PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PER. pdf
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
Oleh:
LH. BUDIANTI
PROGRAM MAGISTER
MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PEMBANGUNAN
INSTITUR TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA - 2013
i
Abstrak
Sebagai kawasan Surabaya Metroplitan Area, Surabaya merupakan pusat kegiatan
perdagangan barang dan jasa, industri, maupun pemerintahan. Buruknya kualitas sistem
transportasi umum Kota Surabaya menghasilkan kemacetan lalu lintas yang konstan di
dalam kota karena masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Surabaya sedang mempersiapkan rencana untuk
menyediakan transportasi perkotaan yang berkualitas tinggi bagi warganya, yaitu
membngun jaringan transportasi massal monorel / trem.
Pengadaan prasarana dan sarana transportasi massal monorel dan trem ini
menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Da lam skema tersebut
terdapat lima tahapan yaitu: Pre Market Sounding, Market Sounding, Pre kualifikasi,
Kualifikasi, dan yang terakhir Penetapan Pemenang termasuk tanda tangan kerjasama.
Dengan skema pembiayaan pembangunan 40 % dari total anggaran itu ditanggung
pemerintah, dalam hal ini APBD Kota Surabaya dan APBN. Sisanya, ditanggung oleh
pihak investor secara mandiri maupun konsorsium. Sedangkan detil dari kontrak operasi
dan pemeliharaan (O&M Contract) belum jelas, karena saat ini, 18 Desember 2013,
masih dalam tahap Pre Market Sounding. Selama ini, kerja sama pengelolaan
menggunakan model build operate transfer (BOT) atau bangun guna serah. Untuk
penganggaran transportasi massal tersebut, Pemkot Surabaya intensif melakukan
supervisi dengan sejumlah pihak, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
dan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII).
i
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
1.
LH.Budianti - 3213205007
Pendahuluan
Kota dapat dipandang sebagai suatu kawasan yang secara administrasi memiliki
batas-batas dan didalamnya terdapat komponen populasi penduduk, sistem ekonomi,
sistem sosial, prasarana (infrastruktur) dan sarana.
Buruknya kualitas sistem transportasi umum Kota Surabaya menghasilkan
penggunaan kendaraan pribadi secara besar-besaran, yang pada gilirannya
menghasilkan kemacetan lalu lintas yang konstan di dalam kota. Menanggapi hal
ini, Pemerintah Kota Surabaya sedang mempersiapkan rencana untuk membangun
jaringan transportasi massal monorel / trem sebagai prasarana dan sarana
transportasi perkotaan yang berkualitas tinggi bagi warganya.
Untuk menyediakan transportasi massal di perkotaan yang berkualitas tinggi
membutuhkan biaya yang sangat tinggi juga. Sementara itu, p embiayaan
pembangunan infrastruktur di Indonesia relatif masih sangat rendah. Sebelum krisis lalu
(1998), rata-rata pembiayaan infrastruktur baru mencapai 2,2% terhadap GDP, kemudian
meningkat menjadi 5-6% terhadap GDP. Berdasarkan kebutuhan RPJP bahwasanya total
kebutuhan dana bagi pembangunan infrastruktur sebesar Rp 1400 triliun, sementara itu
kemampuan Pemerintah maksimal hanya Rp 452 triliun sehingga masih ada kekurangan
sekitar Rp 948 triliun. Dari mana kekurangan dana ini bisa diperoleh ? Oleh karena itu,
perlu ada suatu mekanisme komposisi pembiayaan yang tepat agar prasarana dan sarana
transportasi massal tersebut dapat terbangun. Diharapkan peran swasta dan masyarakat
mampu mengisi kekurangan dana sebesar Rp 948 triliun tersebut.
2.
Definisi Infrastuktur
Infrastruktur adalah landasan yang mendasari atau kerangka dasar suatu sistem.
Secara umum, infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik
pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik
dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat
berfungsi dengan baik.
Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang
mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air
bersih,
bandara,
kanal,
waduk,
tanggul,
pengelolahan
limbah,
perlistrikan,
telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi
dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran
produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi
1
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga
sampai kepada masyarakat. dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula
infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk sekolah dan rumah sakit.
bila dalam militer, istilah ini dapat pula merujuk kepada bangunan permanen dan instalasi
yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemindahan.
3.
Jenis Barang Berdasarkan Tingkat Intervensi Pemerintah
Gambar 1, Matrik jenis barang dan tingkat intervensi pemerintah di masing jenis
barang
Dari table diatas prasarana dan sarana transportasi publik merupakan jenis barang
“Public Goods”
4.
Sumber Pembiayaan Pengadaan Prasarana/Sarana Transportasi Publik
Secara umum, sumber pembiayaan pembangunan terbagi atas 2 kategori, yaitu,
konvensional dan non-konvensional. Sumber konvensional, dana berasal dari PAD, DAU
/ DAK, Bantuan Dana Kontingensi, Dana Darurat, Pajak dan Restribusi. Sedangkan
sumber non-konvensional, dana berasal dari Kemitraan Pemerintah – Swasta, Kewajiban
Paksa, Investasi dan Pembiayaan oleh Masyarakat.
2
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Secara khusus, sumber pembiayaan yang lazim digunakan bisa diperoleh dari
berbagai sumber seperti:
1. Pajak bahan bakar, merupakan salah satu sumber pendapatan yang biasa digunakan
di berbagai Negara di dunia karena semakin banyak kendaraan yang berjalan semakin
banyak bahan bakar yang dipakai. Itu artinya, semakin besar sumbangan terhadap
dana transportasi.
2. Road pricing, merupakan suatu pungutan kepada masyarakat yang akan memasuki
suatu kawasan (biasanya dipusat kota) dengan tujuan untuk mengurangi beban lalu
lintas dikawasan yang dikendalikan itu. Sudah diterapkan diberbagai kota diantaranya
Singapore, London, Stockholm dan beberapa kota lainnya.
3. Pajak kendaraan bermotor, merupakan pajak tahunan yang masuk ke kas daerah.
4. Retribusi
parkir, merupakan salah satu bentuk yang juga digunakan untuk
mengendalikan jumlah kendaraan yang menuju atau masuk ke suatu kawasan.
5.
Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam penyadiaan infrastruktur
Pemerintah mengeluarkan peraturan bagi terwujudnya kerja sama Pemerintah
dengan pihak swasta, yaitu :
Perpres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
Infrastruktur (KKPPI)
Perpres No. 42/2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan
Perpres No. 36/2005 jo Perpres No. 65/2006 ttg Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum .
Pada dasarnya kerja sama antara pemerintah dan swasta tersebut terkait
dengan kerja sama pengadaan investasi. Secara konvesional kerja sama selama ini
dalam bentuk kontrak layanan (Sevice Contract) yang hampir seluruhnya adalah
investasi publik (dari Pemerintah), kemudian perlu pengembangan yang lebih
banyak peranan investasi dari pihak swasta mulai dari semacam kontrak operasi
dan pemliharaan (O&M Contract), BLT (Leasing), BOT/ROOT, BOOT
(DBFO)/ROOT, BOO/ROO, sampai dengan semua investasi dari swasta dalam
bentuk privatization/divestiture.
3
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Gambar 2, Model Kerjasama atau Kemitraan Pemerintah dan Swasta
Perkembangan kerja sama antara Pemerintah dan swasta belum menunjukkan
perkembangan yang signifikan, dalan artian arti masih banyak kendala-kendala,
khususnya dalam penggalakan dana dari “financier” perbankan umum dengan
harga uang dalam bentuk “interest” yang masih mahal. Mahalnya dana perbankan
umum utamanya disebabkan oleh risiko yang masih tinggi berhubungan dengan
kurang teguhnya peraturan perundangan, terutama berhadapan dengan kebutuhan
masyarakat yang dinilai melalui tarif. Oleh karena itu Pemerintah terus berusaha
membuat berbagai regulasi dan sekaligus bertindak sebagai operator (bila perlu)
untuk meningkatkan akses pembiayaan ini antara lain melalui:
Peraturan Pemerintah No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah. Dalam
konteks ini Pemerintah telah membentuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
PIP ini menyediakan dana yang cukup murah untuk keperluan pembangunan
infrastruktur.
Pendirian PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa persero. Kelak PT SMI
ini akan mendirikan anak perusahaan dan joint venture dengan Bank Dunia
dan ADB yang sudah mendirikan Indonesian Infrastructure Finance Facility
(IIFF).
Penjaminan Pinjaman (untuk infrastruktur air minum dan kelistrikan) dan Unit
Pengelolaan Risiko (Management Risk Unit) yang berada di Departemen
Keuangan (Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2006).
4
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Secara khusus, bentuk usaha dalam infrastruktur transportasi ditunjukkan
dalam table berikut, mulai dari BUMN, swasta murni, outsourcing sampai dengan
Kemitraan Pemerintah Swasta.
Gambar 3, Model Kerjasama atau Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam
infrastrukture transportasi
Proses diawali dengan perencanaan makro proyek infrastruktur yang harus
dibangun, kemudian dipilah menjadi proyek yang wajib dibangun oleh pemerintah
dan proyek-proyek yang bisa dikerjasamakan dengan swasta baik secara penuh
ataupun sebagian.
Diawali dengan persiapan, dilanjutkan dengan perumusan kelayakan proyek
setelah itu dilakukan proses pengadaan yang kompetitif dan transparan,
dilanjutkan dengan pembangunan dan setelah itu penyerahan dari proyek
infrastruktur untuk dipakai.
6.
Kondisi prasarana dan sarana transportasi di Surabaya saat ini
Sebagai kawasan Surabaya Metroplitan Area, Surabaya merupakan pusat
kegiatan perdagangan barang dan jasa, industri, maupun pemerintahan.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat menyebabkan tingkat pergerakan penduduk
semakin meningkat. Peningkatan mobilitas penduduk tersebut menyebabkan
peningkatan terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Namun, hal tersebut tidak
diimbangi dengan pertambahan panjang jalan. Pada akhirnya, kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya titik-titik kemacetan di sebagian besar jalan di Kota
Surabaya. Titik kemacetan yang terjadi biasanya terdapat di jalan dimana menjadi
5
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
penghubung antara pusat kota dengan daerah su-urban seperti di Jalan Ahmad
Yani Surabaya.
Panjang jalan di kota Surabaya sendiri pada tahun 2003 mencapai 1.067, 36
kilometer meningkat menjadi 2.035,95 kilometer pada tahun 2007. Sedangkan
jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Surabaya pada tahun 2003 mencapai
1.000.042 unit meningkat menjadi 2.447.368 unit pada tahun 2007 (Husna,
Racmandita, 2007). Berdasarkan data tersebut maka pertumbuhan panjang jalan
hanya mencapai 0,6 % dari pertumbuhan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor
di kota Surabaya. Hal tersebut menggambarkan bahwa kondisi kemacetan lalu
lintas yang terjadi diakibatkan oleh kurangnya infrastruktur dalam hal ini jalan
raya yang tidak memadai.
Kemacetan lalu lintas kota Surabaya antara lain disebabkan oleh beberapa
kondisi sebagai berikut :
Akibat perkembangan Kota Surabaya yang semakin meluas, pola penggunaan
lahan pun juga tersebar menyebabkan mobilitas penduduk yang semakin
tinggi. Mayoritas penduduk yang melakukan mobilitas adalah mereka yang
bekerja di dalam maupun di luar kota, begitu juga sebaliknya (pekerja ulangalik). Semakin jauh dari pusat aktivitas kota maka semakin jauh pula jarak
penduduk untuk menjangkaunya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di perkotaan menyebabkan pemenuhan
akan kebutuhan mobilitas juga semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat
dari peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya
kendaraan pribadi. Ditambah lagi kecenderungan penduduk kota Surabaya
lebih suka memakai kendaraan pribadi daripada kendaraan umum. Akibatnya,
terjadi penurunan efisiensi penggunaan sarana jaringan jalan yang semakin
menyulitkan untuk mengurangi kemacetan.
Buruknya sistem transportasi dan manajemen lalu lintas Kota Surabaya.
Seiring dengan meningkatnya permintaan jasa pelayanan transportasi tidak
diimbangi dengan penyediaan fasilitas saran dan prasarana transportasi seperti
penambahan kapasitas jalan dan penyediaan angkutan umum. Menurunnya
penggunaan angkutan umum pada masyrakat Surabaya dikarenakan tingkat
pelayanan angkutan umum yang rendah terkait dengan sarana dan prasarana
6
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
yang kurang memadai, aksesbilitas dan efesiensi waktu yang lama, jumlah
kapasitas angkut yang minimalis, sistem jaringan yang kurang memadai serta
tingkat kenyamanan yang rendah pula.
7.
