Teori Sistem Dunia dan People Centered D

TUGAS TEORI PEMBANGUNAN

TEORI SISTEM DUNIA DAN PEMBANGUNAN
YANG BERPUSAT PADA MANUSIA
(PEOPLE CENTERED DEVELOPMENT)

OLEH :

M. FIKRI CAHYADI
NPP. 24. 0214
KELAS G-S1
(PRODI M. PEMBANGUNAN)
PEMBIMBING :

Ibu DWI INDAH KARTIKA, S.Pd, M.Si

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
(IPDN)
2015
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 1


A. TEORI SISTEM DUNIA
Teori Sistem Dunia berpandangan bahwa prospek dan kondisi pembangunan suatu negara
secara mendasar dibentuk oleh proses ekonomi dan pola hubungan antar negara dalam skala
dunia. Teori ini menekankan bahwa merupakan hal yang sia-sia untuk menganalisis atau
membentuk pembangunan dengan memusatkan pada tingkat negara-negara secara individual
dimana tiap-tiap negara berakar dalam sebuah sistem dunia. Teori ini muncul saat Perang Dingin,
akibat dari konflik Uni Soviet dengan Amerika Serikat yang memunculkan imajinasi geopolitik
baru. Dan menurut para pakar bahwa teori sistem dunia mulai berkembang abad ke-14 ketika
perdagangan internasional mulai berkembang dan ketika Eropa berkembang ke dalam jaman
penemuan dan penjajahan. Teori ini didasari oleh pandangan Marxisme yang mana teori ini
menekankan pada kelompok, negara,imperialisme dan kendali atas alat-alat produksi dan tenaga
kerja.

Namun teori sistem dunia tidak sependapat terkait teori developmentalisme dalam

Marxisme yang berisi gagasan bahwa masyarakat secara bertahap bergerak dari paham
feodalisme, kapitalisme dan sosialisme kepada paham komunisme yang dapat dianalisis dan
ditransformasi secara individual dan terpisah dari sistem dunia.
Teori sistem dunia muncul sebagai kritik atas teori modernisasi dan teori dependensi.
Immanuel Wallerstein memandang bahwa dunia adalah sebuah sistem kapitalis yang mencakup

seluruh Negara di dunia tanpa kecuali. Sehingga, integrasi yang terjadi lebih banyak dikarenakan
pasar (ekonomi) daripada kepentingan politik. Dimana ada dua atau lebih Negara
interdependensi yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan seperti food, fuel, and
protection. Juga, terdapat satu atau dua persaingan politik untuk mendominasi yang dilakukan
untuk menghindari hanya ada satu Negara sentral yang muncul ke permukaan selamanya. Teori
ini membagi dunia secara geografis menjadi tiga kelompok.
Yang pertama adalah kategori Inti (Kelompok Pusat) dimana terdapat pusat-pusat
kekuasaan, kekayaan industri, dan pusat pengaruh politik dunia. Negara-negara ini secara kuat
mempengaruhi dan memaksakan aturan-aturan tatanan dunia. Negara- negar yang masuk ke
dalam kategori ini antara lain Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang.

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 2

Kategori yang kedua adalah Semi Periperi (Kelompok Antara) dimana merupakan
percampuran antara sifat-sifat dari negara-negara inti seperti perindustrian, kekuatan ekspor,
kesejahteraan dan sifat kategori Periperi seperti kemiskinan, kerentanan terhadap pengaruh
keputusan asing, kepercayaan pada produk pokok. Dalam kelompok ini adalah kelompok yang
paling penuh pergolakan dimana anggotanya paling sering mengalami naik-turun dalam hirarki
dunia.Negara- negar yang masuk ke dalam kategori ini antara lain Asia Timur, Amerika Latin,
negara pecahan Uni Soviet.

Kelompok yang ketiga adalah Periperi (Kelompok Pinggiran) yang merupakan negaranegara yang terbelakang dalam sistem dunia. Kelompok ini hanya menyediakan bahan baku
mentah bagi industri maju. Kelompok ini hidup dalam situasi kehidupan yang menyedihkan,
kemiskinan dan prospek pembangunan masa depan yang suram. Negara- negar yang masuk ke
dalam kategori ini antara lain mayoritas negara-negara di Afrika.
Perbedaan bagi ketiga jenis negara ini adalah kekuatan ekonomi dan politik dari masingmasing kelompok. Kelompok negara-negara kuat (pusat) mengambil keuntungan yang paling
banyak, karena kelompok ini dapat memanipulasi sistem dunia sampai batas-batas tertentu
dengan kekuatan dominasi yang dimilikinya. Kemudian negara setengah pinggiran mengambil
keuntungan dari negara-negara pinggiran yang merupakan pihak yang paling dieksploitir.
Munculnya Negara semi pinggiran oleh Wallerstein dikarenakan pemikiran jika hanya
terdapat 2 kutub di dunia yaitu Negara pusat dan pinggiran saja, maka disintegrasi akan muncul
dengan mudah dalam sistem dunia itu. Sehingga, Negara semi pinggiran dinilai akan
menghindari disintegrasi tersebut. Kemudian, Negara semi pinggiran juga dinilai bisa menjadi
iklim ekonomi baru.
Indonesia pada awalnya masuk ke dalam kelompok Periperi tetapi dalam beberapa
dekade belakangan ini Indonesia sudah masuk ke dalam Semi Periperi disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi berbasis pada ekspor industri, ekspor minyak, dan statusnya sebagai
negara dengan populasi terbesar keempat di dunia.
Penekanan pada teori ini adalah, Negara-negara di dunia bisa naik dan juga bisa turun
kelas. Negara pusat bisa saja menjadi Negara semi pinggiran, Negara semi pinggiran bisa
menjadi Negara pusat atau Negara pinggiran, dan Negara pinggiran bisa menjadi Negara semi

