Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN GURU DENGAN SIKAP GURU TERHADAP PROGRAM SERTIFIKASI GURU

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

SUCI RAHMA NIO 041301108

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Hubungan antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2008


(3)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008

Suci Rahma Nio : 041301108

Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru Bibliografi 47 (1991-2008)

Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yaitu rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas (Mulyasa, 2007). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Pelatihan tersebut terkandung dalam program yang dinamakan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Semenjak adanya program ini, tentunya telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang khususnya guru sebagai objek sasaran dari sertifikasi guru. Menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Salah satu hal yang mempengaruhi sikap seseorang dalam menyikapi peraturan atau ketentuan dalam pekerjaannya adalah komitmen mereka. Maka, dapat disimpulkan bahwa hal yang mempengaruhi guru dalam menyikapi program sertifikasi guru adalah komitmen guru Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Populasi penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Padang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara multi stage random cluster sampling. Alat ukur pada penelitian ini adalah Skala Komitmen Guru yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya, dimana disusun berdasarkan teori komitmen guru oleh Pugach (2006), dan Skala Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru yang telah dirancang oleh peneliti sendiri yang disusun berdasarkan teori-teori sikap dan dihubungkan dengan aspek pada sertifikasi guru. Masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0.948 dan 0,937.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan Pearson Product Moment

menunjukkan koefisien korelasi R=0.325 dengan taraf signifikansi p<0.05 (p=0.002), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap sertifikasi guru.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya. Selawat beriring salam pada Muhammad SAW, yang telah menjadi teladan dalam menjalani hidup ini. Papa dan Mama tercinta yang telah menjadi malaikat penyayang di dunia ini, terima kasih atas semua do’a, support, cinta dan perhatiannya, “Thangks ALLAH for my perents”.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti: Da Is dan Abdi di jakarta, Unang Dini, kakak “aiva”, dan adek bungsu penulis yang selalu kekanak-kanakan di Padang. Walaupun kita semua berjauhan, tetapi doa, cinta dan perhatian selalu terasa ada di hati kita, “keep always our brotherhood”.

Terselesaikannya proposal skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chaerul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, S. Psi selaku dosen pembimbing seminar. Ibu, terima kasih atas semua bimbingan, petunjuk, sharing dan support selama kebersamaan kita. Terima kasih atas senyuman tulus yang selalu ibu berikan ketika kita bertemu. Terima kasih juga atas kesabaran dan kebesaran hati membagi wawasan dan pengetahuan ibu untuk bekal saya dalam penelitian. Mohon maaf bila selama kebersamaan kita ada sesuatu yang kurang berkenan dan telah merepotkan ibu.


(5)

3. Ibu Raras Sutatmingsih, M,Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas perhatian, motivasi dan nasehat yang telah ibu berikan. 4. Ibu Desvi Yanti Muhtar, Psi selaku Koordinator Psikologi Pendidikan. Terima

kasih bu atas saran dan masukan ibu.

5. Ibu Filia Dina Anggaraeni., S.Sos dan Ibu Dra. Sri Supriyantini, M.Si selaku dosen pembimbing psikologi pendidikan. Terima kasih atas semua masukan dan dorongannya bu.

6. Sahabat-sahabatku di kampus Psikologi USU, yang kehadirannya terasa seperti menjadi saudara baru bagi peneliti ketika menjalani kehidupan di Medan sebagai anak rantau, Zuraidah Damanik, yang telah membuka hati dan jiwanya untuk menjadi mamaku selama menjalani perkuliahan di kampus Psikologi USU ini. Sonya Inggit yang selalu sibuk dengan Andanya, si kembar Desti dan Destia, Novri, dan Putri. Semua kebaikan, perhatian, pengertian, dan dorongan dari kalian sangat berarti, “Thank you all”.

7. Keluarga besarku yang ada di Padang dan Jakarta. Terima kasih atas doa, perhatian dan dukungan kalian semua. Khusus untuk Unang Yanti di Jakarta, terimakasih atas desakannya agar saya secepatnya menyelesaikan kuliah di USU dan segera menyusul beliau ke Jakarta untuk mencari kerja dan melanjutkan S2. Semua itu membuat penulis menjadi termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2004. Terima kasih atas kebersamaannya.


(6)

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.

10.Dinas Pendidikan Kota Padang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ke sekolah-sekolah di Padang.

11.Kepala SMUN 2, SMUN 3, SMUN 6, SMUN 7, SMUN 8, SMUN 12 Padang. Terima kasih atas izin, bantuan dan kerjasamanya sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di sekolah bapak.

12.Guru-guru SMUN 2, SMUN 3, SMUN 6, SMUN 7, SMUN 8, SMUN 12 Padang. Terima kasih atas kesediaannya menjadi sampel penelitian penulis. Semoga kebaikan semua dibalas Allah SWT. Amien.

13.Sahabat SD ku, Yeyen dan Hanna. Dimanapun kalian berada, kalian selalu terasa dekat. Terima kasih atas doa dan dukungannnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan perbaikan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat membuka dan menambah pengetahuan pembaca mengenai dunia pendidikan Indonesia.

Medan, Desember 2008


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian... 11

C. Manfaat Penelitian... 11

D. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI... 13

A. Sertifikasi Guru... 13

1. Definisi Sertifikasi Guru... 13

2. Prinsip Sertifikasi Guru... 15

3.Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru... 17

4.Tujuan Sertifikasi Guru... 18

5. Manfaat Sertifikasi Guru... 18

6. Jenis-jenis Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru... 19

7.Jalur Sertifikasi Guru dalam Jabatan... 19


(8)

9.Pentingnya Uji Kompetensi dalam Sertifikasi Guru... 28

10.Penetapan Peserta Sertifikasi Guru... 30

B. Sikap...………... 36

1. Definisi Sikap... 36

2. Komponen Sikap... 38

3. Faktor-faktor Pembentukan Sikap... 41

4.Perubahan Sikap... 43

C. Guru... 44

1. Definisi Guru... 44

2. Persyaratan Guru... 45

3. Tanggungjawab Guru... 46

4. Peranan Guru... 46

5. Guru Sebagai Suatu Profesi... 47

D. Sikap Guru Terhadap Program Sertifikasi Guru... 49

E. Komitmen Guru... 51

1. Definisi Komitmen Guru... 51

2. Aspek-aspek Komitmen Guru... 52

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Guru... 57

F. Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru Terhadap Program Sertifikasi Guru... 58 G. Hipotesis Penelitian... 60

BAB III METODE PENELITIAN... 61


(9)

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 61

C.Definisi Operasional... 62

D.Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel... 64

1. Populasi dan Sampel... 64

2. Karakteristik Populasi Penelitian... 65

3.Metode Pengambilan Sampel... 65

4.Jumlah Sampel penelitian... 67

E.Alat Ukur yang Digunakan... 67

F.Validitas Alat Ukur... 71

G. Uji Daya Beda ... 72

H. Reliabilitas Alat Ukur... 73

I.Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 76

1. Tahap Persiapan... 76

2. Pelaksanaan Penelitian... 78

J. Metode Analisis Data... 78

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA... 81

A. Gambaran Subjek Penelitian... 81

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 82

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Mengajar... 82

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 83

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Sertifikasi... 83


(10)

