No 34 potensi dan keragaman budaya
KEBERAGAMAN BUDAYA
STANDAR KOMPETENSI : Menganalisis unsur-unsur proses dinamika dan pewarisan budaya
dalam rangka integrasi nasional
KOMPETENSI DASAR :
1.1 Mengidentifikasi berbagai budaya lokal, pengaruh budaya asing dan hubungan antar
budaya
1.2 Melakukan pengamatan tentang potensi keberagaman budaya yang ada di masyarakat
setempat berkaitan dengan budaya nasional
1.3 Mengidentifikasi berbagai alternatif penyelesaian masalah akibat keberagaman budaya
1.4 Menunjukkan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya
INDIKATOR :
o Mengidentifikasi budaya lokal yang terdapat di masyarakat
o Mendeskripsikan karakteristik (ciri-ciri) budaya nasional
o Mendeskripsikan hubungan antara budaya lokal dan budaya nasional
o Mengidentifikasi alternatif penyelesaian masalah (solusi) akibat adanya keberagaman budaya
o Memberikan contoh tentang berbagai alternatif penyelesaian (solusi) akibat adanya
keberagaman budaya
o Mendeskripsikan peran sekolah, keluarga dan pemerintah dalam upaya memberikan alternatif
penyelesaian masalah akibat keberagaman budaya
o Mendeskripsikan konsep toleransi dan empati sosial
o Memberikan contoh tentang perwujudan sikap toleransi dan empati sosial terhadap
keberagaman budaya
o Mendemonstrasikan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya
A. ANTROPOLOGI
Untuk memahami kajian tentang manusia dan kebudayaan, kita akan mempelajari dahulu
tentang ruang lingkup antropologi sebagai pengantar hal-hal yang berkaitan dan manusia dan
kebudayaan.
1. SEJARAH ANTROPOLOGI
Menurut Koentjoroningrat, perkembangan antropologi adalah sebagai berikut:
Fase Pertama (abad 15- 17)
Dimulai dari akhir abad 15 awal abad 16 ketika orang – orang Eropa Barat menjelajah ke
berbagai benua ( Afrika, Asia dan Amerika) serta mendatangi suku-suku bangsa yang ada di
benua tersebut. Bersama penjelahan terkumpul kisah-kisah perjalanan, laporan dan semacam
tulisan yang dijadikan sebagai bahan etnografi. Bahan etnografi tersebut menarik perhatian
kalangan pelajar di Eropa Barat sejak abad 18 sehingga timbul usaha pertama dari kalangan
ilmiah untuk mengintegrasikan bahan etnografi tersebut menjadi satu
Fase Kedua (pertengahan abad 19)
Fase ini merupakan fase upaya pengintegrasian bahan etnografi secara sungguh-sungguh. Hal
ini berlangsung pada pertengahan abad ke 19. Semua tingkat dan bentuk masyarakat di luar
bangsa Eropa dianggap sebagai tingkat primitif. Sekitar 1860 muncul karangan –karangan yang
mengklasifikasikan aneka ragam kebudayaan berdasarkan tingkat evolusinya. Dalam fase
kedua ini dapatlah dianggap etnografi berkembang menjadi ilmu antropologi dan masih bersifat
akademis.
Fase Ketiga (awal abad 20)
Terjadi pada permulaan abad 20 dan antropologi mulai menjadi ilmu praktis yang bertujuan
mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku di luar Eropa untuk kepentingan
pemerintah kolonial dan mendapatkan pengertian masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat (setelah tahun 1930)
Sesudah tahun 1930 antropologi mengalami perkembangan luas menyangkut bahan
pengetahuan yang jauh lebih teliti dan ketajaman metode. Tahun 1951 60 orang tokoh ahli
antropologi dari berbagai negara mengadakan simposium internasional antropologi yang
bertujuan meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup ilmu antropologi sesuai
dengan perkembangan jaman. Tujuan akademis antropologi yaitu mencapai pengertian tentang
makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat,
serta kebudayaannya. Secara praktis adalah mempelajari manusia dalam aneka warna
masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
2. PEMBAGIAN ANTROPOLOGI
Menurut Koentjoroningrat (1992: 1) pada dasarnya konsep dasar ilmu antropologi mencakup
lima pokok permasalahan kajian mengenai manusia :
a. masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis
b. masalah sejarah terjadinya aneka warna manusia berdasarkan ciri-ciri tubuh
c. masalah persebaran dan terjadinya keragaman bahasa yang diucapkan manusia
d. masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia
e. masalah dasar-dasar dan keberagaman kebudayaan dalam masyarakat dan suku-suku
bangsa di seluruh dunia dewasa ini
Untuk memecahkan masalah tersebut secara garis besar antropologi dibagi menjadi 2 yaitu
antropologi fisik dan antropologi budaya.
Antropologi Fisik meliputi:
a. paleoantropologi yaitu ilmu yang mempelajari asal usul dan evolusi manusia melalui
penelitian sisa-sisa tubuh yang membatu (fosil)
b. somatologi yaitu ilmu tentang keanekaragaman ras manusia, yaitu melalui ciri-ciri fenotip dan
genotip. Ciri-ciri fenotip secara kualitas tampak pada warna kulit, bentuk rambut dan mata.
