bunga dan buah stek tidak membutuhkan
tanaman induknya untuk menumbuhkan akar. Stek ada beberapa seperti stek akar,
stek batang dan, stek pucuk (Wudianto, 1992).
Umumnya tanaman yang dikembangkan dengan cara stek adalah tanaman
yang berkayu. Bahan stek batang bersal dari tanaman muda dari batang maupun
cabang dengan digunakan bagian pangkal (bagian yang tua) bagian tengah dan
bagian pucuk yang masih muda (Tohir. 1969). Stek batang yang agak muda
tumbuhny lebih baik dan cepat dari pada stek yang lebih tua. Karena jaringannnya
lebih aktif dari pada jaringan stek yang lebih tua.srbaiknya stek yang lebih tua
tahan terhadap kekeringan,tetapi bila stek itu terlalu muda dan lunak,maka proses
transpirasi akan berlangsung dengan cepat sehingga menjadi lemah da akhirnya
mati. Stek dapat menjadi tanaman baru karena bagian tumbuh yang digunakan
mempunyai mata tunas. Jika mata tunas tidak ada, maka stek tidak dapat
tumbuh.Tiap-tiap stek hendaknya mempunyai satu mata tunas untuk membentuk
akar serta membentuk tunas cadangan (Tohir,1969).
Pemanfaatan urine sapi sebagai pupuk banyak dilakukan untuk
penyetekan. secara fisiologisnya sendiri mampu menghasilkan akar dan daun
sehingga menjadi tanaman sempurna yang menghasilkan bunga dan buah stek
tidak membutuhkan tanaman induknya untuk menumbuhkan akar (Wudianto,
1992). Banyak petani mengolah urin menjadi pupuk dikarenakan urin sapi tersebut

memiliki kandungan unsur Nitrogen (N), Phospat (P) dan kalium (K), kandungan
kimiawi urine sapi sangat komplek seperti nitrogen, fosfor, kalium (NPK) dan
beberapa unsur kimiawi yang lainnya. Dengan demikian urine atau air kemih sapi
sangat layak menggantikan pupuk kimia karena memiliki komposisi utamanya
adalah Nitrogen (N) : 1,00 %, fosfor (P) : 0,50 %, dan kalium (K) 1,50 %.

9

Urine sapi mengandung berbagai senyawa dalam bentuk terlarut yang
dihasilkan oleh ginjal. Urine merupakan produk uraian dari protein didalam tubuh
(Dwijoseputro, 1992). Urine sapi mengandung auksin sebagai salah satu zat yang
terkandung didalam makanan hijau yang tidak tercerna dalam tubuh sapi dan
akhirnya terbuang bersama urine sapi. Kadar kepekatan urine sapi betina lebih
tinggi dari pada sapi jantan (Supriadji dan Harsono, 1985).
Perendaman stek kembang sepatu dalam larutan urine sapi dengan
konsentrasi 5-10% dapat memperbaiki pertumbuhan akar dan meningkatkan
persentase stek bertunas (Dwiwarni, 1989 dalam Setyowati, 2004). Supriadji
(1985) menyatakan bahwa, urine sapi dapat digunakan sebagai sumber auksin. Air
kemih/urine sapi ini harus diencerkan dengan air bersih sehingga diperoleh
konsentrasi 5-10%. Pencelupan dilakukan selama 10-15 detik menjelang ditanam.
Urine sapi ini dipakai sebagai perangsang perakaran pada stek kembang
sepatu. Salah satu upaya untuk merangsang pertumbuhan akar tunas stek dapat
dilakukan dengan menggunakan Zat Pengatur Tumbuh. Pemakaian Zat Pengatur
Tumbuh dalam perbanyakan dengan stek yang banyak dilakukan sejauh ini
dengan menggunakan celup cepat, merendam dengan bubuk kering.
Auksin dapat berasal dari alam maupun sintetik. Harga Zat Pengatur
Tumbuh sintetik mahal. Sehingga biasanya dipakai Zat Pengatur Tumbuh alami.
Auksin alami mempunyai kemampuan yang tidak kalah dibandingkan dengan
auksin sintetik meskipun konsentrasi tidak dapat terdekteksi secara tepat. Hal ini
akibat dari jumlah zat-zat yang terdapat sering berubah-ubah sesuai dengan jenis
makanan yang dicerna. Auksin berperan dalam pembentukan akar pada stek
batang tanaman (Abidin, 1994).

