Makalah Intervensi Keperawatan Gerontik Terkait Cairan Elektrolit

MAKALAH INTERVENSI KEPERAWATAN GERONTIK TERKAIT CAIRAN
ELEKTROLIT,ISTIRAHAT TIDUR
DAN AKTIVITAS

Disusun oleh
Kelompok 6
Anggun WulanDari
Muhamad Aliyu
Oktavia Indri
Oki Tikmantoro
Sotya mahanani

Akademi Keperawatan Giri Satria Husada
Wonogiri
2014
A. Intervensi keperawatan terkait cairan dan elektrolit

1. Pengkajian


Memasukkan dan pengeluaran cairan elektrolit




Tanda kemunculan masalah elektrolit



Tanda kekurangan dan kelebihan cairan



Status perkembangan seperti situasi sosial

2. Pemeriksaan fisik
Integumen :


keadaan turgor kulit




oedema



kelebihan kelemahan otot, bekuan dan sensasi haus

Mata


Lekung



Air mata kering

Gastro Intestinal :


Keadaan mukosa mulut




Mulut dan lidah



Muntah-muntah



Bising usus
Pemeriksaan Penunjang :



Darah




Urine



Feses
(Doengoes 2005)

3. Diagnosa
a. Gangguan cairan dan elektrolit (kurang dari kebutuhan tubuh). Berhubungan dengan
peningkatan output cairan yang berlebih ditandai dengan : muntah, poliksia, BAB
cair, keringat berlebihan.
b. Gangguan cairan dan elektrolit lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulator sekunder akibat gagal ginjal.
4. Intervensi
1. Diagnosa I
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan Asuhan Keperawatan diharapkan

kebutuhan cairan pasien terpenuhi

Kriteria Hasil

:



Keadaan umum baik



Ekspresi wajah tampak lebih segar



Tidak ada tanda-tanda dehidrasi



TTV dalam batasan normal


Rencana Keperawatan :



Lakukan pendekatan dengan menggunakan komunikasi terepeutik

R/ menjalin komunikasi atau hubungan yang kooperatif antara petugas dan pasien


Observasi TTV dan tingkat dehidrasi

R/ menurunnya volume cairan tubuh akan manifestasi penurunan tekanan darah dan
peningkatan nadi


Kolaborasi dengan Tim Medis (Dokter) dalam pemberian cairan IV

R/ memungkinkan terapi penggantian cairan



Kolaborasi dengan tim Analis untuk pemeriksaan kadar elektrolit darah, nitrogen urea
darah, urin dan serum. Osmolaritas

R/ untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi untuk memenuhi kebutuhan cairan
2. Diagnosa 2
Tujuan

: Dengan dilakuakan Asuhan Perawatan diharapkan cairan dalam tubuh

pasien dapat terkontrol sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil

:



Berat badan stabil




Tidak oedema jantung



Tidak terjadi komplikasi
Rencana Keperawatan :



Lakukan pendekatan dengan menggunakan komunikasi terapeutik
R/ menjalin komunikasi atau hubungan yang kooperatif antara petugas dan pasien



Observasi TTV
R/ peningkatan volume cairan biasanya disertai dengan peningkatan nadi dan tekanan
darah




Observasi berat badan/ kondisi oedema setiap hari

R/ Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/ hari dapat diduga adanya retensi cairan dalam
tubuh
1. Anjurkan pasien untuk menghindaari penggunaan garaam dalam makanan
R/ Intake garam dapur akan meningkatkan kkonsentrasi natrium dalam darah sehingga
beresiko terjadi peningkatan retensi air (Doengoes,2005)
B. Intervensi Keperawatan terkait istirahat dan tidur
intervensi keperawatan
Berikut ini intervensi keperawatan yang dianjurkan :
1. Pertahankan kondisi yang konstan untuk tidur yang menakup perhatian pada
faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur
2. Bantu orang tersebut untuk rileks beberapa saat menjelang tidur dengan
memberikan usapan punggung masase kak. Latihan pasif dan gerakan
mengusap memberikan efek menidurkan.
3. Memberikan posisi yang tepat menghilangkan nyeri dan memberikan kengatan
dengan selimut konvesional dan selimut listrik juga dapat membantu.
4. Jangan membiarkan pasien meminum kafein (kopi, teh, cokelat) di sore hari dan
malam hari,
5. Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik yang lebut

diradio atau menawarkan susu hangat atapun minuman hangat untuk

meningkatkan tidur pada lansia tanpa menggunakan hipnotik. Pada waktu
malam secangkir anggur brandy atau Bir dapat memberikan kengatan internal
dan relaksasi pada lansia yang perlu tidur. Efal dari satu minuman hanya
berlangsung selam dua pertiga siklus tidur.
6. Tidur siang merupakan hal yang tepat, namun jumlah tidur sing tidak boleh lebih
dari dua jam
7. Latihan setiap haru juga harus dianjurkan. Hal ini merupak cara yang terbaik untk
meningkatkan tidur . Latihan harus dilakukan dipagi hari dari pada menjelang
tidur karena pada jam-jam tersebut hanya akan menimbulkan efek dari
menyegarkan daripada menidurkan.
8. Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia tetapi beberapa
diantaranya tidak menyukai intervensi ini mengeluh pusing pada saat bangun
dari tub.
Jika tindakan-tindakan diatas gagal dalam meningkatkan kualitas tidur, obat-obat
dapat bermanfaat untuk sementara waktu, tetapi hanya boleh mnejadi upaya terakhir .
Ebersole dan Hess telah mengidentifikasi berbagai obat yang dipilih untuk menginduksi
tidur.
Perawat yang terampil harus memiliki kewaspadaan yang tinggi berkaitan