1. Uji Asumsi... 83

2. Uji Analisa Data... 84

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 91

A. Kesimpulan... 91

B. Diskusi... 91

C. Saran... 94

1. Untuk Pengembangan Penelitian... 94

2. Untuk Sekolah... 95

3. Untuk Guru... 96


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Kecamatan dan SMA Negeri di Kota Padang... 64

Tabel 2. Cara penilaian skala sikap terhadap program sertifikasi guru... 69

Tabel 3. Blue Print Skala Sikap terhadap Program Sertifikasi Guru yang akan digunakan dalam Uji Coba... 70

Tabel 4. Blue Print skala komitmen guru yang digunakan dalam penelitian... 74

Tabel 5. Blue Print Skala Sikap terhadap Program Sertifikasi Guru yang akan digunakan dalam penelitian... 75

Tabel 6. Persentase subjek berdasarkan jenis kelamin... 81

Tabel 7. Persentase subjek berdasarkan usia... 82

Tabel 8. Gambaran subjek penelitian berdasarkan lama mengajar... 82

Tabel 9. Gambaran subjek penelitian berdasarkan pendidikan terakhir ... 83

Tabel 10. Gambaran subjek penelitian berdasarkan status sertifikasi... 84

Tabel 11. Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov... 85

Tabel 12. Nilai empirik dan nilai hipotetik komitmen guru………... 85

Tabel 13. Nilai empirik dan nilai hipotetik sikap guru terhadap sertifikasi guru……...………. 87

Tabel 14. Norma kategorisasi... 88

Tabel 15. Kategorisasi data komitmen guru………... 88


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran. A. Data Mentah Uji Coba Skala dan Skala Asli Penelitian ... 101

Lampiran. B. Reliabilitas Alat Ukur ... 120

Lampiran. C. Hasil Pengolahan Data... 121


(13)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008

Suci Rahma Nio : 041301108

Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru Bibliografi 47 (1991-2008)

Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yaitu rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas (Mulyasa, 2007). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Pelatihan tersebut terkandung dalam program yang dinamakan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Semenjak adanya program ini, tentunya telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang khususnya guru sebagai objek sasaran dari sertifikasi guru. Menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Salah satu hal yang mempengaruhi sikap seseorang dalam menyikapi peraturan atau ketentuan dalam pekerjaannya adalah komitmen mereka. Maka, dapat disimpulkan bahwa hal yang mempengaruhi guru dalam menyikapi program sertifikasi guru adalah komitmen guru Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Populasi penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Padang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara multi stage random cluster sampling. Alat ukur pada penelitian ini adalah Skala Komitmen Guru yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya, dimana disusun berdasarkan teori komitmen guru oleh Pugach (2006), dan Skala Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru yang telah dirancang oleh peneliti sendiri yang disusun berdasarkan teori-teori sikap dan dihubungkan dengan aspek pada sertifikasi guru. Masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0.948 dan 0,937.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan Pearson Product Moment

menunjukkan koefisien korelasi R=0.325 dengan taraf signifikansi p<0.05 (p=0.002), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap sertifikasi guru.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001).

Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal dan perubahan global yang terjadi begitu pesat (Mulyasa, 2007). Perubahan dan permasalahan tersebut menurut Prof. Sanusi (dalam Mulyasa, 2007) adalah seperti adanya pasar bebas, tenaga kerja bebas, perkembangan masyarakat informasi, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang sangat dahsyat. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yaitu rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas (Mulyasa, 2007). Hal tersebut belum sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(15)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU RI No. 20 Tahun 2003, dalam Sisdiknas Pasal 3).

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan profesional sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas Pasal 3 di atas. Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap seluruh komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik dari pusat maupun dari daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, serta iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik (Mulyasa, 2007).

Ditambahkan Sanaky (2007), pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada kapasitas satuan-satuan pendidikan dalam mentranformasikan peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati, dan raganya. Dari sekian banyak komponen pendidikan, guru merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan. Berapa pun besarnya investasi yang ditanamkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, tanpa kehadiran guru yang kompeten, profesional, bermartabat, dan sejahtera dapat dipastikan tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan.


(16)

Menurut Mulyasa (2007), guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.

Riva (2008) mengungkapkan bahwa guru yang profesional itu harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi paedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial. Namun kenyataannya sekarang ini, kondisi guru di Indonesia masih memiliki titik lemah. Pertama, kualifikasi dan latar belakang pendidikan guru yang tidak sesuai dengan bidang tugasnya. Di lapangan banyak guru yang mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Kedua, guru tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugasnya. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai dengan suatu istilah” he does his job well”. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, dapat memahami peserta didik, menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan.


(17)

Ditambahkan Mulyasa (2007), faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) adanya perguruan tinggi swasta yang mencetak guru yang asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya di lapangan, sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggungjawab pendidikan berusaha melakukan suatu langkah demi meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Guru dan Dosen yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru dan Dosen, yang kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru (Depdiknas, 2004).

Dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru, perlu dilakukan sertifikasi dan uji kompetensi secara berkala agar kinerjanya terus meningkat dan


(18)

tetap memenuhi syarat profesional. Sehubungan dengan itu, pemerintah sedang melaksanakan terobosan dalam meningkatkan kualitas profesionalisme guru tersebut, antara lain melalui Program Sertifikasi Guru (Mulyasa,2007).

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (dalam Depdiknas, 2004), dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

Menurut Mulyasa (2007), sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan


(19)

pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Ditambahkan Sanaky (2007), bagi guru yang lama perlu diberikan pelatihan-pelatihan profesi keguruan, baru dilakukan ujian sertifikasi. Bagi calon guru yang berkualifikasi Sarjana kependidikan perlu mengikuti program sertifikasi guru dengan menempuh beberapa mata kuliah dalam kurikulum S1 Kependidikan atau yang SKS-nya belum setara dengan kurikulum program sertifikasi, sedangkan bagi calon guru yang berkualifikasi sarjana atau Diploma Non-Kependidikan wajib menempuh program sertifikat guru dengan mengambil seluruh kurikulum program sertifikat guru.

Setelah diuraikan beberapa hal mengenai sertifikasi guru, menurut Barlian (2007) masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelaksanaan program sertifikasi guru. Pertama, mengenai jaminan peningkatan kompetensi guru setelah mengikuti program sertifikasi guru itu. Sebab profesionalisme guru merupakan proses berkesinambungan yang tidak hanya diperoleh dalam waktu yang singkat melalui pendidikan dan latihan (diklat) yang dilaksanakan dalam program sertifikasi guru. Kedua, pelaksanaan diklat dapat mengganggu tugas guru dalam mengajar. Kegiatan ini menyalahi status guru dalam mengajar sebagai pekerja profesional, yang harus lebih mengutamakan layanan dalam menyediakan jasa terhadap kliennya yaitu peserta didik (siswa atau murid). Ketiga, mengenai ketepatan standar penilaian dengan portofolio. Pada kenyataannya ada guru yang tidak memenuhi penilaian dan harus mengikuti diklat. Padahal dalam pedoman penetapan peserta dan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan, Depdiknas Tahun 2007, sudah jelas persyaratan umum peserta


(20)

sertifikasi guru, baik kualifikasi kompetensi, akademik, bidang tugas, status, dan pesertanya. Semua ditetapkan berdasarkan kuota oleh Dinas Pendidikan melalui surat keputusan. Kriteria penetapan peserta sudah ditentukan berdasarkan masa kerja/pengalaman mengajar, usia, pangkat/golongan, beban mengajar, jabatan/tugas tambahan, dan prestasi kerja. Maka timbul pertanyaan, mengapa mereka masih saja dinyatakan tidak memenuhi penilaian.

