MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT (1)

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI
FILSAFAT

Disusun oleh :
1. Dea Tita Hastika
2. Fitriya Ningsih
3. Ines Novika Santia

Dosen Pengampu :
Wahyu Yulianto, M.Pd.

STKIP KUSUMA NEGARA

2015

2

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas

makalah Pendidikan Pancasila.
Makalah tentang Pancasila Sebagai Filsafat ini disusun untuk melengkapi tugas
Pendidikan Pancasila. Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara urut.
Penyajian materi didesain untuk memperkuat pemahaman konsep tentang Pancasila Sebagai
Filsafat dengan penjelasan yang cukup panjang.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun
hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala tersebut
dapat teratasi.
Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku maupun
internet. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi
penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca dan bermanfaat bagi pendidik
serta rekan-rekan dalam mengembangkan ilmu pendidikan pancasila.

Jakarta, 24 Oktober 2015

Penyusun
i


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………..

i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .…………………………………………………………………….

1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….

1

BAB II PEMBAHASAN
A. Cara Berpikir Filsafat……………………………………………………………….

1. Pengertian Dan Cara Berpikir Filsafat …..……………………………………..
2. Sistem Filsafat ……………………………………………………………………

2
2
4

3. Aliran-aliran Filsafat …………………………………………………………….

4

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat ………………………………………………

5

1. Pancasila Sebagai Filsafat ………………………………………………………

5

2. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat …………………………………………


6

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat ……………………

7

C. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan antara Hak dan
Kewajiban Asasi Manusia ………………………………………………………….

9

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………

13

B. Saran ………………………………………………………………………………

13


Daftar Pustaka …………………………………………………………………………

14

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu
yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini
kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara
tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap bangsa.
Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai adalah suatu
konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang
atau masyarakat. Pada konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran
atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk

mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat.
Sistem nilai (filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat
budaya bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, filsafat
berfungsi dalam menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam menghadapi suatu
masalah, hakikat dan sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan manusia, etika dan tata
krama pergaulan dalam ruang dan waktu, serta hakikat hubungan manusia dengan
manusia lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang juga memiliki filsafat seperti bangsabangsa lain. Filsafat ini tak lain adalah yang kita kenal dengan nama Pancasila yang
terdiri dari lima sila. Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan yang dimaksud dengan cara berfikir filsafat!
2. Jelaskan pengertian pancasila secara filsafat!
3. Jelaskan nilai-nilai pancasila menjadi dasar dan arah keseimbangan antara hak dan
kewajiban asasi manusia!

1

BAB II

PEMBAHASAN
A. Cara Berpikir Filsafat
1. Pengertian dan Cara Berpikir Filsafat
Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philoshopia. Istilah ini merupakan bentukan dari kata asal philo (philein) yang berarti cinta,
dan sophos yang artinya hikmah/kebijaksanaan. Jadi, filsafat artinya mencintai hal-hal
yang sifatnya bijaksana. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakekat dari
segala sesuatu yang mencari sebab-sebabnya yang terdalam dengan menggunakan
rasio/akal budi manusia.
Menurut D. Runes, filsafat berarti ilmu yang paling umum yang mengandung
usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan. Filsafat tidak hanya menyelidiki
struktur obyeknya sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, melainkan selalu
menyelidiki hakekat obyeknya, mencari inti hakekatnya, dengan berpikir yang
sedalam-dalamnya secara mendasar sampai pada akar-akarnya yang terakhir.
Filsafat bukan agama, karena dalam agama manusia bertitik tolak dari wahyu
Ilahi, dari ungkapan Tuhan kepada hamba-Nya. Filsafat sama sekali tidak bertitik
tolak dari wahyu Ilahi, melainkan senantiasa tetap mempergunakan rasio/akal budi
murninya.
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal
dan filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki.

2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan
menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik
pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam
sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa di luar yang
terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa objek kajian filsafat meliputi :
1. Objek Material, yaitu kajian filsafat yang meliputi sesuatu baik berupa material
konkret seperti manusia, alam, benda, binatang, dan sebagainya, maupun sesuatu
yang bersifat abstrak seperti, nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup
dan sebagainya.