Sementara itu secara kuantitatif didasarkan pada hasil antropometer. Ciri-ciri genotip
didasarkan pada analisis biologi kimia terhadap gen manusia (keturunan)
Untuk memahami aneka variasi manusia ahli antopologi fisik menerapkan prinsip, konsep dan
teknik ilmu lain seperti ilmu genetika, biologi kependudukan dan epidemologi
Manusia berdasarkan rasnya oleh A.L Kroeber digolongkan sebagai berikut :
No Jenis Ras Suku Bangsa Wilayah
1 Australoid Penduduk asli Australia Australia
2 Mongoloid Asiatic Mongoloid Asia Utara, Tengah, Timur
Malayan Mongoloid Asteng, Kep. Indonesia, Malaysia, Filipina, penduduk asli Taiwan
American Mongoloid Penduduk asli Amerika Utara & Selatan, Eskimo, hingga penduduk Terra
del Feugo di amerika Selatan
3 Kaukasoid Nordic Eropa Utara sekitar Laut Baltik
Alpine Eropa Tengah dan Timur
Mediteranian Penduduk ali Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran
Indic Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka
4 Negroid African Negroid Benua Afrika
Negrito Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Philipina
5 Ras Khusus Melanesian Irian/Papua, Melanesia
Bushman Gurun Kalahari, Afrika Selatan
Veddoid Pedalaman Sri lanka, Sulawesi Selatan
Polynesian Kepulauan Mikronesia dan Polynesia
Ainu Pulau Karafuto, Hokaido Jepang Utara
Adapun antropologi budaya meliputi:
a. Arkeologi yaitu ilmu sejarah kuno atau sejarah purba. Arkeologi berasal dari kata archaic
yang berarti kuno. Disebut juga ilmu prasejarah atau prehistori karena mempelajari sejarah
manusia sebelummengenal tulisan lewat peninggalan sejarah atau biasa disebut artefak.
Artefak umumnya ditemukan pada situs (daerah temuan benda purbakala)
b. Etnolinguistik yaitu bagian antropologi yang mengkhususkan penelitian pada penyebaran
bahasa manusia
c. Etnologi yaitu ilmu bagian dari antropologi budaya yang mencoba menelusuri asas-asas
manusia. Pada perkembangannya terbagi menjadi 2 yaitu antropologi diakronik ( pendekatan
descriptive integration/etnologi) dan antropologi sinkronik (pendekatan generalizing approach/
antropologi sosial)
d. Antropologi sosial budaya yaitu mempelajari budaya dan masyarakat. Istilah antropologi
budaya digunakan di Amerika, antropologi sosial di Inggris sejak awal abad ke 20 untuk
membedakannya dengan etnologi
Metode dalam antropolgi adalah etnografi dan metode etnografi bersifat mikro, holistik dan
komparatif. Kegiatan antropologi di Indonesia mula-mula berpusat di dua universitas, yaitu UI
dipelopori oleh Koentjoroningrat dengan pusat kajian Antropologi Budaya dan UGM dipelopori
Prof. Teuku Yacob dengan pusat kajian Antropologi Fisik.
B. KEBUDAYAAN
1. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak
dari ‘buddhi” (budi atau akal). Kebudayaan diartikan sebagai hal –hal yang berkaitan dengan
budi dan akal. Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang
berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah , mengerjakan tanah , membalik tanah atau
diartikan bertani.
Definisi kebudayaan menurut beberapa ahli:
Ralph Linton
Kebudayaan adalah konfigurasi dan hasil dari tingkah laku yang dipelajari, yang unsur-unsur
penentunya dimiliki bersama dan dilanjutkan oleh anggota masyarakat tertentu
E.B Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang komplek, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan –
kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat
William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh anggotanya melahirkan perilaku yang dipandang layak
dan dapat diterima oleh semua anggota masyarakat
Koentjoroningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi
Kebudayaan merupakan sarana hasil karya , rasa dan cipta masyarakat
Kebudaan bersifat superorganik yaitu sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke
generasi atau sesuatu yang bisa diwariskan ( Herskovits). Sementara itu Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (cultural
determinisme)
2. WUJUD KEBUDAYAAN
Apabila kita memperhatikan definisi kebudayaan menurut Koentjoroningrat, perwujudan budaya
adalah
a. sistem gagasan, budaya yang bersifat abstrak tapi menentukan sifat, cara berfikir serta
tingkah laku masyarakat pendukung budaya tersebut.
b. sistem tindakan atau sistem sosial meliputi perilaku dan bahasa, wujud budaya ini bersifat
konkrit
c. hasil karya manusia, yaitu wujud konkrit dapat dilihat, diraba dan difoto, misalnya pakaian,
alat produksi dan alat transportasi
Wujud budaya tersebut sejalan dengan wujud budaya menurut Hoxley yaitu mentifact, sosiofact
dan artefact
Klasifikasi unsur budaya dari yang terkecil adalah
1. items, unsur budaya yang paling kecil
2. trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. trait kompleks, gabungan dari beberapa item dan trait
4. cultural activity, atau aktivitas budaya merupakan gabungan dari beberapa komplek budaya
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya yang menyeluruh
atau cultural universal.
3. KARAKTERISTIK BUDAYA
Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap
budaya, kapan pun dan dimanapun budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah
a. kebudayaan adalah milik bersama
b. kebudayaan merupakan hasil belajar
c. kebudayaan didasarkan pada lambang
d. kebudayaan terintegrasi
e. kebudayaan dapat disesuaikan
f. kebudayaan selalu berubah
g. kebudayaan bersifat nisbi (relatif)
Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan caracara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut.
