BAB I PENDAHULUAN 1.1. - Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana sejarah, dampak terhadap

  masyarakat, serta pengembangan Wisata Salib Kasih di puncak Gunung Siatasbarita, Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini karena objek wisata ini mampu mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 2004, objek wisata ini hanya terdiri dari patung salib besar setinggi 31 meter dan beberapa ruang doa. Sedangkan saat ini, objek wisata Salib Kasih sudah menjadi objek wisata yang menyajikan berbagai fasilitas lainnya berupa arena bermain, toko-toko souvenir serta tempat berkemah para pecinta alam.

  Kabupaten Tapanuli Utara merupakan sebuah kabupaten yang memliki berbagai potensi objek wisata baik itu alam, budaya, dan sejarah. Salah satu objek wisata yang menjadi andalan di daerah ini adalah objek wisata Salib Kasih yang terdapat di Kecamatan Siatasbarita.

  Pariwisata di Indonesia saat ini telah tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu kehidupan manusia yang serba ingin tahu mengenai segala sesuatu hal, peristiwa dan situasi yang terjadi dalam berbagai bidang dengan aspek kehidupan dan lingkungannya. Rasa ingin tahu tersebut dapat menambah informasi dan pengetahuan yang luas. Berbagai upaya dapat dilaksanakan untuk menumbuh kembangkan industri pariwisata diantaranya pengadaan sarana akomodasi yang memadai, promosi, kemudahan perjalanan, penambahan dan pengembangan pariwisata serta mengupayakan produk-produk baru (Spillane, 1994).

  Usaha menumbuh kembangkan industri pariwiswata di Indonesia didukung dengan UU No. 9 Tahun 1990 yang menyebutkan bahwa “Keberadaan objek wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakaat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rasa cinta lingkungan, serta melestarikan alam dan budaya setempat”.

  Pariwisata semakin berkembang sejalan dengan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Runtuhnya sistem kelas dan kasta, semakin meratanya distribusi sumberdaya ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi, dan peningkatan waktu luang yang didorong oleh pengurangan jam kerja telah mempercepat mobilitas manusia antar daerah maupun negara, khususnya dalam hal pariwisata. Sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Pariwisata terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan (Erawan, 1994).

  Untuk memajukan pariwisata bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat luas. Namun tentunya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Pariwisata di seluruh daerah di Indonesia, sebagai instansi pemerintah yang bertugas memajukan kebudayaan dan pariwisata Indonesia, memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan memberikan hasil secara berlanjut, pengembangan potensi objek wisata perlu didahului dengan perencanaan yang tepat. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas. Tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia terlihat dengan jelas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyebutkan “Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan “industri pariwisata” dan merupakan bagian dari usaha

  1 pengembangan dan pembangunan serta kesejahtraan masyarakat dan Negara.

  ” Sesuai perkembangan, kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Selain itu, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan 1 http://studiowisatasolo.files.wordpress.com/2011/12/bab-1-digarap. wisata. Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan ekonomi. Di kebanyakan negara-negara berkembang saat ini kurangnya dana bagi pembangunan negara diantisipasi dengan suatu perencanaan yang mengikut sertakan peluang industri wisata bagi pemasukan devisa. Untuk mendorong tumbuhnya industri wisata banyak negara berkembang menawarkan bantuan promosi bagi pelaku wisata.

  Dengan semakin berkembangnya industri pariwisata diharapkan devisa negara bertambah dan dapat digunakan bagi pembangunan negara, mengurangi hutang luar negeri, membantu dan mendukung program-program sosial dan peningkatan sumber daya manusia.

  Di Indonesia, objek-objek wisata berupa pengenalan budaya bangsa serta peninggalan sejarah sangatlah banyak. Salah satu objek wisata yang mengedepanakan faktor sejarah dan agama adalah objek wisata Salib Kasih di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai beberapa keunggulan. Untuk kategori wisatawan mancanegara daerah ini dekat dengan Danau Toba dan Pulau Samosir yang merupakan destinasi wisatawan mancanegara dari negara-negara tetangga maupun Eropa. Sementara untuk wisatawan domestik, keindahan alam serta faktor iklim yang begitu sejuk menjadikan Tapanuli Utara, khususnya objek wisata salib kasih yang terletak di daerah pegunungan potensial sebagi tujuan wisata domestik.