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 3

pinggiran. Hal ini terbukti pada Perang Dunia II, Inggris dan Belanda yang sebelumnya menjadi
Negara pusat turun kelas digantikan Amerika Serikat pasca kehancuran dahsyat di Eropa.
Wallerstein merumuskan tiga strategi bagi terjadinya proses kenaikan kelas, yaitu:
Kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan yang datang. Sebagai misal negara
pinggiran tidak lagi dapat mengimpor barang-barang industri oleh karena mahal sedangkan
komiditi primer mereka murah sekali, maka negara pinggiran mengambil tindakan yang berani
untuk melakukan industrialisasi substitusi impor. Dengan ini ada kemungkinan negara dapat naik
kelas dari negara pinggiran menjadi negara setengah pinggiran. Naik dan turunnya kelas suatu
Negara tergantung pada kesuksesan pembangunan, bantuan internasional dan gabungan,
kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim yang sedang berkuasa.
Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan industri raksasa di negara-negara pusat
perlu melakukan ekspansi ke luar dan kemudian lahir apa yang disebut dengan Multi National
Corporate. Akibat dari perkembangan ini, maka muncullah industri-industri di negara-negara
pinggiran yang diundang oleh oleh perusahaan-perusahaan Multi National Corporateuntuk
bekerjasama. Melalui proses ini maka posisi negara pinggiran dapat meningkat menjadi setengah
pinggiran.
Kenaikan kelas terjadi karena negara menjalankan kebijakan untuk memandirikan
negaranya. Sebagai misal saat ini dilakukan oleh Peru dan Chile yang dengan berani melepaskan

dirinya dari eksploitasi negara-negara yang lebih maju dengan cara menasionalisasikan
perusahaan-perusahaan asing. Namun demikian, semuanya ini tergantung pada kondisi sistem
dunia yang ada, apakah pada saat negara tersebut mencoba memandirikan dirinya, peluang dari
sistem dunia memang ada. Jika tidak, mungkin dapat saja gagal.
Kritik terhadap Teori Sistem Dunia :


Terlalu memberikan perhatian pada aspek ekonomi.



Sistem dunia tidak cukup ketika digunakan pada budaya global yang mempunyai

sistem-dunia yang terpisah.


Terlalu luas sehingga tidak efektif dalam menganalisis dinamika lokal. Teori

sistem dunia mengesampingkan aktifitas, inisiatis masyarakat lokal.
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 4


Periode ekonomi yang utama untuk TSD adalah Siklus Kondratieff. Siklus ini terbagi
dalam dua fase, yaitu fase A dan Fase B. fase A merupakan fase dimana terjadi kemajuan
ekonomi, perluasan ekonomi, adanya kemampuan memperoleh keuntungan berbasis inovasi
teknologi dan pembentukan suatu aturan-aturan. Kemudian fase A ini keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya inflasi yang kemudian menjadi penyebab munculnya fase B. dimana
ekonomi menurun, terjadi deflasi, stagnasi ekonomi (ekonomi tidak berjalan) dan penurunan
perolehan keuntungan. Tekanan untuk memperoleh keuntungan pada fase B ini memaksa para
kapitalis dan pembuat kebijakan agar mencari jalan dan inovasi baru untuk mengumpulan capital
(modal) untuk masa yang akan datang. Bekerjanya penanaman modal pada sektor-sektor
ekonomi, keberhasilan diaturnya lingkungan, dan lokasi produksi, menciptakan kondisi untuk
Siklus Kondratieff yang baru.

