Penanggulangan Eksistensi Cybercrime di. docx

Penanggulangan Eksistensi Cybercrime di Indonesia Melalui UU ITE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
SOSIOLOGI HUKUM

Disusun Oleh :
SUNU DIPTA WIBIAKSO
NIM

: A.131.09.0100

FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diberi akal pikiran. Akal pikiran yang
dimiliki manusia mampu dimaksimalkan oleh makhluk paling terbaik yang diciptakan. Salah
satu bukti besar manusia memiliki akal pikiran adalah kemajuan peradaban manusia yaitu

teknologi. Kemajuan pembangunan saat ini termasuk dalam bidang teknologi menunjukkan
dampak positif dari logika manusia yang mampu bereksplorasi.
Namun teknologi yang mempermudah jarak tempuh serta menghemat waktu, materi, dan
tenaga untuk manusia dalam berkomunikasi atau mendapatkan informasi mempunyai sisi lain.
Layaknya sebuah keping uang pasti memiliki dua sisi yang berbeda, teknologi juga mempunya
sisi negatif. Ketika ada kebaikan pastinya ada kejahatan begitu jugalah fakta yang sulit untuk
ditampik atas kemajuan teknologi saat ini. Disaat begitu mudah untuk mengakses dunia maya
melalui internet. Ternyata juga dipergunakan untuk mengambil keuntungan melalui cara yang
tidak baik oleh oknum tertentu.
Cybercrime atau kejahatan melalui dunia maya terus berkembang seiring dengan
kemajuan peradaban manusia melalui teknologi. Tugas penting tidak hanya untuk pemerintah
maupun aparat hukum demi tercapainya pengentasan cybercrime. Masyarakat juga berperan
dalam mencari solusi serta mampu saling bergandengan tangan antara pemerintah, aparat hukum
serta masyarakat dalam penyelesaiannya. Pemerintah tidak bisa dibiarkan bertepuk sebelah
tangan melakukan tugas meminimalisir bahkan menghapus cybercrime dari bumi Indonesia.
Begitu juga dengan aparat hukum dan masyarakat. Pemerintah tidak bisa menyalahkan

masyarakat tidak taat hukum, aparat hukum juga tidak bisa menyalahkan pemerintah yang korup
dan masyarakat yang tidak taat hukum serta masyarakat juga tidak bisa hanya menyalahkan
pemerintah serta aparat yang tidak bisa mensejahterakan rakyat dan menegakkan hukum. Namun

sebaliknya ketiga pihak tersebut haruslah saling berperan aktif dan mendukung.
Langkah nyata dan menunjukkan transparansi adalah hal yang harus dilakukan
pemerintah serta aparat hukum saat ini. Sehingga, masyarakat tidak ragu atas kinerjanya. Janji
dan wacana sudah tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini penulis sebagai salah
satu anggota masyarakat ingin memberikan salah satu solusi bagaimanakah seharus yang
dilakukan untuk memberantas cybercrime yang berkembang layak korupsi di Indonesia yang
belum juga menemukan titik terang.
Komputer adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari cybercrime. Kemudian
teknologi komputer berkembang dalam bentuk berupa computer network. Perkembangan
tersebut menciptakan ruang komunikasi dan informasi yang mendunia yang disebut internet.
Pemakaian teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi mendorong berkembangnya
transaksi

melalui

internet

di

dunia.


Transaksi

dunia

maya

menjadi

lahan

basah

terjadinya cybercrime. Karena caranya yang mudah efektif dan efisien maka banyak perusahaan
berskala dunia yang memanfaatkan fasilitas internet. Seiring perkembangan internet tumbuh
transaksi-transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor. Internet menjamur
keseluruh dunia dan demikian halnya dengancybercrime. Teknologi berkembang pesat dalam
pemanfaatan

internet


hingga

lahirnya

anak

tiri

dari

dan cybercrime merupakan perkembangan dari computer crime.

teknologi

yaitu

kejahatan

BAB II

PERMASALAHAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan selanjutnya maka yang menjadi pokok
pembahasan sebagai berikut:
-

Apakah yang melatarbelakangi lahirnya cybercrime?
Mengapa cybercrime tetap saja eksis meski sudah