  Objek wisata salib kasih merupakan objek wisata yang berhubungan dengan aspek keagamaan. Selain dijadikan sebagai objek wisata keagaamaan, Objek Wisata Salib Kasih Tarutung juga sama halnya dengan berbagai objek wisata lainnya yang ada di Indonesia, yaitu sebagai wahana perputaran dan pertumbuhan ekonomi.

  Objek wisata Salib Kasih Tarutung pertama kali didirikan untuk mengenang misi pelayanan Nommensen di Tanah Batak yang dimulai dari tahun 1863 sampai 1918. Untuk itu pada tahu 1985, HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) bekerja sama dengan gereja Nortstand Jerman, telah mendirikan sebuah salib berukuran kecil di atas sebuah batu yang diyakini merupakan tempat pertama kalinya Nommensen beristirahatdi Siatasbarita, salib kecil tersebut kemudian menjadi cikal bakal berdirinya salib besar di lokasi tersebut yang sekarang lebih dikenal dengan Salib Kasih. Pendirian Salib Kasih ini dimulai pada bulan Oktober 1993, oleh pemerintah daerah setempat. Upaya untuk mengembangkan Wisata Salib Kasih sampai sekarang ini terus berlanjut. Dalam mempromosikan Wisata Salib Kasih, pemerintah setempat menjadikan brand Kota Tarutung sebagai Kota Wisata Rohani.

  Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) Tapanuli Utara telah memprakarsai melalui program kerjanya, yaitu pelayanan dan pembinaan rohani di Salib Kasih. BKAG bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Tapanuli Utara, terus berupaya melanjutkan pelayanan dan pembinaan rohani di Salib Kasih serta tetap membenahi dan mempersiapkannya menjadi sebuah lokasi wisata rohani

  2 yang berwawasan universal di Tanah Batak. 2 Dalam beberapa tahun belakangan ini, Wisata Salib Kasih semakin berkembang, baik itu dari segi fisik objek wisata, pelayanan, daya tarik wisatawan maupun ketenaran Salib Kasih. Hal ini lah yang mendasari peneliti untuk meneliti mengenai sejarah, struktur, pengembangan serta dampak terhadap masyarakat sekitar yang ada di daerah objek Wisata Salib Kasih di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Konsep Pariwisata

  Pariwisata pada awalnya adalah hak khusus yang dinikmati secara eksklusif oleh orang-orang kaya saja. Akan tetapi dengan kemajuan teknologi sekarang ini, pariwisata telah bisa dinikmati oleh siapa saja. Meningkatnya waktu luang sebagai akibat lebih singkatnya hari kerja dan didukung oleh meningkatnya penghasilan maka aktivitas kepariwisataan juga akan semakin meningkat (Hadinoto,1996).

  Pariwisata memiliki dua aspek, aspek kelembagaan dan aspek sustansial, yaitu sebuah aktifitas manusia. Dilihat dari sisi kelembagaannya, pariwisata merupakan lembaga yang dibentuk sebagai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan rekreatifnya. Sebagai sebuah lembaga, pariwisata dapat dilihat dari sisi manajemennya, yakni bagaimana perkembangannya, mulai dari direncanakan, dikelola, sampai dipasarkan pada pembeli atau wisatawan. Sebagai sebuah substansi, pariwisata merupakan bagian dari budaya masyarakat, yaitu berkaitan dengan cara penggunaan waktu senggang yang dimilikinya. Pariwisata dapat disoroti dari bermacam sudut pandang karena memiliki sifat yang kompleks.

  Kompleksitas yang terkandung dalam pariwisata antara lain pariwisata sebagai pengalaman manusia, pariwisata sebagai perilaku sosial, pariwisata sebagai fenomena geografis, pariwisata sebagai sumber daya manusia, dan pariwisata sebagai industri (Spillane, 1994).

