Sertifikasi Guru Keteladanan Ibu Bagi Anak Perjuangan Kesetaraan Gender Urgensi Staff Ahli DPRD

SALAM REDAKSI

  Hasil diskusi terkait dengan peraturan pengganggaran tak memungkinkan adanya hibah antar instansi di internal Pemko Tebingtinggi. Hal itu, ditekankan oleh Bagian Hukum dan Bagian Keuangan. Menurut mereka sesuai ketentuan, hibah demikian tidak dibenarkan. Akhirnya, dalam diskusi itu, rekan-rekan diskusi Kami menyarankan agar pada TA 2013, majalah ini mengajukan penambahan anggaran dengan dukungan DPRD dan semua SKPD. Insya Allah usulan telah Kami tindak lanjuti dengan harapan ada ‘rising sun’ di 2013.

  Tulisan dikirimkan ke alamat Redaksi Majalah Sinergi : Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Pro- tokol Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi Jl. DR. Sutomo No. 14 Tebing Tinggi

  Redaksi Menerima Tulisan, Foto, juga surat beri- si saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan Tanda Pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepan- jang tidak mengubah isi dan maknanya

  Terbitan SINERGI kali ini tak lengkap jika tak membaca kolom sejarah. Seorang keturunan dari pendiri kota Tebingtinggi, mencoba mengupas sejarah kota Tebingtinggi dari perspektif umumnya selama ini, dipandang sebagai sejarah yang ‘benar.’ Ada juga tulisan soa komunitas becak bermotor yang kini jumlah kian membengkak di kota kita.

  Ada pula laporan tentanghalaman wanita terkait keharmonisan keluarga, kemudian soal perlindungan anak, pada kolom hokum dan wnaita. Sedangkan di halaman parlementarian ada kajian soal urgensi staf ahli di DPRD. Pada kolom olah raga, Kami mencoba melihat perkembangan sepak bola pelajar yang telah menunjukkan prestasi. Demikian pua di kolom budaya, ada sebuah tulisan pelajar yang cuup menarik, ketika dia menulis surat untuk ibunya.

  Menemani tema utama, Kami juga menyertakan sejumlah laporan yang agaknya bermanfaat untuk pembaca. Misalnya, soal sertfikasi guru, dan pengeluaran dana rumah tangga untuk halaman pendidikan dan ekonomi. Ada juga halaman lingkungan yang kali ini menyoroti upaya penyelamatan bantaran sungai.

  Untuk edisi Oktober 2012 ini, SINERGI muncul dengan topik yang sedikit kurang populer, tapi kami pandang sangat penting. Tema utama kita, berkaitan dengan idealisme dan nasionalisme ditengah- tengah serbuan gencar pragmatisme. Kami mencoba mengupas tema yang sedikit filosofis ini dari sisi yang lebih ringan dan humanis, agar mudah untuk dicerna. Yang pasti, ada kekhawatiran kian menipisnya nilai-nilai idealisme di kalangan generasi muda kita, akibat terjadinya pergeseran dalam kancah kehidupan selama ini. Tema itu yang coba Kami ketengahkan.

  REFERENSI TEBING TINGGI DELI TERBIT SEJAK 16 JULI 2002 KETUA PENGARAH : Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM (Walikota Tebing Tinggi) WAKIL KETUA PENGARAH :

  H. Irham Taufik, SH. MAP (Wakil Walikota Tebing Tinggi) PENGENDALI :

  Ajakan diskusi kepada tiga rekan itu, disambut dengan antusias. Jadilah Kami berembug membicarakan beberapa hal. Khususnya, soal kemungkinan pengembangan SINERGI pada 2013 nantinya.

  ru majalah SINERGI di bulan Oktober 2012 ini, sungguh mendapat suntikan baru semangat dan motivasi. Hal itu terjadi, ketika tiga sejawat Kami di Sekretariat Pemko Tebingtinggi, Kami ajak berdiksusi untuk memberikan pencerahan tentang masa depan majalan ini. Ketiga tamu kita itu adalah, Muhammad Ilham, SH, dari Bagian Adm. Hukum dan Organisasi, Bambang Wahyudhi, SIP bendahara Sekretariat DPRD kota Tebingtinggi serta Zakaria, SE dari Bagian Keuangan.

  Pembaca Budiman “K

  Jaffet Candra Saragih FOTOGRAFER : M. Rahmadsyah DISTRIBUTOR : Riduwan, Sri Astuty Rahmayani, SE DITERBITKAN OLEH : BAGIAN ADMINISTRASI HUMAS PIMPINAN DAN PROTOKOL Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi Alamat : Jl. DR. Sutomo No. 14 Tebing Tinggi Telp. 0621 - 329139 PRACETAK : Bege’s Medan, Syahrahmad85 (Isi di luar tanggungjawab percetakan)

  Dian Astuti BENDAHARA :

  Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi DESAIN & LAYOUT : M. Rahmadsyah SEKRETARIS REDAKSI :

  H. Johan Samose Harahap, SH.MSP (Sekdako Tebing Tinggi) PENANGGUNG JAWAB : Ir. H. Zainul Halim (Assisten Administrasi Umum) PIMPINAN REDAKSI : Ahdi Sucipto, SH (Kabag Adm. Humas PP) WAKIL PIMPINAN REDAKSI : REDAKSI : Rizal Syam, Khairul Hakim, S. Sos, Juanda, KOORDINATOR LIPUTAN : Drs. Abdul Khalik, MAP LIPUTAN & REPORTER :

  Tak disangka, keluarga besar DPRD kota Tebingtinggi sangat antusias dengan wajah baru dan manajemen media ini. Mereka pun meresponnya dengan siap memberikan hibah bantuan untuk penambahan halaman SINERGI yang saat ini baru 40 halaman saja. DPRD siap menghibahkan dana Rp 30 juta bagi pendanaan majalah ini ke depan.