Rifqi (2008) menambahkan, selain hal-hal yang dipertimbangkan di atas, ternyata sertifikasi guru juga memiliki dampak yang negatif. Program sertifikasi guru harusnya ditujukan untuk guru-guru muda (di bawah 40 tahun), karena guru yang berusia di atas 40 tahun itu sangat kesulitan jika mengikuti syarat-syarat sertifikasi seperti mengikuti seminar-seminar dan harus menunjang pemakaian teknologi untuk mencari data baik artikel atau yang lain. Ditambah lagi, guru dengan usia di atas 40 tahun itu akan memasuki masa pensiun, dan juga efeknya terhadap kesehatan guru.

Begitu banyak hal-hal yang harusnya dipertimbangkan serta dampak negatif dari program sertifikasi guru, walaupun demikian, kebijakan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengenai pelaksanaan sertifikasi guru tetap dilaksanakan sebagaimana telah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Meskipun program sertifikasi guru telah mulai dilaksanakan di beberapa provinsi di Indonesia, namun belum didapatkan data yang jelas mengenai sikap guru tentang pelaksanaan program tersebut. Padahal hal ini penting sebagai data untuk mendasari tindak lanjut program sertifikasi guru, yang pada dasarnya


(21)

bertujuan meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004).

Sikap, dalam pembahasan psikologi sosial, dianggap sebagai sesuatu yang penting. Sikap dijadikan isu sentral dengan beberapa alasan. Pertama sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial manusia, meskipun sikap tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak (overt). Manusia memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi stimulus sebagai sesuatu yang positif atau negatif, suka atau tidak suka. Kedua, sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku manusia. Karena itu dengan memahami sikap seseorang dapat diprediksi tingkah laku orang tersebut dalam konteks yang luas (Taylor, Peplau, dan Sears, 2000). Salah satu hal yang dapat mempengaruhi sikap seorang guru mengenai program pengembangan dirinya yang salah satunya program sertifikasi guru adalah komitmen guru. Komitmen guru juga dapat meningkatkan mutu pendidikan, yang sejalan dengan tujuan program sertifikasi guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and

Engagemant, 2007), yang menyatakan bahwa komitmen guru merupakan salah

satu faktor penting yang menentukan dalam kesuksesan dan kelangsungan pendidikan di masa depan. Ditambahkan Fresko, dkk (dalam Joffres & Haughey, 2001) bahwa komitmen guru merupakan hal penting dalam menentukan keefektifan sekolah dan kepuasan guru.

Komitmen guru merupakan penafsiran internal seorang guru tentang bagaimana mereka menyerap dan memaknai pengalaman kerja mereka (Solomon,


(22)

2007). Secara umum komitmen mengacu pada satu tingkatan penerimaan dalam organisasi. Komitmen menjelaskan hasil yang disetujui dari sebuah keputusan atau meminta dan membuat sebuah usaha yang baik untuk menjalankan keputusan tersebut secara efektif (Yulk, 2002 dalam Solomon, 2007).

Menurut Riehl dan Sipple (dalam Solomon, 2007) komitmen guru memiliki efek positif terhadap prestasi siswa di sekolah. Pengertian tentang komitmen guru berbeda-beda berdasarkan konteks analisanya. Komitmen merupakan keadaan psikologis yang mengidentifikasikan suatu keterbukaan individual yang diasosiasikan dengan hasrat untuk melibatkan diri (Leithwood, Menzies, & Jantzi, 1994 dalam Solomon, 2007). Rosenholtz (dalam Solomon, 2007), menyatakan bahwa komitmen lebih mengacu kepada pengaturan dan manajemen tugas dan perputaran di dalam organisasi daripada kualitas personal seseorang dalam lingkungan kerja. Komitmen merupakan subjek dari ketertarikan dalam organisasi yang membuat pekerja lebih suka menetap di dalam organisasi (Reichers, 1985 dalam Solomon, 2007).

Nias (1981, dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007) menambahkan bahwa komitmen merupakan suatu bagian yang digunakan seseorang untuk menjelaskan dirinya dan orang lain. Komitmen menunjukkan siapa yang peduli, berdedikasi, dan siapa yang mengerjakan pekerjaan dengan serius. Beberapa guru melihat komitmen mereka sebagai bagian dari identitas profesionalnya, hal ini menjelaskan mereka dan pekerjaannya dimana mereka menikmati pekerjaannya itu (Elliot dkk, 2000). Sebagian guru lainnya menganggap bahwa kegiatan mengajar akan menghabiskan waktu hidupnya (Nias,


(23)

1981, dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007). Mereka biasanya membatasi komitmen mereka dengan sekolah, seperti hanya untuk bertahan di sekolah tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk meninggalkan profesinya tersebut (Teacher Commitment and Engagemant, 2007). Seorang guru harus mempunyai komitmen tinggi untuk dapat meningkatkan keterampilannya, yaitu keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah, berpikir kreatif, kritis, produktif, dan kecermatan mengolah informasi yang semakin canggih (Wibowo, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, apabila dikaitkan dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa komitmen guru sangat berpengaruh terhadap sikap guru mengenai program-program yang akan ditujukan kepada guru itu sendiri, disini konteksnya adalah program sertifikasi guru. Hal ini juga sesuai dengan dampak dari komitmen guru, yaitu dapat meningkatkan kecermatan mengolah informasi yang semakin canggih. Informasi yang dimaksud dapat disimpulkan salah satunya adalah program sertifikasi guru yang dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah dan ditujukan kepada guru. Peneliti berasumsi bahwa komitmen guru dan sikap guru terhadap program sertifikasi guru memiliki hubungan yang positif. Artinya semakin tinggi komitmen guru, maka semakin positif sikap guru terhadap program sertifikasi guru.

Penelitian ini mencoba untuk mencari apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru pada guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Padang, Sumatera Barat. Hasil dari penelitian ini


(24)

diharapkan dapat menjadi masukan untuk para guru dan calon guru mengenai hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Serta menambah wawasan bagi pembaca mengenai hubungan antara komitmen guru dengan sikap terhadap program sertifikasi guru.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi perkembangan Psikologi, terutama di bidang psikologi pendidikan. Selain itu diharapkan juga bisa memberi masukan untuk penelitian selanjutnya terutama mengenai sikap guru terhadap pelaksanaan program sertifikasi guru.

2. Manfaat Praktis

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan Indonesia, terutama mengenai hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru.


(25)

2. Dapat menjadi masukan bagi para guru dan calon guru mengenai komitmen guru dan bagaimana sebaiknya bersikap mengenai program yang diberlakukan pemerintah yang ditujukan bagi mereka, terutama program sertifikasi guru.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari empat sub bab meliputi latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Landasan Teori. Bab ini meliputi pembahasan tentang sertifikasi guru, sikap, guru, sikap guru terhadap program sertifikasi guru, komitmen guru, aspek-aspek komitmen guru, dan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen guru.