Monorel dan trem sebagai alternatif pemecahan masalah
Berdasarkan identifikasi dari permasalahan tersebut, kemacetan lalu lintas di
Surabaya, Monorel dan trem hadir sebagai jawaban atas permasalahan tersebut.
Selain moda utama, Pemerintah kota juga telah menyiapkan rencana moda
transportasi penghubung dan titik-titik park n ride. Park n Ride adalah tempat
parker bagi para pengendara kendaraan pribadi yang ingin berpindah ke Moda
Utama. Moda penghubung yaitu trunk dan feeder berfungsi mengangkut dari
penumpang dari jalan raya ataupun Park n Ride menuju Stasiun Moda Utama.
Di karenakan moda transportasi monorel dan trem masih sangat baru dan
tidak familiar di Indonesia khusus nya Surabaya, Pemkot berencana untuk
menggunakan sistem Buy the Service ( Beli jadi layanan), dimana Pemkot
menggunakan jenis layanan yang sudah ada dan tersistem sehingga hanya tinggal
diterapkan sesuai prinsip dan kaidah pengoperasiannya.
8.
Skema pembiayaan dan sistem KPS
Pengadaan prasarana dan sarana transportasi missal monorel dan trem ini
menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Dalam skema
tersebut terdapat lima tahapan yaitu:
Pre Market Sounding
Pre kualifikasi,
Market Sounding,
Kualifikasi, dan yang terakhir
Penetapan Pemenang termasuk tanda tangan kerjasama.
Konsep pembangunan transportasi massal berbasis kereta monorel di
Surabaya diprediksi menghabiskan anggaran investasi senilai Rp 8,6 triliun.
Sebanyak 40 persen dari total anggaran itu ditanggung pemerintah, dalam hal ini
APBD Kota Surabaya dan APBN. Sisanya, ditanggung oleh pihak investor secara
mandiri maupun konsorsium.
7
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Detil dari kontrak operasi dan pemeliharaan (O&M Contract) belum jelas
karena pada tanggal 18 Desember 2013, 60 calon investor masih dijadwalkan Pre
Market Sounding/market Sounding dan meninjau lokasi yang akan digunakan
untuk MRT. Setelah itu, proses berlanjut pada pra kualifikasi lelang, lelang, dan
beauty contest. Dalam proses beauty contest, para investor menawarkan konsep
terbaik proyek MRT yang akan dilakukan, termasuk berapa harga yang paling
ideal dan murah bagi warga Surabaya. Tawaran konsep dari investor akan dinilai
oleh tim dari berbagai sudut pandang, seperti teknik mesin, manajemen usaha,
dampak lingkungan, hingga sisi anggaran dari kalangan pemerintah.
Selama ini, kerja sama pengelolaan menggunakan model build operate
transfer (BOT) atau bangun guna serah. Pengelolaan diserahkan kepada swasta
atau konsorsium dengan jangka waktu tertentu. Jika telah melewati waktunya,
semua aset menjadi milik pemerintah kota.
9.
Instansi yang terkait dengan penganggaran proyek
Untuk penganggaran tranportasi massal tersebut, Pemkot Surabaya intensif
melakukan supervisi dengan sejumlah pihak, seperti:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang memberikan dukungan
dalam hal pemberian penjaminan, pemberian dana kelayakan (viability gap
fund), maupun pendampingan dalam penyiapan proyek.
PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) untuk konsep skema investasinya.
Kementerian Keuangan juga akan membantu menghitung selisih margin
dalam proses pemberian public service obligation (PSO) bagi investor. PSO
itu dapat berupa bagi hasil ticketing dan alokasi pemanfaatan ruang milik
jalan.
Dalam memberikan dukungan untuk penganggaran tranportasi massal
tersebut kepada Pemerintah Kota Surabaya, Bapennas bekerja sama dengan
CDIA. CDIA -- Cities Development Initiative for Asia merupakan suatu institusi
yang didirikan pada tahun 2007 oleh Asian Development Bank dan Pemerintah
Jerman, dengan dukungan dana inti tambahan dari pemerintah Swedia , Austria
dan Swiss dan Pemerintah Kota Shanghai . Inisiatif memberikan bantuan kepada
kota-kota Asia menengah untuk menjembatani kesenjangan antara rencana
8
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
pembangunan
dan
pelaksanaan
investasi
LH.Budianti - 3213205007
infrastruktur
mereka.
CDIA
menggunakan pendekatan demand driven untuk mendukung identifikasi dan
pengembangan proyek-proyek investasi perkotaan dalam rangka rencana
pembangunan kota yang menekankan kelestarian lingkungan, pembangunan propoor , good governance , dan perubahan iklim.
Gambar 4, Project Overview – proyek transportasi massal di Surabaya oleh CDIA
9
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
10. Studi pra-kelayakan sistem buy the service di Surabaya oleh CDIA
Untuk memfasilitasi inisiatif ini pada tingkat kota , CDIA menyediakan
berbagai keahlian internasional dan domestik yang dapat mencakup dukungan
untuk persiapan studi pra - kelayakan (Pre-Feasible Study-PFS) untuk prioritas
tinggi proyek investasi infrastruktur sebagai salah satu dari beberapa elemen. PFS
ini telah memberikan Pemkot dengan saran yang diperlukan dan daftar tugas
wajib untuk diikuti agar berhasil melaksanakan proyek percontohan ini.
Dalam hal sistem Buy the Service (Beli layanan), berikut ini adalah diagram
yang dijabarkan oleh CDIA.
Gambar 5, Diagram struktur keterlibatan institusi-institusi dalam sistem Buy The
Service
Alasan utama untuk struktur ini adalah untuk mengelola aliran dana secara
transparan. Ini akan membantu menunjukkan kepada masa depan trem dan
10
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
monorel, serta menunjukkan bahwa Pemkot mampu mengelola transaksi yang
kompleks.
Gambar 6, Diagram pengelolaan aliran dana untuk sistem Buy The Service
Berdasarkan data yang terbatas yang tersedia untuk P-FS ini, CDIA
menyimpulkan bahwa gabungan kemungkinan pemulihan biaya Pilot Route, para
Rute TrunkBus Batang dan rute bus mikro pada tahun pertama operasi telah
dihitung sebesar 28%. Hal ini mungkin untuk memperbaiki karena masyarakat
menjadi lebih akrab dengan layanan dan manfaat yang mereka tawarkan. Tidak
ada tren perkiraan kenaikan cost recovery telah dibuat dalam P-FS ini.