  TIM REDAKSI Koordinator Liputan Drs. ABDUL KHALIK, MAP Pimpinan Redaksi AHDI SUCIPTO, SH Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI

Redaksi

RIZAL SYAM

Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH Redaksi JUANDA

  13

  Seorang ibu rumah tangga banyak dituntut dalam kehidupan ini. Mulai dari mendidik anak-anak dalam keseharian juga untuk........

  Wawancara Sinergi dengan HJ Sofiani Tambunan anggota DPRD Kota Tebing Tinggi. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan...... Wawancara Sinergi dengan Murli Purba S. Fil. Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Tebing Tinggi Periode 2009-2014 Politisi Partai..........

  Penyebaran penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome) merupakan tahapan kedua dari infeksi HIV. Penyakit ini diketahui telah...

  Berjalan lah Anda di pinggiran sungai. Kemudian perhatikan posisi pemukiman dan fasilitas publik yang ada di tepiannya. Jika Anda....... Danramil 013 kota Tebingtinggi Kapten Budiono, dalam suatu kesempatan dialog, mengaku saat ini animo generasi muda untuk mendaftar sebagai tamtama dan bintara TNI AD,.....

  Robert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan. Robert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan.

  1

  14

  Benarkah nasionalisme kita sudah memudar? Entahlah. Tapi apa sebenarnya nasionalisme itu. Secara etimologi.......

  15

  5

  7

  8

  10

  11

  Peningkatan mutu dunia pendidikan Indonesia terus gencar dilakukan. Salah satunya adalah program Sertifikasi guru. Sejak tahun 2006 , keprofesionalan guru yang memenuhi standart sertifikasi ......

  PARLEMENTARIA KESEHATAN LINGKUNGAN HIDUP Mempertanyakan Kembali Nasionalisme Kita Sertifikasi Guru Keteladanan Ibu Bagi Anak Perjuangan Kesetaraan Gender Urgensi Staff Ahli DPRD Apa Khabar HIv/AIDS Menyelamatkan Bantaran Sungai Kita Menakar Idealisme Dan Pragmatisme Warga Idealisme Itu Mesti Diajarkan Dan Diperjuangkan Nasionalisme Kita Pasca Reformasi

  18

  34

  30

  20

  32

  21

  33

  22

  24

  DAFTAR ISI UTAMA pendidikan WANITA

  25

  26

  27

  17

  16

  28 LENSA KEGIATAN REMAJA KITA

  INFO NASIONAL SUARA PEJUANG LENSA SRIKANDI TEPIAN TERAS PEMKO MOMENT IDUL ADHA 1433 H BUDAYA OLAHRAGA AGAMA SOSIAL EKONOMI HUKUM SASTRA SINERGI | EDISI 116 OKTOBER 2012

  12

  

Mempertanyakan

Kembali Nasionalisme Kita

  Sedangkan menurut Ensiklopedi Indonesia : Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya. Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

  Bertitik tolak dari pengertian inilah, maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.

  Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme terdiri atas persaudaraan darah/ keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa dan budaya. Kemudian berubah dengan masuknya dua unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan dalam peristiwa sejarah, selalu bersifat kontekstual (artinya meruang dan mewaktu), sehingga nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain atau antar zaman tidaklah sama. Misalnya saja bagi negara yang sudah lama merdeka, nasionalisme dapat mengarah pada imperialisme. Biasanya nasionalismenya bersifat konservatif. Bagi negara semacam ini akan mempersulit timbulnya nasionalisme di daerah-daerah jajahannya. Sedangkan bagi negara yang masih terbelenggu imperialisme dijajah nasionalisme bersifat revolusioner dan progresif. Dengan demikian nasionalisme sarat dengan kepentingan suatu bangsa. Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme sangat dipengaruhi oleh nasionalisme yang dianut kelompok dominan suatu bangsa.

  Dengan demikian, nasionalisme merupakan suatu paham lebih mendahulukan kepentingan nasional dibanding kepentingan golongan dan individu. Dahulu, dalam membangun negara dan bangsa Indonesia ini Soekarno menerapkan kemandirian ekonomi, budaya dan ideologis. Kemandirian ideologis merupakan salah satu hal yang paling penting karena tanpa adanya ideologis maka kita akan berjiwa apatis atau oportunis. Jelas hal yang demikian bukanlah hal yang menguntungkan untuk pertama, Indonesia menerapkan konsep nasionalisme dalam tataran teori tetapi menggunakan konsep liberalisme dalam tataran operasionalisasinya. Sehingga, tidak terjadi sinkronisasi antara teori dan praktik. Kedua, masalah korupsi merupakan masalah yang menggerogoti bangsa Indonesia dari dalam. Arus investasi dan hutang luar negeri merupakan salah satu konsep liberalisme yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian bangsa Indonesia. Terlalu banyak sumber daya alam Indonesia yang dimobilisasi ke luar negeri tanpa timbal balik yang sesuai bagi rakyat Indonesia.

  Mengenai ekonomi Indonesia saat ini yang bersifat liberal, sesungguhnya jika menilik kembali sejarah terdahulu, di mana Mohammad Hatta salah seorang founding father Indonesia, telah menerapkan sistem ekonomi tersebut dalam wadah koperasi. Yang mana koperasi tersebut dijalankan untuk kepentingan masyarakat dan tidak memihak pada kepentingan pribadi maupun golongan.