Adapun subtansi atau isi utama budaya adalah:
a. sistem pengetahuan, berisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat
tinggal, zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifatsifat dan tingkah laku sesama manusia serta ruang dan waktu.
b. sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup
c. kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara hubungan dengan
mereka yang sudah meninggal
d. persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu
permasalahan
e. pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih secara selektif oleh masyarakat. Pandangan
hidup dapat berasal dari norma agama (dogma), ideologi negara atau renungan atau falsafah
hidup individu
f. etos budaya, yaitu watak khas dari suatu budaya yang tampak dari luar
4. BUDAYA LOKAL
Budaya lokal merupakan adat istiadat, kebudayaan yang sudah berkembang (maju) atau
sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah yang terdapat disuatu daerah tertentu.
Budaya lokal umumnya bersifat tradisional yang masih dipertahankan. Menurut Fischer,
kebudayaan – kebudayaan yang ada di suatu wilayah berkembang disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain lingkungan geografis, induk bangsa dan kontak antarbangsa. Dari pendapat
tersebut dapatlah kita kaitkan dengan kebudayaan daerah yang ada di Indonesia yang memiliki
ciri-ciri khusus antarwilayah sehingga beraneka ragam. Van Volenholen membagi masyarakat
Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat yang oleh Koentjoroningrat disebut culture area.
Setiap suku memilih mempertahankan pola-pola hidup yang sudah lama disesuaikan dengan
penduduk sekitar mereka. Lingkungan geografis yang berbeda ada yang di gunung maupun
dataran rendah dan tepi pantai, faktor ilkim dan adanya hubungan dengan suku luar
menyebabkan perkembangan kebudayaan yang beraneka macam.
Contoh budaya lokal yang bersifat abstrak misalnya Kepercayaan Kaharingan (Dayak),
Surogalogi (Makasar), Adat Pikukuh (Badui). Budaya lokal yang bersifat perilaku misalnya tari
Tor-tor, tarian Pakarena, upacara Kasadha (Masyarakat Tengger), upacara ruwatan dengan
menggelar wayang kulit berlakon “Murwokolo” (Masyarakat Jawa), orang Badui dalam
berpakaian putih dan Badui luar berpakaian biru, Bahasa Batak dan lain-lain . Budaya lokal
yang bersifat artefak misalnya rumah Gadang (Sumatera Barat), tiang mbis ( Suku Asmat), alat
musik gamelan (Jawa)
C. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA
1. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA
Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya
Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam
ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian,
adat istiadat yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai
negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain
suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya
tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan
untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Hal yang utama dari kekayaan budaya yang
kita miliki adalah adanya kesadaran akan adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki
serta bagaimana dapat memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau
nation bahwa kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah
NKRI sehingga memperkuat integrasi.
Disatu sisi bangsa Indonesia juga mempunyai permasalahan berkaitan dengan keberagaman
budaya yaitu adanya konflik yang berlatar belakang perbedaan suku dan agama. Banyak pakar
menilai akar masalah konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya
masyarakat yang memilki potensi tinggi dalam kehidupan serta adanya ikatan primordialisme
baik secara vertikal dan horisontal. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok
masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata
pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, terlebih adanya perbedaan dalam
mengakses fasilitas pemerintah juga berbeda (pelayanan kesehatan, pembuatan KTP, SIM
atau sertifikat serta hukum). Semua perbedaan tersebut menimbulkan prasangka atau
kontravensi hingga dapat berakhir dengan konflik.
2. KARAKTERISTIK BUDAYA NASIONAL
Ki Hajar Dewantara mengemukakan kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak
kebudayaan daerah, menurut Koentjoroningrat kebudayaan nasional Indonesia adalah
kebudayaan yang didukung sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat
dibanggakan oleh warga Indonesia. Wujud budaya nasional
a. Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang
kebangga nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dan alat
penghubung antardaerah dan antar budaya
b. Seni berpakaian, contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol orang Indonesia dan
non – Indonesia, serta pakaian kebaya
c. Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun tiap daerah mempunyai nama yang berbeda,
sambatan, gugur gunung,). Selain gotong royong juga ada musyawarah, misalnya , sistem
aipem pada masyarakat Asmat, atau adanya balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau
honai, rumah laki-laki suku Dani serta subak pada masyarakat Bali. Contoh yang lain adalah
ramah tamah dan toleransi. Menurut Dr Bedjo dalam tulisannya memaknai kembali Bhineka
Tunggal Ika dituliskan konsep Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66
tahun 1951, juga merujuk pada sumber asalnya yaitu Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu
Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut merupakan seloka yang menekankan pentingnya
kerukunan antar umat yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Yang terpenting
disini adanya wacana baru yang dikemukakan penulis tentang semboyan bangsa. Bhineka
Tunggal Ika juga ditafsirkan sebagai “Ben Ika Tunggale Ika “ (baca: ben iko tunggale iko,
Bahasa Jawa – red). Kata ‘ben” artinya biarpun, kata ‘ika’ dibaca iko yang artinya ‘itu atau ini’
dengan menunjuk seseorang atau sekelompok orang didekatnya atau di luar kelompoknya.