  Pariwisata juga dapat dipandang sebagai fenomena geografis. Kegiatan pariwisata akan senantiasa terpengaruh atau bahkan tergantung pada ciri khas yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, baik mengenai masyarakatnya adapun daerahnya. Sebagaimana diketahui, setiap wilayah geografis memiliki ciri khasnya masing-masing. Pengembang pariwisata pada umumnya mengetahui hal ini sehingga mereka akan memasarkan kekhasan daerah tujuan wista pada calon wisatawan. Pariwisata merupakan sumber daya yang penting bagi daerah yang memiliki daerah tujuan wisata. Pariwisata dapat menjadi sumber pemasukan uang dari daerah lain. Pariwisata dapat menjadi sumber daya untuk melaksanakan

  3

  upaya preservasi berbagai hasil budaya masa lampau. Sebagai sumber daya, pariwisata perlu dikelola dengan tepat supaya pengenbangannya tidak malah menjadi sumber kerusakan atau sumber bencana.

  Sebagai sebuah industri, pariwisata mempunyai sifat yang khas, tidak hanya melibatkan banyak industri, yakni industri transportasi, akomodasi, jasa boga, atraksi, retail, tetapi bersifat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya juga memiliki implikasi politis yang besar. Dalam pengembangan 3 Preservasi adalah pengawetan, pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan. pariwisata, sangat diperlukan sebuah kebijakan untuk meminimalisasi dampak negatif yang sering timbul. Sebagai sebuah organisasi, pariwisata didefenisikan sebagai organisasi yang memiliki ketrkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan wisatawan, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serata usaha - usaha yang terkait dibidang tersebut. Dengan demikian, pariwisata merupakan industri yang memiliki cakupan yang sangat luas. Pada prinsipnya, yang termasuk dalam industri pariwisata adalah usaha-usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia ketika sedang melaksanakan perjalanan wisata. Industri- indutri yang dimaksud antara lain akomodasi, tansportasi, komunikasi, entertainmen, dan jasa-jasa hiburan lainnya.

  Pemasaran pariwisata berarti merancang pariwisata untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar sasaran. Rancangan pariwisata ini akan berhasil bila masyarakat daerah tujuan wisata dan pelaku bisnis pariwisata merasa senang, dan dapat memenuhi harapan-harapan wisatawan dan penanam modal. Strategi perbaikan pariwisata adalah merancang prasarana, jasa pariwisata, dan atraksi-atraksi yang dapat dipandang sebagai building block untuk strategi bersaing yang spesifik.

  Untuk mengadopsi pendekatan perencanaan pasar strategis dalam persaingan pariwisata perhatian harus ditujukan terhadap fitur-fitur dan atribut-atribut yang dapat menghasilkan landasan strategi pemasaran (Ginting, 2005).

  Di dalam membina atau meningkatkan kesadaran masyarakat dibidang kepariwisataan dibutuhkan penyebarluasan berbagai pengertian yang berhubungan dengan segala macam atau bentuk peristilahan yang sering digunakan dalam dunia kepariwisataan. Hal tersebut sangat penting sebagai sarana untuk menambah wawasan. Hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata tadi antara lain adalah mengenai apa itu pariwisata dan apa saja yag dibutuhkan para wisatawan. Hal ini penting mengingat bagaimana juga dengan semakin berkembangnya pariwisata Nasional maka masyarakat akan saling berhubungan dengan dunia pariwisata dan sekaligus mendapat pelajaran tentang manfaatnya, baik langsung maupun tidak langsung.

  Pada hakekatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain, seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun belajar. Wisatawan merupakan seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata disebut dengan wisatawan (tourit), jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjungi. Apabila mereka tinggal di daerah atau negara dikunjungi dengan kurang waktu dalam 24 jam maka mereka disebut dengan pelancong (excursionist). Pengunjung (visitor), yaitu setiap orang yang datang ke suatu negara atau tempat tinggal lain dan biasanya dengan maksud apapun kecuali untuk melakukan pekerjaan yang

  4 menerima upah.

  Pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang 4

  http://repository.unand.ac.id/2256/1/8._Artikel_Syaiful_Anwar_hal_115-124 . menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olah raga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan dan keperluan usaha yang lainnya.