  Kemudian nasionalisme secara pasti menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan. Kita tidak boleh terjebak dalam doktrin-doktrin nasionalisme saja. Yang perlu kita sadari saat ini adalah nasionalisme merupakan suatu alat yang dapat kita gunakan untuk mencapai sebuah tujuan di mana

  Benarkah nasionalisme kita sudah memudar? Entahlah. Tapi apa sebenarnya nasionalisme

itu. Secara etimologi : Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham

kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki

kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas

terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara;

persatuan dan kesatuan.

  SINERGITAS

  

MENAKAR IDEALISME DAN

PRAGMATISME WARGA

Danramil 013 kota Tebingtinggi Ka- pten Budiono, dalam suatu kesempatan dialog, mengaku saat ini animo generasi muda untuk mendaftar sebagai tamta- ma dan bintara TNI AD, menurun dras- tis. Padahal, gaji sebagai tamtama dan bintara TNI AD, saat ini cukup memuas- kan. Jika, 10 tahun lalu ketika pendaf- taran dibuka, ada ribuan pemuda yang mendaftar, tapi sekarang ini hitungannya cuma ratusan saja. “Meski cukup, tapi animo berkarir di dunia militer cender- ung menurun,” ungkap Kapten Budiono.

  Dua realitas di atas, menggambar- kan tengah terjadinya proses pergeseran nilai-nilai dan orientasi hidup di kalangan anak muda negeri ini. Paling tidak

  

Lukman Hakim, kepala lingkungan 02 Kel. Pasar Baru, Kec. T.Tinggi Kota, mengaku setiap peringatan hari-

hari besar nasional harus berkeliling mengingatkan warganya agar memasang bendera merah putih di hala-

man rumah masing-masing. Meski, tak ada warga umumnya etnis Tionghoa itu menolak memasang bendera,

tapi pekerjaan mengingatkan warga telah dilakukannya dalam 10 tahun terakhir. “Memang harus diingatkan,

karena tak jarang mereka lupa,” ujar Lukman suatu kali.

menuju semangat pragmatisme global.

  Kepala Badan Kesatuan Bangsa

Politik dan Perlindungan Masyarakat

(Kesbangpol dan Linmas) Amas Muda,

SH, dalam suatu perbincangan, membe-

narkan terjadinya pergeseran itu dalam

kehidupan bangsa Indonesia. Dalam

pandangan Amas, banyak contoh yang

bisa dikemukakan untuk menakar kian

menipisnya nilai-nilai idealisme. “Orang

sudah tidak menjadikan kebenaran dan

kebaikan itu sebagai tolok ukur dalam

kehidupan, tapi lebih melihat kepada

hal-hal bersifat material serta bernilai

untung dan rugi,” kata mantan Ketua

Korcab PMII Sumut era 1980 an itu.

  Menurut Amas Muda, terjadinya sifat bendawi dan mengabaikan nilai- nilai nurani dan rohani. Contoh paling ekstrim bisa dikemukakan, orang men- gagungkan individu yang memiliki harta melimpah dan jabatan wah, tanpa peduli dari mana asal harta dan jabatan diper- olehnya, apakah diperoleh dengan jalan baik atau buruk. Dalam iklim demikian, jelas Amas, tidak lagi dipersoalkan orang itu koruptor dan garong atau orang yang jujur dan amanah serta pekerja keras, karena yang dihormati adalah kapasitas harta dan jabatannya, bukan tindakan- nya.

  Kondisi itu, menjadi salah satu ciri globalisasi, di mana individu tidak lagi dipandang berdasarkan moralitas yang

  UTAMA

  UTAMA suatu bangsa. Padahal, karakter suatu bangsa menjadi penting sebagai penan- da dan pembeda dengan kawasan atau bangsa lain. Dalam proses kemerdekaan bangsa Indonesia, idealisme itu dicirikan beberapa simbolisasi, diantaranya bend- era merah putih dan pejuang militer.

  Bendera merah putih dan pejuang militer, adalah simbol keagungan dari idealisme dan patriotisme yang memiliki sejarah panjang dalam rahim bangsa In- donesia. Pada 64 tahun lalu, merah putih adalah simbol sakral dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan Koloni- alisme (Belanda dan Jepang). Seluruh komponen bangsa, menghormati me- rah putih sepenuh hati, bahkan men- jadikannya sebagai benda keramat yang memiliki kekuatan spirit. Setiap warga, merelakan harta benda bahkan darah dan nyawa dalam membela keberadaan merah putih di setiap jengkal persada negeri ini. ‘Menginjak’ bendera me- rah putih kala itu, sama artinya sebagai pengkhianatan terhadap kemerdekaan bangsa dan balasannya adalah mati.

  Semangat membela merah putih tercermin dari berbagai perjuangan sesudahnya yang terukir dalam hero- isme pembebasan Irian Barat atau kon- flik dengan Malaysia. Merah putih men- jadi pembeda antara ‘kita’ dan ‘mereka’ yang didamlam kekitaan itu tersimpan idealisme membara, dalam membela bangsa dan negara.