Kata ‘tunggale’ artinya ‘sadulur’ atau ‘saudara’. Jadi kalimat diatas dapat dimaknai menjadi:
Biarpun yang ini/itu saudaranya yang ini/itu dan lebih jauh lagi, makna dari Bhineka Tunggal Ika
adalah paseduluran atau persaudaraan. Dengan persaudaraan sebagai sebuah keluarga besar
yang dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang bermakna Indonesia. Jadi memang kerukunan dan
toleransi merupakan akar budaya nasional
d. Peralatan, banyak sekali peralatan, materi atau artefak yang menjadi kebanggaan nasional
misalnya Candi Borobudur dan Prambanan, Monas
3. HUBUNGAN BUDAYA LOKAL DAN BUDAYA NASIONAL
Budaya lokal yang bernilai positif, bersifat luhur dapat mendukung budaya nasional. Dalam
pembangunan kebudayaan bangsa, nilai-nilai budaya positif baik budaya daerah perlu
dipertahankan dan dikembangkan karena justru menjadi akar atau sumber budaya nasional.
Mengingat budaya bangsa merupakan “hasil budidaya rakyat Indonesia seluruhnya” maka
cepat lambat pertumbuhannya tergantung kearifan peran serta seluruh masyarakatnya.
Bagaimana peran keluarga, sekolah dan pemerintah menanamkan budaya daerah pada
generasi berikutnya dan kearifan generasi muda dalam melestarikan budaya daerah.
D. SIKAP TOLERANSI DAN EMPATI
1. MASYARAKAT MAJEMUK
Masyarakat majemuk sering diidentikan oleh orang awan sebagai masyarakat multikultural.
Uraian dari Supardi Suparlan dapat menjelaskan perbedaan tersebut. Masyarakat majemuk
terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang
biasa dilakukan secara paksa (coercy by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah nasional.
Setelah PD II contoh masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan dan
Suriname. Ciri yang mencolok dan kritikal majemuk adalah hubungan antara sistem nasional
atau pemerintahan nasional dengan masyarakat suku bangsa dan hubungan di antara
masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional.
Menurut Pierre L. Van den Berghe mengemukakan karakteristik masyarakat majemuk:
(1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu
dengan yang lain
(2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer
(3) kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai
yang bersifat dasar
(4) secara relatif seringkali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain
(5) secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan
dalam bidang ekonomi
(6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain
Disini Supardi Suparlan melihat adanya dua kelompok dalam perspektif dominan-minoritas,
tetapi sulit memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi, karena besar populasinya
belum tentu besar kekuatannya. Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk
mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka
yang berbeda secara askripsi oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan askripsi
adalah suku bangsa (termasuk ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama),
gender , dan umur.
Dalam menganalisis hubungan antar suku bangsa dan golongan menurut Koentjoroningrat:
(1) sumber-sumber konflik
(2) potensi untuk toleransi
(3) sikap dan pandangan dari suku bangsa atau golongan terhadap sesama suku bangsa
(4) hubungan pergaulan antar suku – bangsa atau golongan tadi berlangsung
Adapun sumber konflik antar suku bangsa dalam negara berkembang seperti Indonesia, paling
sedikit ada lima macam yakni
(1) jika dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata
pencaharian hidup yang sama
(2) jika warga suatu suku bangsa mencoba memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan kepada
warga dari suatu suku bangsa lain
(3) jika warga satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap
warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama
(4) jika warga satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa secara politis
(5) potensi konflik terpendam dalam hubungan antar suku bangsa yang telah bermusuhan
secara adat
2. MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada
kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para
pendukung kebudayaan, baik secara individu maupun secara kelompok dan terutama ditujukan
terhadap golongan sosial askripsi yaitu suku bangsa (dan ras) , gender dan umur. Ideologi
multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses
demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM)
dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.
Jadi tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi demikian pula sebaliknya.
3. MEMBANGUN SIKAP KRITIS, TOLERANSI DAN EMPATI DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Dalam mengatasi masyarakat majemuk , Parsudi Suparlan menawari sebuah menyebaran
konsep multikulturalisme melalui LSM, dan pendidikan dari SD hingga PT. Alternatif
penyelesaian masalah akibat keanekaragaman budaya adalah dengan melakukan strategi
kebudayaan dimana memungkinkan tumbuh kembangnya keberagaman budaya yang menuju
integrasi bangsa dengan tetap memperhatikan kesederajatan budaya-budaya yang
berkembang. Untuk itu komunikasi antar budaya perlu dibangun disertai dengan sikap kritis,
toleransi dan empati.
Pembagian Ras Penduduk Indonesia
Berdasarkan ciri-ciri fisiknya, masyarakat Indonesia dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok ras, yaitu:
a. Kelompok ras Papua Melanezoid, terdapat di Papua/
Irian, Pulau Aru, Pulau Kai.
b. Kelompok ras Negroid, antara lain orang Semang di
semenanjung Malaka, orang Mikopsi di Kepulauan
Andaman.
c. Kelompok ras Weddoid, antara lain orang Sakai di Siak
Riau, orang Kubu di Sumatra Selatan dan Jambi, orang
Tomuna di Pulau Muna, orang Enggano di Pulau Enggano,
dan orang Mentawai di Kepulauan Mentawai.
d. Kelompok ras Melayu Mongoloid, yang dibedakan
menjadi 2(dua) golongan.
1) Ras Proto Melayu (Melayu Tua) antara lain Suku
Batak, Suku Toraja, Suku Dayak.