Langkah berikutnya yang dibutuhkan untuk membangun permintaan massa
untuk kedatangan trem dan monorel. Di bawah ini adalah daftar 12 tugas yang
harus diselesaikan secara memuaskan dalam 4 bulan berikutnya.
Tabel 1, Daftar 12 tugas yang harus diselesaikan dalam 4 bulan berikutnya
11
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Selanjutnya, yang harus dilakukan adalah menyelesaikan persiapan untuk
pelaksanaan aktual dari sistem yang lebih baik dan Beli Layanan dapat dimulai.
Semua ini sudah dibahas dengan Pemkot dan terdaftar di P-FS Project Reports.
Tabel 2, Aktifitas dan Milestone untuk sistem Buy The Service
11. Kesimpulan
Permasalahan kemacetan lalu lintas Kota Surabaya perlu diatasi secara
komprehensif. Alternatif pemecahan masalah dapat menggunakan bentuk kajian
sistem
transportasi
secara
makro.
Sistem
transportasi
secara
makro
mengintegrasikan antara kebutuhan, sarana dan prasarana rekayasa dan
manajemen lalu lintas serta sistem kelembagaan. Untuk menjamin kebutuhan dan
12
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
pelayanan terhadap transportasi pemerintah perlu menciptakan sistem transportasi
perkotaan yang terpadu.
Mekanisme ataupun komposisi pembiayaan pembangunannya dari total
anggaran, sebanyak 40 persen ditanggung pemerintah, dalam hal ini APBD Kota
Surabaya dan APBN. Sedangkan 60% sisanya, ditanggung oleh pihak investor
secara mandiri maupun konsorsium. Pembagian pembiayaan pembangunan dan
tahapan-tahapan pencairannya harus detil dan jelas. Langkah Pemkot Surabaya
secara intensif melakukan supervisi dengan sejumlah pihak dalam hal
penganggaran
tranportasi
massal
tersebut
dengan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional, PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) dan
Kementerian Keuangan telah tepat. Karena ini adalah bentuk proyek besar yang
pertama di Indonesia, sehingga segala sesuatunya harus terencana dan terperinci.
CDIA telah memberikan kontribusinya dalam hal dana dan Studi Pra-Kelayakan,
terutama dalam hal sistem Buy The Service. Meskipun belum jelas formula dana
yang diberikan sebagai hibah atau hutang.
Meskipin inisiatif pembangunan sistem transportasi massal ini berasal dari
Pemerintah Kota, akan tetapi detil dari kontrak operasi dan pemeliharaan (O&M
Contract) masih belum jelas. Karena saat ini, 18 Desember 2013, masih dalam
tahap Pre Market Sounding. Selama ini, pengalaman di Surabaya kerap
menggunakan BOT. Akan tetapi system tersebut justru menjerat aset pemda.
Sebab, nilai kompensasi yang diterima pemerintah daerah sangat rendah,
sementara aset pemerintah kota sudah dibangun menjadi pasar, sarana olahraga,
mal, dan sebagainya. Model kerja sama lain dengan build transfer operate (BTO)
atau bangun serah guna. Setelah transportasi missal ini selesai dibangun oleh
pihak ketiga, aset akan langsung diserahkan kepada pemerintah daerah untuk
kemudian dioperasikan oleh pihak ketiga tersebut selama jangka waktu tertentu.
Manajemen dipegang oleh mitra selama kontrak dengan berbagi keuntungan atau
profit sharing.
Baik BOT atau BTO tersebut, idealnya pemerintah kota bisa lebih dulu
menyiapkan perangkat kelembagaan. Salah satunya, membentuk semacam badan
usaha milik daerah (BUMD). Harapannya, kemitraan dapat berjalan dalam skema
13
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
yang lebih fleksibel, business-friendly, serta lepas dari kekakuan birokrasi. Di
sini, tuntutan profesionalisme pengelolaan menjadi taruhannya.
12. Referensi
Anonim
Project
Overview,
http://www.cdia.asia/wp-content/uploads/PO-Indonesia-
Surabaya-8-12.pdf, diakses pada pukul 8.44, 25 Desember 2013
Anonim
Executive Summary Surabaya Urban Transport, http://www.cdia.asia/wpcontent/uploads/Executive-Summary-Surabaya-Urban-Transport.pdf, diakses
pada pukul 8.45, 25 Desember 2013
Anonim
Kerja Sama Pemerintah – Swasta dalam Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur,
(http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/kerja-sama-pemerintah-swastadalam.html- , diakses pada pukul 9.50, 25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure,
Online
Compact
Oxford
English
Dictionary,
http://www.askoxford.com/concise_oed/infrastructure , diakses pada pukul 10.44,
25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure, JP1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated
Terms, p. 260, 12 April 2001 (rev. 31 August 2005), http://www.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA439918&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf,
diakses
pada pukul 10.00, 25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure,
American
Heritage
Dictionary
of
the
English
Language,
http://education.yahoo.com/reference/dictionary/entry/infrastructure, diakses pada
pukul 22.34, 31 Desember 2013
Anonim
Risk
Management
in
PPP
Projects,
http://persmin.nic.in/otraining/undp_modules/PPPID/Training%20Modules\A
dvanced%20Module\Presentations\Risk%20Management%20in%20PPP.PDF
, diakses pada pukul 22.03, 31 Desember 2013
14
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Anonim
http://www.itsnet.web.id/2013/04/30/juli-2013-pemkot-surabaya-buka-tendermrt/ , diakses pada pukul 23.24, 31 Desember 2013
Anonim
http://pkps.bappenas.go.id/index.php/id-ID/berita/143-berita-internal/1161tender-internasional-monorel-surabaya-digelar-desember, diakses pada pukul
23.45, 31 Desember 2013
Samiadji, Bambang Tata, (2009)
Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009, Edisi: Meningkatkan Daya Saing
Wilayah
Pi-Chu Chiu, (2006)
Risk Management Strategy for Infrastructure Public-Private Partnership
Projects, Brown Bag Seminar, 26 April 2006
Sullivan, arthur; Steven M. Sheffrin, (2003).
Economics: Principles in action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson
Prentice Hall. hlm. 474. ISBN 0-13-063085-3.