2

2. Objek Formal, yaitu cara pandang seseorang terhadap objek material tersebut.
Misalnya dari sudut pandang nilai (bidang aksiologi), dari sudut pandang
pengetahuan (bidang epistemologi), dari sudut pandang keberadaan (bidang
ontologi), dari sudut pandang tingkah laku baik dan buruk (bidang etika), dari
sudut pandang keindahan (bidang estetika) dan sebagainya. Filsafat khusus

misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat pancasila, filsafat bahasa dan
lainnya yang membicarakan hal-hal yang sifatnya khusus.
Dari pengertian tentang filsafat di atas dapat diketahui cara berpikir filsafat,
antara lain

:

1. Kritis, yaitu selalu mempertanyakan segala sesuatu, problema-problema, dan halhal yang dihadapi manusia.
2. Radikal, yaitu bukan hanya sampai pada fakta-fakta yang sifatnya khusus dan
empiris belaka, namun sampai pada intinya yang terdalam yaitu hakekat dari
sesuatu objek. (radix : akar-akarnya)
3. Konseptual, yaitu tidak hanya sampai pada persepsi manusia saja, tapi merupakan
kegiatan akal budi dan mental manusia yang berusaha menyusun konsep-konsep
yang berasal dari generalisasi serta abstraksi dari hal-hal yang sifatnya khusus.
4. Koheren (runtut), yaitu berfikir secara sistematis, runtut, unsur-unsurnya tidak
saling terpisah, tidak saling bertentangan, tidak acak-acakan, kacau dan
fragmentaris.
5. Rasional, yaitu pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh akal sehat manusia
(logis).
6. Komprehensif (menyeluruh), yaitu kesimpulan diambil berdasarkan banyak

pertimbangan dari berbagai sudut pandang, berbeda dengan ilmu pengetahuan.
7. Universal, yaitu bersifat umum bagi seluruh umat manusia, tidak terbatas oleh
ruang dan waktu, misalnya keadilan, kebenaran dan kebaikan.
8. Spekulatif, yaitu menduga-duga atau memprediksi dengan kekuatan akal manusia
untuk menemukan jawaban dari fakta yang dihadapi.
9. Bebas, yaitu berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terikat pada kekangankekangan sosial, politik, tradisi, agama dan moral.
10. Implikatif, yaitu jawaban dari suatu permasalahan tidak pernah tuntas, tetapi
menimbulkan pertanyaan baru lagi.
11. Reflektif, yaitu dalam melihat (berkaca) pada kehidupan di masyarakat, apa yang
sebaiknya dilakukan agar hidup menjadi lebih baik dan bermakna.

2. Sistem Filsafat
3

Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia
sebagai subyek. Perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita-cita dan
keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan perbedaan-perbedaan
mendasar antar ajaran filsafat. Setiap jalan pikiran atau penalaran tersusun atas
pernyataan-pernyataan yang dapat diselidiki benar tidaknya. Pernyataan-pernyataan
serupa itu juga disebut putusan atau proposisi.

Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan
yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan
hakikat realitas, filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya
pengetahuan dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian
kehidupan tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis seorang
ahli filsafat.

3. Aliran-aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagai
berikut :
1. Aliran Materialisme
Aliran ini mengajarkan bahwa hakekat realitas kesemestaan, termasuk
makhluk hidup dan manusia ialah materi. Semua realitas tersebut ditentukan oleh
materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu
hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat objektif.
2. Aliran Idealisme/Spiritualisme
Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit manusia yang menentukan
hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan
kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tak sadar
atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas semata. Jadi,
hakekat diri dan kenayataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit).
3. Aliran Realisme
Aliran ini mengajarkan bahwa kedua aliran di atas (materialisme dan
idealisme) adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi)
semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan akhirnya mati.
Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas
adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual,
jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia, tampak dalam gejala daya pikir, cipta,

4

dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniahrohaniah, materi dan nonmateri.

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat
1. Pancasila Sebagai Filsafat
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi pancasila. Secara ringkas
filsafat pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat pancasila juga
mengungkap konsep-konsep yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia,
melainkan juga manusia pada umumnya. Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia
ditetapkan menjadi ideologi bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pembahasan filsafat pancasila dapat dilakukan secara deduktif dan induktif.
Secara deduktif dilakukan dengan mencari hakikat pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
Secara induktif yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

2. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat
1) Aspek Ontologi
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara menurut Aristoteles sebagai filsafat pertama, ontologi
adalah ilmu yang menyelidiki hakekat sesuatu dan disamakan artinya dengan
metafisika.
Jadi, ontologi adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki makna
yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakekat ada,
termasuk ada alam, manusia, metafisika dan alam semesta atau kosmologi. Bidang
ontologi meliputi ; penyelidikan tentang keberadaan manusia, benda, alam
semesta. Artinya ontologi adalah menjangkau adanya tuhan dan alam ghaib seperti
rohani dan kehidupan sesudah kematian (alam dibalik dunia, alam metafisika).
Dalam konteks ontologi, pancasila “ada” dalam realitas/kenyataan, sebab
“ada” nya Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil, yang menjadi landasan sila-sila
Pancasila itu “ada” dalam realitas/kenyataan. Nilai-nilai Pancasila yang terdapat
5

dalam adat istiadat, budaya, dan religi, “ada” pada bangsa Indonesia sejak dahulu
kala, dan masih tetap “ada” sampai sekarang.
Hubungan :
Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar manusia menjadi pencipta, pengatur
serta penguasa alam semesta.
2) Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber
pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, serta batas dan validitas
ilmu pengetahuan. Yang termasuk cabang epistemologi adalah matematika, logika,
sematik, dan teori ilmu.
Dilihat dari aspek epistemologi, Pancasila merupakan pengetahuan ilmiah
dan filsafati, dan bisa diteliti dan diuji kebenarannya.

Hubungan :
Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan Negara Indonesia yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, dan UUD sendiri berlandaskan pada
Pancasila.
3) Aspek Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai,
jenis dan tingkatan nilai dan hakekat nilai.
Dalam konteks aksiologi, Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung nilai
manfaat yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku
bangsa ini, dan mengandung nilai manfaat sebagai acuan moral bangsa Indonesia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang diangkat dari kehidupan bangsa Indonesia yang
diyakini sebagai sesuatu hal yang baik, benar dan indah.
Hubungan :
Dalam menyelidiki makna nilai dari suatu terdapat norma-norma masyarakat
yang sudah mendarah daging dalam beretika yang merupakan Way Of Life dan
ciri khas Bangsa Indonesia yang , Pancasila sendiri adalah cerminan dari Bangsa
Indonesia sendiri. Adapun kepercayaan pada Tuhan termasuk cangkupan nilai di
axiologi, sejak dahulu leluhur kita sudah menciptakan banyak karya yang terdiri
dari cipta, rasa, dan karsa sesuai kepercayaannya.

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
6

Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kelimanya merupakan satu
kesatuan yang bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri,
maksudnya sila yang satu terlepas dari sila yang lain. Sila-sila Pancasila mempunyai
hubungan yang erat antara yang satu dengan lainnya. Kelima sila itu bersama-sama
menyusun pengertian yang satu, bulat dan utuh.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila telah memenuhi persyaratan di antaranya
sebagai berikut :
a. Sebagai satu kesatuan yang utuh, berarti kelima sila dari sila I s.d. V merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan satu sila berarti
menghilangkan arti Pancasila.
b. Bersifat konsisten dan koheren, berarti lima sila Pancasila itu urut-urutan sila I s.d.
V bersifat runtut tidak kontradiktif, dan nilai yang lebih esensial didahulukan.
Esensi pokok sila I s.d. V : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Tuhan
menciptakan manusia, manusia butuh interaksi dengan manusia lain (persatuan),
setelah bersatu mencapai tujuan bersama (keadilan) dan perlu musyawarah
terlebih dahulu.
c. Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lain, berarti sila I s.d. V ada
hubungan keterkaitan dan ketergantungan yang menjadi lima sila tersebut bulat
dan utuh.
d. Ada kerjasama, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pendukung Pancasila itu
yang melakukan kerjasama yaitu bangsa Indonesia sendiri.
e. Semua mengabdi pada satu tujuan yaitu tujuan bersama, maksudnya adalah semua
pendukung Pancasila (bangsa Indonesia) harus bekerjasama untuk tujuan bersama
seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 yaitu kesejahteraan bersama.
Konsekuensi dari sistem tersebut menyebabkan Pancasila memiliki susunan
hirarkis dan bentuk piramidal. Hirarkis artinya bertingkat, sedangkan piramidal
dipergunakan menggambarkan hubungan yang bertingkat dari sila-sila Pancasila
dalam urutan luas cakupan (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas).
Jika dilihat dari segi esensinya, urut-urutan lima sila ini menunjukan rangkaian
tingkat dalam “luas cakupan” dan “isi sifatnya.” Artinya sila yang dibelakang sila
lainnya lebih sempit/kecil cakupannya atau merupakan pengkhususan atau bentuk
penjelmaan dari sila-sila yang mendahuluinya. Dengan adanya urut-urutan dari kelima
sila Pancasila yang mempunyai hubungan mengikat satu sama lain, sehingga
Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Hal ini menjadikan setiap
sila dari Pancasila didalamnya terkandung sila-sila lainnya, ini berarti :
7