-

mengenai cybercrime?
Bagaimana problem solving atas cybercrime di Indonesia yang semakin meningkat?

dilahirkannya

peraturan

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Cybercrime pada dasarnya mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan
yang dilakukan melalui eksploitasi celah keamaanan dari sebuah teknologi yang digunakan
dalam sebuah sistem. Sedangkan dalam wikipedia disebutkan bahwa cybercrime adalah istilah
yang mengacu kepada aktifitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat,
sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Terjadinya cybercrime termasuk ke dalam kejahatan
dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi, dan lain-lain. Cybercrime berasal dari
kata cyber yaitu berarti dunia maya dan crime yang berarti kejahatan, kesalahan, salah. Secara
harafiah cybercrime dapat diartika sebagai kejahatan dunia maya.

Teknologi berkembang dengan adanya jaringan komputer global (internet) yang
melahirkan dunia baru yang disebut cyberspace, sebuah dunia baru dalam komunikasi berbasis
komputer yang menawarkan realitas virtual. Dalam novel William Gibson yang berjudul
Neuromancer

pada

tahun

1984


pertama

kali

dikenal

istilah cyberspace.

Istilah cyberspace tersebut menjelaskan dunia yang terhubung langsung (online) ke internet oleh
Jhon

Perry

Barlow

pada

tahun


1990.

Jika

ditelaah

dari

kata

asalnya

(etimologis), cyberspace merupakan suatu istilah baru yang berarti internet yang dianggap
sebagai sebuah daerah imajiner/khayal tanpa batas dimana akan bertemu dengan orang lain dan
menemukan informasi tentang banyak hal. Cyberspace juga dapat diartikan sebagai sebuah
elektronik yang menjadi perantara jaringan komputer dimana komunikasi online dilakukan.
Berdasarkan pengertian diatas bahwa makna yang terkandung dari cyberspace tidak terbatas
pada dunia yang tercipta ketika terjadi hubungan melalui internet.
Selain menghasilkan berbagai hal positif teknologi komputer ternyata juga menghasilkan
berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace. Hal negatif dari teknologi

tersebut kemudian melahirkan cybercrime. Computer crime meski berbeda dari cybercrime tetapi
keduanya memiliki hubungan yang erat. Kejahatan komputer dapat diakibatkan oleh berbagai
macam kejahatan dalam bentuk penyerangan, aktifitas, atau isu. Hal itu diketahui sebagai sebuah
kelompok kejahatan yang memakai komputer sebagai alat dan melibatkan hubungan secara
langsung antara penjahatnya dan komputer. Tidak ada jaringan internet yang dilibatkan, atau
hanya terbatas jaringan yang disebut Local Area Network (LAN) atau jaringan daerah lokal.

B. Cybercrime di Indonesia
Di konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD 1945) terdapat beberapa aturan yang mengatur mengenai teknologi informatika
diantaranya:
Pasal 28C ayat (2) UUD 1945
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan menperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi mengingkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Pasal 28F UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.”

Pasal 31 ayat (5) UUD 1945
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Demi

pengembangan

dari

informasi

dan

teknologi

maka

pemerintah

sudah


memasukkannya dalam konstitusi Indonesia. Namun kejahatan juga malah ikut berkembang
seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi. Bisa diambil sampel website-website
pemerintah yang beberapa kali di-deface (rusak), maupun memanfaatkan celah keamanan, dan
dewasa ini pembobolan ATM dan kartu kredit yang sudah sering dilakukan.

BAB III
PEMBAHASAN PERMASALAHAN
A. Cybercrime di Indonesia
Joann L. Miller melakukan klasifikasi dari hasil pemikirannya sendiri dengan membagi
kategori white collar crimemenjadi empat kategori, yaitu:
Organizational occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau resiko dari pekerjaan yang
dilakukan oleh organisasi.
Government occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau resiko dari pekerjaan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Profesional occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau resiko dari pekerjaan
profesional.
Individual occupatinal crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau resiko dari pekerjaan yang
dilakukan oleh individu.