10

III. METODE PENELITIAN

1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2017 sampai
bulan Maret 2017. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Kampus Fakultas
Pertanian, Universitas Simalungun Jalan Sisingamangaraja Barat – Pematang
Siantar dengan ketinggian + 400 m dpl.
2. Alat dan Bahan Penelitian
a. Alat
Alat yang digunakan adalah : cangkul, pisau/parang, gembor, meteran,
ayakan, cat, jaring, polibag, alat tulis dan alat-alat lainnya yang menunjang
penelitian.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah : stek batang Kembang Sepatu,
polybag dan tanah.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial
yang terdiri dari 1 faktor yaitu, di mana faktor yang diamati adalah media tanam
sebagai berikut :
Faktor pengamatan adalah media tanam yang terdiri dari :
P0

= Tanpa Perendaman

P1

= Perendaman stek selama 1 Jam

P2

= Perendaman stek selama 2 Jam

P3

= Perendaman stek selama 3 Jam

P4

= Perendaman stek selama 4 Jam
11

Jumlah perlakuan adalah 5 perlakuan dan 5 ulangan.
Jumlah keseluruhan plot

= 25 plot

Luas plot

= 70 x 50cm

Jarak antar ulangan

= 50 cm

Jumlah tanaman per plot

= 8 tanaman

Jumlah tanaman sampel

= 4 tanaman

Jumlah total tanaman sampel

= 100 tanaman

Jumlah total tanaman

= 200 tanaman

4. Metode Analisis Data
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
statistik.
Y ij = µ + Ti + Bj + ϵij
Y ij = Respon

atau

nilai

pengamatan

dari

perlakuan

ke

perlakuan

ke-I

i

dan

ulangan ke j
µ

= Rataan umum

Ti

= Pengaruh perlakuan ke i

Bj

= Pengaruh Ulangan ke j

ϵij

= Pengaruh

Galat

percobaan

dari

dan

ulangan ke j
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter tanaman yang
Diamati dilakukan perhitungan dengan model matematis dan analisis sidik ragam
terdapat pengaruh nyata maka di lanjutkan ke Uji beda rata rata (BNT) pada taraf
5%.

12

5. Prosedur Penelitian
a. Pengisian Polybag
Tanah yang akan diisi ke polybag adalah tanah top soil, tanah terlebih
dahulu di ayak dengan ayakan berukuran 100 mesh kemudian di masukkan
kedalam polybag ukuran ½ kg.
b. Penyiapan Stek
Bibit diambil dari pohon induk yang sehat dan berbuah baik, selanjutnya
stek dipotong dengan ukuran stek ± 10 cm, stek yang digunakan stek pucuk.
Pengambilan bahan stek dilakukan pada sore hari antar pukul 16.00-17.00 wib.
Bahan stek batang yang digunakan untuk penelitian ini adalah batang atau ranting
yang tua dan memiliki calon mata tunas, dan bahan stek akar merupakan bagian
akar yang sudah tua dan sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
d. Perendaman
Bahan stek yang sudah disiapkan direndam kedalam urine sapi yang sudah
dipersiapkan sesuai dengan perlakuan.
Cara perendaman sebagai berikut :
Batang stek direndam dalam larutan urine sapi 5 cm dari bagian pangkal sesuai
dengan perlakuan. Perendaman dilakukan ditempat yang teduh dan agak lembab,
hal ini berguna agar penyerapan hormon berjalan teratur. Stek yang sudah
direndam sudah dapat di tanam dalam polybag yang telah disiapkan dalam
penelitian ini.
e. Penanaman Stek
Stek yang telah direndam ditanam dalam polibag ukuran ½ kg polybag
terlebih dahulu disiram dengan air hingga jenuh. Stek ditanam dengan posisi tegak
lurus (vertical) sedalam 5 cm.