  Mendampingi nilai sakralitas ben- dera merah putih, tersanding pula sim- bol-simbol pejuang militer dalam insi- tusi TNI yang dipandang sebagai karir mulia dan bentuk pengabdian tertinggi kepada bangsa dan negara. Mereka yang mangabdi di dunia militer dinilai sebagai bentuk pengabdian suci dan dihormati. Berbagai atribut militer yang disandang seseorang mengandung kharisma dan kewibawaan yang tinggi dihadapan masyarakat luas. Karir militer menjadi sumber kebanggan keluarga, bahkan

hutan, menyabung nyawa demi mem-

bela rakyat dan bangsa dari penindasan

kaum penjajah. Gerilyawan dan pejuang

militer, dipandang sebagai sosok ideal

yang bakal menyelamatkan negeri serta

akan mampu nantinya membawa neg-

eri ini dalam kehidupan yang lebih baik.

Maka, rentetan nama-nama para pahla-

wan pun tercetak umumnya sebagai

sosok yang melakukan perlawanan ber-

senjata terhadap musuh bangsa. Sosok

bergelar pahlawan itu memang pantas

ditauladani, karena memang berjuang

hingga tetes darah terakhir mereka demi

negeri ini.

  Simbolisasi merah putih dan pejuang

militer itu, merupakan pengejawantahan

semangat idealisme bangsa Indonesia

yang muncul secara faktual dalam kehidu-

pan dan perilaku individu maupun kelom-

pok sosial. Kemerdekaan yang diraih,

bukan merupakan hadiah, tapi buah dari

semangat idealisme dan patriotisme anak

bangsa yang pantas dibanggakan kepada

bangsa dan negara lain.

  Idealisme itu sendiri merupakan

paham/pandangan yang menginginkan

kehidupan itu berproses secara sempur-

na, sesuai dengan ide-ide yang termuat

dalam pikiran, nurani dan rohani manu-

sia. Wujud dari idealisme itu, memben-

tuk tindakan dan hasil pekerjaan yang

sesuai dengan aturan (benar dan baik)

yang telah digariskan kaedah hukum,

nurani dan rohani publik. Singkatnya,

idealisme itu, bak kereta api yang berja-

lan di sepurnya, untuk mencapai cita-cita

bersama. Tapi, jika perjalanan itu meny-

impang maka kereta api akan terbalik

dan berakibat fatal bagi penumpangnya.

  Sama halnya dengan kehidupan

berbangsa dan bernegara. Bangsa ini

akan berdiri kokoh dan berjaya, jika ber-

jalan di atas rel peradaban yang benar,

lurus, kuat, amanah, serta jujur sesuai

dengan harmoni kehidupan. Contoh fak-

tula itu, bisa dilihat pada bangsa Jepang,

Cina dan India yang tak kehilangan ide-

cita-cita ditengah perubahan cepat dari arus globalisasi yang ada

  Sayangnya, nilai-nilai idealisme semakin memudar seriring pejalanan waktu dari titik awal kemerdekaan. Bangsa ini, seakan kehilangan élan vi- talnya, ketika pembangunan yang lebih pada kecukupan material menjadi tar- get utama. Atas nama pembangunan, ekonomi digenjot terus menerus dengan menjadikannya sebagai tujuan final. Se- luruh sumber daya dikerahkan dalam rangka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil. Namun, pengejaran atas pertumbuhan ekonomi itu, meng- abaikan pembangunan pada aspek ke- manusiaan.

  Buntut dari pengejaran itu, kita merasakan ikatan sosial antara indi- vidu dengan individu, kelompok dengan kelompok, etnis dengan tenis dan aga- ma dengan agama lainnya, mulai me- renggang. Sesama anak bangsa saling bertarung memperebutkan kepentingan masing-masing untuk survive, tanpa peduli dengan kekalahan yang lainnya. Tidak mengherankan jika ikatan sosial bangsa ini kian rapuh.

  Kerapuhan itu, selanjutnya melahir- kan sejumlah anomali sosial yang kian meresahkan dalam bentuk berbagai patologi sosial, berupa free sex, pen- yalah gunaan narkoba, korupsi, tawuran, serta berbagai penyakit sosial lainnya. Jika berbagai anomali sosial itu terus berlangsung, pada titik paling ekstrim bangsa ini akan kehilangan identitasnya sebagai suatu bangsa. Kita akan men- unggu saat-saat krisis itu, di mana ne- gara bernama Indonesia ini akan runtuh dan di atas puingnya akan berdiri sebuah identitas baru yang bukan milik kita ber- sama lagi..

  Bagaimana pun, nilai idealisme dalam berbangsa dan bernegara tidak boleh hilang, karena taruhannya sangat berat. Paling tidak, harus ada kemauan semua kalangan untuk menjaga ide-

  UTAMA R obert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam sebuah film klasik yang diputar pada salah satu program tel- evisi satelit, dikisahkan bagaimana fragmen saat- saat krusial pahlawan nasional berusia 24 tahun itu berjuang dalam upaya merebut kemerdekaan.

  Ketika Monginsidi pertama kali ditangkap tentara NICA akibat pengkhianatan bangsanya, 26 Oktober 1947, di sebuah sekolah, dirinya tak meli- batkan siapapun. Kata Monginsidi, “siapa yang pu- nya cita-cita tinggi, harus rela berkorban dan me- mikulnya.” Pada 28 Februari 1947, berkat bantuan kawan-kawannya di penjara, Monginsidi berhasil kabur. Tapi, lagi-lagi dia tertangkap akibat pengkhi- anatan bangsanya pada 27 Oktober 1947.