B. PEMBANGUNAN YANG BERPUSAT PADA MANUSIA
Sekalipun model pembangunan terakhir telah berhasil melontarkan pemikiran-pemikiran
baru dan memperkenalkan perlunya reformasi-reformasi prioritas program pembangunan,
keduanya ternyata hanya berhasil menawarkan suatu alternatif yang bersifat parsial terhadap
model pembangunan yang berpusat pada pertumbuhan. Dilain pihak para ahli pembangunan
seperti David Korten mengkritik model pembangunan tadi, karena kurang perhatian terhadap
keterpusatan posisi umat manusia dalam pembangunan dan telah membuat lapisan penduduk

miskin tergantung pada pelayanan dan program - program pembangunan pemerintah.
Kritikan - kritikan tadi memunculkan model pembangunan alternatif melalui rintisan
David C. Korten. Dia menyebutkan model pembangunan tersebut sebagai model pembangunan
yang berpusat pada manusia. Menurutnya mungkin semua kebutuhan dasar manusia bisa
dipenuhi, tetapi itu bukan berarti telah memberikan mereka suatu lingkunan forbeing human.
Lebih lanjut Korten mengatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada manusia, sungguh sungguh ditujukan pada memberi manfaat bagi orang, baik dalam berbuat maupun dalam
hasilnya, juga memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan kepandaian yang kreatif
bagi masa depannya sendiri dan masa depan masyarakat (Korten, 1987). Model pembangunan
seperti ini, akan mengurangi ketergantungan masyarakat pada birokrasi dan lebih menjamin
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 5

pertumbuhan

self

-

sustaining

capacity


masyarakat

menuju

sustained

development

(Tjokrowinoto, 1987).
Perspektif baru pembangunan tersebut, memberikan peranan yang khusus kepada
pemerintah yang jelas berbeda dengan peranan pemerintah pada model-model pembangunan
terdahulu. Seperti dikatakan pada awal tulisan ini, peranan pemerintah dalam hal ini, adalah
menciptakan lingkungan sosial yang memungkinkan untuk berkembang, yaitu lingkungan sosial
yang mendorong perkembangan manusia dan aktualisasi potensi manusia secara lebih besar.
Penciptaan lingkungan sosial memerlukan sistem belajar mengorganisasi diri, yakni dengan
mengorientasikan jaringan organisasi informal dan arus komunikasi pada kebutuhan dan variasi
lokal sebagai pelengkap dari ststem komando yang lebih formal. Berfungsinya pengaturan
struktural tersebut, sangat tergantung pada inisiatif rakyat untuk berkreasi pada sumber informasi
yang tidak pernah kering, keduanya menentukan input -input sumber utama model tersebut.

Model pembangunan seperti ini, memberikan peranan warga masyarakat bukan
hanya sebagai subyek melainkan lebih - lebih sebagai aktor yang menentukan tujuan-tujuannya
sendiri, maenguasi sumberdaya - sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan- tujuan
tersebut, dan mengarahkan proses - proses yang mempengaruhi hidupnya. Meskipun
pembangunan yang berpusat pada manusia, mengakui pentingnya pertumbuhan, namun
penampilan dari suatu sistem pertumbuhan terutama tidak diukur berdasarkan nilai pertumbuhan
yang dihasilkannya, melainkan lebih pada hubungannya dengan seberapa luas masyarakat
terlibat didalamnya dan seberapa tinggi kualitas situasi kerja yang tersedia bagi mereka. Dalam
hubungan itu, salah satu hal yang sangat penting yang membedakan model pembangunan yang
berpusat

pada

manusia

dengan

model

pembangunan


yang

berorientasi

pada

pertumbuhan/produksi adalah bahwa yang pertama mensubordinasikan kepentingan sistem
produksi dibawah kepentingan manusia, sementara yang kedua menempatkan kepentingan
manusia dibawah subordinasi kepentingan sistem produksi.
Untuk lebih lengkap, berikut ini digambarkan dalam bentuk matrik perbedaan
model ini dibandingkan dengan model - model pembangunan terdahulu sebagaimana
dikemukakan David C. Korten (Tjokrowinoto, 1987);

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 6

Dengan mengacu pada pemikiran Korten, kemungkinan untuk pencapaian model
pembangunan yang baru, dapat dilaksanakan. Korten sendirimenyebut bahwa dalam model
pembangunan yang berpusat pada manusia, harus ditekankan pada pendekatan pengelolaan
sumber yang bertumpu pada komunitas, ciri - cirinya adalah : (1) Secara bertahap prakarsa dan

proses pengambilan keputusan, untuk memenuhi kebutuhan harus diletakkan pada masyarakat
sendiri; (2) Kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber - sumber yang
ada, harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan mereka; (3) Memperhatikan variasi lokal,
karena itu sifatnya amat fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi lokal; (4) Menekankan social
learning antara birokrasi dan komunitas mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi proyek
dengan mendasarkan diri pada saling belajar; (5) Membentuk jaringan (networking) antara
birokrat dengan lembaga swadaya masyarakat maupun satuan - satuan organisasi tradisional
yang mandiri. Melalui proses networking ini diharapkan terjadi simbiose antara struktur struktur pembangunan di tingkat lokal.
Kalau dalam model pembangunan yang berorientasi pada pemerataan diterapkan strategi
Bottom- up planning yang didukung oleh service providerdari birokrasi, maka model
pembangunan yang terpusat pada manusia membutuhkan, transactive planning yaitu
menekankan perencanaan dalam rangka pembangunan masyarakat melalui kebijaksanaan yang
demokratis (democratic policy), disini birokrasi melaksanakan perencanaan bersama sama masyarakat dan sifatnya sebagai enabler/facilitator.
Jenis perencanaan seperti ini lebih menekankan proses pengembangan pribadi dan
organisasi dan bukan hanya sekedar pencapaian tujuan fungsional khusus. Proses tersebut
berkenaan dengan tatap muka atau dialog interpersonal dengan masyarakat yang dipengaruhi
oleh keputusan dan ditandai oleh suatu proses saling belajar. Rencana yang dihasilkan bukan
dinilai dari sampai seberapa jauh sumbangan barang atau jasa yang diberikan kepada
masyarakat, tetapi dari pengaruhnya terhadap martabat mereka, rasa keefektifan, nilai- nilai dan
perilaku mereka, kemampuan mereka untuk berkembang melalui kerjasama dan semangat murah
hati mereka (Hudson, 1979).
Sebagai fasilitator, pola tingkah laku birokrat dari model pembangunan ini, seharusnya
seperti yang digambarkan Y.C. Yen (Tjokrowinoto, 1987) yaitu pihak yang datang dan hidup
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 7