Bab III adalah Metode Penelitian yang terdiri atas pertanyaan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel, validitas alat ukur, daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis data.

Bab IV terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai gambaran subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sertifikasi Guru

1. Definisi Sertifikasi Guru

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani, 2007).


(27)

Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004).

Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandnag sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

National Commision on Education Services (NCES) memberikan pengertian sertifikasi guru secara lebih umum. Sertifikasi guru merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta (NCES dalam Mulyasa, 2007).

Maka, dapat disimpulkan bahwa program sertifikasi guru adalah suatu program yang dilakukan oleh pemerintah dibawah kuasa Dinas Pendidikan Indonesia


(28)

dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, yang dilaksanakan melalui LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah dengan pemberian sertifikat kepada guru yang telah berhasil mengikuti program tersebut.

2. Prinsip Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut: a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru.

Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka


(29)

diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.

Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu dilakukan uji kompetensi melalui penilaian portofolio.

e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah.

Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta


(30)

sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/ Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

3. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut (Samani, 2007):

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.

e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02-253.

f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.


(31)

4. Tujuan Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan 3. Meningkatkan martabat guru

4. Meningkatkan profesionalitas guru

5. Manfaat Sertifikasi Guru

Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut: 1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak

kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.

4. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.


(32)

5. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

6. Jenis-jenis Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Dalam pelaksanaannya, sertifikasi guru terbagi dalam 2 (dua) jenis, diantaranya sebagai berikut (Dasuki dkk, 2008):

a. Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. b. Sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.

7. Jalur Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua jalur (Dasuki, 2008): a. Penilaian portofolio (Permendiknas no. 18 tahun 2007)

b. Jalur pendidikan (Permendiknas no. 40 tahun 2007)

A. Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 menyatakan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi tersebut dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang merupakan pengakuan atas


(33)

pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru (Samani, 2007).

Sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru selama mengajar (berdasarkan Permendiknas Nomor 18 tahun 2007). Penilaian portofolio tersebut diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007.

Portofolio guru adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.

Penilaian portofolio guru adalah penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai agen, sebagai dasar pertimbangan pengakuan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan.

Komponen portofolio (sesuai Permendiknas no. 18 tahun 2007):

1. Komponen kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru pada saat yang bersangkutan mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D-IV), baik di dalam maupun di luar negeri. 2. Komponen pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh guru dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan


(34)

kompetensi selama melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional.

3. Komponen pengalaman mengajar

Pengalaman mengajaradalah masa kerja sebagai guru pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan formal tertentu.

4. Komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah persiapan pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk satu topik atau kompetensi tertentu. Perencanaan pembelajaran sekurang-kurangnya memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil belajar. 5. Komponen penilaian dari atasan dan pengawas

Penilaian dari atasan dan pengawas adalah penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial.

6. Komponen prestasi akademik

Prestasi akademik adalah prestasi yang dicapai guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai agen pembelajaran yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya akademik (juara lomba atau penemuan karya monumental di bidang pendidikan atau nonkependidikan), sertifikat keahlian/keterampilan tertentu, dan lain-lain.


(35)

7. Komponen karya pengembangan profesi

Karya pengembangan profesi adalah hasil karya guru yang menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi, misalnya guru ikut serta dalam pembuatan soal Ujian Nasional (UN).

8. Komponen keikutsertaan dalam forum ilmiah

Keikutsertaan dalam forum ilmiahadalah partisipasi guru dalam forum ilmiah pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai nara sumber/pemakalah maupun sebagai peserta.

9. Komponen pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial

Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial adalah keikutsertaan guru menjadi pengurus organisasi kependidikan atau organisasi sosial pada tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, nasional, atau internasional, dan/atau mendapat tugas tambahan.

10.Komponen penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan adalah penghargaan yang diperoleh guru atas dedikasinya dalam pelaksanaan tugas sebagai agen pembelajaran dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), dan kualitatif (komitmen, etos kerja), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional.

Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penilaian Portofolio

Alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio adalah sebagai berikut:


(36)

1. Guru dalam jabatan peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio.

2. Dokumen portofolio yang telah disusun kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Rayon LPTK Penyelenggara sertifikasi untuk dinilai.

3. LPTK Penyelenggara Sertifikasi terdiri atas LPTK Induk dan LPTK Mitra. 4. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi dapat mencapai angka

minimal kelulusan, maka dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat pendidik.

5. Apabila skor hasil penilaian portofolio telah mencapai batas kelulusan, namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi administrasi). Misalnya ijazah belum dilegalisasir, pernyataan peserta pada portofolio sudah ditandatangani tanpa dibubuhi materai, dan sebagainya.

6. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi belum mencapai angka minimal kelulusan, maka Rayon LPTK menetapkan alternatif sebagai berikut: a. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi pendidik untuk

melengkapi kekurangan portofolio bagi peserta yang memperoleh skor 841 s/d 849.

b. Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau DPG) yang diakhiri dengan uji kompetensi. Materi DPG mencakup 4 (empat) kompetensi yaitu kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Peserta yang lulus uji kompetensi akan memperoleh Sertifikat Pendidik.


(37)

7. Pelaksanaan DPG diatur oleh LPTK penyelenggara dengan memperhatikan skor hasil penilaian portofolio dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).

a. Peserta DPG yang lulus uji kompetensi, akan memperoleh sertifikat pendidik.

b. Peserta yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak dua kali, dengan tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu. Apabila tidak lulus peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

B. Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan

Sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui pendidikan selama-lamanya 2 semester (Permendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan). Pendidikan tersebut diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah (Keputusan Mendiknas Nomor 122/P/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan). Sertifikasi melalui jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP).

Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan

Alur sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah sebagai berikut:


(38)

1. Guru yang memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan mendaftar ke dinas pendidikan kabupaten/kota dengan melengkapi berkas.

2. Dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan seleksi administratif kepada calon peserta, sesuai dengan rambu rambu yang telah ditetapkan. Masing-masing dinas pendidikan kabupaten/kota mengusulkan 2 (dua) orang guru SMP per bidang studi dan 2 (dua) orang guru SD.

3. Rekap usulan calon peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan beserta dokumen kelengkapannya di kirimkan ke Ditjen Dikti.

4. LPTK penyelenggara sertifikasi melalui jalur pendidikan bersama dengan Ditjen Dikti melakukan seleksi akademik untuk menetapkan calon peserta. Ditjen Dikti menetapkan alokasi jumlah peserta pada masing-masing LPTK yang ditunjuk.

5. Peserta yang lolos seleksi akademik mengikuti Penelusuran Kemampuan Awal (PKA) untuk menentukan jumlah SKS yang wajib diambil selama mengikuti sertifikasi guru melalui jalur pendidikan.

6. Peserta mengikuti pendidikan maksimal 2 semester dan wajib lulus semua mata kuliah, sebagai syarat untuk mengikuti uji kompetensi. Peserta yang belum lulus ujian mata kuliah diberi kesempatan mengikuti pemantapan dan ujian ulang sampai 2 kali. Peserta yang tidak lulus dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.

7. Peserta uji kompetensi yang tidak lulus diberi kesempatan untuk mengikuti remidi di LPTK. Kesempatan remidi diberikan dua kali. Bila peserta gagal uji


(39)

kompetensi yang ke-3, maka peserta dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.

