BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pengaruh Kebijakan Investasi Terhadap Perkembangan Investasi di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Investasi atau penanaman modal merupakan salah satu variabel yang penting dalam sebuah perekonomian. Pertama, investasi mendorong pertambahan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi) secara berlipat ganda lewat proses

multiplier. Kedua investasi juga akan mendorong penciptaan lapangan kerja.

  Penciptaan lapangan kerja ini akan mengurangi pengangguran. Berkurangnya pengangguran akan mengurangi kemiskinan. Dan berkurangnya kemiskinan akan berdampak pada teratasinya masalah-masalah lain seperti gizi buruk, buta huruf, kejahatan dan lain-lain. Ketiga, investasi juga bisa dipakai sebagai alat untuk pemerataan baik pemerataan antar daerah, antar sektor dan antar perorangan. Investasi sebagai alat pemerataan ini tentu saja tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri atau dibiarkan berjalan menuruti mekanisme pasar tetapi harus ada intervensi pemerintah. Misalnya saja pemerintah bertujuan untuk memperkecil ketimpangan ekonomi antar dua daerah (daerah yang satu maju dan yang satu tertinggal). Maka ketimpangan itu bisa diatasi salah satunya dengan mengarahkan investasi ke daerah yang tertinggal. Caranya ada macam-macam, misalnya memberi insentif pembebasan pajak bagi investor yang bersedia berinvestasi di daerah yang tertinggal, mempermudah izin investasi di daerah tertinggal agar investor tertarik menanamkan modalnya di sana, dan banyak kebijakan lain. Indonesia pada skala nasional dan juga provinsi serta kabupaten dan kota di Indonesia pada skala regional masih membutuhkan investasi yang besar karena masih menghadapi berbagai masalah perekonomian, seperti pengangguran, kemiskinan dan lain-lain.

  Setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata pertahun relatif masih lambat dibandingkan negara- negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand, atau masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata pertahun yang pernah dicapai oleh pemerintah orde baru, khususnya pada periode 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Padahal era Orde Baru membuktikan bahwa investasi, khususnya PMA, merupakan faktor pendorong yang sangat krusial bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Terutama melihat kenyataan bahwa sumber perkembangan teknologi, perubahan struktural, diversifikasi produk, dan pertumbuhan ekspor di Indonesia selama Orde Baru sebagian besar karena kehadiran PMA di Indonesia. Banyak sekali faktor-faktor yang sebagian besar saling terkait satu sama lainnya dengan pola yang sangat kompleks yang menyebabkan lambatnya pemulihan investasi di Indonesia hingga saat ini. Faktor-faktor tersebut mulai dari yang sering disebut di media masa yakni masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrastruktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara yang juga ditopang oleh peran investasi. Semenjak krisis keuangan global tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara rata-rata diatas 6 % pertahun. Namun, krisis global yang masih terus berlanjut yang diikuti dengan krisis energi di Sumatera Utara telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi selama 4 tahun terakhir sedikit mengalami penurunan. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mencapai 6,35 % sedangkan pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 6,01 %. Sebagaimana fenomena nasional secara makro pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara ditopang oleh konsumsi, sementara peranan investasi masih relatif kecil. Pada tahun 2013, sumbangan konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mencapai 4,75% sedangkan investasi sekitar 1,85%. Penigkatan peranan investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara menjadi sangat penting agar pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi di masa yang akan datang. Peranan investasi yang berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) di Sumatera Utara telah mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Di bawah ini adalah tabel realisasi investasi PMDN di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 1.1 Realisasi investasi PMDN di Provinsi Sumatera Utara 1968-2013

  Tahun Nilai realisasi investasi PMDN (Rp juta) 1968-1977 1.509.599,68 1978-1987 1.372.631,08 1988-1997 4.753.497,24 1998-2007 6.638.544,91 2008-2013 13.459.300,42 Total 27.733.573,33 Sumber : BPMP SUMUT Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan PMDN di Sumatera Utara cukup baik selama tahun 1968-2012 dan menunjukkan tren yang semakin meningkat. Selama 44 tahun, jumlah PMDN di Sumatera Utara telah mencapai Rp.24,062 triliun. Diawal pemerintahan orde baru (1968-1977), realisasi investasi domestik cukup baik yaitu mencapai Rp.1,509 triliun. Pembangunan sarana dan prasarana yang menjadi fokus pemerintah pada repelita I repelita II, direspon positif oleh investor lokal dengan melakukan investasi yang cukup besar.