STANDAR KOMPETENSI : Menganalisis unsur-unsur proses dinamika dan pewarisan budaya
dalam rangka integrasi nasional
KOMPETENSI DASAR :
1.1 Mengidentifikasi berbagai budaya lokal, pengaruh budaya asing dan hubungan antar
budaya
1.2 Melakukan pengamatan tentang potensi keberagaman budaya yang ada di masyarakat
setempat berkaitan dengan budaya nasional
1.3 Mengidentifikasi berbagai alternatif penyelesaian masalah akibat keberagaman budaya
1.4 Menunjukkan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya
INDIKATOR :
o Mengidentifikasi budaya lokal yang terdapat di masyarakat
o Mendeskripsikan karakteristik (ciri-ciri) budaya nasional
o Mendeskripsikan hubungan antara budaya lokal dan budaya nasional
o Mengidentifikasi alternatif penyelesaian masalah (solusi) akibat adanya keberagaman budaya
o Memberikan contoh tentang berbagai alternatif penyelesaian (solusi) akibat adanya
keberagaman budaya
o Mendeskripsikan peran sekolah, keluarga dan pemerintah dalam upaya memberikan alternatif
penyelesaian masalah akibat keberagaman budaya
o Mendeskripsikan konsep toleransi dan empati sosial
o Memberikan contoh tentang perwujudan sikap toleransi dan empati sosial terhadap
keberagaman budaya
o Mendemonstrasikan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya
A. ANTROPOLOGI
Untuk memahami kajian tentang manusia dan kebudayaan, kita akan mempelajari dahulu
tentang ruang lingkup antropologi sebagai pengantar hal-hal yang berkaitan dan manusia dan
kebudayaan.
1. SEJARAH ANTROPOLOGI
Menurut Koentjoroningrat, perkembangan antropologi adalah sebagai berikut:
Fase Pertama (abad 15- 17)
Dimulai dari akhir abad 15 awal abad 16 ketika orang – orang Eropa Barat menjelajah ke
berbagai benua ( Afrika, Asia dan Amerika) serta mendatangi suku-suku bangsa yang ada di
benua tersebut. Bersama penjelahan terkumpul kisah-kisah perjalanan, laporan dan semacam
tulisan yang dijadikan sebagai bahan etnografi. Bahan etnografi tersebut menarik perhatian
kalangan pelajar di Eropa Barat sejak abad 18 sehingga timbul usaha pertama dari kalangan
ilmiah untuk mengintegrasikan bahan etnografi tersebut menjadi satu
Fase Kedua (pertengahan abad 19)
Fase ini merupakan fase upaya pengintegrasian bahan etnografi secara sungguh-sungguh. Hal
ini berlangsung pada pertengahan abad ke 19. Semua tingkat dan bentuk masyarakat di luar
bangsa Eropa dianggap sebagai tingkat primitif. Sekitar 1860 muncul karangan –karangan yang
mengklasifikasikan aneka ragam kebudayaan berdasarkan tingkat evolusinya. Dalam fase
kedua ini dapatlah dianggap etnografi berkembang menjadi ilmu antropologi dan masih bersifat
akademis.
Fase Ketiga (awal abad 20)
Terjadi pada permulaan abad 20 dan antropologi mulai menjadi ilmu praktis yang bertujuan
mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku di luar Eropa untuk kepentingan
pemerintah kolonial dan mendapatkan pengertian masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat (setelah tahun 1930)
Sesudah tahun 1930 antropologi mengalami perkembangan luas menyangkut bahan
pengetahuan yang jauh lebih teliti dan ketajaman metode. Tahun 1951 60 orang tokoh ahli
antropologi dari berbagai negara mengadakan simposium internasional antropologi yang
bertujuan meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup ilmu antropologi sesuai
dengan perkembangan jaman. Tujuan akademis antropologi yaitu mencapai pengertian tentang
makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat,
serta kebudayaannya. Secara praktis adalah mempelajari manusia dalam aneka warna
masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
2. PEMBAGIAN ANTROPOLOGI
Menurut Koentjoroningrat (1992: 1) pada dasarnya konsep dasar ilmu antropologi mencakup
lima pokok permasalahan kajian mengenai manusia :
a. masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis
b. masalah sejarah terjadinya aneka warna manusia berdasarkan ciri-ciri tubuh
c. masalah persebaran dan terjadinya keragaman bahasa yang diucapkan manusia
d. masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia
e. masalah dasar-dasar dan keberagaman kebudayaan dalam masyarakat dan suku-suku
bangsa di seluruh dunia dewasa ini
Untuk memecahkan masalah tersebut secara garis besar antropologi dibagi menjadi 2 yaitu
antropologi fisik dan antropologi budaya.
Antropologi Fisik meliputi:
a. paleoantropologi yaitu ilmu yang mempelajari asal usul dan evolusi manusia melalui
penelitian sisa-sisa tubuh yang membatu (fosil)
b. somatologi yaitu ilmu tentang keanekaragaman ras manusia, yaitu melalui ciri-ciri fenotip dan
genotip. Ciri-ciri fenotip secara kualitas tampak pada warna kulit, bentuk rambut dan mata.