13

f. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihkan gulma dan pengamatan
dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 bulan. Penyiraman bibit dilakukan
setiap hari pada sore hari selama 3 bulan.

6. Parameter Pengamatan
a. Kecepatan Tumbuh Tunas (hari)
Kecepatan tumbuh stek diamati setiap hari sampai tanaman berumur 30
hari, dihitung setiap hari jumlah stek yang tumbuh.
b. Persentase Pertumbuhan (%)
Pengamatan persentase pertumbuhan stek batang dihitung pada umur
sepuluh minggu setelah tanam dengan cara menghitung jumlah stek yang tumbuh
setelah 30 hari.
c. Tinggi Tunas (cm)
Tinggi tunas diukur dari permukaan tumbuhnya tunas sampai batas titik
tumbuh (pucuk) dengan menggunakan meteran, Pengukuran dilakukan sebanyak
3 kali setelah 30 hari.
d. Diameter Tunas (mm)
Pengukuran diameter tunas dilakukan pada ketinggian 1 mm dari permukaan
tumbuhnya tunas dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
sebanyak satu kali yaitu pengukuran dilakukan pada umur sepuluh minggu setelah
tanam setelah 30 hari.

14

e. Jumlah daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung semua daun yang
telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur
empat minggu setelah tanam kemudian dilakukan dengan interval sekali dua
minggu setelah 30 hari.
f. Panjang Akar (cm)
Dihitung pada saat akhir penelitian dengan cara mencabut tanaman
kemudian melepaskan tanah yang menempel pada akar, selanjutnya mengukur
panjang akar dengan menggunakan penggaris.

15

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kecepatan Tumbuh Stek (Minggu)
Data rata-rata kecepatan tumbuh stek dapat dilihat pada lampiran 2.
Analisis Ragam Kecepatan Tumbuh stek pada lampiran 2 menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman stek dalam urine sapi berpengaruh nyata terhadap
kecepatan tumbuh stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Uji Beda Rata-rata Kecepatan Tumbuh Stek dengan Beberapa Perlakuan
Lama Perendaman.
Perlakuan
Rata-rata Kecepatan Tumbuh Stek
P0
25,80c
P1
24,00c
P2
23,22b
P3
20,57b
P4
16,65a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak sama pada kolom yang
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan P4 menunjukkan kecepatan
tumbuh tercepat yang berbeda nyata dengan perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Pada
perlakuan P4 (16,65 hari) berbeda nyata dengan perlakuan P3 (20,57 hari).
Perlakuan P3 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (23,22 hari). Perlakuan
P2 berbeda nyata terhadap perlakuan P1 (24,00 hari) dan tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan P0 (25,80 hari).
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lama perendaman sehingga
lebih meresap kedalam stek. Sehingga memacu pertumbuhan stek dimana urine
sapi mengandung hormon yang dapat memacu pertumbuhan stek. Menurut
Lingga dan Marsono (2004) yang menyatakan bahwa peran utama dari Nitrogen
16

adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan bagian tanaman
khususnya akar, batang, cabang dan daun tanaman.
Untuk lebih jelas pengaruh lama perendaman terhadap pertumbuhan stek
kembang sepatu dapat dilihat pada gambar 1.

Kecepatan Tumbuh (hari)

30.00

25.80

24.00

23.22

25.00

20.57
16.65

20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 1. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Kecepatan Tumbuh
Stek Kembang Sepatu.
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa kecepatan tumbuh stek tercepat
terdapat pada P4 (20,80 hari) berturut-turut diikuti P3 (19,60 hari), P2 (16,00
hari), P1 (14,00 hari) dan terendah pada P0 (12,20 hari).
B. Persentase Tumbuh Tunas Kembang Sepatu
17