  Ketika tentara Belanda mengepungnya di salah satu rumah temannya, pria kelahiran Mala- layang, Menado, Sulut 14 Februari 1925 itu, sedang bersembunyi di kamar mandi dan memegang dua granat yang bisa jadi senjata meloloskan diri. “Aku tahu bisa lolos, tapi Belanda akan menghancurkan kampung ini. Aku tak ingin karena diriku orang menanggung akibatnya,” ujar Monginsidi saat ber- dialog dengan temannya. Pimpinan Laskar Pem- berontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) itu pun menyerah.

  Ketika permohonan grasi yang diajukan ayahnya ke Pemerintah Belanda ditolak, anak muda yang kenyang dunia pendidikan itu, dihukum mati. Pada tengah malam 5 September 1949, RW Monginsi menjalani hukuman mati. Detik-detik akhir sebelum menghadap regu tembak, usai pendeta membacakan beberapa ayat Injil sesuai agamanya, Monginsidi ditanya apa permintaannya. “Berikan saya kertas,” kata dia.

  Secarik kertas dan pulpen pun diberikan ke- pada anak pasangan Petrus Mongindisi dan Lina Suawa itu. “Setia sampai akhir sesuai keyakinan,” tulisnya. Kemudian, dia meminta kepada regu tem- bak; “Tembak saya setelah saya berteriak merde- ka,” pesan Monginsidi. Sesaat Monginsidi berteriak “MERDEKA!” lima butir peluru meluncur deras ke dadanya, satu diantaranya tepat mengenai jantung pejuang itu. Monginsidi pun terkulai. Dia gugur dengan senyum tersungging dibibirnya.

  Kisah salah satu pahlawan nasional itu, bisa menjadi contoh tentang sebuah idealisme yang ter- simpan dalam sanubari generasi muda Indonesia kala itu. Idealisme ratusan ribu generasi muda di era perjuangan itu, menjadi sumbu pembakar rev- olusi kemerdekaan Indonesia. Andai saja, tidak ada anak muda sekelas RW Monginsidi yang rela men-

bangsa menjadi pintu pembuka bagi sebuah pe-

rubahan besar dalam kehidupan masyarakat di

mana sosok idealis itu berada.

  Masih ingat film ‘Braveheart’ (1995) yang

dibintangi dan disutradarai Mel Gibson? Film seja-

rah bangsa Skotlandia yang sering diputar di tele-

visi itu, mengisahkan pahlawan legendaris William

Wallace yang ingin memerdekakan negerinya dari

jajahan Kerajaan Inggris. Wallace, mampu meng-

gelorakan semangat anak negeri Skotlandia yang

mentalitasnya sudah berada di titik terendah, men-

jadi pejuang-pejuang yang tangguh. Ketangguhan

pejuang-pejuang Skotlandia mengakibatkan Kera-

jaaan Inggris mengalami kerugian besar, mereka

pun bertekad menangkap William Wallace.

  Ketika Wallace ditangkap, sang legendaris itu

diberi dua pilihan, memohon ampun kepada raja

agar tidak dihukum mati, atau harus menjalani hu-

kuman pancung. Hingga detik-detik terakhir pros-

esi pemancungan, putri mahkota Kerajaan Inggris

yang bersimpati pada Wallace, terus membujuk

agar bersedia memohon ampunan. Pahlawan Sko-

talndia itu tak bergeming sedikit pun.

  “Mohonlah ampun kepada Raja agar kau

tak dihukum pancung,” harap putri mahkota, saat

besi runcing yang dijadikan alat siksaan menusuk

selangkangan Wallace. Namun, pada saat siksaan

mendera Wallace hingga rasa sakitnya sampai

dipuncak, dia berteriak keras “FREEDOM!” seke-

tika itu pula kapak algojo memisahkan kepala dan

kebaikan, kepahlawanan, tanggung jawab, ket- egasan, keteguhan, kejujuran, pengorbanan, keikhlasan, kesalehan, serta berbagai pemaknaan yang mulia. Dalam terminologi agama (Islam) ide- alisme dikenal dengan istilah istiqamah. Bahasa Al Qur’an menyebut orang-orang yang istiqamah akan diberikan sebuah ma’unah yang tak diperoleh orang lain, yakni pupusnya rasa takut dan gentar di dalam hati, meski harus menghadapi pender- itaan dan kekejaman yang keji dalam langkah per- juangannya.

  Sikap demikian, hakikatnya adalah sifat fith- riah manusia yang dititipkan Sang Pencipta tidak kepada semua manusia. Bisa jadi, orang-orang idealis memang lahir pada zamannya dan menjadi salah satu di antara sosok yang diharapkan mampu membuat perubahan dalam setiap periode kehidu- pan. Tapi sifat idealisme juga, adalah sikap yang bisa diajarkan, kepada masyarakat, bila ada kemauan politik (political will) dari para pengambil kebijakan di suatu negeri untuk mengajarkannya. Contohnya, adalah sikap cinta tanah air pada setiap warga ne- gara tidak datang dengan sendirinya, tapi diajarkan terus menerus dalam berbagai kesempatan. Orang akan mencintai negerinya, karena ada pemahaman yang dijejalkan kepada warga negara akan makna, betapa pentingnya kecintaan atas negeri tempat di mana kita lahir, hidup dan meninggal.