1. KeTuhanan Yang Maha Esa, adalah KeTuhanan yang berperikemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah Kemanusiaan yang berkeTuhanan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
3. Persatuan Indonesia, adalah persatuan yang berkeTuhanan, berkemanusiaan,
berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
permusyawaratan/perwakilan,

adalah

hikmat
kerakyatan

kebijaksanaan
yang

dalam

berkeTuhanan,

berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkeadilan sosial.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah keadilan

yang

berkeTuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkerakyatan.
Konsekuensi logis dari hirarkis piramidal sila-sila Pancasila tersebut, maka
sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa menjadi puncak dari sila di bawahnya, yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan antara
Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
Pandangan mengenai relasi antara manusia dengan masyarakat merupakan
falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi kehidupan
masyarakat. Untuk merumuskan relasi manusia dalam masyarakat, ada dua pandangan
yang berbeda, yakni pandangan pertama, melihat manusia sebagai pribadi atau individu.
Penekanannya pada kehidupan personal manusia. Dalam kehidupan seperti ini sering
terjadi persaingan yang tidak sehat. Ada banyak pelanggaran dan penindasan terhadap
kaum lemah. Di sini berlaku istilah “yang kaya tetap kaya yang miskin tetap miskin.”.
Cara hidup seperti ini menimbulkan kepincangan dalam hidup bermasyarakat dan tidak
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam sila kedua, yakni kemanusiaan
yang adil dan beradab serta sila kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pandangan kedua, yakni pandangan yang melihat hubungan manusia dengan
masyarakat sebagai sosial. Penekanannya terletak pada aspek masyarakat. Masyarakat
dianggap segala-galanya, masyarakat dijadikan sebagai tolak ukur untuk semua segi
kehidupan. Di sini dimensi demokrasi sangat menonjol. Bila ini yang berlaku, maka
8

manusia kehilangan kepribadiannya. Individu dianggap seolah-olah sebuah mesin raksasa
masyarakat yang menggerakkan kehidupan bersama. Paham ini akan menimbulkan
tekanan batin karena hak-hak pribadi diabaikan, dengan demikian kebahagiaan
sebagaimana yang dicita-citakan bersama tidak akan tercapai.
Kedua paham di atas, dari sudut pandang Pancasila dan hubungan manusia dengan
masyarakat tidak memilih salah satu dari keduanya. Juga tidak memadukan keduanya
menjadi satu. Karena karakter individualisme dan liberalisme serta komunisme tidak
sesuai dengan prinsip Pancasila. Pancasila melihat bahwa kebahagiaan manusia hanya
bisa tercapai jika dikembangkan melalui hubungan yang serasi antara manusia dengan
masyarakat, manusia dengan Allah Yang Maha Kuasa dan manusia dengan alam semesta.
Untuk menciptakan keseimbangan antara hubungan hak dan kewajiban menurut
nilai-nilai dari Pancasila, ada tiga hal yang perlu diketahui antara lain :
1. Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa, seperti yang terealisasi dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila
pertama dalam nilai Pancasila menjadi yang terutama dan pertama. Relasi manusia
dengan Tuhan, merupakan hal fundamental yang harus dihidupi. Manusia wajib taat
pada perintah Tuhan dan menghentikan segala larangan-Nya. Manusia yang tunduk
pada hukum Tuhan akan mendapat ganjarannya, manusia akan memperoleh imbalan
yang menjadi haknya di kemudian hari, tetapi tidak diterima di dunia ini. Imbalan itu
akan diterima pada akhir hayat nantinya. Hubungan yang baik antara Tuhan sebagai
pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya, hanya bisa tercipta bila manusia tunduk
pada hukum Ilahi.
Menurut sila Ketuhanan Yang Maha Esa, manusia Indonesia disadarkan dan
diingatkan akan adanya Allah dengan sifat yang dimiliki-Nya. Pengenalan dan
pengamalan akan Allah, diharapkan manusia memiliki sikap dan tindakan yang tepat
dalam hubungannya dengan Allah. Sikap yang tepat dianjurkan dalam butir-butir P4
(pedoman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila), sebagai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila.
2. Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya, baik
sebagai warga masyarakat, warga bangsa dan warga negara. Sebagai warga negara
memiliki kewajiban kepada negara, misalnya membayar pajak. Sedangkan hak warga