  Resesi perekonomian dunia dipertengahan tahun 1980an membawa dampak yang kurang baik bagi investasi dalam negeri di Sumatera Utara. Pada tahun 1978-1987, realisasi di Sumatera Utara sedikit mengalami penurunan. Pada dekade ini, jumlah realisasi investasi PMDN hanya mencapai Rp.1,372 triliun.

  Selain itu memberikan dampak yang kurang baik juga bagi investasi asing di Sumatera Utara. Di bawah ini adalah tabel realisasi investasi PMA di Sumatera Utara tahun 1968-2013:

Tabel 1.2 Realisasi investasi PMA di provinsi Sumatera Utara 1968-2013

  Tahun Nilai realisasi investasi PMA (Ribu USD) 1968-1977 2.223.165 1978-1987 92.477 1988-1997 2.339.095 1998-2007 2.406.418 2008-2013 3.055.481 Total 10.116.637 Sumber : BPMP SUMUT

  Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa perkembangan PMA di Sumatera Utara mengalami dinamika selama tahun 1968-2012. Total investasi asing di Sumatera Utara selama lebih dari 44 tahun telah berjumlah USD 8,175 miliar. Pada awal pemerintahan orde baru (1968-1977) realisasi investasi sangat signifikan, yaitu sekitar USD 2,2 miliar. Resesi perekonomian dunia di pertengahan tahun 1980-an membawa dampak yang kurang baik bagi investasi asing di Sumatera Utara. Pada tahun 1978-1987, realisasi investasi di Sumatera Utara mengalami penurunan yang cukup signifikan mencapai USD 92,48 juta.

  Keberadaan investasi swasta baik investasi PMDN maupun PMA merupakan sumber pembiayaan pembangunan eksternal yang produktif dan aman, sehingga investasi swasta diharapakan memainkan peranan penting dalam membentuk pola pembangunan di Sumatera Utara. Besar kecilnya investasi yang masuk ke suatu daerah akan menyebabkan terbentuknya modal daerah, hal ini merupakan konsekuensi logis dari terbatasnya sumber daya, teknologi dan modal yang dimiliki suatu daerah khususnya di Sumatera Utara.

  Profil ekonomi Sumatera Utara dapat juga dilihat pada pola perkembangan suku bunga kredit yang di tandai dengan beberapa hal penting seperti perubahan pada suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI), inflasi, dan suku bunga luar negeri. Kenaikan suku bunga SBI yang tertinggi pernah terjadi pada tahun 1997, yaitu mencapai lebih dari 70%. Pada saat itu, kenaikan suku bunga SBI dimaksudkan untuk membatasi ekspansi kredit perbankan dan menarik uang beredar dari sistem perbankan yang di konversikan ke dalam SBI di Bank Indonesia. Akibat terjadinya Bank Panic pada tahun 1997, maka pada 1998 Bank Indonesia menaikkan suku bunga deposito tertinggi menjadi 52,32%. Dengan tujuan untuk menaikkan tingkat liquiditas bank, tahun 1998-2000 semua suku bunga mengalami penurunan. Namun pada tahun 2001, suku bunga deposito naik lebih tinggi dibandingkan kenaikan suku bunga lain, sehingga menyebabkan pergeseran preferensi masyarakat dalam menempatkan dana. Kondisi ini dirasa tidak memperbaiki kondisi sektor perbankan, maka suku bunga ditekan agar menjadi semakin rendah, sehingga spreat dengan suku bunga luar negeri tidak terlalu tinggi. Pada 2004, suku bunga domestik secara keseluruhan mencapai titik yang relatif rendah dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya, namun kembali meningkat mulai tahun 2005.

  Suku bunga juga berkaitan erat dengan inflasi, terutama bila suku bunga digunakan sebagai sasaran antara kebijakan moneter. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat untuk mengolah inflasi, namun dilain pihak suku bunga nominal juga akan di pengaruhi oleh peningkatan ekspetasi. Semakin tinggi inflasi maka suku bunga akan mengalami kenaikan karena selisih antara suku bunga nominal dan inflasi mencerminkan beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan.