1.2.2. Pengertian Objek wisata

  Pariwisata memiliki definisi yang bermacam-macam, yang dikemukakan oleh beberapa ahli sesuai dengan tinjauan mereka masing-masing. Pariwisata terlahir terlahir dari bahasa Sanskerta yang komponen-komponen terdiri dari Pari yang artinya penuh, lengkap, berkeliling, Wis (man) yang artinya rumah, property, kampung, komunitas, Ata yang artinya pergi terus-menerus, mengembara (roaming about) yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan pariwisata, berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah (kampung) berkeliling terus menerus. Dalam oprasionalnya istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing “tourism” atau “travel” diberi makna oleh Pemerintah Indonesia, mereka yang meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di tempat-tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka (Pendit ,1999).

  Tempat yang dikunjungi oleh wisatawan tersebut merupakan tempat- tempat yang memiliki daya tarik tinggi, sehingga wisatawan tertarik untuk mengunjunginya. Tempat-tempat tersebutlah yang dikenal dengan istilah objek wisata. Menurut Hunziger dan karft (Pendit,1999) mengemukakan bahwa objek wisata adalah suatu tempat atau lokasi yang memiliki potensi untuk menarik minat seseorang untuk mengunjunginya. Hal senada juga diungkapkan oleh Spillance (dalam Oka A Yoeti, 1999 ) mengemukakan bahwa objek wisata merupakan suatu areal atau wilayah yang terdapat di muka bumi yang memiliki ciri khas berupa keindahan alamnya.

  Tentunya sesuatu atau suatu wilayah dapat dijadikan sebagai objek wisata tidak hanya tergantung pada keindahan fenomenanya , melainkan juga karena kekhasan yang dimiliki oleh objek tersebut. Objek wisata adalah suatu tempat atau benda yang memilki cirri khas tersendiri dan memiliki daya tarik tersendiri, sehingga mengundang perhatian banyak orang untuk menyaksikannya. Begitu pula halnya seperti yang yang diungkapakan oleh Norwal bahwa objek wisata adalah “ suatu tempat yang memiliki daya tarik baik itu karena keindahanya atau pun nil ai historis yang terkandung di dalamnya”.

  Menurut A.J. Burkart dan S. Medik, objek wisata merupakan tempat perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan diluar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja dan kegiatan- kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu. Sedangkan menurut Hunziger dan krapf dari swiss dalam Grundriss Der Allgemeinen Femderverkehrslehre, menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat dengan syarat orang tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting (Major Activity ) yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara.

  Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan Prof. Salah Wahab dalam Oka A

  Yoeti (1994), bahwa pariwisata dalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri/ diluar negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap.

  Jadi berdasarkan uraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa objek wisata adalah suatu suatu lokasi atau obyek yang memilki daya tarik minat wisatawan untuk berkujung ke tempat tersebut. Daya tarik tersebut dapat berupa keindahan ataupun riligius yang terdapat di dalam suatu objek tersebut.

1.2.3. Jenis Objek wisata

  Perbedaan jenis obyek wisata akan memberikan kenikmatan dan kepuasan tersendiri terhadap pengunjungnya. Menurut Pendit (1999) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana” mengemukakan beberapa jenis pariwisata yang dikenal dewasa ini adalah sebagi berikut .

  a) Wisata Budaya merupakan perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup, budaya dan seni mereka.

  b) Wisata Kesehatan merupakan perjalanan seorang wisatawan dengan tujan tersebut untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan. c) Wisata Olahraga adalah perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau negara seperti Asian games, Olympiade, Thomas Cup, Uber Cup, Tour de France, F-1 (Formula One). Macam cabang olah raga yang termasuk dalam jenis wisata olah raga yang bukan tergolong dalam pesta olahraga atau games, misalnya berburu, memancing, berenang, dan berbagai cabang olah raga dalam air atau di atas pegunungan d) Wisata komersial merupakan perjalanan wisata untuk mengunjungi pameran- pameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industry, pameran dangang dan sebagainya.

  e) Wisata Industri merupakan perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu komplek atau daerah perindustrian di mana terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian.

  f) Wisata politik merupakan perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian secara aktif dalam peristiwa kegiatan politik, seperti perayaan hari kemerdekaan republik Indonesia (17 Agustus 1945) di Jakarta.