  Analaogi ini bisa pula diajarkan kepada anak negeri akan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam nilai-nilai idealisme. Birokrasi, misalnya bisa dia- jarkan untuk menjauhi korupsi, karena perilaku itu sangat merusak kehidupan negara. Rakyat, bisa diajarkan nilai-nilai kejujuran dan kerja keras dalam upaya membangun kehidupan mereka yang lebih baik. Persoalannya, seiring dengan terjadinya peru- bahan cepatdalam tataran global, pengajaran terha- dap nilai-nilai idealisme itu terabaikan. Masyarakat dibiarkan mencari nilai-nilainya sendiri, tanpa ada rambu-rambu yang disiapkan untuk itu. Jadilah masyarakat mendapatkan nilai-nilai hidup dari me- dia massa tanpa filterisasi sama sekali.

  Idealisme jug aharus diperjuangkan, ka- rena dari perjuangan itulah sebuah idealisme bisa tumbuh subur dan menjadi salah satu ideology masyarakat. Pancasila yang menjadi dasar NKRI, adalah nilai-nila idealisme bangsa yang sudah hidup selama ratusan tahun di berbagai daerah. Pancasila, akan bisa mengisi ruang kehidupan publik, bila nilai-nilai itu diperjuangkan untuk bisa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa bernegara. Tanpa diperjuangkan, Pancasila hanya akan menjadi simbol dan semboyan tanpa makna serta ditelantarkan dalam lembaran buku-buku pengajaran.

  Bangsa yang tercerabut dari akar idealisme, adalah bangsa yang sekarat dan hanya menunggu ajal untuk kemudian terkubur dalam dinamika kesejarahan manusia. Sebaliknya bangsa yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai idealisme, adalah bangsa yang akan terus hidup dan Berjaya, meski badai dahsyat datang menerpa, bangsa itu

  Drs. Abdul Khalik MAP

  IDEALISME

  ITU MESTI DIAJARKAN DAN DIPERJUANGKAN

  UTAMA Seperti nilai nasionalisme yang telah di- lakukan oleh founding fathers kita, mereka ber- juang dan bekerja benar-benar untuk bangsa meskipun harus berkorban nyawa, keluarga dan harta yang dimiliki. Tidak ada rasa ingin mementingkan diri sendiri, keluarga atupun kelompok. Sementara hari ini, bisa dihitung dengan jari orang yang sungguh - sungguh mencintai bangsanya. Kebanyakan mencintai diri sendiri dan mencintai kelompoknya. Jadi sangat relevan jika kita harus membicarakan nasionalisme itu saat ini dan terus - menerus ditumbuhkembangkan serta diberikan pelaja- ran kepada kaum muda.

  Nasionalisme tidak hanya sekedar definisi kedaulatan teritorial yang sempit, dia juga harus berbentuk pemenuhan hak dari negara, pem- berian rasa aman, pemenuhan kesejahteraan, dan kebebasan berpikir, berkeyakinan, berbi- cara dan bertindak. Melihat defenisi tersebut, maka paham nasionalisme mempunyai peran elementer dan sudah semestinya dimiliki oleh segenap bangsa. Paham tersebut menjadi se- buah ideologi bersama yang berfungsi sebagai pengikat emosional masyarakat kita yang san- gat multikulture. Rasa nasionalisme-lah yang melahirkan semangat sumpah pemuda dan menyatukan masyarakat kita yang multikultur waktu itu. Mereka bersepakat untuk bersama

  • sama hidup berdampingan dalam sebuah bingkai yang bernama “Indonesia”. Nasional- isme mengajarkan kita untuk menjaga keber- samaan, perbedaan dan kepedulian terhadap masyarakat.

  Nasionalisme Indonesia muncul karena adanya kolonialisme. Penjajahan dan pender- itaan yang dialami memunculkan semangat un- tuk bersatu melawan segala bentuk pejajahan. Berdirinya Boedi Oetomo (1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme Indonesia yang ke-

ini. Semangat nasionalisme bangsa Indonesia

semakin berkurang. Kita terlalu menganggap

remeh mereka para pejuang yang telah berjasa

kepada kita.

  Realita nasionalisme kita hari ini

Salah satu faktor kuat yang terus mengikis

nasionalisme bangsa Indonesia adalah glo-

balisasi. Globalisasi adalah suatu proses tatanan

masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal

batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya ada- lah suatu proses dari gagasan yang dimuncul-

kan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh

bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu ti-

tik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman

bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia,

(Edison A. Jamli dkk. Kewarganegaraan. 2005).

Globalisasi berlangsung di semua bidang ke- hidupan seperti bidang ideologi, politik, ekono-

mi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan

lain - lain. Teknologi informasi dan komunikasi

memberikan peran yang sangat penting bagi

berlangsungnya proses globalisasi. Kehadiran

globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi

kehidupan suatu negara termasuk Indonesia.

  

Globalisasi mempunyai pengaruh yang positif

dan juga pengaruh negatif, dimana pengaruh- pengaruh tersebut tidak secara langsung ber- pengaruh terhadap nasionalisme. Namun da-

pat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap

bangsa menjadi berkurang atau hilang setahap

demi setahap.

  

Banyak perilaku - perilaku kita yang sudah

tidak bernilai nasionalisme seiring berjalannya

era globalisasi. Padahal, sebagai bangsa yang

besar seharusnya kita mampu untuk mengin-

ternalisasikan nilai nasionalisme tersebut

dalam kehidupan kita. Sebagai contoh, mung-

kin diantara kita sudah mulai malas untuk

mengibarkan bendera merah putih di halaman

  Sedangkan, cara berpakaian tersebut je- las - jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Belum lagi, kebanyakan remaja sudah tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, mereka lebih suka menggunakan bahasa alay (istilah anak gaul) dalam berkomu- nikasi. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian.