  Kenaikan inflasi akan diikuti oleh kenaikan suku bunga, merupakan bentuk kebijakan moneter kontraksi agar tidak terjadi ekspansi yang tidak berlebihan. Apabila tidak terjadi ekspansi kredit maka perekonomian diharapkan akan lebih stabil sehingga menekan terjadinya inflasi. Kebijakan uang ketat dengan cara menaikkan suku bunga di satu sisi dapat meredam terjadinya inflasi, namun di sisi lain , kebijakan ini dapat mengorbankan sektor riil. Tingginya suku bunga kredit akan menyebabkan sektor riil tidak dapat mengembangkan usaha, menghambat investasi baru yang berakibat melemahnya dunia usaha.

  Profil ekonomi Sumatera Utara dapat juga dilihat pada pola penggunaan PDRB. Penggunaan PDRB yang juga mengalami peningkatan adalah perubahan modal tetap bruto. Sejak tahun 2001-2013, kontribusi pengeluaran investasi terhadap PDRB di Sumatera Utara mengalami peningkatan yang cukup baik. Kontribusi perubahan modal tetap bruto terus mengalami peningkatan dari 15,68% tahun 2001 menjadi 21,57% tahun 2013. Peningkatan kontribusi terhadap PDRB Sumatera Utara menunjukkan bahwa keyakinan investor terhadap investasi di Sumatera Utara cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 1.3 PDRB atas harga berlaku Sumatera Utara dari sisi permintaan

  Kontribusi terhadap PDRB (%) No. Permintaan 2001 2005 2008 2013

  1 Konsumsi RT 58,01 53,32 56,13 59,74

  2 Konsumsi Nirlaba 1,09 0,47 0,44 0,31

  3 Konsumsi Pemerintah 5,98 8,46 9,54 9,86

  4 Perubahan modal tetap bruto 15,68 16,18 19,97 21,57

  5 Perubahan stock 3,45 4,20 0,90 0,63

  6 Ekspor 37,77 42,92 42,86 42,33 Impor 7 21,25 25,54 29,83 34,44 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

  Sumber : Badan Pusat Statistik

  Dari beberapa studi yang telah dilakukan para peneliti yang menemukan beberapa hal yang menjadi masalah dalam investasi di suatu daerah atau negara.

  Menurut laporan bank dunia mengenai iklim investasi (world bank, 2005) mengatakan terdapat faktor terpenting dalam menarik investasi, antara lain stabilitas ekonomi makro, tingkat korupsi, birokrasi dan kepastian kebijakan ekonomi. Sedangkan studi yang dilakukan oleh KPPOD (2005) tentang daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia tahun 2004 menyatakan terdapat lima faktor utama pembentuk daya tarik investasi daerah yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor ekonomi daerah, faktor tenaga kerja dan produktivitas serta faktor infrastruktur fisik. Sementara itu studi yang dilakukan oleh survey WEF(2007) menunjukkan bahwa masalah utama yang dihadapi pengusaha di Indonesia berturut-turut adalah masalah infrastruktur yang buruk, birokrasi yang tidak efisien, akses dana terbatas, kebijakan yang tidak stabil dan perpajakan.

  Pokok permasalahan yang menjadi pembahasan utama dari tulisan ini adalah iklim investasi yang sangat kompleks, yang implikasinya adalah bahwa kebijakan investasi tidak bisa berdiri sendiri. Dalam kata lain, bagaimanapun bagusnya suatu kebijakan investasi, efektivitas dari kebijakan tersebut akan tergantung pada banyak faktor lain di luar wilayah kebijakan investasi, karena faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan investasi atau membukan usaha baru di Indonesia.

  Realisasi investasi di Indonesia menyebutkan bahwa buruknya tingkat persaingan indonesia di tingkat global menyebabkan pemerintah mengambil sejumlah kebijakan. Langkah-langkah strategis pemerintah diantaranya adalah menerbitkan instruksi presiden nomor 3 tahun 2006 tentang paket kebijakan perbaikan iklim investasi, Paket kebijakan infrastruktur kebijakan pada bulan juli 2006, Paket kebijakan sektor keuangan dan kebijakan yang menanggung kemungkinan terjadiya sebagian resiko negara pada proyek-proyek investasi infrastruktur. Seluruhnya telah memberikan signal-signal positif atas tekat pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dan investasi.

  Ada beberapa kasus masalah tentang kebijakan investasi seperti yang dikutip dari media masa (Kompas.com) pada jumat 20 september 2013 yang menyebutkan bahwa:

  “..... Program investasi langsung yang digalakkan pemerintah dinilai tak mampu membantu pemerataan ekonomi sehingga masih banyak masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Sekjen Korsesoum Perbaruan Agraria Irwan Nurdin menjelaskan, hal tersebut tersebut terjadi karena tidak adanya peraturan yang jelas mengenai investasi oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah gagal mengontrol investor-investor asing yang masuk. “Investasi yang tidak dapat diatur ini akan terus tumbuh liar dan akan berdampak luar biasa

  “, kata Iwan dalam diskusi rakyat bertemakan: Politik investasi di kantor kontras, Jakarta.

