Sistem Pendukung Keputusan Menentukan Antibiotik Menggunakan Algoritma Analytical Hierarchy Process dan Weighted Product

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung
kepututsan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif-alternatif yang
diperoleh dari hasil pengolahan data, informasi dan rancangan model. Sistem
pendukung keputusan ( Decision Support System ) adalah suatu sistem informasi yang
menggunakan model-model keputusan, basis data, dan pemikiran manajer sendiri,
proses modeling interaktif dengan komputer untuk mencapai pengambilan keputusan
oleh manajer tertentu.
Dengan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa sistem pendukung keputusan
bukan merupakan alat pengambil keputusan, melainkan merupakan sistem yang
membantu pengambil keputusan yang melengkapi mereka dengan informasi dari data
yang telah diolah dengan relevan dan diperlukan untuk membuat keputusan tentang
suatu masalah dengan lebih cepat dan akurat. Sehingga sistem ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan pengambilan keputusan dalam dalam proses pembuatan
keputusan.

2.2. Antibiotik
Antibiotik merupakan obat untuk menghentikan atau menekan pertumbuhan kuman

atau bakteri. Penggunaan antibiotik yang berlebihan pada beberapa kasus yang tidak
tepat guna, dapat menyebabkan masalah kekebalan antimikrobial. Penggunaan
antibiotik yang tidak tepat dalam hal indikasi, maupun cara pemberian dapat
merugikan penderita dan dapat memudahkan terjadinya resistensi terhadap atibiotik
serta dapat menimbulkan efek samping.
Ketersediaan antibiotik yang sangat banyak jumlahnya dalam klinik, ternyata
juga membawa kesulitan bagi para praktisi terutama dalam melakukan pemilihan
antibiotika secara tepat, aman dan efefktif bagi seorang pasien. Cepatnya penemuan
5
Universitas Sumatera Utara

6

berbagai jenis antibiotika baru, sayangnya tidak diikuti secara sepadan oleh
perkembangan prinsip-prinsip/sistematika terapi antibiotika dalam klinik (Santoso,
1990 dalam muhlis 2011).

2.2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah salah satu dari banyak penyakit yang
menginfeksi di negara maju maupun negara berkembang. Menurut WHO (2003),

Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan salah satu penyebab kematian tersering
pada anak di negara sedang berkembang. Sekitar empat dari lima belas juta perkiraan
kematian pada anak berusia dibawah lima tahun pada setiap tahunnya sebanyak 2/3
kematian tersebut adalah bayi.
Antibiotik : Cefadroxil 500 mg/kgbb
Ciprofloxacin 500 mg/kgbb
Cephalexin 500 mg/kgbb
Cefixime 150 mg/kgbb
Levofloxacin 200 mg/kgbb
Corsatrocin 200 mg/kgbb
Lapimox 500 mg/kgbb
Binozyt 500 mg/kgbb
Ixor 150 mg/kgbb
Co amaxiclav 625 mg/kgbb

2.3. Algoritma Analytical Hierarchy Process
Algoritma Analytical Hierarchy Process merupakan salah satu model untuk
pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Pada
dasarnya Analytical Hierarchy Process adalah algoritma yang memecah suatu
masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompok, mengatur

kelompok-kelompok tersebut kedalam suatu susunan hirarki, memasukkan nilai
numeris sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif,
dan akhirnya dengan suatu sintesis ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas
tertinggi (Permadi, 1992 dalam Honggowibowo 2010).

Universitas Sumatera Utara

7

2.3.1. Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process
Pada dasarnya langkah-langkah dalam pembentukan algoritma Analytical Hierarchy
Process dapat dijelaskan berikut ini.
1.

Menyusun Hirarki
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan, dilanjutkan dengan

kriteria-kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan yang paling
bawah.
2.


Penilaian kriteria dan alternatif
Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut

Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk
mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty dapat diukur menggunakan tabel analisis seperti pada tabel 9.3.1
berikut ini:

Intensitas
Kepentingan
1

a.

Kedua elemen sama pentingnya

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya


5

Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya

7

Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya

9

Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2,4,6,8

3.

Keterangan

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan

berdekatan
Tabel 2.3.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan.

yang

Menetapkan bobot/Prioritas elemen
Menetapkan perbandingan berpasangan
Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment pengambil keputusan dengan
menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lain.

b.
4.

Menghitung bobot/prioritas elemen
Mengukur konsistensi
Konsistensi perlu diukur untuk mengetahui apakah penelitian atau pertimbangan

yang dilakukan pada setiap langkah kedua diatas menunjukkan bahwa konsistensi
antara objek yang dinilai adalah benar. Analytical Hierarchy Process mengukur


Universitas Sumatera Utara

8

konsistensi harus 0,1 atau kurang. Nilai rasio konsistensi yang melebihi 0,1 akan
menyebabkan konsistensi tidak 100% disarankan untuk dilakukan perbandingan ulang
pada matriksnya.

2.3.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode Analytical Hierarchy
Process meliputi :
1.

Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun
hirarki dari permasalahan yang dihadapi.

2.

Menentukan prioritas elemen
a.


Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat
perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan
sesuai kriteria yang diberikan.

b.

Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen
yang lainnya.

3.

Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis
untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah
ini adalah:
a.

Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.


b.

Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan
untuk memperoleh normalisasi matriks.

c.

Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah
elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

4.

Mengukur konsistensi
Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik
konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan
pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam
langkah ini adalah:
a.


Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen
pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan
seterusnya.

Universitas Sumatera Utara

9

b.

Jumlahkan setiap baris.

c.

Hasil dari penjumlahan baris dibahi dengan elemen prioritas relatif yang
bersangkutan.

d.

Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada. Hasilnya

di sebut  maks.

5.

Hitung Consistency Index (CI) dengan rumus:
CI = (  maks – n ) / n ................................................................................(1)
Di mana n = banyaknya elemen.

6.

Hitung Rasio Konsistensi / Consistency Ratio (CR) dengan rumus:
CR = CI / IR ..............................................................................................(2)
Dimana CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
IR = Indeks Random Consistency

7.

Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data
judgement harus diperbaiki, berarti langkah kedua harus diulang kembali.
Namun, jika rasio konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil
perhitungan bisa dinyatakan benar.

Ukuran matriks
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nilai IR
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
1.51
1.48
1.56
1.57
1.59

Tabel 2.3.2 Daftar Indeks Random Konsistensi (IR)

Universitas Sumatera Utara

10

2.4. Algoritma Weighted Product
Weighted Product merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah Multi Attribute Decision Making (MADM). Algoritma Weighted Product
menggunakan perkalian untuk menghubungkan rating atribut, dimana rating setiap
atribut harus dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang bersangkutan (Yoon, 1989
dalam Kusumadewi, et al., 2012). Proses ini sama halnya dengan proses normalisasi.
Preferensi untuk alternatif Ai diberikan sebagai berikut:

...................................................................(1)

Dengan i = 1, 2, ...,m dan j= 1, 2, ...n.
Keterangan:
= product
S = Preferensi alternatif dianalogikan sebagai vektor S
X = nilai kriteria
W = Bobot kriteria/subkriteria
i = alternatif
j = kriteria
n = banyaknya kriteria
Dimana

wj adalah pangkat bernilai positif untuk atribut keuntungan, dan

bernilai negatif untuk atribut biaya.
Preferensi relatif dari setiap alternatif, diberikan pada rumus 2:

..........................................................(2)

Universitas Sumatera Utara

11

Dengan i = 1,2, ...,n.....(2)
Dimana :
V : Preferensi alternatif dianalogikan sebagai vektor V
X : nilai kriteria
w : bobot kriteria
i : alternatif
j : kriteria
n : banyaknya kriteria
Algoritma weighted product adalah salah satu analisis multi-kriteria keputusan
yang sangat terkenal. Multiple Attribute Decision Making (MADM) yang diberikan
adalah satu set terbatas dari alternatif keputusan yang dijelaskan dalam hal sejumlah
kriteria keputusan.

2.4.1

Langkah-langkah algoritma Weighted Product

Secara singkat, algoritma Weighted Product ini adalah sebagai berikut (Anggraeni et
al.,2013 dalam Mawuntu, 2015).
a.

Melakukan normalisasi bobot untuk menghasilkan nilai

= 1. Dimana j

= 1,2,...,n adalah banyak alternatif.
b.

Menentukan kategori dari masing-masing kriteria, apakah termasuk kedalam
kriteria keuntungan atau kriteria biaya.

c.

Menetukan nilai vektor S dengan mengalikan seluruh kriteria bagi sebuah
alternatif dengan bobot sebagai pangkat positif untuk kriteria keuntungan dan
bobot berfungsi sebagai pangkat negatif pada kriteria biaya.

d.

Menentukan nilai vektor V yang akan digunakan untuk perangkingan.

e.

Menemukan urutan alternatif terbaik yang akan menjadi keputusan.

2.5. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian-penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah:
1.

Muhammad Syaukani Dan Sri Hartati (2012), Pemodelan Sistem Pendukung
Keputusan Kelompok Untuk Diagnosa Penyakit Pneumonia Dengan Fuzzy
Linguistic Quantifier Dan Ahp. Hasil penelitian Berdasarkan uraian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sistem pendukung keputusan kelompok

Universitas Sumatera Utara

12

menggunakan Fuzzy Linguistic Quantifier dan AHP dapat menetapkan penyakit
dan jenis antibiotik sebagai hasil dianogsis penyakit pneumonia.
2.

Muhammad Syaukani Dan Hari Kusnanto (2012), Pemodelan Sistem
Pendukung Keputusan Kelompok Dengan Metode Fuzzy Weighted Product
Untuk Diagnosa Penyakit Pneumonia. Hasil penelitian Berdasarkan uraian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sistem pendukung keputusan kelompok
menggunakan Fuzzy Weighted Product dapat menetapkan penyakit dan jenis
antibiotik sebagai hasil diagnosa penyakit pneumonia. Penelitian ini akan
dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan penambahan data gejala dan
meneliti lebih jauh sistem penilaian terhadap gejala dari suatu penyakit.

3.

Muhammad Muhlis (2011), Kajian Peresepan Antibiotika Pada Pasien Dewasa
Di Salah Satu Puskesmas Kota Yogyakarta Periode Januari-April 2010. Hasil
penelitian Berdasarkan hasil penelitian terhadap penggunaan antibiotika pasien
dewasa di salah satu puskesmas Kota Yogyakarta periode Januari sampai
dengan April 2010 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, tercatat sebanyak
320 pasien yang mendapatkan antibiotika, dengan 6 jenis antibiotika yaitu
amoksisilin 64,53%, ampisilin 11,31 %, kontrimoksazol 15,90%, kloramfenikol,
0,61 %, metronidazol 2,75 % dan tetrasiklin 4,89 %. Sebanyak 313 pasien
mendapat antibiotika tunggal dan 7 pasien mendapat kombinasi antibiotika,
semua

peresepan

memenuhi

ketepatan

dosis

dan

frekuensi,

kecuali

kotrimoksasol tepat dosis 98 % dan Ampisilin tepat dosis 49 %. Semua
peresepan (100%) tidak memenuhi ketepan durasi penggunaan antibiotika.

Universitas Sumatera Utara