Sementara itu secara kuantitatif didasarkan pada hasil antropometer. Ciri-ciri genotip
didasarkan pada analisis biologi kimia terhadap gen manusia (keturunan)
Untuk memahami aneka variasi manusia ahli antopologi fisik menerapkan prinsip, konsep dan
teknik ilmu lain seperti ilmu genetika, biologi kependudukan dan epidemologi
Manusia berdasarkan rasnya oleh A.L Kroeber digolongkan sebagai berikut :
No Jenis Ras Suku Bangsa Wilayah
1 Australoid Penduduk asli Australia Australia
2 Mongoloid Asiatic Mongoloid Asia Utara, Tengah, Timur
Malayan Mongoloid Asteng, Kep. Indonesia, Malaysia, Filipina, penduduk asli Taiwan
American Mongoloid Penduduk asli Amerika Utara & Selatan, Eskimo, hingga penduduk Terra
del Feugo di amerika Selatan
3 Kaukasoid Nordic Eropa Utara sekitar Laut Baltik
Alpine Eropa Tengah dan Timur
Mediteranian Penduduk ali Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran
Indic Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka
4 Negroid African Negroid Benua Afrika
Negrito Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Philipina
5 Ras Khusus Melanesian Irian/Papua, Melanesia
Bushman Gurun Kalahari, Afrika Selatan
Veddoid Pedalaman Sri lanka, Sulawesi Selatan
Polynesian Kepulauan Mikronesia dan Polynesia
Ainu Pulau Karafuto, Hokaido Jepang Utara
Adapun antropologi budaya meliputi:
a. Arkeologi yaitu ilmu sejarah kuno atau sejarah purba. Arkeologi berasal dari kata archaic
yang berarti kuno. Disebut juga ilmu prasejarah atau prehistori karena mempelajari sejarah
manusia sebelummengenal tulisan lewat peninggalan sejarah atau biasa disebut artefak.
Artefak umumnya ditemukan pada situs (daerah temuan benda purbakala)
b. Etnolinguistik yaitu bagian antropologi yang mengkhususkan penelitian pada penyebaran
bahasa manusia
c. Etnologi yaitu ilmu bagian dari antropologi budaya yang mencoba menelusuri asas-asas
manusia. Pada perkembangannya terbagi menjadi 2 yaitu antropologi diakronik ( pendekatan
descriptive integration/etnologi) dan antropologi sinkronik (pendekatan generalizing approach/
antropologi sosial)
d. Antropologi sosial budaya yaitu mempelajari budaya dan masyarakat. Istilah antropologi
budaya digunakan di Amerika, antropologi sosial di Inggris sejak awal abad ke 20 untuk
membedakannya dengan etnologi
Metode dalam antropolgi adalah etnografi dan metode etnografi bersifat mikro, holistik dan
komparatif. Kegiatan antropologi di Indonesia mula-mula berpusat di dua universitas, yaitu UI
dipelopori oleh Koentjoroningrat dengan pusat kajian Antropologi Budaya dan UGM dipelopori
Prof. Teuku Yacob dengan pusat kajian Antropologi Fisik.
B. KEBUDAYAAN
1. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak
dari ‘buddhi” (budi atau akal). Kebudayaan diartikan sebagai hal –hal yang berkaitan dengan
budi dan akal. Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang
berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah , mengerjakan tanah , membalik tanah atau
diartikan bertani.
Definisi kebudayaan menurut beberapa ahli:
Ralph Linton
Kebudayaan adalah konfigurasi dan hasil dari tingkah laku yang dipelajari, yang unsur-unsur
penentunya dimiliki bersama dan dilanjutkan oleh anggota masyarakat tertentu
E.B Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang komplek, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan –
kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat
William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh anggotanya melahirkan perilaku yang dipandang layak
dan dapat diterima oleh semua anggota masyarakat
Koentjoroningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi
Kebudayaan merupakan sarana hasil karya , rasa dan cipta masyarakat
Kebudaan bersifat superorganik yaitu sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke
generasi atau sesuatu yang bisa diwariskan ( Herskovits). Sementara itu Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (cultural
determinisme)
2. WUJUD KEBUDAYAAN
Apabila kita memperhatikan definisi kebudayaan menurut Koentjoroningrat, perwujudan budaya
adalah
a. sistem gagasan, budaya yang bersifat abstrak tapi menentukan sifat, cara berfikir serta
tingkah laku masyarakat pendukung budaya tersebut.
b. sistem tindakan atau sistem sosial meliputi perilaku dan bahasa, wujud budaya ini bersifat
konkrit
c. hasil karya manusia, yaitu wujud konkrit dapat dilihat, diraba dan difoto, misalnya pakaian,
alat produksi dan alat transportasi
Wujud budaya tersebut sejalan dengan wujud budaya menurut Hoxley yaitu mentifact, sosiofact
dan artefact
Klasifikasi unsur budaya dari yang terkecil adalah
1. items, unsur budaya yang paling kecil
2. trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. trait kompleks, gabungan dari beberapa item dan trait
4. cultural activity, atau aktivitas budaya merupakan gabungan dari beberapa komplek budaya
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya yang menyeluruh
atau cultural universal.
3. KARAKTERISTIK BUDAYA
Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap
budaya, kapan pun dan dimanapun budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah
a. kebudayaan adalah milik bersama
b. kebudayaan merupakan hasil belajar
c. kebudayaan didasarkan pada lambang
d. kebudayaan terintegrasi
e. kebudayaan dapat disesuaikan
f. kebudayaan selalu berubah
g. kebudayaan bersifat nisbi (relatif)
Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan caracara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut.