  Dan sekarang ini, banyak pelajar dan ma- hasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno dan menggunakan narkoba. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal so- pan santun dan cenderung cuek, tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang mel- akukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat. Jika hal diatas dibiarkan, mau jadi apa genersi muda akan datang? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta ter- hadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa.

  Barangkali semua ini terjadi bukan saja karena adanya arus globalisasi, tapi karena adanya kesenjangan sosial yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran, meluasnya kemiskinan dan tidak meratanya pendidikan, ini juga indikator dari hilangnya nilai nasionalisme saat ini. Bila dianalisa lebih jauh,

  

NASIONALISME KITA

PASCA REFORMASI

ZULFI PANDAPOTAN NASUTION (SEKRETARIS UMUM KAHMI KOTA TEBING TINGGI)

  

NASIONALISME KITA PASCA REFORMASI KURANG BANYAK DIAMATI SECARA PROPORSIONAL DAN MENDALAM,

SEHINGGA ADA SEMACAM KETAKUTAN DARI SAYA JIKA KEADAAN INI DIBIARKAN BEGITU SAJA AKAN MEN-

IMBULKAN GEJOLAK YANG MAHA LUAR BIASA NANTINYA. NASIONALISME ADALAH PAHAM UNTUK MENCIN-

  

TAI BANGSA. KALAU KITA MENCINTAI KEBANGSAAN, TENTUNYA HARUS BERBUAT SESUATU YANG TERBAIK

UNTUK BANGSA DAN NEGARA. DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN, NASIONALISME BERARTI MENYETUJUI

KONSEP NKRI DAN MENJUNJUNG TINGGI NILAI - NILAI PANCASILA DAN UUD 1945.

  UTAMA saan oleh para pejabat negara membuat para masyarakat enggan untuk memperhatikan dan mencintai negeri ini, apalagi tertinggalnya Indo- nesia dengan negara - negara lain disegala as- pek kehidupan, membuat generasi muda tidak bangga lagi menjadi bangsa Indonesia.

  Kita mesti melihat orang Jepang, mereka sangat mengglobal. Tetapi nilai nasionalisme orang Jepang mereka perlihatkan dengan ke- cintaan terhadap tanah air, bagaimana mereka membangun bangsanya, bagaimana memper- tahankan budayanya di tengah - tengah glo- balisasi. Mereka bangga bahasanya dan tetap melaksanakan tata kramanya yang penuh den- gan kesantunan dan kesopanan. Mereka tidak meninggalkan nilai ketimuran yang melekat pada jati diri bangsanya.

  Harus ada perubahan Rangkaian pendapat di atas tersusun berkat penulusuran logika untuk melakukan penekanan terhadap masalah – masalah yang ada. Harus kita akui, bahwa terlalu panjang lebar untuk mengurai kondisi permasala- han yang sesungguhnya. Karena itu, penulis mengambil pilihan untuk sekedar mempre- sentasikan perpektif yang penulis yakini dalam membedah permasalahan kekinian mengenai nasionalisme kita pasca reformasi. Gerakan perubahan pada dasarnya adalah mengolah realitas dari yang tidak kita inginkan menjadi yang kita inginkan. Untuk mencapai kesuk- sesan dalam melakukan ini, perhatian seksa- ma terhadap tingkat permanensi suatu realitas dan faktor x sebagai kausa pengukuh realitas sangat penting. Sebab akan mempengaruhi strategi, taktik, stok kesabaran yang harus dis- iapkan, dan kalkulasi kita soal kapan gerakan perubahan harus dimainkan tentunya sesuai dengan aturan main yang ada.

  Masyarakat dalam kehidupannya selalu mengalami perubahan, dan perubahan itu ada yang kentara dan tidak kentara, ada yang pen- garuhnya luas dan ada pula yang terbatas, ada yang harus secara evolusi bahkan ada pula se- cara revolusi. Perubahan masyarakat pada um- umnya dapat terjadi dengan sendirinya secara wajar dan teratur, terutama apabila perubahan itu sesuai dengan pertumbuhan dan kepent- ingan masyarakat. Terjadinya gerakan refor- masi yang dimotori oleh mahasiswa pada tahun 1998 itu bisa dikatakan sebagai akibat adanya ketidakpuasan rakyat kepada pemerintah pada saat itu, yang dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan kehidupan masyarakat. Perubahan masyarakat memiliki dimensi yang luas.

  • - keyakinan dan nilai - nilai baru tentang cara

    berpikir manusia.

  Menurut Koentjaraningrat, ruang lingkup perubahan masyarakat terdiri dari unsur-unsur kebudayaan, baik yang materil maupun im- Sudah empat belas tahun reformasi berja-

lan, dan empat belas tahun yang lalu tentu ber-

beda dengan kondisi saat ini. Perbedaan yang

paling nyata dan penting adalah menyangkut

kekuasaan negara berada dalam genggaman

pemerintahan, bukan pemerintah. Walaupun

pemerintah masih sebagai pemegang otoritas

dengan porsi terbesar, dan sebagian otoritas

pemerintahan itu sudah terbagi kepada legis-

latif, lembaga yudikatif, Bank Indonesia untuk

moneter, pemerintah daerah, dan sebagianya.

Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan situ-

asi masa Orde Baru dan Orde Lama dibawah

UUD 1945 sebelum di amandemen yang mem-

bagi porsi kekuasaan bukan saja terbesar pada

pemerintahan(eksekutif).

  Sejatinya, tujuan reformasi itu ingin men-

ciptakan tatanan perubahan yang signifikan

khususnya yang menyangkut kesejahteraan.