  Selain itu dikutip dari Republika.co.id pengamat ekonomi Kwik Kian Gie menilai paket kebijakan ekonomi pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi sebagai langkah yang kurang efektif. Khusuhnya kebijakan terkait dengan investasi. Penyederhanaan pemberian izin berinvestasi oleh satu atap, yaitu BKPM itu sudah disuarakan berpuluh-puluh tahun. Tetapi sama sekali tidak signifikan mengatasi masalah yang terjadi sekarang. Menurut Kwik, investor yang berinvestasi di Indonesia sudah menerima resiko lamanya menunggu pemberian izin. Maka, pada masa lampau terjadi “Boom” dalam investasi walaupun menunggu proses perijinan itu lama seperti yang masih berlaku sekarang Kwik juga mengatakan pelayanan di bawah satu atap untuk pemberian izin berinvestasi, terutama dalam industri, memang tidak mungkin karena sangat banyak aspek yang harus diteliti yang melibatkan keahlian dari berbagai kementrian. Kwik juga menyoroti kebijakan percepatan peraturan presiden tentang daftar negatif investasi yang lebih ramah terhadap investor. Dia menilai hal itu sebagai kebijakan yang tidak adil bagi investor dalam negeri dan belum tentu dapat menarik investor asing di tengah situasi pasar yang tidak tenang. Kebijakan itu sangat tidak adil tehadap investor dalam negeri yang sudah melakukan investasi atas dasar DNI yang ada.

  Basri (2011) di Jakarta, mengungkapkan bahwa menurutnya investasi tahun 2013 akan melambat. Selain itu, pihaknya memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi tahun 2013 akan terkoreksi pada 5,9 %. Hal ini menandakan bahwa akan ada penurunan di beberapa sektor, salah satunya investasi yang melambat. Melambatnya investasi dan pertumbuhan ekonomi di 2013 itu terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdangan. Jika pertumbuhan ekonomi melambat maka investasi akan melambat, dan oleh sebab itu impor juga akan melambat. Kebijakan pemerintah lainnya yang akan melambat pertumbuhan investasi nasional, adalah kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar lima puluh basis point dari 6,5% menjadi 7%. Dia menjelaskan bahwa suku bunga yang meningkat maka dengan sendirinya menyebabkan investasi akan melambat. Kebijakan dari BI tersebut berimplikasi pada investasi yang akan melambat.

  Melihat kondisi dan perkembangan investasi tersebut maka penulis tertarik untuk menyajikan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Kebijakan

  Investasi Terhadap Perkembangan Investasi Di Provinsi Sumatera Utara.

  1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  2. Bagaimana pengaruh tingkat Suku Bunga terhadap pertumbuhan investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar terhadap pertumbuhan investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  4. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap pertumbuhan investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasakan masalah yang telah disimpulkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh PDRB terhadap investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh SBI terhadap investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  3. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Nilai Tukar terhadap investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

  4. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Inflasi terhadap investasi di Sumatera Utara sebelum dan seudah krisis.

1.4. Manfaat Penelitian

  1. Memberikan informasi bagi pengambil kebijakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan saran sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang sesuai untuk mengatasi masalah yang timbul dalam kebijakan investasi di Sumatera Utara.

  2. Memberikan informasi bagi para akademis, diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir, mengaplikasikan teori ke dalam fakta yang terjadi dalam perekonomian dan upaya pemecahan masalah kebijakan investasi di Sumatera Utara.

  3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan investasi.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM WISATA SALIB KASIH - Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. - Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 30

Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 3 15

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMOSIR 2.1.Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Samosir. - Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir

0 14 22

25.5 Rata – rata 42.5 10 12.5 3 0.85 - Kelayakan dan Analisis Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk)(Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 1 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka - Kelayakan dan Analisis Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk)(Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupa

0 1 30

BAB I PENDAHULUAN - Kelayakan dan Analisis Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk)(Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 0 8

Kelayakan dan Analisis Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk)(Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

1 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Kebijakan Investasi Terhadap Perkembangan Investasi di Sumatera Utara

0 0 15