Adapun subtansi atau isi utama budaya adalah:
a. sistem pengetahuan, berisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat
tinggal, zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifatsifat dan tingkah laku sesama manusia serta ruang dan waktu.
b. sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup
c. kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara hubungan dengan
mereka yang sudah meninggal
d. persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu
permasalahan
e. pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih secara selektif oleh masyarakat. Pandangan
hidup dapat berasal dari norma agama (dogma), ideologi negara atau renungan atau falsafah
hidup individu
f. etos budaya, yaitu watak khas dari suatu budaya yang tampak dari luar
4. BUDAYA LOKAL
Budaya lokal merupakan adat istiadat, kebudayaan yang sudah berkembang (maju) atau
sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah yang terdapat disuatu daerah tertentu.
Budaya lokal umumnya bersifat tradisional yang masih dipertahankan. Menurut Fischer,
kebudayaan – kebudayaan yang ada di suatu wilayah berkembang disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain lingkungan geografis, induk bangsa dan kontak antarbangsa. Dari pendapat
tersebut dapatlah kita kaitkan dengan kebudayaan daerah yang ada di Indonesia yang memiliki
ciri-ciri khusus antarwilayah sehingga beraneka ragam. Van Volenholen membagi masyarakat
Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat yang oleh Koentjoroningrat disebut culture area.
Setiap suku memilih mempertahankan pola-pola hidup yang sudah lama disesuaikan dengan
penduduk sekitar mereka. Lingkungan geografis yang berbeda ada yang di gunung maupun
dataran rendah dan tepi pantai, faktor ilkim dan adanya hubungan dengan suku luar
menyebabkan perkembangan kebudayaan yang beraneka macam.
Contoh budaya lokal yang bersifat abstrak misalnya Kepercayaan Kaharingan (Dayak),
Surogalogi (Makasar), Adat Pikukuh (Badui). Budaya lokal yang bersifat perilaku misalnya tari
Tor-tor, tarian Pakarena, upacara Kasadha (Masyarakat Tengger), upacara ruwatan dengan
menggelar wayang kulit berlakon “Murwokolo” (Masyarakat Jawa), orang Badui dalam
berpakaian putih dan Badui luar berpakaian biru, Bahasa Batak dan lain-lain . Budaya lokal
yang bersifat artefak misalnya rumah Gadang (Sumatera Barat), tiang mbis ( Suku Asmat), alat
musik gamelan (Jawa)
C. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA
1. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA
Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya
Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam
ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian,
adat istiadat yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai
negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain
suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya
tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan
untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Hal yang utama dari kekayaan budaya yang
kita miliki adalah adanya kesadaran akan adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki
serta bagaimana dapat memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau
nation bahwa kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah
NKRI sehingga memperkuat integrasi.
Disatu sisi bangsa Indonesia juga mempunyai permasalahan berkaitan dengan keberagaman
budaya yaitu adanya konflik yang berlatar belakang perbedaan suku dan agama. Banyak pakar
menilai akar masalah konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya
masyarakat yang memilki potensi tinggi dalam kehidupan serta adanya ikatan primordialisme
baik secara vertikal dan horisontal. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok
masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata
pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, terlebih adanya perbedaan dalam
mengakses fasilitas pemerintah juga berbeda (pelayanan kesehatan, pembuatan KTP, SIM
atau sertifikat serta hukum). Semua perbedaan tersebut menimbulkan prasangka atau
kontravensi hingga dapat berakhir dengan konflik.
2. KARAKTERISTIK BUDAYA NASIONAL
Ki Hajar Dewantara mengemukakan kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak
kebudayaan daerah, menurut Koentjoroningrat kebudayaan nasional Indonesia adalah
kebudayaan yang didukung sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat
dibanggakan oleh warga Indonesia. Wujud budaya nasional
a. Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang
kebangga nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dan alat
penghubung antardaerah dan antar budaya
b. Seni berpakaian, contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol orang Indonesia dan
non – Indonesia, serta pakaian kebaya
c. Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun tiap daerah mempunyai nama yang berbeda,
sambatan, gugur gunung,). Selain gotong royong juga ada musyawarah, misalnya , sistem
aipem pada masyarakat Asmat, atau adanya balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau
honai, rumah laki-laki suku Dani serta subak pada masyarakat Bali. Contoh yang lain adalah
ramah tamah dan toleransi. Menurut Dr Bedjo dalam tulisannya memaknai kembali Bhineka
Tunggal Ika dituliskan konsep Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66
tahun 1951, juga merujuk pada sumber asalnya yaitu Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu
Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut merupakan seloka yang menekankan pentingnya
kerukunan antar umat yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Yang terpenting
disini adanya wacana baru yang dikemukakan penulis tentang semboyan bangsa. Bhineka
Tunggal Ika juga ditafsirkan sebagai “Ben Ika Tunggale Ika “ (baca: ben iko tunggale iko,
Bahasa Jawa – red). Kata ‘ben” artinya biarpun, kata ‘ika’ dibaca iko yang artinya ‘itu atau ini’
dengan menunjuk seseorang atau sekelompok orang didekatnya atau di luar kelompoknya.
