SSP dan Pembayaran Pajak bumi

Kelompok 6

- Fadilla Farah Dewi
- Farhan Habib Aprian
- Moch. Rizal Alvarizi
- Nanda Christiany
- Prabowo Budi Utomo

1. Pengertian dan Fungsi SPP

3. Pembayaran Pajak

MATER
I

2. Petunjuk Pengisian SPP

4. Kelebihan Pembayaran Pajak

Pengertian SPP
Bukti

pembayaran
atau
penyetoran pajak yang telah
dilakukan
dengan
menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara
lain ke kas negara melalui
tempat
pembayaran
yang
ditunjuk
oleh
Menteri

Fungsi SPP
Sebagai bukti pembayaran pajak
bila telah disahkan oleh Pejabat
kantor penerima pembayaran
yang berwenang, atau bila telah

mendapatkan validasi dari pihak
lain yang berwenang.

1. NPWP, Nama WP dan Alamat
Contoh Bagian Formulir

2. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Contoh Bagian Formulir

3. Uraian Pembayaran
Contoh Bagian Formulir

4. Masa Pajak
Contoh Bagian Formulir

5. Tahun Pajak
Contoh Bagian Formulir

6. Nomor Ketetapan
Contoh Bagian Formulir


7. Jumlah Pembayaran & Terbilang
Contoh Bagian Formulir

8. Diterima oleh Kantor Penerima
Pembayaran (untuk SSP Standar)
Contoh Bagian Formulir

9. Wajib Pajak/Penyetor
Contoh Bagian Formulir

10.Ruang Validasi Kantor Penerima
Pembayaran (untuk SSP Standar)
Contoh Bagian Formulir

Mekanisme Pembayaran
Pajak
1. Membayar sendiri pajak yang
terutang
2. Pemotongan / Pemungutan Pajak


a. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh
Pasal 25)

Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran
Pajak Penghasilan secara angsuran.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang
sumber
penghasilannya
dari
usaha
dan
pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh
Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
1. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
2. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak
Orang
Pribadi
Selain

Pengusaha
Tertentu(OPSPT).

b. Untuk Wajib Pajak Badan
(angsuran PPh Pasal 25)
Besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang
terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan
dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b
Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran
bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU
PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-

c.Membayar PPh melalui
pemotongan dan pemungutan
oleh pihak lain
Pihak lain disini adalah:

• Pemberi penghasilan;
• Pemberi kerja; atau
• Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh
pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan
pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian
Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
• Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi
jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
• Pembayaran Pajak-pajak lainnya

Pemotongan / Pemungutan
Pajak
Selain pembayaran bulanan yang
dilakukan sendiri, ada pembayaran
bulanan yang dilakukan dengan
mekanisme pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan.
Adapun jenis

pemotongan/pemungutan adalah: PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh

PPh Pasal 21
Pemotongan pajak yang dilakukan
oleh
pihak
pemberi
penghasilan
kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan
atau
kegiatan
yang
dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang
diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan pemberi kerja.


PPh Pasal 22
Pemungutan pajak yang dilakukan
oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang
(seperti penyerahan barang oleh
rekanan
kepada
bendaharawan
pemerintah),
impor
barang
dan
kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu serta penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.

PPh Pasal 23
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh

pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa deviden,
bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP
badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan
penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa
tertentu (jasa service mesin atau komputer)
yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib
Pajak berbentuk badan.

PPh Pasal 26
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa deviden,
bunga, royalty, hadiah dan penghasilan
lainnya kepada WP luar negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan
penghitungan
PPh
Pasal

26
atas
penghasilan
tertentu
(royalty)
yang
dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk
badan.

PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan
oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran
untuk objek tertentu seperti sewa
tanah dan/atau bangunan, jasa
konstruksi, pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dan lainnya.

PPh Pasal 15
Pemotongan

Pajak
penghasilan
yang
dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan
norma penghitungan khusus.
Wajib
Pajak
tertentu
tersebut
adalah
perusahaan
pelayaran
atau
penerbangan
international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan
yang melakukan investasi dalam bentuk bangun
guna serah.

PPN dan PPnBM
Pemungutan PPN dan PPnBM oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau
Pemungutan yang ditunjuk (misalnya
Bendahara
Pemerintah)
atas
pengkonsumsian barang dan/atau jasa
kena pajak.

Apabila pihak-pihak yang diberi
kewajiban oleh Undang-Undang
Perpajakan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak
melakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka
dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga 2% dan kenaikan
100%.

PENAGIHAN PAJAK
Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak
membayar pajak terutang sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan
Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan
tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai
dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat
Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan
pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan
pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk
melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.

Adapun jangka waktu proses
penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7
(tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib
Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh
satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak
tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak
Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas)
hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan
pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14
(empat belas) hari setelah penyitaan.

1. Dalam hal jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar
lebih besar dari pada jumlah pajak
yang terutang :
a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan
permohonan restitusi ke Direktur
Jenderal Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP
terdaftar atau berdomisili.

b. Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atas
permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
dalam hal:
- Pajak Penghasilan,
- Pajak Pertambahan Nilai,
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

c. SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama
12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima
secara lengkap.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan
restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan
SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu berakhir.
- Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan
tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar.

2. Dalam hal pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terhutang:
a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk
orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat
mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur
Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau
berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak
atas pajak yang seharusnya tidak terutang.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.

b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM)
dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang
dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP
tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan
dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong
atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.

c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang
melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar
atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan
pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut
adalah :
- orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
- subjek pajak luar negeri; atau
- terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh
pemotong atau pemungutan kecuali WP yang
melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat
ditemukan yang disebabkan antara lain karena
pembubaran usaha.

d. Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian
terhadap permohonan pengembalian
pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak permohonan WP diterima
secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil
penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil
penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya
tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak
harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Kepada Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu yang dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas
3. Wajib Pajak badan
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai

Terhadap permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak
yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala
KPP melakukan penelitian atas :
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan
pajak;
3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah
dilakukan oleh WP; dan
4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT
tersebut atau dalam SPT perubahan alamat.