Data rata-rata pengukuran terhadap persentase tumbuh tunas stek
Kembang sepatu selama 2 bulan disajikan pada lampiran 4 dan lampiran 5.
Pengamatan terhadap persentase tumbuh tunas stek dilakukan pada akhir
pengamatan masa stek bertunas.
Berdasarkan hasil pengukuran terakhir menunjukkan bahwa data rata-rata
stek kembang sepatu pada akhir pengukuran nilai yang didapat bervariasi.
Analisis sidik Ragam Persentase Keberhasilan stek pada lampiran 5 menunjukkan
bahwa perlakuan Lama perendaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap
persentase keberhasilan stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Rata-rata Persentase Keberhasilan Stek dengan Perlakuan
Lama Perendaman (%).
Perlakuan
10 MST
P0
82.50b
P1
87.50b
P2
92.50a
P3
95.00a
P4
97.50a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak sama pada kolom yang
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.
Dari tabel 2 diatas perlakuan lama perendaman berbeda nyata pada setiap
perlakuan, dengan perlakuan tertinggi pada perlakuan P4 (97,50 %), P3 (95,00 %)
selanjutnya sampai perlakuan dengan nilai rata-rata terkecil pada perlakuan P2
(92,50 %), P1 (87,50 %) dan perlakuan P0 (82,00 %).
Menurut Cleland, (1995) dalam Salisburi dan Ross (1987), bahwasanya
lama perendaman mempengaruhi pertumbuhan dinding sel tanaman dikarenakan
serapan sel terhadap urine sapi dapat memperbesar dinding sel tanaman yang
memacu pada pertumbuhan sel baru.

18

Untuk lebih jelas pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap
persentase tumbuh dapat dilihat pada gambar 2.

97.50

100.00

Persentase Tumbuh (%)

95.00
92.50

95.00
87.50

90.00
85.00

82.50

80.00
75.00

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 2. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Persentase Tumbuh
Umur 30 Hari Setelah Tanam.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa perlakuan P4 menunjukkan persentase
tumbuh stek tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (97,50 %), P3 (95,00 %),
P2 (92,50 %), P1 (87,50 %) dan terendah pada perlakuan P0 (82,50 %).

19

C. Tinggi Tunas (cm)
Data pengamatan kecepatan tumbuh stek umur 4, 6, 8 MST dapat dilihat
pada lampiran 6, 8 dan 10. Analisis Ragam Tinggi Tunas stek umur 4, 6 dan 8
MST menunjukkan bahwa perlakuan perendaman urine sapi berpengaruh nyata
terhadap tinggi tunas stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Uji Beda Rata-rata Tinggi Tunas Stek dengan Beberapa Perlakuan
Perendaman.
Perlakuan
4 MST
6 MST
P0
3.14d
4.55d
P1
5.45c
6.16c
P2
5.61c
6.67b
P3
5.95b
7.21a
P4
6.77a
7.47a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak sama pada
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.

8 MST
5.24e
7.33d
7.84c
7.84b
9.12a
kolom yang

Dari tabel 3 dapat dilihat pada umur 4, 6 dan 8 MST bahwa perlakuan P4
menghasilkan tanaman tertinggi dengan nilai rata-rata P4 (6,77 cm) umur 4 MST,
P4 (7,47 cm) umur 6 MST dan P4 (9,12 cm) umur 8 MST yang berbeda nyata
terhadap perlakuan P0 (3,14 cm) umur 4 MST, P0 (4,55 cm) umur 6 MST dan P0
(5,24 cm) umur 8 MST.

20

Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap

Tinggi Tunas (cm)

pertumbuhan tinggi tunas stek dapat dilihat pada Gambar 3.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

4 MST
6 MST
8 MST

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 3. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi Terhadap
Tinggi Tunas Umur 4, 6 dan 8 MST.
Dari Gambar 3 dapat dilihat pada umur 4, 6 dan 8 MST bahwa perlakuan
P4 menghasilkan tanaman tertinggi dengan nilai rata-rata P4 (6,77 cm) umur 4
MST, P4 (7,47 cm) umur 6 MST dan P4 (9,12 cm) umur 8 MST dan perlakuan
terendah P0 (3,14 cm) umur 4 MST, P0 (4,55 cm) umur 6 MST dan P0 (5,24 cm)
umur 8 MST.
Unsur kalium yang terkandung pada urine sapi merupakan pemicu
pertambahan tinggi stek kembang sepatu. Hal tersebut dibuktikan pula dengan
data hasil analisis unsur yang terdapat pada urine sapi, yang memberikan
informasi bahwa semakin lama waktu perendaman stek dalam urine sapi maka
unsur K yang terdapat pada stek kembang sepatu akan semakin besar. Setiawan
(1991) menyatakan bahwa secara fisiologis fungsi kalium adalah sebagai berikut:
(1) Metabolisme karbohidrat, yakni pembentukan, pemecahan, dan translokasi
pati, (2) Metabolisme nitrogen dan sintesis protein, (3) Mengawasi dan mengatur
21

