Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran B
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Barang Milik Negara/Daerah
Aug/16300 LIKES
Dalam menunjang terlaksananya pelayanan terhadap masyarakat melalui program-program dan
kegiatan yang menjadi tujuan pokok dan fungsi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah memerlukan sarana dan prasarana yang seharusnya dapat digunakan secara
optimal. Hal ini membutuhkan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan apa-apa saja yang
diperlukan dalam menjalankan tujuan dan fungsi masing-masing. Membahas tentang aspek
pemerintahan, maka tidak dapat kita lepaskan keterkaitan kebutuhan sarana yang diperlukan
dengan ketersedian anggaran yang dialokasikan kepada pemerintah.
Barang Milik Negara/Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN/D atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yakni perolehan dari hibah, pelaksanaan
perjanjian/kontrak, ketentuan peraturan perundang-undangan, serta keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan amanat
dari bab VII Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan
pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan regulasi yang terbaru saat ini yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Hierarki lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan
Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai panduan
pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai acuan
pengelolaan Barang Milik Daerah.
Pengelolaan BMN/BMD dilakukan dengan mengadopsi siklus pengelolaan aset tetap pada
umumnya, yakni perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan,
penghapusan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Kemudian apa
yang menjadi bahasan kali ini akan menitik beratkan pada awal rangkaian siklus pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah yaitu tahap perencanaan dan penganggaran dengan aturan yang ada
saat ini.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang
Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan
yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Dapat
diartikan bahwa rencana kebutuhan diformulasikan dari barang-barang apa saja yang dibutuhkan
untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/ Daerah/ Instansi
dikurangi dengan barang-barang apa saja yang saat itu telah tersedia dan siap digunakan. Gap
(kekurangan) antara kebutuhan dan ketersediaan barang itu lah yang selanjutnya diusulkan untuk
dianggarkan dalam APBN/D. Terdapat dua jenis perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
yaitu:
1. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah
Disusun dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja perangkat
daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.
2. Perencanaan Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah
Disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja
perangkat daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.
Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada adalah barang baik
yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang dan berpedoman pada standar barang,
standar kebutuhan (standar sarana dan prasarana), dan standar harga.
Proses perencanaan yang baik dengan sendirinya akan berdampak
pengelolaan secara keseluruhan, sementara perencanaan yang tidak
berdampak tidak baik pada proses pengelolaan selanjutnya, karena
merupakan langkah awal pengelolaan BMN yang berperan penting
terhadap siklus pengelolaan BMN/D tahap berikutnya.
baik pula pada proses
tepat sudah pasti akan
perencanaan kebutuhan
dan berpengaruh besar
1. Pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga
Regulasi terkait pengelolaan Barang Milik Negara sudah diatur secara jelas dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Milik Negara
serta regulasi maupun kebijakan yang diatur oleh Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang
Milik Negara, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan peraturan teknis mengenai perencanaan yaitu Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.
Beberapa permasalahan yang seringkali timbul dalam perancanaan kebutuhan barang yaitu:
1. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang yang dibutuhkan oleh
instansi atau bahkan masyarakat karena memang tidak ada ada partisipasi atau melibatkan
masyarakat, karena hanya beberapa elit itu pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.
2.
Pada
saat
membuat
perencanaan/penganggaran
tidak
terpikirkan
perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD.
biaya
3. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan atau diremajakan,
misalnya
kendaraan
dinas
roda
empat/dua,
perangkat
komputer,
meube
Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni (rusak ringan) diusulkan untuk
direnovasi/direhabilitasi
4. Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga atau Renstra SKPD tidak berorientasi kepada
Standard Pelayanan Minimal (SPM).
5. Penyusunan rencana kebutuhan barang tidak didasarkan database BMN/D yang akurat
sehingga masih banyak Satker K/L/D/I dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan dikatagorikan disclaimer.