Wahyudi, Agus (2013)
Memaknai Megaproyek AMC Surabaya, (Jurnalis, peneliti The Jawa Pos
Institute of Pro-Otonomi/JPIP), JAWA POS, 23 Desember 2013
15
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
Oleh:
LH. BUDIANTI
PROGRAM MAGISTER
MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PEMBANGUNAN
INSTITUR TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA - 2013
i
Abstrak
Sebagai kawasan Surabaya Metroplitan Area, Surabaya merupakan pusat kegiatan
perdagangan barang dan jasa, industri, maupun pemerintahan. Buruknya kualitas sistem
transportasi umum Kota Surabaya menghasilkan kemacetan lalu lintas yang konstan di
dalam kota karena masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Surabaya sedang mempersiapkan rencana untuk
menyediakan transportasi perkotaan yang berkualitas tinggi bagi warganya, yaitu
membngun jaringan transportasi massal monorel / trem.
Pengadaan prasarana dan sarana transportasi massal monorel dan trem ini
menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Da lam skema tersebut
terdapat lima tahapan yaitu: Pre Market Sounding, Market Sounding, Pre kualifikasi,
Kualifikasi, dan yang terakhir Penetapan Pemenang termasuk tanda tangan kerjasama.
Dengan skema pembiayaan pembangunan 40 % dari total anggaran itu ditanggung
pemerintah, dalam hal ini APBD Kota Surabaya dan APBN. Sisanya, ditanggung oleh
pihak investor secara mandiri maupun konsorsium. Sedangkan detil dari kontrak operasi
dan pemeliharaan (O&M Contract) belum jelas, karena saat ini, 18 Desember 2013,
masih dalam tahap Pre Market Sounding. Selama ini, kerja sama pengelolaan
menggunakan model build operate transfer (BOT) atau bangun guna serah. Untuk
penganggaran transportasi massal tersebut, Pemkot Surabaya intensif melakukan
supervisi dengan sejumlah pihak, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
dan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII).
i
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
1.
LH.Budianti - 3213205007
Pendahuluan
Kota dapat dipandang sebagai suatu kawasan yang secara administrasi memiliki
batas-batas dan didalamnya terdapat komponen populasi penduduk, sistem ekonomi,
sistem sosial, prasarana (infrastruktur) dan sarana.
Buruknya kualitas sistem transportasi umum Kota Surabaya menghasilkan
penggunaan kendaraan pribadi secara besar-besaran, yang pada gilirannya
menghasilkan kemacetan lalu lintas yang konstan di dalam kota. Menanggapi hal
ini, Pemerintah Kota Surabaya sedang mempersiapkan rencana untuk membangun
jaringan transportasi massal monorel / trem sebagai prasarana dan sarana
transportasi perkotaan yang berkualitas tinggi bagi warganya.
Untuk menyediakan transportasi massal di perkotaan yang berkualitas tinggi
membutuhkan biaya yang sangat tinggi juga. Sementara itu, p embiayaan
pembangunan infrastruktur di Indonesia relatif masih sangat rendah. Sebelum krisis lalu
(1998), rata-rata pembiayaan infrastruktur baru mencapai 2,2% terhadap GDP, kemudian
meningkat menjadi 5-6% terhadap GDP. Berdasarkan kebutuhan RPJP bahwasanya total
kebutuhan dana bagi pembangunan infrastruktur sebesar Rp 1400 triliun, sementara itu
kemampuan Pemerintah maksimal hanya Rp 452 triliun sehingga masih ada kekurangan
sekitar Rp 948 triliun. Dari mana kekurangan dana ini bisa diperoleh ? Oleh karena itu,
perlu ada suatu mekanisme komposisi pembiayaan yang tepat agar prasarana dan sarana
transportasi massal tersebut dapat terbangun. Diharapkan peran swasta dan masyarakat
mampu mengisi kekurangan dana sebesar Rp 948 triliun tersebut.
2.
Definisi Infrastuktur
Infrastruktur adalah landasan yang mendasari atau kerangka dasar suatu sistem.
Secara umum, infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik
pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik
dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat
berfungsi dengan baik.
Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang
mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air
bersih,
bandara,
kanal,
waduk,
tanggul,
pengelolahan
limbah,
perlistrikan,
telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi
dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran
produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi
1
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga
sampai kepada masyarakat. dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula
infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk sekolah dan rumah sakit.
bila dalam militer, istilah ini dapat pula merujuk kepada bangunan permanen dan instalasi
yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemindahan.
3.
Jenis Barang Berdasarkan Tingkat Intervensi Pemerintah
Gambar 1, Matrik jenis barang dan tingkat intervensi pemerintah di masing jenis
barang
Dari table diatas prasarana dan sarana transportasi publik merupakan jenis barang
“Public Goods”
4.
Sumber Pembiayaan Pengadaan Prasarana/Sarana Transportasi Publik
Secara umum, sumber pembiayaan pembangunan terbagi atas 2 kategori, yaitu,
konvensional dan non-konvensional. Sumber konvensional, dana berasal dari PAD, DAU
/ DAK, Bantuan Dana Kontingensi, Dana Darurat, Pajak dan Restribusi. Sedangkan
sumber non-konvensional, dana berasal dari Kemitraan Pemerintah – Swasta, Kewajiban
Paksa, Investasi dan Pembiayaan oleh Masyarakat.
2
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Secara khusus, sumber pembiayaan yang lazim digunakan bisa diperoleh dari
berbagai sumber seperti:
1. Pajak bahan bakar, merupakan salah satu sumber pendapatan yang biasa digunakan
di berbagai Negara di dunia karena semakin banyak kendaraan yang berjalan semakin
banyak bahan bakar yang dipakai. Itu artinya, semakin besar sumbangan terhadap
dana transportasi.
2. Road pricing, merupakan suatu pungutan kepada masyarakat yang akan memasuki
suatu kawasan (biasanya dipusat kota) dengan tujuan untuk mengurangi beban lalu
lintas dikawasan yang dikendalikan itu. Sudah diterapkan diberbagai kota diantaranya
Singapore, London, Stockholm dan beberapa kota lainnya.
3. Pajak kendaraan bermotor, merupakan pajak tahunan yang masuk ke kas daerah.
4. Retribusi
parkir, merupakan salah satu bentuk yang juga digunakan untuk
mengendalikan jumlah kendaraan yang menuju atau masuk ke suatu kawasan.
5.
Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam penyadiaan infrastruktur
Pemerintah mengeluarkan peraturan bagi terwujudnya kerja sama Pemerintah
dengan pihak swasta, yaitu :
Perpres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
Infrastruktur (KKPPI)
Perpres No. 42/2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan
Perpres No. 36/2005 jo Perpres No. 65/2006 ttg Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum .
Pada dasarnya kerja sama antara pemerintah dan swasta tersebut terkait
dengan kerja sama pengadaan investasi. Secara konvesional kerja sama selama ini
dalam bentuk kontrak layanan (Sevice Contract) yang hampir seluruhnya adalah
investasi publik (dari Pemerintah), kemudian perlu pengembangan yang lebih
banyak peranan investasi dari pihak swasta mulai dari semacam kontrak operasi
dan pemliharaan (O&M Contract), BLT (Leasing), BOT/ROOT, BOOT
(DBFO)/ROOT, BOO/ROO, sampai dengan semua investasi dari swasta dalam
bentuk privatization/divestiture.
3
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Gambar 2, Model Kerjasama atau Kemitraan Pemerintah dan Swasta
Perkembangan kerja sama antara Pemerintah dan swasta belum menunjukkan
perkembangan yang signifikan, dalan artian arti masih banyak kendala-kendala,
khususnya dalam penggalakan dana dari “financier” perbankan umum dengan
harga uang dalam bentuk “interest” yang masih mahal. Mahalnya dana perbankan
umum utamanya disebabkan oleh risiko yang masih tinggi berhubungan dengan
kurang teguhnya peraturan perundangan, terutama berhadapan dengan kebutuhan
masyarakat yang dinilai melalui tarif. Oleh karena itu Pemerintah terus berusaha
membuat berbagai regulasi dan sekaligus bertindak sebagai operator (bila perlu)
untuk meningkatkan akses pembiayaan ini antara lain melalui:
Peraturan Pemerintah No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah. Dalam
konteks ini Pemerintah telah membentuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
PIP ini menyediakan dana yang cukup murah untuk keperluan pembangunan
infrastruktur.
Pendirian PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa persero. Kelak PT SMI
ini akan mendirikan anak perusahaan dan joint venture dengan Bank Dunia
dan ADB yang sudah mendirikan Indonesian Infrastructure Finance Facility
(IIFF).
Penjaminan Pinjaman (untuk infrastruktur air minum dan kelistrikan) dan Unit
Pengelolaan Risiko (Management Risk Unit) yang berada di Departemen
Keuangan (Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2006).
4
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Secara khusus, bentuk usaha dalam infrastruktur transportasi ditunjukkan
dalam table berikut, mulai dari BUMN, swasta murni, outsourcing sampai dengan
Kemitraan Pemerintah Swasta.
Gambar 3, Model Kerjasama atau Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam
infrastrukture transportasi
Proses diawali dengan perencanaan makro proyek infrastruktur yang harus
dibangun, kemudian dipilah menjadi proyek yang wajib dibangun oleh pemerintah
dan proyek-proyek yang bisa dikerjasamakan dengan swasta baik secara penuh
ataupun sebagian.
Diawali dengan persiapan, dilanjutkan dengan perumusan kelayakan proyek
setelah itu dilakukan proses pengadaan yang kompetitif dan transparan,
dilanjutkan dengan pembangunan dan setelah itu penyerahan dari proyek
infrastruktur untuk dipakai.
6.
Kondisi prasarana dan sarana transportasi di Surabaya saat ini
Sebagai kawasan Surabaya Metroplitan Area, Surabaya merupakan pusat
kegiatan perdagangan barang dan jasa, industri, maupun pemerintahan.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat menyebabkan tingkat pergerakan penduduk
semakin meningkat. Peningkatan mobilitas penduduk tersebut menyebabkan
peningkatan terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Namun, hal tersebut tidak
diimbangi dengan pertambahan panjang jalan. Pada akhirnya, kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya titik-titik kemacetan di sebagian besar jalan di Kota
Surabaya. Titik kemacetan yang terjadi biasanya terdapat di jalan dimana menjadi
5
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
penghubung antara pusat kota dengan daerah su-urban seperti di Jalan Ahmad
Yani Surabaya.
Panjang jalan di kota Surabaya sendiri pada tahun 2003 mencapai 1.067, 36
kilometer meningkat menjadi 2.035,95 kilometer pada tahun 2007. Sedangkan
jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Surabaya pada tahun 2003 mencapai
1.000.042 unit meningkat menjadi 2.447.368 unit pada tahun 2007 (Husna,
Racmandita, 2007). Berdasarkan data tersebut maka pertumbuhan panjang jalan
hanya mencapai 0,6 % dari pertumbuhan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor
di kota Surabaya. Hal tersebut menggambarkan bahwa kondisi kemacetan lalu
lintas yang terjadi diakibatkan oleh kurangnya infrastruktur dalam hal ini jalan
raya yang tidak memadai.
Kemacetan lalu lintas kota Surabaya antara lain disebabkan oleh beberapa
kondisi sebagai berikut :
Akibat perkembangan Kota Surabaya yang semakin meluas, pola penggunaan
lahan pun juga tersebar menyebabkan mobilitas penduduk yang semakin
tinggi. Mayoritas penduduk yang melakukan mobilitas adalah mereka yang
bekerja di dalam maupun di luar kota, begitu juga sebaliknya (pekerja ulangalik). Semakin jauh dari pusat aktivitas kota maka semakin jauh pula jarak
penduduk untuk menjangkaunya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di perkotaan menyebabkan pemenuhan
akan kebutuhan mobilitas juga semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat
dari peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya
kendaraan pribadi. Ditambah lagi kecenderungan penduduk kota Surabaya
lebih suka memakai kendaraan pribadi daripada kendaraan umum. Akibatnya,
terjadi penurunan efisiensi penggunaan sarana jaringan jalan yang semakin
menyulitkan untuk mengurangi kemacetan.
Buruknya sistem transportasi dan manajemen lalu lintas Kota Surabaya.
Seiring dengan meningkatnya permintaan jasa pelayanan transportasi tidak
diimbangi dengan penyediaan fasilitas saran dan prasarana transportasi seperti
penambahan kapasitas jalan dan penyediaan angkutan umum. Menurunnya
penggunaan angkutan umum pada masyrakat Surabaya dikarenakan tingkat
pelayanan angkutan umum yang rendah terkait dengan sarana dan prasarana
6
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
yang kurang memadai, aksesbilitas dan efesiensi waktu yang lama, jumlah
kapasitas angkut yang minimalis, sistem jaringan yang kurang memadai serta
tingkat kenyamanan yang rendah pula.
7.
Monorel dan trem sebagai alternatif pemecahan masalah
Berdasarkan identifikasi dari permasalahan tersebut, kemacetan lalu lintas di
Surabaya, Monorel dan trem hadir sebagai jawaban atas permasalahan tersebut.