kegiatan berbagai unsur mineral utama, (4) Netralisasi asam-asam organik penting
secara

fisiologis,

(5) Mengaktifkan

berbagai

enzim,

(6) Mempercepat

pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) Mengatur pergerakan stomata dan
hal-hal yang berhubungan dengan air. Faktor ketersediaan kalium dalam tanah
dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Menurut Setiawan (1991) pH rendah
menyebabkan kalium tinggi karena fiksasi kalium relatif rendah dan ketersediaan
kalium pada tanah dengan pH asam lebih tinggi dibandingkan dengan pH basa.
D. Diameter Tunas (mm)
Data pengamatan diameter tunas stek umur 8 MST dapat dilihat pada
lampiran 12. Analisis Ragam Diameter Tunas stek umur 8 MST menunjukkan
bahwa perlakuan perendaman urine sapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas
stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Rata-rata Diameter Stek dengan Perlakuan Lama
Perendaman (mm).
Perlakuan
Umur 8 MST
P0
1.90d
P1
2.20c
P2
2.50b
P3
2.68b
P4
3.04a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak sama pada kolom yang
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.
Dari tabel 4 diatas perlakuan lama perendaman berbeda nyata pada setiap
perlakuan, dengan perlakuan tertinggi pada perlakuan P4 (3,04 cm), P3 (2,68 cm)
selanjutnya sampai perlakuan dengan nilai rata-rata terkecil pada perlakuan P2
(2,50 cm), P1 (2,20 cm) dan perlakuan P0 (1,90 cm).

22

Menurut Loeb, (1998) Menyatakan bahwa batang tanaman dapat
bertambah apabila tunas axilari dan pertambahan daun-daun terhenti. Hasil
pengamatan tersebut membuktikan bahwa urine sapi mendukung pertumbuhan
tanaman, hal ini sesuai pendapat Widyastuti dan Tjokrokusumo (2007) yang
menyatakan bahwa fungsi utama urine sapi adalah mempengaruhi pertambahan
panjang batang, pertumbuhan, diameter dan percabangan akar dan yang paling
karakteristrik adalah meningkatkan pembesaran sel. William et al. (2006) yang
menyatakan

bahwa

urine

sapi

memiliki

kapasitas

yang

baik

untuk

memepengaruhi pertumbuhan setelah dilakukan beberapa penelitian disimpulkan
bahwa urine sapi mempunyai peranan penting dalam mengatur struktur dan fungsi
tanaman. Sedangkan perlakuan lama perendaman dalam urin sapi dengan
beberapa jenis perlakuan lama perendaman memberikan respon yang baik
terhadap daya tumbuh, Panjang dan jumlah daun, diameter, dan jumlah akar
tanaman bahkan untuk tanaman kembang sepatu pertumbuhannya baik, hal ini
dikarenakan pengaruh kandungan amonia yang ada didalam urine tinggi sesuai
pendapat Muhammad (2002)

yang

menyimpulkan

bahwa

urine

sapi

mengandung amonia (NH3) 2,49 mg/l Nitrat (NO3) 12,97 mg/l dan Nitrit
(NO2) 0,78mg/l disamping itu dikarenakan kandungan auksin pada urine sapi
belum diketahui kadarnya sehingga kadar auksin yang diberikan untuk tanaman
kemungkinan terjadi kekurangan atau kelebihan yang akan berdampak negatif
terhadap daya tumbuh, hal ini didukung oleh Abdian dan Muniarti (2007) yang
menyampaikan bahwa pemberian konsentrasi urine sapi yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.
Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap
pertumbuhan diameter tunas stek dapat dilihat pada Gambar 4.
23