8. Aspek-aspek yang Diujikan pada Sertifikasi Guru

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 pasal 13 (dalam Komara, 2007) bahwa dalam sertifikasi guru akan mengujikan beberapa aspek, diantaranya kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Menurut McAshan (dalam Komara, 2007), kompetensi itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

Selanjutnya dijelaskan oleh Mulyasa (2007) bahwa Program Sertifikasi Guru akan menguji empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

a. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(40)

Ditambahkan Sanaky (2007), aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi Profesional

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Ditambahkan Sanaky (2007), aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-kebijakan pendidikan.


(41)

d. Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

9. Pentingnya Uji Kompetensi dalam Sertifikasi Guru

Dalam standar sertifikasi guru, uji kompetensi baik secara teoritis maupun praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Pentingnya uji kompetensi dalam sertifikasi guru antara lain dapat dikemukakan berikut ini (Mulyasa, 2007): a. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kompetensi guru

Uji kompetensi guru dapat digunakan untuk mengembangkan standar kompetensi guru. Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para guru, aspek mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa guru yang perlu mendapat pembinaan secara kontinyu, serta siapa guru yang telah mencapai standar kemampuan minimal.

b. Merupakan alat seleksi penerimaan guru

Melalui uji kompetensi, diharapkan dapat terjaring guru-guru yang kompeten, kreatif, profesional, inovatif, dan menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolahnya. Dengan uji kompetensi yang digunakan sebagai alat seleksi, penerimaan guru baru dapat dilakukan


(42)

secara profesional, tidak didasarkan atas suka-tidak suka, atau alasan subjektif lain, yang bermuara pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tetapi berdasarkan standar kompetensi yang objektif, dan berlaku secara umum untuk semua calon guru.

c. Untuk pengelompokkan guru

Hasil uji kompetensi guru dapat digunakan untuk mengelompokkan dan menentukan mana guru profesional yang berhak menerima tunjangan profesional, tunjangan jabatanm dan penghargaan profesi serta guru yang tidak profesional yang tidak berhak menerimanya. Dalam hal ini, guru-guru dapat dikelompokkan berdasarkan hasil uji kompetensi, misalnya kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok kurang.

d. Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum

Secara khusus keberhasilan lembaga pendidikan dalam mempersiapkan calon guru ditentukan oleh berbagai komponen dalam lembaga tersebut, antara lain Kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum lembaga pendidikan yang mempersiapkan calon guru harus dikembangkan berdasarkan kompetensi guru.

e. Merupakan alat pembinaan guru

Dengan adanya syarat yang menjadi kriteria calon guru, maka akan terdapat pedoman bagi para administrator dalam memilih, menseleksi, dan menempatkan guru sesuai dengan karkateristik dan kondisi, serta jenjang sekolah.


(43)

f. Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, uji kompetensi guru akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang optimal, karena guru yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan kompetensinya dengan perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.

10. Penetapan Peserta Sertifikasi Guru

Mengacu pada Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, persyaratan utama peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah guru yang telah memiliki kualifikasi akademik Sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) (Samani, 2007).

A. Peserta Sertifikasi Guru Melalui Penilaian Portofolio 1. Persyaratan Peserta

Persyaratan dan prioritas penentuan calon peserta sertifikasi guru baik untuk guru PNS maupun bukan PNS berlaku sama, kecuali pangkat dan golongan. Persyaratan peserta sertifikasi guru melalui penilaian portofolio sebagai berikut (Dasuki, 2008):

1. Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi.

2. Mengajar di sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional.


(44)

3. Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

4. Guru bukan PNS yang berstatus guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang diangkat oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda.

5. Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun pada satu sekolah atau sekolah yang berbeda dalam yayasan yang sama

6. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).

2. Penetapan Peserta

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan peserta diantaranya: a. Penetapan peserta untuk jenis dan jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA,

dan SMK dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

b. Penetapan peserta untuk satuan pendidikan SLB dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi.

c. Guru yang diranking hanya guru yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki ijazah S1/D4 dan NUPTK.

d. Penetapan peserta dilakukan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan beberapa unsur terkait yaitu perwakilan dari kepala sekolah, guru, pengawas, PGRI, dan asosiasi profesi guru lainnya.

e. Mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yaitu meranking guru calon peserta berdasarkan urutan kriteria penetapan peserta.


(45)

f. Menggunakan data individu guru pada masing-masing wilayah yang telah diverifikasi.

g. Tidak memberikan kuota ke sekolah-sekolah.

h. Hasil penetapan peserta diumumkan secara terbuka melalui pertemuan dengan kepala sekolah, media masa, pengumuman di dinas pendidikan kabupaten/kota, dan media lain.

3. Urutan Prioritas Penetapan Peserta

Penentuan guru calon peserta sertifikasi guru dalam jabatan menggunakan sistem ranking bukan berdasarkan seleksi atau tes. Penyusunan ranking calon peserta sertifikasi secara berurutan adalah: masa kerja sebagai guru, usia, pangkat/golongan (bagi PNS), beban mengajar, jabatan/tugas tambahan, dan prestasi kerja.

Urutan prioritas penetapan peserta dijelaskan sebagai berikut (Dasuki, 2008): a. Masa kerja sebagai guru

Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan bekerja sebagai guru baik sebagai PNS maupun bukan PNS.

b. Usia

Usia dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang tercantum dalam akta kelahiran atau bukti lain yang sah.

c. Pangkat/Golongan

Pangkat/golongan adalah pangkat/golongan terakhir yang dimiliki guru saat dicalonkan sebagai peserta sertifikasi. Kriteria ini khusus untuk guru PNS.


(46)

d. Beban mengajar

Beban mengajar adalah jumlah jam mengajar per minggu yang diemban oleh guru saat didaftarkan sebagai peserta sertifikasi guru.

e. Tugas tambahan

Tugas tambahan adalah jabatan atau tugas yang diemban oleh guru pada saat guru yang bersangkutan diusulkan sebagai calon peserta sertifikasi. Tugas tambahan yang dimaksud misalnya kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua program/jurusan, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi satuan pendidikan, kepala perpustakaan sekolah, atau ketua program keahlian.

f. Prestasi kerja

Prestasi kerja yang dimaksudkan adalah prestasi akademik dan atau non akademik yang pernah diraih guru atau pembimbingan yang dilakukan guru dan mendapatkan penghargaan baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Di samping itu, prestasi kerja termasuk kinerja guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

B. Peserta Sertifikasi Guru Melalui Jalur Pendidikan 1. Persyaratan Peserta

Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan adalah sebagai berikut (Dasuki, 2008):

1. Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi.


(47)

2. Mengajar di sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional.

3. Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

4. Guru bukan PNS, yaitu guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

5. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

6. Guru SD yang meliputi guru kelas dan guru Pendidikan Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar belakang pendidikan S1 PGSD atau S1 kependidikan lainnya, sedangkan guru Pendidikan Jasmani diutamakan yang memiliki latar belakang S1 keolahragaan.

7. Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru bimbingan konseling) diutamakan yang mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

8. Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia maksimal 40 tahun pada saat mendaftar.

9. Memiliki prestasi akademik/non akademik dan karya pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun organisasi/lembaga.

10.Bersedia mengikuti pendidikan selama 2 semester dan meninggalkan tugas mengajar.