Selain moda utama, Pemerintah kota juga telah menyiapkan rencana moda
transportasi penghubung dan titik-titik park n ride. Park n Ride adalah tempat
parker bagi para pengendara kendaraan pribadi yang ingin berpindah ke Moda
Utama. Moda penghubung yaitu trunk dan feeder berfungsi mengangkut dari
penumpang dari jalan raya ataupun Park n Ride menuju Stasiun Moda Utama.
Di karenakan moda transportasi monorel dan trem masih sangat baru dan
tidak familiar di Indonesia khusus nya Surabaya, Pemkot berencana untuk
menggunakan sistem Buy the Service ( Beli jadi layanan), dimana Pemkot
menggunakan jenis layanan yang sudah ada dan tersistem sehingga hanya tinggal
diterapkan sesuai prinsip dan kaidah pengoperasiannya.
8.
Skema pembiayaan dan sistem KPS
Pengadaan prasarana dan sarana transportasi missal monorel dan trem ini
menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Dalam skema
tersebut terdapat lima tahapan yaitu:
Pre Market Sounding
Pre kualifikasi,
Market Sounding,
Kualifikasi, dan yang terakhir
Penetapan Pemenang termasuk tanda tangan kerjasama.
Konsep pembangunan transportasi massal berbasis kereta monorel di
Surabaya diprediksi menghabiskan anggaran investasi senilai Rp 8,6 triliun.
Sebanyak 40 persen dari total anggaran itu ditanggung pemerintah, dalam hal ini
APBD Kota Surabaya dan APBN. Sisanya, ditanggung oleh pihak investor secara
mandiri maupun konsorsium.
7
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Detil dari kontrak operasi dan pemeliharaan (O&M Contract) belum jelas
karena pada tanggal 18 Desember 2013, 60 calon investor masih dijadwalkan Pre
Market Sounding/market Sounding dan meninjau lokasi yang akan digunakan
untuk MRT. Setelah itu, proses berlanjut pada pra kualifikasi lelang, lelang, dan
beauty contest. Dalam proses beauty contest, para investor menawarkan konsep
terbaik proyek MRT yang akan dilakukan, termasuk berapa harga yang paling
ideal dan murah bagi warga Surabaya. Tawaran konsep dari investor akan dinilai
oleh tim dari berbagai sudut pandang, seperti teknik mesin, manajemen usaha,
dampak lingkungan, hingga sisi anggaran dari kalangan pemerintah.
Selama ini, kerja sama pengelolaan menggunakan model build operate
transfer (BOT) atau bangun guna serah. Pengelolaan diserahkan kepada swasta
atau konsorsium dengan jangka waktu tertentu. Jika telah melewati waktunya,
semua aset menjadi milik pemerintah kota.
9.
Instansi yang terkait dengan penganggaran proyek
Untuk penganggaran tranportasi massal tersebut, Pemkot Surabaya intensif
melakukan supervisi dengan sejumlah pihak, seperti:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang memberikan dukungan
dalam hal pemberian penjaminan, pemberian dana kelayakan (viability gap
fund), maupun pendampingan dalam penyiapan proyek.
PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) untuk konsep skema investasinya.
Kementerian Keuangan juga akan membantu menghitung selisih margin
dalam proses pemberian public service obligation (PSO) bagi investor. PSO
itu dapat berupa bagi hasil ticketing dan alokasi pemanfaatan ruang milik
jalan.
Dalam memberikan dukungan untuk penganggaran tranportasi massal
tersebut kepada Pemerintah Kota Surabaya, Bapennas bekerja sama dengan
CDIA. CDIA -- Cities Development Initiative for Asia merupakan suatu institusi
yang didirikan pada tahun 2007 oleh Asian Development Bank dan Pemerintah
Jerman, dengan dukungan dana inti tambahan dari pemerintah Swedia , Austria
dan Swiss dan Pemerintah Kota Shanghai . Inisiatif memberikan bantuan kepada
kota-kota Asia menengah untuk menjembatani kesenjangan antara rencana
8
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
pembangunan
dan
pelaksanaan
investasi
LH.Budianti - 3213205007
infrastruktur
mereka.
CDIA
menggunakan pendekatan demand driven untuk mendukung identifikasi dan
pengembangan proyek-proyek investasi perkotaan dalam rangka rencana
pembangunan kota yang menekankan kelestarian lingkungan, pembangunan propoor , good governance , dan perubahan iklim.
Gambar 4, Project Overview – proyek transportasi massal di Surabaya oleh CDIA
9
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
10. Studi pra-kelayakan sistem buy the service di Surabaya oleh CDIA
Untuk memfasilitasi inisiatif ini pada tingkat kota , CDIA menyediakan
berbagai keahlian internasional dan domestik yang dapat mencakup dukungan
untuk persiapan studi pra - kelayakan (Pre-Feasible Study-PFS) untuk prioritas
tinggi proyek investasi infrastruktur sebagai salah satu dari beberapa elemen. PFS
ini telah memberikan Pemkot dengan saran yang diperlukan dan daftar tugas
wajib untuk diikuti agar berhasil melaksanakan proyek percontohan ini.
Dalam hal sistem Buy the Service (Beli layanan), berikut ini adalah diagram
yang dijabarkan oleh CDIA.
Gambar 5, Diagram struktur keterlibatan institusi-institusi dalam sistem Buy The
Service
Alasan utama untuk struktur ini adalah untuk mengelola aliran dana secara
transparan. Ini akan membantu menunjukkan kepada masa depan trem dan
10
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
monorel, serta menunjukkan bahwa Pemkot mampu mengelola transaksi yang
kompleks.
Gambar 6, Diagram pengelolaan aliran dana untuk sistem Buy The Service
Berdasarkan data yang terbatas yang tersedia untuk P-FS ini, CDIA
menyimpulkan bahwa gabungan kemungkinan pemulihan biaya Pilot Route, para
Rute TrunkBus Batang dan rute bus mikro pada tahun pertama operasi telah
dihitung sebesar 28%. Hal ini mungkin untuk memperbaiki karena masyarakat
menjadi lebih akrab dengan layanan dan manfaat yang mereka tawarkan. Tidak
ada tren perkiraan kenaikan cost recovery telah dibuat dalam P-FS ini.
Langkah berikutnya yang dibutuhkan untuk membangun permintaan massa
untuk kedatangan trem dan monorel. Di bawah ini adalah daftar 12 tugas yang
harus diselesaikan secara memuaskan dalam 4 bulan berikutnya.