3.50

Diameter (mm)

3.00

2.47

2.83

2.67

2.97

3.17

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 4. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi Terhadap
Diameter Tunas Umur 8 MST.
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa perlakuan P4 menunjukkan diameter
tumbuh stek tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (3,17 mm), P3 (2,97 mm),
P2 (2,83 mm), P1 (2,67 mm) dan terendah pada perlakuan P0 (2,47 mm).
e. Jumlah Daun (helai)
Data pengamatan jumlah daun stek umur 4, 6, 8 MST dapat dilihat pada
lampiran 15, 17 dan 19. Analisis Ragam Jumlah Daun Tunas stek umur 4, 6 dan 8
MST menunjukkan bahwa perlakuan perendaman urine sapi berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun tunas stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Beda Rata-rata Jumlah Daun Stek dengan Perlakuan Lama
Perendaman (helai).
Perlakuan
4 MST
6 MST
8 MST
P0
4.05c
11.55e
12.80e
P1
4.20c
15.40d
16.00d
P2
4.80b
19.15c
19.60c
P3
5.20b
21.95b
22.35b
P4
9.05a
23.80a
24.30a

24

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak sama pada kolom yang
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.
Dari tabel 5 dapat dilihat pada umur 4, 6 dan 8 MST bahwa perlakuan P4
menghasilkan tanaman tertinggi dengan nilai rata-rata P4 (9,05 helai) umur 4
MST, P4 (23,80 helai) umur 6 MST dan P4 (24,30 helai) umur 8 MST yang
berbeda nyata terhadap perlakuan P0 (4,05 helai) umur 4 MST, P0 (11,55 helai)
umur 6 MST dan P0 (12,80 helai) umur 8 MST.

Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap
pertumbuhan jumlah daun stek dapat dilihat pada Gambar 5.
25.00

Jumlah Daun (helai)

20.00
15.00
4 MST
6 MST
8 MST

10.00
5.00
0.00
P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 5. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi Terhadap
Jumlah Daun Stek Umur 4, 6 dan 8 MST.
Dari Gambar 5 dapat dilihat pada umur 4, 6 dan 8 MST bahwa perlakuan
P4 menghasilkan jumlah daun tanaman tertinggi dengan nilai rata-rata P4 (9,05
helai) umur 4 MST, P4 (23,80 helai) umur 6 MST dan P4 (24,30 helai) umur 8

25

MST dan perlakuan terendah P0 (4,05 helai) umur 4 MST, P0 (11,55 helai) umur
6 MST dan P0 (12,80 helai) umur 8 MST.
Menurut Salisburi dan Ross (1995) auksin mempengaruhi pembesaran sel
(peningkatan ukuran) dan mempengaruhi pembelahan sel (peningkatan jumlah)
adanya pembesaran sel mengakibatkan ukuran sel yang baru lebih besar dari sel
induk. Pertambahan ukuran sel menghasilkan pertambahan ukuran jaringan,
organ, dan meningkatkan bobot tanaman. Peningkatan pembelahan sel
menghasilkan jumlah sel yang banyak, termasuk didalam jaringan pada daun,
sehingga

memungkinkan

terjadinya

peningkatan

fotosintesis

penghasil

karbohidrat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan daun tanaman tanaman.
Urine sapi mengandung zat pengatur tumbuh auksin yang memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman walupun
diperlukan dalam konsentrasi yang kecil sehingga jika pemberian zat pengatur
tumbuh yang rendah atau terlalu tinggi tidak baik untuk produksi tanaman karena
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Setyadi (1992) dalam Sitepu (2007) tingkat pemberian zat pengatur tumbuh yang
telalu rendah atau terlalu tinggi akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, bahkan dapat meracuni dan mematikan tanaman.
Surahadikusumah (1982) dalam Sitepu (2007) menyatakan kalium
berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, metabolisme dan translokasi
karbohidrat. Kalium juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kembang sepatu dalam pembentukan tunas baru. Tanaman yang cukup
mendapat kalium akan mampu membentuk tunas baru dan besar juga disebabkan
oleh penyerapan air.
f. Panjang Akar