Menteri Keuangan sebagai pengelola Barang Milik Negara dalam hal ini telah didelegasikan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang merupakan salah satu unit eselon
satu pada Kementerian Keuangan. Proses perencanaan kebutuhan selama ini dirumuskan sendiri
oleh Pengguna Barang (dalam hal ini adalah Kementerian/Lembaga masing-masing), sementara
persetujuan penganggaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian
Keuangan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam proses perencanaan kebutuhan, selama ini
DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk menyentuhnya. Implikasinya, tidak
ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan
barang apa saja yang memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi
demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang dirumuskan
sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini
dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan sebagai akibat dari tidak direncanakan
dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya duplikasi barang di
kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan
tidak optimalnya pengelolaan BMN.
Atas dasar itu lah sudah seharusnya DJKN diberi kewenangan untuk masuk ke ranah perumusan
perencanaan kebutuhan BMN yang selama ini menjadi otorisasi penuh Kementerian/Lembaga,
guna mendukung terjadinya integrasi antara proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran
itu. Harapannya jelas, rencana kebutuhan dirumuskan dengan benar dan tepat sesuai dengan apa
yang nyata-nyata dibutuhkan dan penganggaran dilakukan sesuai dengan rencana kebutuhan itu.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan
Kebutuhan Barang Milik Negara kini sudah dapat mengantisipasi permasalahan tesebut, yakni
dalam Pasal 14 disampaikan bahwa penelitian atas Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
(RKBMN) yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang harus
mengikutsertakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) pada Kementerian/lembaga
bersangkutan untuk melakukan reviu terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta
kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN, sehingga diharapkan
pengelolaan Barang Milik Negara dalam tahap perencanaan dan penganggaran menjadi efektif,
efisien dan sesuai dengan kebutuhan riil instansi tersebut dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga tersebut.
Berikutnya, hal lain yang menjadi perhatian adalah mengenai Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara dalam Pasal 14
menyebutkan bahwa Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara harus disampaikan oleh
Pengguna Barang sebelum bulan Januari tahun anggaran sebelumnya, maka perencanaan
kebutuhan barang yang disusun adalah kebutuhan yang akan dilakukan pengadaannya pada dua
tahun anggaran berikutnya. Konsekuensinya adalah semua kementerian/lembaga harus bisa
memprediksi kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan yang baru akan diadakan untuk dua
tahun kedepan. Ilustrasinya sebagai berikut, sebuah kementerian/lembaga sebagai pengguna
barang harus menyampaikan RKBMN kementerian/lembaga kepada pengelola barang yang
disampaikan melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk Tahun
Anggaran 2015 selambat-lambatnya bulan Januari Tahun 2014, maka periode penyusunan
RKBMN oleh Kuasa Pengguna Barang adalah sebelum tahun 2013 berakhir. Permasalahan yang
terjadi, adalah seringkali penyusunan rencana kebutuhan kurang mempertimbangkan aspek
perkembangan teknologi yang berlangsung sangat cepat. Dikhawatirkan saat perencanaan
kebutuhan barang tersebut direalisasikan, akan tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Ditambah lagi dengan belum diatur mengenai sanksi keterlambatan penyampaian RKBMN
kepada pengelola barang yang menjadi indikator kinerja masing-masing pengguna barang.
Kedepannya diharapkan kementerian Keuangan sebagai pengelola barang milik daerah mampu
mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rangka merumuskan solusi
untuk menciptakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang baik.
2. Pengelolaan BMD pada Pemerintah Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah dengan turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Seluruh kegiatan siklus
pengelolaan Barang Milik Daerah dari mulai perencanaan kebutuhan dan penganggaran hingga
pengawasan dan pengendalian merujuk pada peraturan ini, dan hingga kini belum ada aturan
secara teknis yang mengatur lebih lanjut pada masing-masing tahapan pada siklus pengelolaan
BMD tesebut. Hal ini menyebabkan kesulitan dari beberapa pemerintah daerah dalam
menerapkan pengelolaan BMD dikarenakan ketidak seragaman prosedur yang dilaksanakan yang
tidak diatur dalam aturan. Di beberapa Pemerintah Daerah, dibuat kebijakan/sisdur pengelolaan
BMD untuk mengakomodir kebutuhan regulasi mengenai tata cara perencanaan dan
penganggaran, penatausahaan hingga pelaporan Barang Milik Daerah. Perbedaan masing-masing
kebijakan yang diterapkan di masing-masing daerah berimplikasi pada pemeriksaan oleh auditor
atas manajemen aset di daerah, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tersebut
dijadikan dasar/kriteria dalam pemeriksaan. Tidak semua pemerintah daerah memiliki penafsiran
yang sama atas apa yang dimaksudkan dalam aturan ini (permendagri 17 Tahun 2007), sehingga
terkadang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah sebagai sisdur atau aturan teknis
pelaksanaan dalam siklus pengelolaan BMD ada yang kurang sesuai atau tidak sejalan dengan
maksud yang diinginkan sebenarnya.