bersama masyarakat, belajar dari mereka, merencanakan dan bekerja bersama mereka, memulai
dengan apa yang mereka ketahui, membangun dengan apa yang mereka miliki dan mengajar
mereka dengan contoh - contoh serta belajar dengan berbuat.
Dengan demikian, pola tingkah laku birokrasi konvensional tidak cocok untuk diterapkan
dalam model pembangunan seperti ini, ketidakcocokan ini secara empiris telah dibuktikan oleh
Ngau dengan studi kasus Harambee di Kenya. Penelitiannya mengungkapkan bahwa pola
tingkah laku birokrasi konvensional telah menimbulkan dispowerment dan departicipation.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah lembaga yang merupakan perujudan paling
khas dari model pembangunan yang berpusat pada manusia. Dibandingkan dengan badan-badan
pemerintahan, LSM mempunyai sifat sebagai berikut: (1) Skalanya kecil dan pendekatannya
lebih menekankan proses daripada hasil. LSM lebih mampu dibandingkan dengan badan-badan
pemerintah didalam menjangkau lapisan penduduk miskin; (2) Lebih mampu melibatkan
partisipasi lapisan penduduk miskin didalam proses pengambilan keputusan daripada lembagalembaga yang dibentuk oleh pemerintah; (3) Tekanannya yang lebih mementingkan
proses daripada hasil - hasil pembangunan juga lebih memungkinkan lapisan penduduk miskin
belajar memperoleh kemampuan mengendalikan kehidupan mereka; (4) karena skalanya yang
lebih dan tidak menjadi bagian dari birokrasi pemerintah, mereka pada umumnya lebih fleksibel
dan eksperimental; (5) lebih mampu menyalurkan sumberdaya yang tidak dapat dilakukan oleh
pemerintah ; (6) lebih mampu bekerja dengan lembaga- lembaga lokal dan (7) lebih mampu
mencapai sasaran mereka dengan biaya yang lebih murah.
Di dalam pendekatan yang dilakukan LSM ini, pemerintah mempunyai peranan
memperkenalkan LSM untuk melaksanakan proyek dan menugasi LSM untuk bekerja di suatu
proyek/kawasan yang belum dijangkau pemerintah. Sekali LSM itu diperkenalkan, untuk
seterusnya dapat menjalankan proyek itu tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah.
Kerjasama antara pemerintah dengan LSM- LSM dapat dilembagakan dengan mengundang
wakil - wakil LSM menjadi anggota badan provinsi dengan mengundang wakil - wakil LSM
menjadi anggota badan provinsi atau subprovinsi (Tjokrowinoto, 1987). Dengan adanya
kerjasama ini, antara pemerintah dengan LSM dapat saling mengisi dan menghindari kesan LSM
adalah pesaing pemerintah.
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 8

Pada dasarnya, ide dan gagasan tentang pembangunan yang berpusatkan pada manusia
(people centered development), diawali dengan pemahaman tentang ekologi manusia, yang
menjadi pusat perhatian pembangunan. Dengan demikian, pembangunan haruslah menempatkan
rakyat sebagai pusat perhatian dan proses pembangunan harus menguntungkan semua pihak.
Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, kelompok rentan dan meningkatnya pengangguran
perlu mendapat perhatian utama karena bisa menjadi penyebab instabilitas yang akan membawa
pengaruh negatif, seperti longgarnya ikatan-ikatan sosial dan melemahnya nilai-nilai serta
hubungan antar manusia.
Karena itu, komitmen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara-cara yang
adil dan tanpa mengecualikan rakyat miskin, meningkatkan keterpaduan sosial dengan politik
yang didasari hak azasi, nondiskriminasi dan memberikan perlindungan kepada mereka yang
kurang beruntung; merupakan hakekat dari paradigma pembangunan berpusatkan pada manusia.
Strategi pembangunan berpusat pada manusia memiliki tujuan akhir untuk memperbaiki
kualitas hidup seluruh rakyat dengan aspirasi-aspirasi serta harapan individu dan kolektif dalam
konsep tradisi budaya dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang sedang berlaku. Tujuan objektif
dalam strategi pembangunan berpusat pada manusia pada intinya adalah untuk memberantas
kemiskinan absolut, realisasi keadilan distributif (distributif of justice), dan peningkatan
partisipasi masyarakat secara nyata. Prioritas awal bagi people centered development harus
diperuntukkan bagi daerah yang tidak menguntungkan dan kelompok-kelompok sosial yang
rawan terpengaruh, termasuk wanita, anak-anak, generasi muda yang tidak mampu, lanjut usia,
dan kelompok-kelompok marginal lainnya.
Seiring dengan berkembangnya pembangunan yang berorietasi pada pertumbuhan
ekonomi, maka berkembang pendekatan yang berpusat pada manusia atau rakyat. Model
pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia sebenarnya merupakan antitesis dari
model pembangunan yang berorientasi pada produksi. Untuk model pembangunan yang
berorientasi pada produksi tersebut, termasuk di dalamnya model-model pembangunan ekonomi
yang memposisikan pemenuhan kebutuhan sistem produksi lebih utama daripada kebutuhan
rakyat.