9

negara yang harus diterima dari negara, misalnya infrastruktur (jalan raya, PAM,
Listrik, dan lain- lain).
Sila kedua sangat menekankan sifat Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Manusia diharapkan menyadari keluhuran martabatnya sebagai manusia. Manusia
memiliki kebebasan untuk memilih dan melaksanakan apa yang dikehendakinya.
Sikap saling mengakui, menghargai, menghormati, dan menjunjung tinggi martabat
kemanusiaan adalah sikap dasar dari pengamalan Pancasila khususnya sila kedua.
3. Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar, yang
meliputi hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala isinya. Seluruh alam
semesta dengan segala isinya diperuntukkan bagi kelangsungan hidup manusia.
Manusia juga memiliki kewajiban untuk melestarikan alam dan kekayaan yang ada di
dalamnya. Alam juga mengalami penyusutan, sedangkan manusia semakin
berkembang, dengan demikian kebutuhannya juga bertambah. Memelihara kelestarian
alam juga merupakan kewajiban manusia, sebab alam sudah menyumbangkan banyak
hal untuk kelangsungan hidup manusia.
Hubungan manusia dengan alam harus seimbang antara kewajiban dan hak,
sama seperti hubungan manusia dengan masyarakat dan manusia dengan Tuhan.
Pancasila adalah suatu pandangan hidup atau ideologi yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia
dengan alam lingkungannya.
Alasan mendasar Pancasila sebagai pandangan hidup atau ideologi bangsa adalah
sebagai berikut:
1) Mengakui adanya kekuatan ghaib yang ada di luar diri manusia sebagi pencipta serta
pengatur dan penguasa alam semesta.
2) Mengatur keseimbangan dalam hubungan, keserasian-keserasian dan pengendalian
diri. Artinya relasi yang baik dan seimbang antara ketiganya (manusia dengan
masyarakat, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan alam semesta) akan
menciptakan hidup bahagia dan semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
3) Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting. Persatuan
dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral. Sebuah negara yang tidak bisa
bersatu akan sulit menciptakan hidup harmonis. Negara harus bisa memegang kendali
dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara.
10

4) Rasa kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan serta musyawarah untuk mufakat
dijadikan sebagai sendi dalam kehidupan bersama.
5) Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.
Isi pemikiran Filsafat Pancasila sebagai suatu pemikiran filsafat tentang negara bahwa
Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah
asasi filsafat tentang negara yang berpusat pada lima masalah sosial.

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan Negara atau dengan kata lain pancasila merupakan suatu dasar untuk
mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum, pancasila merupakan kaidah hukum Negara yang secara konstitusional
mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat,
wilayah serta pemerintah Negara.
Oleh karena itu pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia
sebagai landasan. Pancasila sebagai filsafat Negara Indonesia yaitu hasil pemikiran
mendalam dari bangsa Indonesia, yang dianggap, diyakini sebagai kenyataan nilai dan
norma yang paling benar, dan adil untuk melakukan kegiatan hidup berbangsa dan
bernegara di manapun mereka berada. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa indonesia,
yang membedakan dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa
Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa
Indonesia sepanjang masa.

B. Saran
Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal
di negara Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih
meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai, menjaga, memahami dan
melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam
pemahaman bahwa filsafat Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara Indonesia.

12

DAFTAR PUSTAKA
[1]

Syamsudin, M., dkk. 2009. Pendidikan Pancasila; Menempatkan Pancasila dalam Konteks

Keislaman dan Keindonesiaan. Yogyakarta: Total Media.
[2]

https://arvyndilawijaya.wordpress.com/2013/03/24/pancasila-sebagai-filsafat/ (diakses tanggal

24 Oktober 2012 Pukul 17.08)
[3]

http://ratni_itp.staff.ipb.ac.id/2012/06/11/pancasila-sebagai-filsafat/ (diakses tanggal 24 Oktober

2012 Pukul 17.10)
[4]

http://mikhaelihem.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-pancasila-secara-filsafat.html

(diakses tanggal 23 Oktober 2012 Pukul 17.10)
[5]

http://arynatalina.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11723/Pancasila+Sebagai+Sistem+Filsafa

t.ppt (diunduh tanggal 24 Oktober 2012 Pukul 18.50)
[6]

http://choirul_umam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/42621/bab2-

pancasila_sebagai_sistem_filsafat.pdf (diunduh tanggal 24 Oktober 2012 Pukul 16.57)
[7]

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196604251992032-

ELLY_MALIHAH/Silabi,_SAp,_Bahan_Kuliah_PKN,_Elly_Malihah/BAB_2.pdf (diunduh tanggal 24
Oktober 2012 Pukul 17.00)

13