Salah satu contoh, tidak dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 pasal yang menjelaskan mengenai kapan seharusnya masing-masing satuan kerja mulai
menyusun perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan pemeliharaan (RKBMD). Atas
permasalahan ini ada pemerintah daerah yang membuat kebijakan bahwa perencanaan kebutuhan
barang dan kebutuhan pemeliharaan selambat-lambatnya sebelum pengajuan Rencana Kerja dan
Anggaran oleh masing-masing satuan kerja daerah. Permasalahannya adalah perencanaan atas
kebutuhan barang dan pemeliharaan yang disusun tidak lagi didasarkan pada standar Kebutuhan,
standar harga dan standar barang, namun berdasarkan pagu anggaran sementara (PPAS).
Akibatnya standar yang dipersyaratkan tidak terpenuhi dan akan berpengaruh pada sarana dan
prasarana penunjang terlaksananya tujuan pokok dan fungsi dari Satuan Kerja di Pemerintah
Daerah.
Diharapkan kedepannya akan ada payung hukum yang menaungi persoalan dalam Perencanaan
Kebutuhan dan Penganggaran Barang Milik Daerah sehingga akan dicapai pengelolaan Barang
Milik Derah yang baik sesuai dengan asas pengelolaan BMN/BMD.
Barang Milik Negara/Daerah
Aug/16300 LIKES
Dalam menunjang terlaksananya pelayanan terhadap masyarakat melalui program-program dan
kegiatan yang menjadi tujuan pokok dan fungsi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah memerlukan sarana dan prasarana yang seharusnya dapat digunakan secara
optimal. Hal ini membutuhkan perencanaan yang matang mengenai kebutuhan apa-apa saja yang
diperlukan dalam menjalankan tujuan dan fungsi masing-masing. Membahas tentang aspek
pemerintahan, maka tidak dapat kita lepaskan keterkaitan kebutuhan sarana yang diperlukan
dengan ketersedian anggaran yang dialokasikan kepada pemerintah.
Barang Milik Negara/Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN/D atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yakni perolehan dari hibah, pelaksanaan
perjanjian/kontrak, ketentuan peraturan perundang-undangan, serta keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan amanat
dari bab VII Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan
pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan regulasi yang terbaru saat ini yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Hierarki lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan
Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai panduan
pengelolaan barang milik negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai acuan
pengelolaan Barang Milik Daerah.
Pengelolaan BMN/BMD dilakukan dengan mengadopsi siklus pengelolaan aset tetap pada
umumnya, yakni perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan,
penghapusan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Kemudian apa
yang menjadi bahasan kali ini akan menitik beratkan pada awal rangkaian siklus pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah yaitu tahap perencanaan dan penganggaran dengan aturan yang ada
saat ini.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang
Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan
yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Dapat
diartikan bahwa rencana kebutuhan diformulasikan dari barang-barang apa saja yang dibutuhkan
untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/ Daerah/ Instansi
dikurangi dengan barang-barang apa saja yang saat itu telah tersedia dan siap digunakan. Gap
(kekurangan) antara kebutuhan dan ketersediaan barang itu lah yang selanjutnya diusulkan untuk
dianggarkan dalam APBN/D. Terdapat dua jenis perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
yaitu:
1. Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah
Disusun dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja perangkat
daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.
2. Perencanaan Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah
Disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/lembaga/daerah/satuan kerja
perangkat daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.
Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada adalah barang baik
yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang dan berpedoman pada standar barang,
standar kebutuhan (standar sarana dan prasarana), dan standar harga.
Proses perencanaan yang baik dengan sendirinya akan berdampak
pengelolaan secara keseluruhan, sementara perencanaan yang tidak
berdampak tidak baik pada proses pengelolaan selanjutnya, karena
merupakan langkah awal pengelolaan BMN yang berperan penting
terhadap siklus pengelolaan BMN/D tahap berikutnya.
baik pula pada proses
tepat sudah pasti akan
perencanaan kebutuhan
dan berpengaruh besar
1. Pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga
Regulasi terkait pengelolaan Barang Milik Negara sudah diatur secara jelas dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Penggolongan Dan Kodefikasi Barang Milik Negara
serta regulasi maupun kebijakan yang diatur oleh Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang
Milik Negara, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan peraturan teknis mengenai perencanaan yaitu Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.
Beberapa permasalahan yang seringkali timbul dalam perancanaan kebutuhan barang yaitu:
1. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan Barang yang dibutuhkan oleh
instansi atau bahkan masyarakat karena memang tidak ada ada partisipasi atau melibatkan
masyarakat, karena hanya beberapa elit itu pun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.
2.
Pada
saat
membuat
perencanaan/penganggaran
tidak
terpikirkan
perawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD.
biaya
3. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan atau diremajakan,
misalnya
kendaraan
dinas
roda
empat/dua,
perangkat
komputer,
meube
Gedung/Aula/Kantor/rumah dinas masih layak huni (rusak ringan) diusulkan untuk
direnovasi/direhabilitasi
4. Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga atau Renstra SKPD tidak berorientasi kepada
Standard Pelayanan Minimal (SPM).
5. Penyusunan rencana kebutuhan barang tidak didasarkan database BMN/D yang akurat
sehingga masih banyak Satker K/L/D/I dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan dikatagorikan disclaimer.
Menteri Keuangan sebagai pengelola Barang Milik Negara dalam hal ini telah didelegasikan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang merupakan salah satu unit eselon
satu pada Kementerian Keuangan. Proses perencanaan kebutuhan selama ini dirumuskan sendiri
oleh Pengguna Barang (dalam hal ini adalah Kementerian/Lembaga masing-masing), sementara
persetujuan penganggaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian
Keuangan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam proses perencanaan kebutuhan, selama ini
DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk menyentuhnya. Implikasinya, tidak
ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan
barang apa saja yang memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi
demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang dirumuskan
sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini
dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan sebagai akibat dari tidak direncanakan
dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya duplikasi barang di
kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan
tidak optimalnya pengelolaan BMN.
Atas dasar itu lah sudah seharusnya DJKN diberi kewenangan untuk masuk ke ranah perumusan
perencanaan kebutuhan BMN yang selama ini menjadi otorisasi penuh Kementerian/Lembaga,
guna mendukung terjadinya integrasi antara proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran
itu. Harapannya jelas, rencana kebutuhan dirumuskan dengan benar dan tepat sesuai dengan apa
yang nyata-nyata dibutuhkan dan penganggaran dilakukan sesuai dengan rencana kebutuhan itu.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan
Kebutuhan Barang Milik Negara kini sudah dapat mengantisipasi permasalahan tesebut, yakni
dalam Pasal 14 disampaikan bahwa penelitian atas Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
(RKBMN) yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang harus
mengikutsertakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) pada Kementerian/lembaga
bersangkutan untuk melakukan reviu terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta
kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN, sehingga diharapkan
pengelolaan Barang Milik Negara dalam tahap perencanaan dan penganggaran menjadi efektif,
efisien dan sesuai dengan kebutuhan riil instansi tersebut dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga tersebut.