Agus Raharjo menyatakan pendapatnya kalau cybercrime dapat dikatakan sebagai white
collar

crime dengan

kriteria profesional

occupational

crime berdasarkan

kemampuan

profesionalnya. Dalam kejahatan dunia maya ini harus ada batas yang jelas termasuk dalam
penerapan hukumnya. Sebagaimana disebutkan oleh David I. Bainbridge pada saat memperluas
hukum pidana, harus ada kejelasan tentang limit pengertian dari suatu perbuatan baru yang
dilarang sehingga dapat dinyatakan sebagai perbuatan pidana serta bisa juga dibedakan dengan
suatu perbuatan perdata.
Indonesia adalah negara dengan kejahatan dunia maya tertinggi didunia sebagimana
dimuat dalam Kompas pada hari Rabu, 25 Maret 2009 tepatnya pukul18:50 WIB yang berjudul
“Cyber Crime”, Indonesia Tertinggi di Dunia. Faktor yang mendorong bisa terjadinya hal
tersebut adalah karena di Indonesia terdapat banyak aktivitas para hacker. Brigjen Anton Taba,
Staf Ahli Kapolri pada tahun 2009 memang menyatakan kebenaran bahwa “Kasus cybercrime di
Indonesia adalah nomor satu di dunia.”
Dewasa ini ditengah kondisi ekonomi yang sulit banyak terjadi kasus pemalsuan kartu
kredit dan pembobolan sejumlah bank. Tetapi hacker di Indonesia tergolong sudah kelas kakap
karena mayoritas aksinya dilakukan dengan membobol bank-bank internasional dibandingkan
dengan bank-bank dalam negeri. Uzbekistan menduduki urutan kedua singgasana cybercrime
tertinggi di dunia setelah Indonesia.
Menjamurnya kejahatan layaknya panu di musim hujan. Tindak kriminal dunia maya
bergantung pada sumber daya hardware atau software dan/atau pengguna teknologi memiliki
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya keamanan di dunia maya. Setiap penyedia
layanan internet serta pelanggan internet akan menjadi targetcybercrime sehinggga harus sedia

payung sebelum hujan. Harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang metode yang
biasanya seorang cybercrime lakukan dalam menjalankan aksinya.
B. Penanggulangan Cybercrime di Indonesia
Salah satu cara yang sudah ditempuh di Indonesia untuk mengatasi cybercrime adalah
membuat peraturan mengenai cybercrime yaitu Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE). Setiap undang-undang
(UU) yang ada diterapkan dan berlaku mengikat ke seluruh nusantara. Namun apabila kurang
tegas pemerintah dan aparat hukum dalam menerapkan serta minimnya budaya taat dan saat
hukum masyarakat semuanya akan sia-sia. Dengan kemajuan teknologi saat ini di Indonesia
maka harus dilakukan langkah preventif dan pemecahan masalah yang konkret, diantaranya:
Ketika sudah ada UU yang mengatur mengenai teknologi yaitu UU No. 11 tahun 2008
tentang ITE. Namun penerapannya masih cenderung dipandang sebelah mata. Karena faktanya
masih marak terjadi cybercrime di Indonesia. Maka saat ini bumi nusantara membutuhkan
penerapan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu dan diperlukan UU yang lebih baik. Meski
pada dasarnya konsep hukum sudah baik tetapi penerapannya masih jauh dari yang seharusnya.
Cybercrime yang berlaku global maka tidaklah perli dipelihara budaya malu untuk
meminta bantuan atau bekerja sama dengan pihak luar dan negara lain. Karena hacker dari
negara lain juga sangat besar peluangnya untuk menyerang Indonesia begitu juga sebaliknya
Hukum selalu kalah satu langkah dengan hal yang akan diatur, sama halnya dengan
penyakit. Ketika ada penyakit maka akan dicari formula dan obat untuk mengobatinya. Demikian
halnya dengan hukum sesuai asas legalitas bahwa tiada suatu suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada,