Tabel 1, Daftar 12 tugas yang harus diselesaikan dalam 4 bulan berikutnya
11
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Selanjutnya, yang harus dilakukan adalah menyelesaikan persiapan untuk
pelaksanaan aktual dari sistem yang lebih baik dan Beli Layanan dapat dimulai.
Semua ini sudah dibahas dengan Pemkot dan terdaftar di P-FS Project Reports.
Tabel 2, Aktifitas dan Milestone untuk sistem Buy The Service
11. Kesimpulan
Permasalahan kemacetan lalu lintas Kota Surabaya perlu diatasi secara
komprehensif. Alternatif pemecahan masalah dapat menggunakan bentuk kajian
sistem
transportasi
secara
makro.
Sistem
transportasi
secara
makro
mengintegrasikan antara kebutuhan, sarana dan prasarana rekayasa dan
manajemen lalu lintas serta sistem kelembagaan. Untuk menjamin kebutuhan dan
12
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
pelayanan terhadap transportasi pemerintah perlu menciptakan sistem transportasi
perkotaan yang terpadu.
Mekanisme ataupun komposisi pembiayaan pembangunannya dari total
anggaran, sebanyak 40 persen ditanggung pemerintah, dalam hal ini APBD Kota
Surabaya dan APBN. Sedangkan 60% sisanya, ditanggung oleh pihak investor
secara mandiri maupun konsorsium. Pembagian pembiayaan pembangunan dan
tahapan-tahapan pencairannya harus detil dan jelas. Langkah Pemkot Surabaya
secara intensif melakukan supervisi dengan sejumlah pihak dalam hal
penganggaran
tranportasi
massal
tersebut
dengan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional, PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) dan
Kementerian Keuangan telah tepat. Karena ini adalah bentuk proyek besar yang
pertama di Indonesia, sehingga segala sesuatunya harus terencana dan terperinci.
CDIA telah memberikan kontribusinya dalam hal dana dan Studi Pra-Kelayakan,
terutama dalam hal sistem Buy The Service. Meskipun belum jelas formula dana
yang diberikan sebagai hibah atau hutang.
Meskipin inisiatif pembangunan sistem transportasi massal ini berasal dari
Pemerintah Kota, akan tetapi detil dari kontrak operasi dan pemeliharaan (O&M
Contract) masih belum jelas. Karena saat ini, 18 Desember 2013, masih dalam
tahap Pre Market Sounding. Selama ini, pengalaman di Surabaya kerap
menggunakan BOT. Akan tetapi system tersebut justru menjerat aset pemda.
Sebab, nilai kompensasi yang diterima pemerintah daerah sangat rendah,
sementara aset pemerintah kota sudah dibangun menjadi pasar, sarana olahraga,
mal, dan sebagainya. Model kerja sama lain dengan build transfer operate (BTO)
atau bangun serah guna. Setelah transportasi missal ini selesai dibangun oleh
pihak ketiga, aset akan langsung diserahkan kepada pemerintah daerah untuk
kemudian dioperasikan oleh pihak ketiga tersebut selama jangka waktu tertentu.
Manajemen dipegang oleh mitra selama kontrak dengan berbagi keuntungan atau
profit sharing.
Baik BOT atau BTO tersebut, idealnya pemerintah kota bisa lebih dulu
menyiapkan perangkat kelembagaan. Salah satunya, membentuk semacam badan
usaha milik daerah (BUMD). Harapannya, kemitraan dapat berjalan dalam skema
13
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
yang lebih fleksibel, business-friendly, serta lepas dari kekakuan birokrasi. Di
sini, tuntutan profesionalisme pengelolaan menjadi taruhannya.
12. Referensi
Anonim
Project
Overview,
http://www.cdia.asia/wp-content/uploads/PO-Indonesia-
Surabaya-8-12.pdf, diakses pada pukul 8.44, 25 Desember 2013
Anonim
Executive Summary Surabaya Urban Transport, http://www.cdia.asia/wpcontent/uploads/Executive-Summary-Surabaya-Urban-Transport.pdf, diakses
pada pukul 8.45, 25 Desember 2013
Anonim
Kerja Sama Pemerintah – Swasta dalam Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur,
(http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/kerja-sama-pemerintah-swastadalam.html- , diakses pada pukul 9.50, 25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure,
Online
Compact
Oxford
English
Dictionary,
http://www.askoxford.com/concise_oed/infrastructure , diakses pada pukul 10.44,
25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure, JP1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated
Terms, p. 260, 12 April 2001 (rev. 31 August 2005), http://www.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA439918&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf,
diakses
pada pukul 10.00, 25 Desember 2013
Anonim
Infrastructure,
American
Heritage
Dictionary
of
the
English
Language,
http://education.yahoo.com/reference/dictionary/entry/infrastructure, diakses pada
pukul 22.34, 31 Desember 2013
Anonim
Risk
Management
in
PPP
Projects,
http://persmin.nic.in/otraining/undp_modules/PPPID/Training%20Modules\A
dvanced%20Module\Presentations\Risk%20Management%20in%20PPP.PDF
, diakses pada pukul 22.03, 31 Desember 2013
14
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR PERKOTAAN
(Studi Kasus Transportasi Massal Monorail dan Tram di Surabaya)
LH.Budianti - 3213205007
Anonim
http://www.itsnet.web.id/2013/04/30/juli-2013-pemkot-surabaya-buka-tendermrt/ , diakses pada pukul 23.24, 31 Desember 2013
Anonim
http://pkps.bappenas.go.id/index.php/id-ID/berita/143-berita-internal/1161tender-internasional-monorel-surabaya-digelar-desember, diakses pada pukul
23.45, 31 Desember 2013
Samiadji, Bambang Tata, (2009)
Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009, Edisi: Meningkatkan Daya Saing
Wilayah
Pi-Chu Chiu, (2006)
Risk Management Strategy for Infrastructure Public-Private Partnership
Projects, Brown Bag Seminar, 26 April 2006
Sullivan, arthur; Steven M. Sheffrin, (2003).
Economics: Principles in action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson
Prentice Hall. hlm. 474. ISBN 0-13-063085-3.
Wahyudi, Agus (2013)
Memaknai Megaproyek AMC Surabaya, (Jurnalis, peneliti The Jawa Pos
Institute of Pro-Otonomi/JPIP), JAWA POS, 23 Desember 2013
15