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 9

Secara sederhana, Korten menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada produksi
lebih memusatkan perhatian pada:[10] Industri dan bukan pertanian, padahal mayoritas
penduduk dunia memperoleh mata pencaharian mereka dari pertanian; Daerah perkotaan dan
bukan daerah pedesaan; Pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang
luas; Investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit dan
bukannya yang banyak; Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumber daya
manusia yang optimal, sehingga sumber daya modal dimanfaatkan sedangkan sumber daya
manusia tidak dimanfaatkan secara optimal; Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek tanpa pengelolaan untuk menopang
dan memperbesar hasil-hasil sumber daya, dengan menimbulkan kehancuran lingkungan dan
penguasaan basis sumber daya alami secara cepat; Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar
yang saling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan international, dengan
meninggalkan keanekaragaman dan daya adaptasi dari satuan-satuan skala kecil yang
diorganisasi guna mencapai swadaya lokal, sehingga menghasilkan perekonomian yang tidak
efisien dalam hal enerji, kurangnya daya adaptasi dan mudah mengalami gangguan yang serius
karena kerusakan atau manipulasi politik dalam suatu bagian sistem tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, model pembangunan yang berpusat pada manusia merupakan
suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan guna memenuhi
kebutuhan penduduk yang sangat banyak dan terus bertambah. Akan tetapi, peningkatan tersebut
harus dicapai dengan cara-cara yang sesuai dengan asas-asas dasar partisipasi dan keadilan dan
hasil-hasil itu harus dapat dilestarikan untuk kelangsungan hidup manusia di dunia ini.
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia lebih menekankan kepada
pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan
dan posisinya dalam tata ekonomi internasional. Karena itu pendekatan ini berpendapat bahwa
masyarakat harus menggugat struktur dan situasi keterbelakangan secara simultan dalam
berbagai tahapan.
Secara lebih tajam, Korten[11] menyatakan bahwa konsep pembangunan berpusat pada
manusia memandang inisiatif dan kreatifitas dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang
utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin
dicapai oleh proses pembangunan. Selanjutnya Korten mengemukakan tiga tema penting yang
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 10

dianggap menentukan bagi konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada manusia,
yaitu:[12]


Penekanan akan dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin

guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri;


Kesadaran bahwa walaupun sektor modern merupakan sumber utama bagi

pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sektor tradisional menjadi sumber utama bagi
kehidupan sebagai besar rumah tangga miskin;


Kebutuhan akan kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun

kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan swadaya
berdasarkan sumber-sumber daya lokal.
Manusia dan lingkungan merupakan variabel endogen yang utama, yaitu sebagai titik
tolak bagi perencanaan pembangunan, sehingga perspektif dasar dan metode analisis dalam
pendekatan pembangunan ini adalah Ekologi Manusia, yaitu kajian mengenai interaksi antara
sistem manusia dan ekosistemnya. Pendekatan ini juga mempersoalkan dua asumsi yang
terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi; pertama, bahwa pembangunan dengan
sendirinya membantu setiap orang, dan kedua, bahwa masyarakat ingin diintegrasikan dalam
arus utama suatu pembangunan model barat, dimana mereka tidak punya pilihan untuk
merumuskan jenis masyarakat yang bagaimanakah yang sebenarnya mereka inginkan.
Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan, dalam pendekatan
pembangunan yang berpusat pada manusia dibedakan antara strategi jangka panjang dengan
strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk mengeliminasi bahkan
menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas dan bangsa. Prasarat dasar bagi proses ini
juga termasuk pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan neokolonialisme, pergeseran
dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, dan kontrol yang lebih besar terhadap aktivitasaktivitas perusahaan-perusahaan multinasional (multinational corporations). Sedangkan strategi
jangka pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi
berbagai krisis yang sedang berlangsung, dengan membantu masyarakat dalam produksi pangan
melalui peningkatan diversifikasi pertanian, sebagaimana juga kesempatan kerja di sektor formal
dan informal. Dengan demikian, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 11

berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat subordinasi mereka melalui
organisasi-organisasi lokal secara bottom-up. Oganisasi yang dianggap paling efektif adalah
organisasi yang bermula dengan kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit, yang berkaitan
dengan persoalan kesehatan, ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan dasar, tetapi yang dapat
memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis masyarakat
dalam suatu konteks sosial politik tertentu.
Dalam pembangunan yang berpusat pada manusia mengidentifikasikan kebutuhan praktis
dan strategis melalui pemberdayaan atau penguatan diri masyarakat. Oleh karena itu, penting
melakukan kategorisasi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat untuk menghindari waktu
sebagai determinan perubahan, karena perubahan jangka pendek belum menjamin transformasi
jangka panjang, dan pemenuhan kebutuhan praktis masyarakat tidak secara otomatis berarti
terpenuhinya kebutuhan strategis masyarakat.
Kebutuhan praktis yang dimaksud disini adalah berbagai kebutuhan dasar manusia.
Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas
pelayanan sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok dan masyarakat dalam mencapai
kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Usaha untuk memenuhi kebutuhan strategis tersebut
adalah arena pekerjaan sosial yang selama ini diyakini sebagai suatu profesi yang memiliki
kemampuan dalam pemberdayaan masyarakat. Keadaan baru yang dibayangkan melalui
pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia mensyaratkan pula untuk terjadinya
transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam ekologi manusia, yang selama ini
sedemikian rupa telah menindas masyarakat.
Perubahan hukum, aturan kemasyarakatan, sistem hak milik dan kontrol atas masyarakat,
aturan perburuhan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol sosial masyarakat
merupakan hal yang sangat penting jika manusia ingin memperoleh keadilan dalam suatu tatanan
sosial politik tertentu. Dalam cara mencapai kebutuhan-kebutuhan itulah, pendekatan
pembangunan yang berpusat pada rakyat melalui strategi pemberdayaan secara mendasar sangat
berbeda dengan pendekatan-pendekatan pembangunan yang lain. Pendekatan ini berupaya untuk
mencapai kebutuhan strategis manusia ecara tidak langsung melalui kebutuhan praktisnya
dengan menghindari konfrontasi secara langsung dengan membangun kebutuhan praktis manusia

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 12

sebagai basis untuk membangun landasan yang kuat sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan
strategis.
Pemberdayaan manusia tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga
harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya
setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan
yang berpusat pada manusia tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah
ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya. Kajian strategis
pemberdayaan manusia, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik menjadi penting sebagai input
untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat, yang memberikan peluang bagi
masyarakat untuk membangun secara partisipatif.
Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang
dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa agar esensi
pemberdayaan tidak menjadi terdistorsi. Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan
bahwa manusia harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Hal ini membutuhkan kajian
strategis tentang restrukturisasi sistem sosial pada tingkat mikro, mezzo dan makro sehingga
masyarakat lokal dapat mengembangkan potensinya tanpa adanya hambatan eksternal pada
struktur mezzo dan makro. Struktur mezzo yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah
regional setingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi; sedangkan struktur makro dapat berupa struktur
pemerintah pusat atau nasional. Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan di Indonesia lebih
dominan datang dari atas ke bawah (top down) daripada dari bawah ke atas (bottom up).
Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah, dari peran
sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin, koordinator,
pendidik, mobilisator, sistem pendukung dan peran-peran lain yang lebih mengarah pada
pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok
masyarakat lainnya seharusnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana
pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya. Dalam posisi
sedemikian, maka permasalahan sosial ditangani oleh masyarakat atas fasilitasi dari pemerintah.
C. KOMENTAR DAN PENDAPAT

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 13

Menurut saya, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, kemiskinan masyarakatnya tetap
menjadi isu utama dalam proses pembangunan. Bergantinya rezim pemerintahan di Indonesia
sampai sejauh ini belum memberikan dampak yang signifikan dalam upaya mengatasi
kemiskinan manusia. Pengalaman Indonesia pada masa Orde Baru memang memperlihatkan
penurunan angka kemiskinan. Namun kritik dapat diberikan dalam hal ini karena indikator
makro ekonomi yang dipergunakan tidak memberikan gambaran realitas kemiskinan manusia
yang sebenarnya.
Kemiskinan merupakan tanda bahwa pembangunan yang dilakukan gagal mencapai
tujuan asasinya. Penduduk yang termasuk dalam kategori miskin dapat dipastikan mengalami
kesulitan untuk memperoleh akses terhadap pangan, pendidikan, kesehatan, maupun papan.
Kemiskinan juga terkait erat dengan pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan keadilan.
Ketidakadilan menciptakan kemiskinan, dan kemiskinan semakin memperparah ketidakadilan.
Oleh sebab itu perlu kebijakan-kebijakan yang bersifat pemihakan terhadap penduduk yang
berada pada kelompok miskin, disamping kebijakan-kebijakan yang dapat menciptakan kondisi
bagi efektivitas upaya-upaya pengurangan kemiskinan.
Saat ini, bagi kelompok penduduk miskin, akses terhadap kebutuhan dasar masih sangat
sulit. Jumlah pangan yang dikonsumsi sering berada di bawah rekomendasi minimum yang
diperlukan untuk kehidupan yang sehat dan produktif. Pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal
yang layak merupakan kebutuhan dasar bagi kelompok ini. Kebutuhan dasar ini bagi keluarga
miskin dan tidak mampu seharusnya ditanggung oleh negara. Hanya pembangunan yang mampu
mengentaskan golongan miskin menuju ke kehidupan yang layak dan berkualitas yang dapat
dikatakan sebagai implementasi pembangunan yang berhasil.
Di sisi lain, perlu disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan
kemiskinan manusia hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di
tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset
dan lain-lain. Orientasi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang hanya
menitikberatkan pada salah satu dimensi dari gejala-gejala kemiskinan ini, pada dasarnya
mencerminkan pendekatan program yang bersifat parsial, sektoral, charity dan tidak menyentuh
akar penyebab kemiskinan itu sendiri. Akibatnya program-program dimaksud tidak mampu