sebelum perbuatan dilakukan1. Hukum harus mengatur supaya suatu bentuk pelanggaran atau
kejahatan bisa disentuh oleh hukum.
Lebih baik mencegah daripada mengobati dan sedia payung sebelum hujan adalah
langkah yang harus diwujudnyatakan oleh pemerintah terutama masyarakat selaku pemakai
internet. Membuat sistem pengamanan ketika akan memakai internet serta tidak membuka situs
yang akan berdampak merusak atas pemakai baik rohani atau jasmani dan perangkat yang
dipakai dalam menjelajah dunia maya.
Awal dari terjadinya kejahatan adalah dari subjek hukum itu sendiri, meski ada
kesempatan tetapi jika calon pelaku kejahatan dan korban bisa menjaga agar tidak terjadi
kejahatan maupun pelanggaran hukum. Maka tidak akan terjadi hal-hal yang merugikan tersebut.
Budaya sadar hukum haruslah ditanamkan sejak dini pada masyarakat. Untuk anak-anak langkah
konkretnta adalah melalui permainan anak-anak harus dibiasakan disiplin dan berbuat jujur saat
bermain. Tidak ada lagi budaya korup berupa mencontek sejak kecil karena akan menjadi bibit
menjadi koruptor nantinya.
Demi memudahkan manusia untuk melakukan kegiatannya sehari-hari serta untuk
memunuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memerlukan tekonologi yang salah satunya adalah
teknologi jaringan komputer. Faktor tersebut yang mendorong naiknya grafik kebutuhan manusia
akan teknologi. Karena perkembangannya yang tidak terbatas meski sudah melintasi berbagai
negara, teknologi semakin berkembang pesat. Sayangnya hal itu juga terjadi berdampingan
dengan cybercrime.

Seakan

perkembangan

teknologi

selalu

bergandengan

tangan

dengancybercrime. Melalui teknologi jaringan komputer dapat diketahui segala perkembangan

1 A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2007, hal. 62.

dunia baik dari segi ekonomi, politik, budaya maupun berbagai hal lainnya. Celah besar inilah
yang dimanfaatkan oleh hacker untuk melalakukan aksinya.
Setiap orang bisa mengetahui segala sesuatu dan mudahnya mendapatkan informasi
dengan hanya mengakses internet. Pelaku kejahatan juga demikian terbukti maraknya terjadi
kejahatan dunia maya dalam satu hari. Di setiap penjuru dunia banyak insan yang selalu
mengakses internet yang tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan “online”. Ada yang
memakai dengan berbagai keperluan masing-masing, diantaranya:
-

Keperluan akademik (guru, murid, siswa, dosen, mahasiswa, ahli, dan peneliti)
Praktisi (hakim, jaksa, pengacara, dan profesi lainnya)
Bisnis
Hiburan (entertainment)
Mantapnya hubungan antar invidu maupun kelompok atau golongan atas adanya

teknologi dunia maya memang sangat luar biasa. Namun dampak negatif sangat sulit untuk
dihindarkan. Di Indonesia kasus cybercrime di Indonesia yang sudah pernah terjadi adalah
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, seperti
email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Untuk itu setiap insan dalam hukum terutama ahli hukum perlu
memikirkan kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik
formil yang dimaksudkan disini adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain
tanpa ijin, sedangkan delik materil tujukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian
bagi orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan
dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Delik tersebut seharusnya diwujudkan dalam
bentuk aturan hukum. Disebabkan eksistensi dari cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas,

sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi
komputer, khususnya jaringan internet.
Selain

UU

No.

11

tahun

2008

tentang

ITE

untuk

menindak

lanjuti cybercrime dibutuhkan cyberlaw atau UU yang memiliki keistimewaan untuk mengatur
dunia cyber/internet. Meski memang Indonesia sudah lama baru menerima masuknya teknologi
internet atau jaringan komputer tetapi dengan peraturannya Indonesia masih tertinggal dengan
negara lain. UU ITE lahir tahun 2008 dan sebelumnya landasan hukum cybercrime di Indonesia
menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman hukuman hanya dapat dikategorikan sebagai
kejahatan ringan. Pidana yang berat memang tidak selalu menjadi jawaban untuk tegaknya
keadilan. Tetapi kejahatan yang dilakukan haruslah sesuai dengan sanksi yang akan diberikan.
Politik hukum mesti berdiri kokoh di atas kepentingan umum atau rakyat 2. Padahal dampak
dari cybercrime bisa