(48)

11.Disetujui oleh dinas pendidikan kabupaten/kota dengan pertimbangan proses pembelajaran di sekolah tidak terganggu.

2. Penetapan Peserta

Penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dilakukan dengan proses yang berjenjang yaitu dimulai dari seleksi tingkat kabupaten oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, dan seleksi di tingkat Pusat oleh Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dasuki, 2008). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan peserta diantaranya (Dasuki, 2008):

a. Kelengkapan dokumen peserta

b. Calon peserta sertifikasi guru melalui jalur pendidikan tidak terdaftar sebagai peserta sertifikasi melalui jalur penilaian portofolio.

3. Kriteria Penetapan Peserta

Penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dilakukan melalui seleksi administrasi oleh dinas pendidikan kabupaten/kota dan seleksi akademik oleh LPTK.

Seleksi administrasi menggunakan kriteria seleksi sebagai berikut:

a. Prestasi akademik adalah prestasi yang dicapai guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai agen pembelajaran yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Misalnya mengikuti lomba dan karya akademik, pembimbingan siswa kegiatan ekstrakurikuler (pramuka, drumband, mading, karya ilmiah remaja-KIR, dan lain-lain).


(49)

b. Karya pengembangan profesi adalah hasil karya guru yang menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi. Misalnya menulis buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, membuat artikel yang dimuat dalam media cetak, dan sebagainya.

B. Sikap

1. Definisi Sikap

Pratkanis & Greenwald (dalam Deaux, Dane, & Wrightsman, 1993) mendefenisikan sikap sebagai suatu evaluasi terhadap objek dimana individu memiliki pengetahuan yang memadai akan objek tersebut. Ditambahkan lagi oleh Baron & Byrne (2004) bahwa evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial, dan objek lainnya.

Berkowitz (dalam Azwar, 2003) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu. Sikap merupakan ekspresi bagaimana seseorang suka atau tidak suka terhadap beberapa hal, atau diekspresikan melalui bentuk pro-anti, favorit-non favorit, dan positif-negatif. Ekspresi tersebut mewakili evaluasi terhadap keanekaragaman dari objek sikap. Sikap itu didasari oleh informasi yang didapat. Jadi sikap itu akan terbuka terhadap informasi yang datang dan informasi ini dapat mempengaruhi sikap terhadap objek.


(50)

Sikap juga dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kecenderungan untuk melakukan atau meninggalkan, hal ini tergantung kepada kesesuaian oleh seseorang dengan objek yang disikapi tersebut (Tim Penyusun, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan UNIMED).

Zana dan Rempel (dalam Azwar, 2003) menyatakan bahwa sikap merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognisi, reaksi afeksi, kehendak, dan perilaku berikutnya.

Menurut para ahli, dalam memahami sikap harus diperhatikan tentang ambivalensi sikap. Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa evaluasi manusia terhadap objek, isu, orang, atau peristiwa tidak selalu secara seragam positif atau negatif; sebaliknya, evaluasi itu sering terdiri dari dua reaksi baik positif maupun negatif (Baron & Byrne, 2004).

Hogg dan Vaughan (2000) menyatakan bahwa mengukur sikap adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena sikap tidak dapat diobservasi secara langsung. Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui sikap adalah bertanya langsung pada orang tersebut. Sikap diukur dengan pertanyaan yang meminta seseorang membuat evaluasi positif atau negatif pada objek tertentu. Ada 4 (empat) teknik pengukuran sikap, yaitu: skala Thurstone (skala interval tampak setara), skala Likert (skala rating yang dijumlahkan), skala Guttman, dan skala Osgood (skala diferensi semantik).

Pernyataan sikap (attitude expression) merupakan rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap dapat berisi kalimat-kalimat yang bersifat mendukung atau memihak dan


(51)

juga bersifat yang tidak mendukung atau tidak memihak. Pernyatan sikap dapat diperoleh dari suatu skala sikap yang merupakan indikator sikap paling dapat diandalkan. Namun tidak berarti bahwa skala-skala itu selalu dapat dipercaya sepenuhnya dan tepat mencerminkan sikap yang sesungguhnya. Hal itu disebabkan adanya berbagai faktor yang menghambat penerjemahan sikap individu yang sebenarnya kedalam pernyataan-pernyataan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang maknanya terbatas (Azwar, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek. Evaluasinya bisa positif atau negatif, dan juga bisa tercampur antara positif dan negatif. Dalam penelitian ini sikap guru terhadap program sertifikasi guru, yaitu ekspresi positif atau negatif yang ditampilkan guru terhadap program sertifikasi guru.

2. Komponen Sikap

Krech, Cruthchfield, dan Ballachey (dalam Sobur, 2003) merumuskan bahwa sikap memiliki 3 (tiga) komponen. Yaitu, komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif adalah kepercayaan (belief) seseorang terhadap objek sikap. Belief bergantung pada sistem sikap, yang merupakan

evaluative belief mencakup ciri-ciri menyenangkan atau tidak menyenangkan,

menguntungkan atau tidak menguntungkan, berkualitas baik atau buruk, dan belief

tentang cara merespons yang sesuai dan tidak sesuai terhadap objek. Komponen afektif menunjuk pada emosionalitas terhadap objek. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai.


(52)

Dan komponen konatif adalah kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negatif, terhadap objek sikap.

Selanjutnya Mann (dalam Azwar, 2003), menyatakan sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

Azwar (2003) menyatakan kepercayaan terhadap sesuatu datang dari apa yang telah dilihat atau dari yang telah diketahui. Berdasarkan hal ini kemudian terbentuk ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.Tentu saja kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selamanya akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru karena kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang


(53)

dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

Azwar (2003) menyatakan bahwa reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

3. Komponen Konatif

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Menurut Azwar (2003) komponen konatif menunjukkan bagaimana cara berperilaku sesuai dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsinya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual

Azwar (2003) menyatakan bahwa ketiga komponen diatas adalah selaras dan konsisten. Konsistensi antara kepercayaan (kognitif), perasaan (afektif), dan tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi mekanisme perubahan sikap.

Komponen tambahan dalam sikap adalah cognitive complexity (kompleksitas kognitif), berarti bahwa dalam objek sikap manusia memiliki pikiran dan keyakinan yang beragam. Tidak semuanya benar, dan bisa saja saling bertolak belakang (Taylor, Peplau, dan Sears, 2000). Ahli lain mengemukakan tentang


(54)

komponen tambahan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan tingkah laku. Sikap mempermudah akses terhadap informasi yang relevan dan menghubungkan semua informasi yang terdapat dalam ingatan (Judd, Drake, Downing, dan Krosnick dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2000). Komponen lain adalah bahwa sikap mempermudah seseorang membuat keputusan dengan cepat, karena sikap mengandung informasi yang dibutuhkan dalam membuat pilihan (Sanbonmatsu dan Fazio dalam Taylor, Peplau dan Sears,2000).

Dijelaskan oleh Crites, Fabrigar, dan Petty (dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2000), komponen afektif berisi semua perasaan manusia dan mempengaruhi evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek. Komponen konatif terdiri dari bagaimana seseorang cenderung bertindak terhadap suatu objek. Komponen kognitif terdiri dari pikiran seseorang tentang objek sikap, termasuk fakta pengetahuan dan keyakinan. 3 (tiga) komponen ini tidak selalu berkaitan satu sama lain dan, penting untuk selalu mempertimbangkan ketiganya.