26

Data rata-rata pengukuran terhadap panjang tunas stek Kembang sepatu
selama 2 bulan disajikan pada lampiran 20.
Berdasarkan hasil pengukuran terakhir menunjukkan bahwa data rata-rata
stek kembang sepatu pada akhir pengukuran nilai yang didapat bervariasi.
Analisis sidik Ragam Panjang Akar stek pada lampiran 5 menunjukkan bahwa
perlakuan Lama perendaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap panjang akar
stek.
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian dengan
Uji Beda Nyata Terkecil yang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Beda Rata-rata Panjang Akar Stek dengan Perlakuan Lama
Perendaman.
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang tidak
sama, berbeda nyata pada taraf 5%.

4 MST
9,60e
11,55d
13,20c
17,80b
22,65a
sama pada kolom yang

Dari tabel 6 diatas perlakuan lama perendaman berbeda nyata pada setiap
perlakuan, dengan perlakuan tertinggi pada perlakuan P4 (22,65 cm), P3 (17,80
cm) selanjutnya sampai perlakuan dengan nilai rata-rata terkecil pada perlakuan
P2 (13,20 cm), P1 (11,55 cm) dan perlakuan P0 (9,60 cm).
Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam urine sapi terhadap
pertumbuhan panjang akar stek dapat dilihat pada Gambar 6.

27

22.65

Panjang Akar (cm)

25.00
17.80

20.00
15.00
9.60

13.20

11.55

10.00
5.00
0.00

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan

Gambar 6. Histogram Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi Terhadap
Panjang Akar Stek Umur 8 MST.
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perlakuan P4 menunjukkan panjang
akar stek tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (22,65 cm), P3 (17,80 cm), P2
(13,20 cm), P1 (11,55 cm) dan terendah pada perlakuan P0 (9,60 cm).
Hal ini dikarenakan pengaruh kandungan amonia yang ada didalam urine
sapi tinggi sesuai pendapat Muhammad (2002) yang menyimpulkan bahwa
urine sapi mengandung amonia (NH3) 2,49 mg/l Nitrat (NO3) 12,97 mg/l
dan Nitrit (NO2) 0,78mg/l.
Hal ini sesuai pendapat Widyastuti dan Tjokrokusumo (2007) yang
menyatakan bahwa fungsi utama auksin adalah mempengaruhi pertambahan
panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar dan yang paling
karakteristrik adalah meningkatkan pembesaran sel. William et al. (2006) yang
menyatakan bahwa auksin memiliki kapasitas yang tinggi untuk memepengaruhi
pertumbuhan setelah dilakukan beberapa penelitian disimpulkan bahwa auksin
mempunyai peranan penting dalam mengatur struktur dan fungsi tanaman.

28

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Perlakuan perendaman stek dalam urine sapi memperoleh nilai terbaik
pada pengukuran kecepatan tumbuh tanaman terbaik pada perlakuan P4
(16,65 hari), P3 (20,57 hari), P2 (23,22 hari), P1 (24,00 hari) dan P0
(25,80 hari). Pengukuran persentase tumbuh tanaman terbaik pada
perlakuan P4 dan P3 dengan nilai rata-rata P4 (97,50 %), P3 (95,00 %), P2
(92,50 %), P1 (87,50 %) dan P0 (82,50 %).
2. Perlakuan terbaik selama 4 jam berpengaruh terhadap tunas terteinggi P4
(6,77 cm) umur 4 MST, jumlah daun pada perlakuan P4 (9,05 helai),
diameter pada perlakuan P4 (3,17 mm), Panjang akar pada perlakuan P4
(22,65 cm) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (3,14 cm), jumlah

29

daun pada perlakuan P0 (4,05 helai), diameter pada perlakuan P0 (2,47
mm), dan panjang akar pada perlakuan P0 (9,60 cm).