dikategorikan

sebagai extraordinary

crime dengan

dampak

yang

ditimbulkan yang sangat fatal. Negara tetangga Malaysia dan Negeri Paman Sam, Amerika sudah
lama memiliki peraturan mengenai CyberLaw. Singapura mempunyai The Electronic Act 1998
(UU tentang transaksi secara elektronik), serta Electronic Communication Privacy Act (ECPA),
kemudian AS mempunyai Communication Assistance For Law Enforcement Act dan
Telecommunication Service 1996.
Ketertinggalan inilah salah satu yang menyebabkan cybercrime di Indonesia berkembang
tanpa bisa dikontrol. Sedangkan yang mengakibatkan ketertinggalan Indonesia dalam
menerapkan cyberlaw adalah sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup
membawa pengaruh bagi perkembangan cyberlaw di Indonesia. Pemerintah memandang sebelah
mata hingga akhirnya memberikan dampak negatif terhadap berlakunyacyberlaw di Indonesia.
2 Bernard L. Tanya, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hal. 82.

Sebelum adanya UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE penegakan hukum terhadapcybercrime di
Indonesia cenderung dipaksakan. KUHP kini terbukti tidak mampu hidup sesuai dengan
perkembangan di masyarakat.
Dulu pada awalnya Indonesia baru mengenal internet, informasi yang berasal dari
internet diaggap remeh. Karena dianggap lebih banyak memberikan hal-hal yang negatif
daripada manfaatnya. Memang fakta tidak bisa ditampik kalau banyak memakai internet sebagai
media pornografi. Sebagai negara demokrasi Indonesia bisa memakai internet sebagai sarana
penegakan seperti yang sudah dilakukan saat ini. Meski sebenarnya cenderung terlambat tetapi
itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Tidak salah memang belajar hal yang baik dari negara
orang lain. Negara-negara seperti Amerika, Singapura, dan Malaysia mampu memposisikan
internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya. Bahkan negara tetangga yang selama ini
sering bergesekan dengan Indonesia yaitu Malaysia memanfaatkan internet sebagai konsep Visi
Infrastruktur Teknologi.
Masa vacuum of law terhadap cyberlaw di Indonesia memberikan ruang yang luas kepada
para hacker bertindak semaunya di cyberspace untuk melakukan cybercrime. Inilah faktor
selanjutnya yang menyebabkan mengapacybercrime tetap eksis sampai saat ini. Hampir setiap
propinsi di bumi pertiwi ini menyediakan akses dunia maya dari warnet yang dapat digunakan
sebagai fasilitas untuk melakukan tindak kejahatan cybercrime. Faktor yang mendorong
terjadinya hal tersebut adalah tidak tertibnya sistem administrasi dan penggunaan Internet
Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif.
Kejahatan sulit dipisahkan dari lima faktor yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan,
korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum. Pelaku cybercrime pada umumnya

adalah remaja yang sedang tertarik dengan teknologi dan berusahan menunjukkan
kemampuannya atau mengembangkan kemampuannya.
Dalam menghadapi cybercrime hukum positif di Indonesia masih bersifat lex locus
delicti yang berkaitan mengenai wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta tindakan
fisik yang terjadi atas suatu kejahatan atau pelanggaran hukum. Namun perlu dipahami bahwa
situasi dan kondisi pelanggaran hukum yang terjadi atas cybercrime berbeda dengan hukum
positif tersebut. Salah satu faktanya kejahatan dilakukan di benua Amerika tetapi akibat
kejahatan berada di benua Eropa.
Cyberspace menjadi ruang kejahatan dunia maya. Kejahatan yang pada awalnya
dilakukan dalam ruang lingkup kecil kini mudah sekali untuk dilakukan melalui dunia maya
hingga ketingkat internasional. Polisi Republik Indonesia (POLRI) sebagai salah satu alat
kelengkapan negara dalam menegakkan keadilan kini tidak bisa lagi tinggal diam. Pemerintah
sudah bergerak dengan melahirkan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. POLRI harus bergerak
secara aktif untuk bertindak sebagai penegak keadilan dan aparat hukum didunia nyata dan juga
dunia maya.. Cyberpolice harus bergerak menjadi polisi yang mampu menangani kasus-kasus di
dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya. Beberapa kasus cybercrime yang
pernah ditangani POLRI adalah :
Cyber Smuggling
Laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak penyelundupan via
internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum-oknum tersebut telah
mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar-gambar porno di beberapa
perusahaan Webhosting yang ada di Amerika Serikat.