  g) Wisata Konvensi merupakan perjalanan yang dilakukan dengan cara menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan tempat bersidang bagi para peserta suatu konvensi, musyawarah, pertemuan/konvensi lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasional. h) Wisata sosial merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah sreta mudah untuk memberikan kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan. i) Wisata Pertanian merupakan pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek-proyek pertanian, perkebunanaa, lading pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan. j) Wisata Bahari merupakan jenis wisata yang banyak dikaitkan dengan olah raga air, berkeliling melihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air, menikmati keindahan pantai dan keadaan di sekitar pantai seperti pegunungan, bukit yang ada di sekitarnya yang banyak dilakukan di negara - negara marirtim seprti Indonesia. k) Wisata Cagar Alam merupakan eisata yang banyak dilakukan oleh para pencinta alam dalam kaitannya denagn kegemarannya memotret binatang atau marga satwa serta pepohonan dan kembang beraneka warna yang mendapat perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. l) Wisata Buru merupakan jenis pariwisata yang dilakukan di negara-negara yang memang memilki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah. Wiata ini diatur dalam bentuk safari buru yang ditetapkan oleh pemerintah yang bersangkutan sperti di negara Afrika berburu gajah dan singa. m) Wisata Pilgrim merupakan jenis wisata yang banyak mengedepankan potensi wisata agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ini banyak dilakukan ke tempat-tempat suci seperti makam pemimpin yang di agungkan dan sebagainya.

n) Wisata Bulan madu merupakan suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pengantin baru yang sedang berbulan madu disuguhkan fasilitas-fasilitas yang khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka seperti kamar hotel yang dihiasi dengan bunga dan lampu warna-warni.

1.2.4. Faktor Pendorong Pengembangan Objek Wisata

  Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi. Modal kepariwisataan (torism

  

assets) sering disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah

  atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataaan. Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan. Menurut Soekadijo (2000) modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya :

  a. Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor pendorong seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang berwisata hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya. b. Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi kebudayaan disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti kesenian atau kehidupan keratin dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik.

  c. Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia

1.2.5. Dampak Priwisata

  Pengaruh dan dampak Pariwisata juga perlu diperhatikan dalam rencana pengembangan pariwisata. Pariwisata tetnunya menimbulkan dampak yang bersifaat negatif maupun positif. Dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata meliputi biaya pembangunan infrastruktur yang cukup besar terutama di lokasi- lokasi yang memberdayakan penduduk lokal sebagai lokasi pariwisata, selain itu pariwista juga memicu peningkatan harga-harga barang terutama harga lahan, rumah, dan lokasi-lokasi yang strategis untuk dikembangkan, dan juga memuncul lapangan pekerjaanyang hanya aktif padamusim-musim tertentu saja. Sedangkan dampak positif yang ditimbulkan industri pariwista berupa mampu merangsang pembentukan lapangan pekerjaan baru, mengembangan infrastruktur yang lebih baik, serta meningkatan perekonomian (Yoeti, 1994).

  Objek wisata religi juga mempunyai dampak tersendiri bagi pengunjungnya, seperti yang dikatakan Van Gennap dalam Denison Nach (1996), bahwa orang yang mengunjungi wisata agama itu akan terlibat dalam ritual perubahan diri yang dilakukan secara khusuk, dimana orang yang mengunjungi wisata agama tersebut akan dijarakkan dari kehiduppan rutin sehari-hari, karena wisata agama memiliki suatu aura yang sakral.

1.2.6. Daya dukung Objek Wisata

  Daya dukung objek wisata adalah kemampuan areal (kawasan) objek wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara maksimum tanpa merubah kondisi fisik lingkungan dan tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan selama melakukan aktivitas wisata. Hal ini berarti bahwa daya dukung objek wisata berorientasi pada pemenuhan kepuasan berwisata dan pencegahan dampak negatif pada lingkungan yang mungkin timbul.