B. Saran
1. Dalam memperbanyak bibit kembang sepatu dengan cara stek sebaiknya
dilakukan perendaman dengan urine sapi selama 4 jam agar diperoleh
pertumbuhan yang semakin lebih baik, lebih cepat bertunas serta hasil yang
memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, (1994). https://organikilo.co/2014/12/kandungan-kimiawi-urine-sapiuntuk-pertanian.html. Diakses tanggal 12 September 2016.
Bambang, (2003). Kembang Sepatu.id.wikipedia.org/wiki/ Kembang_sepatu
(2003). Diakses tanggal 15 September 2016.
Darmono (2002). Kembang Sepatu.id.wikipedia.org/wiki/ Kembang_sepatu
(2002). Diakses tanggal 15 September 2016.
Dwiwarni, I. 1993. Pemanfaatan Urin Sapi pada stek lada. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri.
Hanafiah, K.A. 1997. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Hendriyana, Y.F. Kembang Sepatu.id.wikipedia.org/wiki/ Kembang_sepatu
(2008). Diakses tanggal 29 Oktober 2016.
Jarret, A. http://books.google.co.id/books. Ornamental tropical shrubs(2008).
Diakses tanggal 30 Oktober 2016.

30

Maluszynski, M, et al. In S. Mohan J, D.S Brar, and B.S. Ahloowalia.
(1998). Somaclonal variation and induced mutations in crop
improvement. Technology Engineering, Google Books. 640p.
books.google.co.id/books (1992). Diakses tanggal 29 Oktober 2016.
Miftah. Kembang Sepatu. id.wikipedia.org/wiki/Kembang_sepatu
(2008).Diakses tanggal 29 Oktober 2016.
LinggadanMarsono(2004).http://www.aboutrice.com/downloads/rice_growing.pdf
/ diakses :Oktober2016
http://www.aboutrice.com/downloads/rice_growing.pdf/ diakses :Oktober2016
http://www.ehow.com/about_5241739_nitrogen-plant-growth.html/diakses
:Oktober2016
http://www.ibilio.org/pfaf/cgi-bin/arr.html. Plant for fututre:database, Hibiscus
rosa sinensis. Diakses tanggal 30 Oktober 2016.
Yuliarti (2009). Hibiscus rosa-sinensis. www.iptek.com (2009). Diakses tanggal
09 Oktober 2016.
Rukmana, R. Bunga Raya. Kanisius, Yogyakarta. 39p (2002).
Rukmana, R. 2001. Jeruk Lemon. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Saktiono,1989.http://www.ruralnet.or.jp/E/grp/contents.html/diakses:Oktober2016
Sarwono, B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soepartini, M. 1990. Kimia Tanah. Materi Pelatihan Teknik Analisa Ta-nah,
Tanaman, Air dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
12 hal.
Solikhin,2008.http://www.blogmieinstan.co.cc/2009/12/pertumbuhan-danperkembangan.html.diakses tanggal : 22 September 2016
Supriadji, G dan Harsono. 1985. Air kemih sapi sebagai zat perangsang perakaran
stek kopi. Warta Vol 7 No. 2 Maret 1985.
Surachmat, K. 1984 Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV. Yasagama.
Sutatar, T. dan L. Sanjaya, 1996. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh
terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Anggrek dendrobium
hybrid. Prosiding Seminar Nasional Tanaman Hias: Balai Penelitian
Tanaman Hias. Diakses 31 juli 2016.

31

Wyman. http://www. Biodata.com/ref/H/hibisc r.cfm. Chinese Hibiscus,Hibiscus
rosa sinensis (1995). Diakses tanggal 20 Oktober 2016.
Wiryanta. W dan P.C. Rahardja.2003. Aneka cara memperbanyak tanaman.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Wudianto, R. 1989. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi, Penebar Swadaya,
Jakarta.
WELCH, W.C. http://www. Floridata.com/ref/H/hibisc r.cfm. Chinese
Hibiscus,Hibiscus rosa sinensis (2002). Diakses tanggal 29 Oktober 2016.
WELSH, D.F. Hibiscus rosa-sinensis. www.iptek.com (2008). Diakses tanggal
29 Oktober 2016.
Loeb danMalcolm B.Wilkins edisi 1. Fisiologi Tanaman,Penerbit; PT.BINA
AKSARA, Jakarta.

32