3. Faktor-faktor Pembentukan Sikap

Hudaniah (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

Deaux, Dane dan Wrightsman (1993) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu:


(55)

Hal yang langsung berpengaruh terhadap sikap adalah nilai tentang objek yang diperoleh secara langsung. Middlebrook (Azwar, 2003) menyatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

Hogg dan Vaughan (2000) mengatakan bahwa pengalaman langsung dengan objek sikap harus meninggalkan kesan yang kuat agar dapat menjadi dasar pembentukan sikap.

Selanjutnya Azwar (2003) menyatakan bahwa agar pengalaman langsung dengan objek sikap meninggalkan kesan yang kuat, maka pengalaman tersebut terjadi dengan melibatkan faktor emosional.

2. Orangtua dan teman sebaya

Orang lain disekitar individu merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting (significant others) adalah seseorang yang diharapkan persetujuannya atas tingkah laku dan pendapat individu.

Diantara yang dianggap penting adalah orangtua dan teman sebaya. Orangtua adalah sumber sikap yang terdekat dan paling nyata bagi seseorang. Demikian juga dengan teman sebaya yang memberikan pengaruh besar terhadap sikap.

3. Pengaruh media

Oskamp dkk (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993) menyatakan bahwa media, khususnya televisi, merupakan sumber kekuatan dari sikap.


(56)

Penelitian oleh Taras (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993) telah membuktikan bahwa media mempengaruhi sikap dan penguatan yang diperoleh individu. Misalnya seorang anak yang meminta jenis makanan tertentu karena frekuensi makanan tersebut muncul ditelevisi tinggi.

Azwar (2003) menyatakan adanya informasi baru megenai sesutau hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

4. Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap itu relatif tetap, tetapi dapat berubah. Perubahan sikap dipengaruhi oleh (a) Sistem sikap (b) kepribadian dan (c) afiliasi individu dalam kelompok (Krech, Couthfield, & ballachey dalam Mujiyati, 2004).

Menurut Walgito (dalam Hudaniah, 2003) bahwa perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

a. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk mengubah sikap.


(1)

SKALA PENDAHULUAN

1. Apakah persyaratan dalam mengikuti Sertifikasi Guru?

Jawab : ………. ………. ………. ………. ……….

2. Coba anda sebutkan Prosedur Sertifikasi Guru dalam jabatan!

Jawab : ………. ………. ………. ………. ……….

3. Apa sajakah komponen Portofolio pada Sertifikasi Guru?

Jawab : ………. ………. ………. ………. ……….


(2)

SKALA A

No PERNYATAAN JAWABAN

1. Saya pikir Sertifikasi Guru dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional

SS S TS STS

2. Saya merasa kalau martabat seorang guru akan meningkat setelah mengikuti Sertifikasi Guru

SS S TS STS

3. Saya setuju dengan diadakannya Sertifikasi Guru karena adanya tunjangan profesi

SS S TS STS

4. Saya pikir Sertifikasi Guru melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten.

SS S TS STS

5. Saya mendukung Sertifikasi Guru karena dapat meningkatkan proses pendidikan

SS S TS STS

6. Saya merasa peningkatan kesejahteraan guru pada Sertifikasi Guru melalui tunjangan sangatlah bagus

SS S TS STS

7. Saya pikir Sertifikasi Guru dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia

SS S TS STS

8. Saya setuju dengan pelaksanaan Sertifikasi Guru yang akuntabel, yaitu dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan

SS S TS STS

9. Saya pikir uji kompetensi Sertifikasi Guru melalui portofolio sangat sesuai karena merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru

SS S TS STS

10. Saya pikir Sertifikasi Guru terlaksana berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang kuat

SS S TS STS

11. Saya rasa kepribadian yang berwibawa harus dimiliki oleh guru yang ingin lulus Sertifikasi Guru

SS S TS STS

12. Saya setuju dengan penilaian Sertifikasi Guru yang berdasarkan 4 kompetensi

SS S TS STS

13. Saya setuju dan mendukung komponen prestasi akademik diikutsertakan pada penilaian portofolio

SS S TS STS

14 Saya pikir Sertifikasi Guru hanya terpaksa dilaksanakan karena merupakan suatu kewajiban yang diatur Undang-undang

SS S TS STS

15. Saya menyukai cara penentuan calon peserta Sertifikasi Guru karena berdasarkan sistem ranking

SS S TS STS

16. Saya pikir penilaian portofolio cukup bijaksana karena bagi yang tidak lulus masih boleh melengkapi kekurangan portofolionya

SS S TS STS

17. Saya mendukung pelaksanaan uji kompetensi dalam Sertifikasi Guru karena bisa menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum

SS S TS STS

18. Saya pikir Sertifikasi Guru menjadi wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan


(3)

19. Saya mengikuti berbagai forum ilmiah agar dapat memenuhi persyaratan portofolio

SS S TS STS

20. Saya pikir Sertifikasi Guru belum bisa diyakini dapat menentukan kelayakan guru

SS S TS STS

21. Saya merasa penyusunan dan penetapan kuota peserta Sertifikasi Guru sudah adil karena ditetapkan oleh pemerintah

SS S TS STS

22. Saya pikir Sertifikasi Guru dapat menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas

SS S TS STS

23. Saya pikir penilaian portofolio tidak akurat karena belum tentu dapat mencerminkan prestasi seorang guru

SS S TS STS

24. Saya pikir penetapan peserta adalah salah satu kegiatan terpenting dalam pelaksanaan Sertifikasi Guru

SS S TS STS

25. Saya mendukung Sertifikasi Guru karena dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional

SS S TS STS

26. Saya setuju dengan adanya angka minimal kelulusan karena dapat menjaring guru yang benar-benar memiliki kompetensi

SS S TS STS

27. Saya pikir dasar hukum yang melandasi Sertifikasi Guru sangat kuat dengan adanya UU No. 20 Th 2003

SS S TS STS

28. Saya sepakat dengan penetapan peserta Sertifikasi Guru yang diatur oleh pemerintah

SS S TS STS

29. Saya senang dengan uji kompetensi guru karena dapat mempersiapkan calon guru yang kompeten

SS S TS STS

30. Penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru selama mengajar saya pikir sangat efektif

SS S TS STS

31. Saya tidak mendukung Sertifikasi Guru karena portofolio belum tentu menentukan kualitas guru

SS S TS STS

32. Saya senang dengan diberikannya remidi bagi peserta Sertifikasi Guru melalui jalur pendidikan yang tidak lulus

SS S TS STS

33. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Th 2007 dirasakan sudah kuat untuk melandasi terlaksananya Sertifikasi Guru

SS S TS STS

34. Saya tidak akan mengikuti Sertifikasi Guru karena takut dinilai hanya mengejar tunjangannya saja

SS S TS STS

35. Saya senang dengan penghitungan masa kerja guru dalam penyeleksian peserta Sertifikasi Guru

SS S TS STS

36. Saya pikir menyusun dokumen portofolio cukup mudah karena adanya pedoman penyusunan portofolio yang telah diedarkan pemerintah