Kata ‘tunggale’ artinya ‘sadulur’ atau ‘saudara’. Jadi kalimat diatas dapat dimaknai menjadi:
Biarpun yang ini/itu saudaranya yang ini/itu dan lebih jauh lagi, makna dari Bhineka Tunggal Ika
adalah paseduluran atau persaudaraan. Dengan persaudaraan sebagai sebuah keluarga besar
yang dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang bermakna Indonesia. Jadi memang kerukunan dan
toleransi merupakan akar budaya nasional
d. Peralatan, banyak sekali peralatan, materi atau artefak yang menjadi kebanggaan nasional
misalnya Candi Borobudur dan Prambanan, Monas
3. HUBUNGAN BUDAYA LOKAL DAN BUDAYA NASIONAL
Budaya lokal yang bernilai positif, bersifat luhur dapat mendukung budaya nasional. Dalam
pembangunan kebudayaan bangsa, nilai-nilai budaya positif baik budaya daerah perlu
dipertahankan dan dikembangkan karena justru menjadi akar atau sumber budaya nasional.
Mengingat budaya bangsa merupakan “hasil budidaya rakyat Indonesia seluruhnya” maka
cepat lambat pertumbuhannya tergantung kearifan peran serta seluruh masyarakatnya.
Bagaimana peran keluarga, sekolah dan pemerintah menanamkan budaya daerah pada
generasi berikutnya dan kearifan generasi muda dalam melestarikan budaya daerah.
D. SIKAP TOLERANSI DAN EMPATI
1. MASYARAKAT MAJEMUK
Masyarakat majemuk sering diidentikan oleh orang awan sebagai masyarakat multikultural.
Uraian dari Supardi Suparlan dapat menjelaskan perbedaan tersebut. Masyarakat majemuk
terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang
biasa dilakukan secara paksa (coercy by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah nasional.
Setelah PD II contoh masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan dan
Suriname. Ciri yang mencolok dan kritikal majemuk adalah hubungan antara sistem nasional
atau pemerintahan nasional dengan masyarakat suku bangsa dan hubungan di antara
masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional.
Menurut Pierre L. Van den Berghe mengemukakan karakteristik masyarakat majemuk:
(1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu
dengan yang lain
(2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer
(3) kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai
yang bersifat dasar
(4) secara relatif seringkali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain
(5) secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan
dalam bidang ekonomi
(6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain
Disini Supardi Suparlan melihat adanya dua kelompok dalam perspektif dominan-minoritas,
tetapi sulit memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi, karena besar populasinya
belum tentu besar kekuatannya. Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk
mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka
yang berbeda secara askripsi oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan askripsi
adalah suku bangsa (termasuk ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama),
gender , dan umur.
Dalam menganalisis hubungan antar suku bangsa dan golongan menurut Koentjoroningrat:
(1) sumber-sumber konflik
(2) potensi untuk toleransi
(3) sikap dan pandangan dari suku bangsa atau golongan terhadap sesama suku bangsa
(4) hubungan pergaulan antar suku – bangsa atau golongan tadi berlangsung
Adapun sumber konflik antar suku bangsa dalam negara berkembang seperti Indonesia, paling
sedikit ada lima macam yakni
(1) jika dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata
pencaharian hidup yang sama
(2) jika warga suatu suku bangsa mencoba memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan kepada
warga dari suatu suku bangsa lain
(3) jika warga satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap
warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama
(4) jika warga satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa secara politis
(5) potensi konflik terpendam dalam hubungan antar suku bangsa yang telah bermusuhan
secara adat
2. MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada
kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para
pendukung kebudayaan, baik secara individu maupun secara kelompok dan terutama ditujukan
terhadap golongan sosial askripsi yaitu suku bangsa (dan ras) , gender dan umur. Ideologi
multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses
demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM)
dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.
Jadi tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi demikian pula sebaliknya.
3. MEMBANGUN SIKAP KRITIS, TOLERANSI DAN EMPATI DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Dalam mengatasi masyarakat majemuk , Parsudi Suparlan menawari sebuah menyebaran
konsep multikulturalisme melalui LSM, dan pendidikan dari SD hingga PT. Alternatif
penyelesaian masalah akibat keanekaragaman budaya adalah dengan melakukan strategi
kebudayaan dimana memungkinkan tumbuh kembangnya keberagaman budaya yang menuju
integrasi bangsa dengan tetap memperhatikan kesederajatan budaya-budaya yang
berkembang. Untuk itu komunikasi antar budaya perlu dibangun disertai dengan sikap kritis,
toleransi dan empati.
Pembagian Ras Penduduk Indonesia
Berdasarkan ciri-ciri fisiknya, masyarakat Indonesia dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok ras, yaitu:
a. Kelompok ras Papua Melanezoid, terdapat di Papua/
Irian, Pulau Aru, Pulau Kai.
b. Kelompok ras Negroid, antara lain orang Semang di
semenanjung Malaka, orang Mikopsi di Kepulauan
Andaman.
c. Kelompok ras Weddoid, antara lain orang Sakai di Siak
Riau, orang Kubu di Sumatra Selatan dan Jambi, orang
Tomuna di Pulau Muna, orang Enggano di Pulau Enggano,
dan orang Mentawai di Kepulauan Mentawai.
d. Kelompok ras Melayu Mongoloid, yang dibedakan
menjadi 2(dua) golongan.
1) Ras Proto Melayu (Melayu Tua) antara lain Suku
Batak, Suku Toraja, Suku Dayak.