dengan penggunaan obat-obatan tersebut dan harus mengkaji lansia dengan sering
untk memastikan bahwa rasa kantuk yang berkebihan disiang hari dan disorientasi tidak
terjadi. Jika terdapat bukti-bukti adanya kondisi iniobat-obatan tersebut harus dihentikan
secara bertahap dan dilakukan tindakan nonfarmakologis.
C. Intervensi keperawatan terkait aktivitas
1. Pengkajian
a) Anamnesa
1. Data demografi
-

Usia

-

Jenis kelamin

-

Pendidikan

-

Status perkawinan

-

Pekerjaan

-

Pendapatan

-

Jumlah anggota keluarga

2. Riwayat kesehatan
a.

Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan

latihan adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa lelah,
muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah segar
hari belum bab, urine keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan ataupun fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari nyeri/fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya nyeri bisa diketahui nyeri yang lain.
c.

Riwayat penyakit dahulu :

Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi apakah sebelumnya
pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang atau
tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik
b) Pola Fungsi Kesehatan (GORDON)
 Persepsi terhadap kesehatan
1. Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam sakit
2. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan selam sakit
3. Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan

 Pola Aktivitas Dan Latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di
tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4
yaitu :
0

: Mandiri

1

: Di bantu sebagian

2

: Di bantu orang lain

3

: Di bantu orang dan peralatan

4

: Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Berpindah
Ambulansi
Naik tangga

 Pola Istirahat Tidur
Ditanyakan :
1. Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
2. Sonambolisme
3. Kualitas dan kuantitas jam tidur
 Pola Nutrisi - Metabolic
Ditanyakan :
1. Berapa kali makan sehari
2. Makanan kesukaan
3. Berat badan sebelum dan sesudah sakit
4. Frekuensi dan kuantitas minum sehari
 Pola Eliminasi
1. Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
2. Nyeri

0






1





2

3

4

3. Kuantitas
 Pola Kognitif Perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
 Pola Konsep Diri
1. Gambaran diri
2. Identitas diri
3. Peran diri
4. Ideal diri
5. Harga diri
 Pola Koping
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
 Pola Seksual – Reproduksi
Ditanyakan : adakah gangguan pada alat kelaminya.
 Pola Peran Hubungan
1. Hubungan dengan anggota keluarga
2. Dukungan keluarga
3. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
 Pola Nilai Dan Kepercayaan
1. Persepsi keyakinan
2. Tindakan berdasarkan keyakinan
c) Pemeriksaan Fisik
1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang

dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop.
3. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menit setelah tekanan dihilangkan.
5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah.
6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
d)

Faktor-faktor lingkungan

Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga
yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.

Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas
e)

Faktor Psikososial

1. Perubahan status psikososial klien biasa terjadi lambat dan sering diabaikan tenaga
kesehatan.
2. Observasi perubahan tingkah laku
3. Menentukan penyebab perubahan tingkah laku / psikososial untuk mengidentifikasi
terapi keperawatan
4. Observasi pola tidur klien
5. Observasi perubahan mekanisme koping klien
6. Observasi dasar perilaku klien sehari-hari
3.2

Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan antara lain:
1.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bed rest atau imobilitas, mobilitas yang

kurang, pembatasan pergerakan, nyeri.
2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas, gangguan

persepsi

kognitif,

imobilisasi,

gangguan

neuromuskular,

kelemahan/paralisis,

pemasangan traksi.
3.

Resiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan

otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi kognitif, depresi, gangguan kognitif.
4.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidaktepatan posisi

tubuh, bed rest atau imobilitas, mobilitas yang kurang.
5.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, menurunnya

kekuatan otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi kognitif, depresi, gangguan kognitif.
3.3

Intervensi Keperawatan

a)

Tujuan

Tujuannya adalah mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau
meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas, yang meliputi lima tujuan yaitu:
1.

Pertama, meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem

muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot
isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan
anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan.
2.

Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan

rentang gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan
mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
4.

Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-

tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi
dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk memberikan tekanan
eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi
pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik.
5. Kelima, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung
pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk
memfasilitasi eliminasi.
b)

Intervensi yang dapat dilakukan

1.

Kontraksi otot isometrik

Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang
menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan
otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan
gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa
penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian
mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.
2.

Kontraksi otot isotonik

Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan
otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan.
Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik

dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi
tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu
objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan
ekstensor harus dilibatkan.
3.

Latihan Kekuatan

Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus
menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan
meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini
meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan
kandungan mineral total dalam tubuh.
4.

Latihan Aerobik

Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60
sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7.
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus
kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang,
bersepeda, dan berdansa.
5.

Sikap

Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang
mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan
aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen
untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi
juga integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan;
komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien
dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.

6.

Latihan Rentang Gerak

Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda.
Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta
meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi

seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan
fleksibilitas.
7.

Mengatur Posisi

Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika
seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan
darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai
tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami
pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal
(misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah pada
ekstremitas bawah.