Berikutnya, hal lain yang menjadi perhatian adalah mengenai Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara dalam Pasal 14
menyebutkan bahwa Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara harus disampaikan oleh
Pengguna Barang sebelum bulan Januari tahun anggaran sebelumnya, maka perencanaan
kebutuhan barang yang disusun adalah kebutuhan yang akan dilakukan pengadaannya pada dua
tahun anggaran berikutnya. Konsekuensinya adalah semua kementerian/lembaga harus bisa
memprediksi kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan yang baru akan diadakan untuk dua
tahun kedepan. Ilustrasinya sebagai berikut, sebuah kementerian/lembaga sebagai pengguna
barang harus menyampaikan RKBMN kementerian/lembaga kepada pengelola barang yang
disampaikan melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk Tahun
Anggaran 2015 selambat-lambatnya bulan Januari Tahun 2014, maka periode penyusunan
RKBMN oleh Kuasa Pengguna Barang adalah sebelum tahun 2013 berakhir. Permasalahan yang
terjadi, adalah seringkali penyusunan rencana kebutuhan kurang mempertimbangkan aspek
perkembangan teknologi yang berlangsung sangat cepat. Dikhawatirkan saat perencanaan
kebutuhan barang tersebut direalisasikan, akan tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Ditambah lagi dengan belum diatur mengenai sanksi keterlambatan penyampaian RKBMN
kepada pengelola barang yang menjadi indikator kinerja masing-masing pengguna barang.
Kedepannya diharapkan kementerian Keuangan sebagai pengelola barang milik daerah mampu
mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rangka merumuskan solusi
untuk menciptakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang baik.
2. Pengelolaan BMD pada Pemerintah Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah dengan turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Seluruh kegiatan siklus
pengelolaan Barang Milik Daerah dari mulai perencanaan kebutuhan dan penganggaran hingga
pengawasan dan pengendalian merujuk pada peraturan ini, dan hingga kini belum ada aturan
secara teknis yang mengatur lebih lanjut pada masing-masing tahapan pada siklus pengelolaan
BMD tesebut. Hal ini menyebabkan kesulitan dari beberapa pemerintah daerah dalam
menerapkan pengelolaan BMD dikarenakan ketidak seragaman prosedur yang dilaksanakan yang
tidak diatur dalam aturan. Di beberapa Pemerintah Daerah, dibuat kebijakan/sisdur pengelolaan
BMD untuk mengakomodir kebutuhan regulasi mengenai tata cara perencanaan dan
penganggaran, penatausahaan hingga pelaporan Barang Milik Daerah. Perbedaan masing-masing
kebijakan yang diterapkan di masing-masing daerah berimplikasi pada pemeriksaan oleh auditor
atas manajemen aset di daerah, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tersebut
dijadikan dasar/kriteria dalam pemeriksaan. Tidak semua pemerintah daerah memiliki penafsiran
yang sama atas apa yang dimaksudkan dalam aturan ini (permendagri 17 Tahun 2007), sehingga
terkadang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah sebagai sisdur atau aturan teknis
pelaksanaan dalam siklus pengelolaan BMD ada yang kurang sesuai atau tidak sejalan dengan
maksud yang diinginkan sebenarnya.
Salah satu contoh, tidak dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 pasal yang menjelaskan mengenai kapan seharusnya masing-masing satuan kerja mulai
menyusun perencanaan kebutuhan barang dan kebutuhan pemeliharaan (RKBMD). Atas
permasalahan ini ada pemerintah daerah yang membuat kebijakan bahwa perencanaan kebutuhan
barang dan kebutuhan pemeliharaan selambat-lambatnya sebelum pengajuan Rencana Kerja dan
Anggaran oleh masing-masing satuan kerja daerah. Permasalahannya adalah perencanaan atas
kebutuhan barang dan pemeliharaan yang disusun tidak lagi didasarkan pada standar Kebutuhan,
standar harga dan standar barang, namun berdasarkan pagu anggaran sementara (PPAS).
Akibatnya standar yang dipersyaratkan tidak terpenuhi dan akan berpengaruh pada sarana dan
prasarana penunjang terlaksananya tujuan pokok dan fungsi dari Satuan Kerja di Pemerintah
Daerah.
Diharapkan kedepannya akan ada payung hukum yang menaungi persoalan dalam Perencanaan
Kebutuhan dan Penganggaran Barang Milik Daerah sehingga akan dicapai pengelolaan Barang
Milik Derah yang baik sesuai dengan asas pengelolaan BMN/BMD.