  Daya dukung objek wisata juga dipengaruhi oleh komponen lingkungan biofisik objek wisata. Lingkungan biofisik objek wisata terdiri dari berbagai macam komponen biologis dan fisik yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen biologis misalnya flora dan fauna. Komponen fisik misalnya topografi, keadaan tanah, iklim sarana dan prasarana, luas efektif kawasan wisata, petugas pelayanan wisata, waktu yang dibutuhkan wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata dan ruang gerak wisatawan. Pada sisi lain komponen lingkungan sosial-budaya juga berperan pada pelestarian daya dukung wisata.

  Pada kunjungannya ke suatu objek wisata, wisatawan bertujuan untuk melakukan berbagai macam aktivitas wisata. Di antaranya adalah istirahat/berjalan santai, berkemah, mendaki gunung, dan belajar/mengamati/meneliti atau gabungan dari berbagai aktivitas tersebut.

  Melalui berbagai aktivitas wisata tersebut seseorang berharap untuk mendapatkan hiburan dan rekreasi. Dengan rekreasi kekuatan diri baik fisik maupun spiritual seseorang diharapkan dapat pulih kembali.

  Ada empat kelompok faktor yang mempengaruhi penentuan pilihan daerah tujuan wisata, yaitu:

1. Fasilitas: akomodasi, atraksi, jalan, tanda-tanda penunjuk arah 2.

  Nilai estatis: pemandangan (panorama), iklim santai/terpencil, cuaca 3. Waktu/biaya: jarak dari tempat asal (rumah), waktu dan biaya perjalanan, harga atau tarif-tarif pelayanan.

  4. Kualitas hidup: keramah-tamahan, penduduk, bebas dari pencemaran Sedangkan daya tarik suatu objek wisata pada umumnya dipengaruhi oleh, adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih, tersedianya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, adanya ciri khusus/spesifikasi yang besifat langka, serta sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.

1.2.7. Produk Wisata

  Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial/psikologis) dan jasa alam. Jasa yang dihasilkan perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan, pelayanan makan minum, jasa tour dan sebagainya.

  Jasa yang disediakan masyarakat dan pemerintah antara lain berbagai prasarana umum, kemudahan, keramah-tamahan, adat-istiadat, seni budaya, sedangkan jasa yang disediakan alam antara lain, pemandangan alam, pegunungan, pantai, gua alam, taman maupun laut.

  Produk wisata juga merupakan gabungan dari berbagai komponen, antara lain: Atraksi suatu daerah tujuan wisata, fasilitas yang tersedia, aksesibilitas ke dan dari daerah tujuan wisata. Atraksi merupakan salah satu dimensi yang unik, karena seringkali hanya terjadi atau dapat dinikmati pada kawasan tertentu dan pada masa atau waktu tertentu. Atraksi dapat berdasarkan sumberdaya alam, budaya, etnisitas atau hiburan. Adapun fasilitas wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti, jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan penginapan.

1.2.8. Pendekatan Pariwisata

  Akhir-akhir ini pariwisata dapat digolongkan dalam empat kelompok, dimana masing-masing menunjukan suatu pendekatan yang khas tentang pariwisata. Pendekatan pertama adalah sebuah pendekatan yang sering disebut sebagai pendekatan advocacy. Pendekatan ini mendukung pariwisata dan menekankan keuntungan ekonomis dari pariwisata. Potensi pariwisata bisa dipakai untuk mendukung macama-macam kegiatan ekonomis, menciptakan lapangan kerja baru, memperoleh devisa yang dibutuhkan bagi pembangunan.

  Perkembanagn pendekatan ini menarik perhatian baru dalam dunia pariwisata internasional dan nasional. Tetapi karena pariwisata baru dipandang dari satu sisi saja, ada dorongan unutk memunculkan pendekatan lain yang kemudian dikenal sebagai pendekatan cautionary. Pendekatan kedua tentang pariwisata ini menekankan bahwa pariwisata dapat menimbulkan banyak kerugian (disbenefits) dalam berbagai aspek menyebabkan komersialisasi budaya, serta menyebabkan berbagai macam konflik. Karena kedua pendekatan tersebut saling bertentangan, maka muncul bentuk pendekatan baru yang menyadari bahwa pariwisata mempunyai unsur positif maupun negatif. Pendekatan baru ini disebut ssebagai pendekatan adaptacy. Pendekatan ini menyebutkan bahwa pengaruh negative dari pariwisata dapat dikontrol dengan mencari bentuk lain perkembangan pariwisata atau dengan menyesuaikan pariwisata dengan negara atau daereah tujuan wisata.