SS S TS STS

37. Saya menyukai prosedur Sertifikasi Guru melalui portofolio yang memberikan kesempatan ujian ulang sebanyak dua kali apabila tidak lulus

SS S TS STS

38. Saya pikir penetapan peserta Sertifikasi Guru dilakukan secara terbuka karena melibatkan beberapa unsur terkait


(4)

39. Saya tidak mendukung pelaksanaan Sertifikasi Guru karena belum tentu dapat meningkatkan mutu pendidikan

SS S TS STS

40. Saya merasa senang dengan Sertifikasi Guru jalur pendidikan karena diorientasikan bagi guru yang mengajar pada pendidikan dasar (SD & SMP)

SS S TS STS

41. Saya setuju dilaksanakannya Sertifikasi Guru karena didasari oleh UU & Peraturan yang jelas

SS S TS STS

42. Saya pikir aspek yang diujikan pada Sertifikasi Guru belum menggambarkan profesionalitas guru

SS S TS STS

43. Saya merasa uji kompetensi pada Sertifikasi Guru dapat mendorong kegiatan pembelajaran

SS S TS STS

44. Saya pikir uji kompetensi dalam Sertifikasi Guru dapat dijadikan seleksi penerimaan guru

SS S TS STS

45. Saya pikir penetapan peserta Sertifikasi Guru sangat adil karena dilakukan dengan meranking guru calon peserta

SS S TS STS

46. Saya pikir peserta yang lolos seleksi akademik mengikuti penelusuran kemampuan akademik awal sangatlah sesuai

SS S TS STS

47. Saya rasa komponen pendidikan dan pelatihan dapat menjadi acuan penilaian portofolio

SS S TS STS

48. Saya pikir dalam Sertifikasi Guru menguji 4 kompetensi sudah cukup mewakili kompetensi profesional guru

SS S TS STS

49. Saya merasa Sertifikasi Guru belum tentu meningkatkan profesionalitas guru

SS S TS STS

50. Saya pikir Sertifikasi Guru tidak mampu melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas

SS S TS STS

51. Saya merasa guru yang lulus Sertifikasi Guru haruslah mampu menjadi bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi secara efektif

SS S TS STS

52. Saya kurang senang dengan adanya Sertifikasi Guru karena menyebabkan guru berlomba-lomba dalam mengikutinya sehingga akan menelantarkan siswa

SS S TS STS

53. Saya pikir Sertifikasi Guru melalui pendidikan tidak efektif karena hanya dilakukan dalam waktu yang singkat

SS S TS STS

54. Saya tidak keberatan dengan adanya penilaian portofolio dalam Sertifikasi Guru

SS S TS STS

55. Saya pikir penetapan peserta Sertifikasi Guru belum transparan karena hanya diputuskan oleh pemerintah

SS S TS STS

56. Tunjangan profesi bagi guru yang lulus Sertifikasi Guru dirasakan cukup bijaksana karena dapat meningkatkan kesejahteraan guru

SS S TS STS

57. Saya tidak mendukung Sertifikasi Guru karena dijadikan alasan sebagai alat pembinaan guru tidaklah sesuai

SS S TS STS

58. Saya mendukung pelaksanaan Sertifikasi Guru dengan memperhatikan pengetahuan guru


(5)

SKALA B

No PERNYATAAN JAWABAN

1. Saya berusaha untuk mengajar sebaik mungkin demi kemajuan pekerjaan saya

SS S TS STS

2. Saya tidak pernah membeda-bedakan siswa saya SS S TS STS 3. Saya menggunakan pengalaman untuk membantu saya

dalam mengajar

SS S TS STS

4. Saya merasa pengalaman mengajar yang saya miliki masih kurang

SS S TS STS

5. Saya sering kewalahan menjalankan beban kurikulum yang terlalu banyak

SS S TS STS

6. Saya tidak tahu cara memotivasi siswa dalam belajar SS S TS STS 7. Bagi saya mengajar hanya sebuah tuntutan kerja SS S TS STS 8. Saya menganggap evaluasi dari guru lain sebagai

masukan dalam mengajar

SS S TS STS

9. Saya memberikan pelajaran kepada siswa sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kurikulum

SS S TS STS

10. Saya akan tetap mengajar siswa yang berbeda suku bangsa dengan saya

SS S TS STS

11. Saya berperan aktif dalam memotivasi siswa dalam belajar

SS S TS STS

12. Saya selalu berpikir apa yang bisa saya berikan untuk kemajuan siswa

SS S TS STS

13. Saya tidak menganggap penting masukan dari pihak lain selama saya mengajar

SS S TS STS

14. Metode pengajaran yang saya gunakan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku

SS S TS STS

15. Menurut saya setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda sehingga perlu penanganan yang berbeda pula

SS S TS STS

16. Saya bersedia membagikan ilmu saya kepada siapa saja yang membutuhkannya

SS S TS STS

17. Pengalaman mengajar tidak berarti apa-apa bagi saya SS S TS STS 18. Saya tidak selalu menggunakan metode pengajaran yang

sesuai dengan kurikulum

SS S TS STS

19. Saya tidak menyukai perbedaan yang sangat terasa di kelas saya

SS S TS STS

20. Menurut saya etika mengajar tidak selalu harus dipatuhi SS S TS STS 21. Saya menjunjung tinggi etika dalam mengajar yang harus

dipatuhi oleh semua guru

SS S TS STS

22. Menurut saya kurikulum sekolah dan kurikulum nasional sama pentingnya untuk dijalankan

SS S TS STS

23. Saya percaya latar belakang pendidikan yang baik akan mengantarkan guru menjadi guru yang baik pula


(6)

24. Saya lebih memprioritaskan kurikulum yang dibuat oleh sekolah dari pada kurikulum nasional

SS S TS STS

25. Tidak ada yang lebih mengerti tentang siswa saya kecuali saya sendiri

SS S TS STS

26. Saya tidak akan menegur guru lain yang menyalahi etika mengajar

SS S TS STS

27. Saya rutin mengikuti seminar pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan terkini

SS S TS STS

28. Saya akan menjalankan kurikulum dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai

SS S TS STS

29. Membantu siswa yang mengalami hambatan adalah kewajiban saya

SS S TS STS

30. Saya akan menegur guru lain yang saya anggap telah melanggar etika mengajar

SS S TS STS

31. Saya tidak pernah mengikuti seminar pendidikan untuk menambah ilmu saya

SS S TS STS

32. Menurut saya kurikulum sudah sesuai untuk semua siswa, tidak ada yang perlu dipertimbangkan lagi

SS S TS STS

33. Menurut saya siswa sudah mandiri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri

SS S TS STS

34. Waktu luang saya habiskan untuk memikirkan pekerjaan saya agar lebih baik lagi

SS S TS STS

35. Bagi saya kurikulum dibuat untuk memudahkan guru dalam mengajar dan menghadapi siswanya

SS S TS STS

36. Saya membaca banyak buku agar dapat menguasai materi pelajaran dengan baik

SS S TS STS

37. Saya hanya menggunakan satu metode mengajar untuk semua siswa

SS S TS STS

38. Siswa yang mengalami hambatan dalam penyesuaian diri membuat pekerjaan saya menjadi terhambat pula

SS S TS STS

39. Baik atau buruk suatu kurikulum bagi saya itu sama saja, tidak ada pengaruhnya bagi siswa