Pemalsuan Kartu Kredit
Laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis tentang tindak pemalsuan
kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.
Hacking Situs
Hacking beberapa situs, termasuk situs Polri, yang pelakunya diidentifikasikan ada di
wilayah RI.
Meski memang sudah dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia maya.
Namun pada umumnya belum mampu membatasi setiap tingkah laku masyarakat dalam
menggunakan manfaat dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau harus tetap mengikuti
langkah kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang. Perubahan-perubahan radikal yang
dibawa oleh revolusi teknologi informasi harus dibatasi dan dihentikan dengan ketentuan hukum
yang memadai di dunia maya. Mengingat teknologi informasi dalam waktu yang singkat dapat
berkembang dengan cepat. Padahal ”etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi
keilmuan nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu
menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan
kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya”. Jadi salah jika ilmu pengetahuan
mengenai teknologi saat ini yang dipergunakan untuk melakukan Jadi salah jika ilmu
pengetahuan mengenai teknologi saat ini yang dipergunakan untuk melakukan cybercrime.
Namun tetap saja bertentangan dengan fakta bahwa cybercrime yang justru banyak dilakukan
oleh oleh orang-orang yang berpendidikan.
Teknologi berkembang diseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Maka selain
menciptakan UU dan memaksimalkan fungsi aparat hukum, sumber daya manusia (SDM) yang

memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi. Untuk menjaga ketahanan dan keamanan
dari ancaman cybercrime baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar negeri. Selain itu
kesadaran masyarakat menjadi poin yang sangat penting dalam meminimalisir cybercrime.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan teknologi yang pesat terutama dengan adanya dunia maya saat ini adalah
faktor kuat mengapacybercrime bisa masuk ke Indonesia. Kurangnya kesadaran masyarakat
membuat kejahatan dunia maya masih saja tetap saja eksis. Meski sudah dilahirkan UU No, 11
tahun

2008

tentang

ITE.

Aparat

hukum

yang

selalu

hanya

bisa

mengikuti

perkembangan cybercrime. Karena pada dasarnya kejahatan atau pelanggaran hukum yang
belum diatur sulit tersentuh hukum sesuai dengan asas legalitas.
Perbaikan hukum atau membuat regulasi baru yang sesuai dengan masyarakat adalah
salah satu jawaban atas maraknya cybercrime di Indonesia. Namun bagian yang sangat penting
adalah kesadaran masyarakat yang harus ditingkatkan. Sebaik apapun hukum yang diterapkan
untuk mengatasi cybercrime. Namun apabila tidak mampu hidup sesuai dengan keadaan
masyarakat dan penerapan oleh aparat hukum tidak sesuai maka akan sia-sia.
B. Saran
Masyarakat sebagai subjek hukum yang akan menjalankan setiap ketentuan hukum
positif di Indonesia. Tidak seharusnya hanya bisa menuntut kepada pemerintah dan juga aparat
tetapi harus memiliki kesadaran untuk taat hukum. Masyarakat juga dalam memakai internet dan
menikmati fasilitas dunia maya harus mampu bertindak preventif. Agar tidak menjadi korban
dari cybercrime.
DAFTAR PUSTAKA

Soetami, A. Siti. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung. 2007.
Soehino. Ilmu Negara. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. 2005.
Tanya, Bernard L. Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama. Genta Publishing. Yogyakarta.
2011.
Website :
http://adit-chaky.blogspot.com/2011/03/Cybercrime-di-indonesia.html diakses

tanggal

28

Oktober 2012 pada hari Minggu pukul 11:34 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2009/03/25/18505497/Cyber.Crime..Indonesia.Tertinggi.di.Dun
ia diakses tanggal 28 Oktober 2012 pada hari Minggu pukul 11:32
http://ronny-hukum.blogspot.com/ diakses tanggal 28 Oktober 2012 pada hari Minggu pukul
11:59 WIB
http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber-crime-tugas-besar-dunia-ti-indonesia.htm diakses
tanggal 28 Oktober 2012 pada hari Minggu pukul 16:00 WIB
Dasar Hukum :
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945