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 14

menumbuhkan kemandirian masyarakat yang pada akhirnya tidak akan mampu mewujudkan
aspek keberlanjutan (sustainability) dari program-program penanggulangan kemiskinan tersebut.
Berbagai implementasi pembangunan dalam program kemiskinan terdahulu di Indonesia
dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah
sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan nilai-nilai kapital sosial
yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dll). Lemahnya nilai-nilai
kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang
semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi
persoalan bangsa secara bersama-sama.
Kondisi kapital sosial serta perilaku masyarakat yang melemah serta memudar tersebut
salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelola program
kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil, tidak
transparan dan tidak tanggung gugat (tidak pro-poor dan tidak good governance oriented).
Sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme di masyarakat. Keputusan,
kebijakan dan tindakan yang tidak adil tersebut biasanya terjadi pada situasi tatanan masyarakat
yang belum madani, dengan salah satu indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan
masyarakat yang belum berdaya, yang tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan
jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat.
Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif dan tidak
dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat
yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi
yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli,
tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya, tidak mandiri,
serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat.
Akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi
masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara
pandang masyarakat yang tidak dilandasi pada nilai-nilai universal kemanusiaan (jujur, dapat
dipercaya, ikhlas, dll) dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan
(transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi, dll).
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 15

Penanganan terhadap pemahaman mengenai akar penyebab dari persoalan kemiskinan
seperti di atas telah menyadarkan berbagai pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam
penanggulangan kemiskinan selama ini di Indonesia perlu diperbaiki, yaitu ke arah perubahan
perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai
universal kemanusiaan (moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pilar-pilar pembangunan
berkelanjutan. Perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat ini merupakan pondasi
yang kokoh bagi terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri, melalui pemberdayaan para
pelaku-pelakunya, agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia
luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari.
Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga
masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan
berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi
proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar
lebih berorientasi ke masyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang
baik (good governance), baik ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan maupun sosial.
Karena, tujuan dari proses pembangunan adalah pemenuhan hak-hak dasar manusia
(basic human rights) dengan memperluas pilihan-pilihannya. Maksud dari memperluas pilihan
tersebut adalah dengan memperbesar akses manusia terhadap pengetahuan, pelayanan kesehatan,
penghidupan yang layak, keamanan terhadap kejahatan dan kekerasan fisik, waktu luang yang
menyenangkan, kebebasan politik dan kultural, serta partisipasi dalam aktivitas masyarakat.
Oleh karenanya, model pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi adalah tidak tepat. Model pertumbuhan ekonomi hanya mengejar indikator pendapatan,
sementara pembangunan manusia bertujuan lebih luas hingga mencakup aspek sosial, kultural
dan politik. Dalam mencapai tujuan pembangunan, dengan mengutip pendapat Sen,[13] maka
disyaratkan adanya beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pembangunan manusia.
Pertama, equity, yaitu keadilan dalam akses terhadap kesempatan. Kedua, sustainability, yaitu
keberlanjutan kesejahteraan bagi generasi berikutnya. Ketiga, productivity, yaitu memberikan
lingkungan makro yang kondusif bagi masyarakat untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Keempat, empowerment, yaitu memperluas partisipasi masyarakat dalam segala aktivitas yang
menyangkut perubahan kehidupannya.
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 16