Karena kita ketahui bersama, bahwa reformasi

itu tercetus akibat dari krisis di kawasan Asia,

termasuk Indonesia pada tahun 1997. Krisis di

Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan

tanda - tanda perbaikan. Kemiskinan, pen-

gangguran, kesenjangan dan keterbelakangan

masih terjadi dimana - mana. Reformasi yang

digulirkan mahasiswa tahun 1998 yang dihara-

pkan mampu memberikan angin segar bagi

rakyat Indonesia untuk memperbaiki krisis

multidimensi menuju era baru, ternyata berger-

ak lamban sehingga persolan krisis itu sampai

saat ini belum juga berakhir.

  Sebenarnya keberhasilan dalam suatu

bangsa untuk bisa menjadi negara ataupun

bangsa yang maju, tentu tidak bisa dilepaskan

dari beberapa peranan, pertama pendidikan.

Pola pemerataan kepintaran dan kecerdasan

harus sudah sampai menyentuh masyarakat

yang berada di level bawah. Orang miskin atau-

pun orang kaya memiliki kesempatan yang

sama untuk mendapatkan atau menerima ilmu

pendidikan. Pendidikan harus menjadi prioritas

utama untuk mencerdaskan generasi bangsa.

Pendidikan sangat berfungsi untuk perubahan

sosial dalam rangka meningkatkan kemam-

puan pola pikir yang analisis kritis konstruk-

tif, berperan untuk menanamkan keyakinan

  Pendidikan pada abad modern telah ber-

hasil menciptakan generasi baru dengan daya

kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap

tidak mudah menyerah pada situasi yang ada

dan diganti dengan sikap yang tanggap ter-

hadap perubahan. Cara - cara berpikir dan si-

kap - sikap tersebut akan melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap bantuan orang lain.

Pendidikan bukan sekedar pembentukan intele-

ktualitas saja tapi harus lebih dahulu memben-

deral angkatan perangnya untuk menanyakan sesuatu. Yang ditanyakannya bukan jumlah pas- ukan yang tersisa untuk melakukan serangan balasan, melainkan, “Berapa guru yang tersisa agar bisa membangun negeri kembali?” Kisah itu sungguh luar biasa dan membawa dampak yang mengagumkan. Sekarang Jepang sudah menjadi negara maju karena memprioritaskan pendidikan.

  Kedua adanya jaminan kestabilan politik dan sosial peace (ketentraman sosial). Poin ini memberikan sinyal bahwa rasa aman juga me- miliki peranan besar untuk memajukan suatu negara. Proses pembangunan tidak akan berja- lan tanpa adanya jaminan keamanan serta jami- nan tidak terjadinya konflik yang bisa mengang- gu perdamaian sehingga bila dua hal tersebut masih menjadi ancaman maka semua proses dan rencana pembangunan akan sia - sia. Ter- ciptanya ketentraman dan rasa nyaman sangat penting bagi sebuah negara untuk memperkuat eksistensi dan mendorong potensi perkem- bangan ekonomi dan pembangunan.

  Ketiga, penyediaan lapangan pekerjaan. Pengangguran di Indonesia yang telah men- capai puluhan juta orang merupakan suatu masalah yang mendesak dan harus segera dipecahkan karena dampak pengangguran itu akan sangat berbahaya bagi tatanan kehidu- pan sosial. Adalah fakta bahwa berbagai keja- hatan sosial seperti pencurian/ penodongan/ perampokan, pelacuran, jual beli anak, anak jalanan dan lain-lain merupakan dampak dari pengangguran. Dilihat dari dampaknya yang luas terhadap tatanan kehidupan sosial, pengangguran telah menjadi kuman penyakit sosial yang relatif cepat menyebar, berbahaya dan beresiko tinggi menghasilkan korban so- sial yang pada waktunya akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, martabat dan harga diri manusia. Karena itulah maka melalui strategi pembangunan, kebijakan - kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang realistis mutlak dilakukan agar angka pengangguran dapat ditekan dan dikurangi. Dengan kebijakan yang langsung menyen- tuh masyarakat, diharapkan permasalahan pengangguran dapat dikurangi. Berbagai masalah sosial perkotaan yang meresahkan masyarakat saat ini berakar dari kesulitan hidup atau kesulitan ekonomi yang disebab- kan oleh ketiadaan sumber hidup (pekerjaan).

  Perubahan itu semuanya mungkin dan semuanya berhak. Sebab, yang tidak mungkin dan yang tidak berhak adalah yang tak beru- saha. Siapa yang tidak berusaha? Penulis harap bukan kita! Apa yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki Tuhan, pada dasarnya kita tidak tahu pasti. Wallahu’alam biashshawab.

SERTIFIKASI GURU

  Ratusan guru sekolah berstatus Negeri maupun swasta yang menyandang kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dan Nomor Unik Pendidik dan tenaga Kependidikan (NUPTK) berupa sertifikasi pendidikpun berlomba mengikuti Ujian Kompetensi Awal (UKA) yang digelar oleh Kementrian Pendidikan Nasional di Jakarta.

  Tuntutan peningkatan mutu pendidikan yang diemban oleh para pengajar yang berhasil memperoleh sertifikat guru, diketahui membawa peningkatan martabat pahlawan tanpa tanda jasa itu, sehingga program ini mampu meningkatkan pendapatan perekonomian berdasarkan pembayaran (carryover) melalui proses transfer ke rekening guru sebesar 1 bulan gaji yang dibayarkan oleh pemerintah.

  PENDIDIKAN