Lebih lanjut menurut Sen,[14] pembangunan bukanlah proses yang dingin dan
menakutkan dengan mengorbankan darah, keringat serta air mata, at all cost. Menurutnya,
pembangunan adalah sesuatu yang “bersahabat”. Pembangunan, seharusnya merupakan proses
yang memfasilitasi manusia mengembangkan hidup sesuai dengan pilihannya (development as a
process of expanding the real freedoms that people enjoy). Asumsi dari pemikiran Sen adalah
bila manusia mampu mengoptimalkan potensinya, maka akan bisa maksimal pula kontribusinya
untuk kesejahteraan bersama. Dengan demikian, kemakmuran sebuah bangsa dicapai
berbasiskan kekuatan rakyat yang berdaya dan menghidupinya. Menurut Sen, penyebab dari
langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan adalah persoalan
aksesibilitas.
Diakibatkan keterbatasan akses, manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada)
pilihan untuk mengembangkan hidupnya. Akibatnya, manusia hanya menjalankan apa yang
terpaksa dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya bisa dilakukan). Dengan demikian, potensi
manusia mengembangkan hidup menjadi terhambat dan kontribusinya pada kesejahteraan
bersama menjadi lebih kecil. Aksesibilitas yang dimaksud Sen adalah terfasilitasinya kebebasan
politik, kesempatan ekonomi, kesempatan sosial (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain),
transparansi, serta adanya jaring pengaman sosial.
Di Indonesia, tak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Amartya Sen. penyebab
kemiskinan adalah akibat ketiadaan akses yang dapat menunjang pemenuhan kehidupan
manusiawi. Pada dimensi ekonomi, akibat distribusi akses sumber daya ekonomi yang tidak
merata menyebabkan rakyat miskin tidak dapat mengembangkan usaha produktifnya. Pada
dimensi politik, akibat rakyat miskin sangat sulit mengakses dan terlibat berbagai kebijakan
publik, maka kebijakan tersebut tidak menguntungkan mereka.
Tesis yang dikemukakan Sen agar tercapainya kesejahteraan adalah melalui kebebasan
sebagai cara dan tujuan (development as freedom). Freedom menurut Sen merupakan kebebasan
dari rasa tak berdaya, rasa ketergantungan, rasa cemas, rasa keharusan untuk mempertanyakan
apakah tindakan-tindakan mereka diizinkan atau tidak diizinkan oleh yang lebih tinggi ataupun
adat kebiasaan (misalnya: patriarki). Untuk memecahkan hal tersebut, diperlukan aspek
emansipatoris, yaitu aspek pembebasan masyarakat dari struktur-struktur yang menghambat,
sehingga memungkinkan masyarakat memperkembangkan kemampuan atas dasar kekuatan
Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 17

sendiri (self reliance). Dengan demikian, terfasilitasilah kemanusiaan yang penuh dan sanggup
mengungkapkan diri (humanitas expleta et eloquens).
Pembangunan, dengan demikian berarti merangsang suatu masyarakat sehingga gerak
majunya menjadi otonom, berakar dari dinamik sendiri dan dapat bergerak atas kekuatan sendiri.
Tidak ada model pembangunan yang berlaku universal. Dalam jangka panjang, suatu
pembangunan tidak akan berhasil dan bertahan, jika pembangunan tersebut bertentangan dengan
nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat. Selama Orde Baru, secara sadar maupun tak sadar, telah
terjadi ”kesalahan” besar yang dibuat bersama-sama. Dari tahun ke tahun, lembaran buku GBHN
dan Pelita yang dicanangkan pemerintah makin tebal. Masyarakat profesi, para pakar maupun
berbagai organisasi masyarakat, berlomba-lomba merumuskan berbagai persoalan, lalu
diserahkan pada pemerintah. Dengan demikian, masyarakat telah ”menyerahkan” kemandirian
yang dimiliki, sehingga pemerintah semakin memiliki kekuatan, legitimasi, dan kedaulatan untuk
melakukan berbagai hal (bahkan menjadi leviathan). Tragisnya, masyarakat merasa lega karena
tak mengerjakan apa-apa, sebab semuanya telah diserahkan pada pemerintah. Meski sebenarnya,
telah ”melumpuhkan” diri sendiri.
Pembangunan di Indonesia selama ini yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, dan
belum memberikan prioritas yang cukup pada pembangunan manusia sangat berpotensi
menciptakan kemiskinan struktural yang semakin tajam. Dengan demikian, kemiskinan
merupakan perampasan kemampuan (capability deprivation) terhadap sumber daya-sumber daya
dasar, seperti pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan. Kemiskinan struktural merupakan
suatu kondisi dijauhkannya masyarakat dari sumber daya yang dapat dipergunakan untuk
memperbaiki kehidupannya. Kemiskinan adalah kondisi yang membuat masyarakat jauh dari
sumber daya tersebut. Sementara akar dari muncul atau tidaknya kemiskinan akan sangat terkait
dengan kebijakan negara

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 18

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Jhingan, M.L. 2008. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali pers
Suwarsono & So, Alvin Y. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta : LP3ES
Weiner Myron. Ed. (1994).Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, (terj.). Yogyakarta:
GajahMadaUniversityPress.
Fakih, Mansoer; 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisai. Yogyakarta, Insist Press.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_sistem_dunia
http://www.sridianti.com/teori-sistem-dunia-menurut-immanuel-wallerstein.html
http://arifudinfahmi.blogspot.co.id/2013/10/pembangunan-berpusat-pada-manusia.html
http://2frameit.blogspot.co.id/2011/12/konsep-pembangunan-2.html

Teori Sistem Dunia dan People Centered Development | 19