  Cara ini menunjukan bahwa alam dan budaya dapat digabungkan dalam satu konteks. Maka pendekatan ini mengusulkan strategi seperti pembangunan pada skala kecil, pariwisata yang terkontrol, pariwisata yang dapat bertahan lama

  (suistainable ), pariwisata dengan cara menikmati kehidupan masyarakat setempat,

  dan pariwisata yang berkaitan denga ekologi (eco-tourism). Selain itu, ada juga pendekatan lain yanglebih alternarif dan didasari oleh macam-macam pandangan terhadap perkembangan pariwisata. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan developmental. Alternative ini menganggap bahwa pariwisata dapat disesuaikan dengan keadaan masyarakat tuan rumah dan peka akan selera masyarakat tuan rumah tersebut. Perkembangan tersebut mempengaruhi pilihan wisatawan terhadap daerah tujuan wisatanya dan demikian juga cara kehidupan mereka di daerah tujuan wisata, atau bentuk alternative pariwisata ini mengurangi jurang pemisah antara hak dan tanggung jawab dari wisatawan, tuan rumah dan perantaranya.

1.2.9. Faktor-faktor yang Mempercepat Pertumbuhan Pariwisata

  a. Pertumbuhan Demografi Sekarang ini penduduk dunia sudah mencapai lebih dari 6 milyar orang. Di

  Indonesia sendiri kurang lebih sebanyak 220 juta orang. Menurut BPS jumlah penduduk Indonesia setiap tahun terus meningkat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka jumlah pertumbuhan pariwisata juga akan semakin bertambah. Kaerna itu perlu diantisipasi dari sekarang dengan pengembangan produk dan pelayanan industry pariwisata dalam semua aspek. Sedikitnya ada tiga kelompok orang yang melakukan perjalanan wisata dengan pola perbelanjaan yang cukup berbeda satu dengan yang lain, diantaranya :

   Kelompok remaja, kelompok ini berkisar antara 18-34 tahun yang melakukan perjalanan baik secara sendiri-sendiri atau rombongan melalui organisasi-organisasi tertentu.

   Kelompok keluarga, kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki uang lebih, karena memperoleh pendapatan berganda melalui suami dan istri yang bekerja mencari nafkah, sehingga memungkinkan mereka untuk menabung dan akan mempengaruhi permintaan untuk melakukan perjalanan wisata diwaktu yang akan datang.  Kelompok pensiunan, kelompok ini merupakan orang-orang yang berusia 60 tahun ke atas, yaitu kelompok yang sedang menikmati pensiun, baik itu pensiun dipercepat maupun pensiun biasa dengan jaminan kesehatan dan jaminan hari tua yang memadai. Kelompok ini diperkirakan akan bertambah sebagai akibat strukturisasi pasar kerja yang banyak dilakukan perusahaan besar. Pengaruhnya terhadap perjalanan wisata, mereka ini akan memiliki length of stay yang relatif lama, karena mereka tidak lagi terikat dari pekerjaan rutin mereka, oleh karena itu sangat ideal dijadikan sebagai target pasar pariwisata.

  b. Adanya Keinginan Terhadap Pariwisata Ramah Lingkungan Sekarang ini, terutama di negara-negara berkembang, ada segmen pasar yang ingin melihat dan menyaksikan daerah tujuan wisata yang ramah lingkungan. Hal ini disebabkan orang-orang yang tinggal di negara-negara tersebut sudah bosan dengan lingkungan yang tercemar oleh limbah industri maupun asap kendaraan perkotaan yang menyesakkan. Mereka ingin mencari daerah tujuan wisata yang memberi perhatian terhadap ligkungan hidup dan punya kemampuan mempertahanakan keseimbangan alam dan budaya secara lebih harmonis. Itu pula sebabnya mengapa akhir-akhir ini permintaan akan wisata berwawasan lingkungan (ecotourism) mulai diminati banyak wisatawan. c. Kemajuan Teknologi Dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi maka pertumbuhan pariwisata juga akan semakin cepat. Sekarang ini teknologi sudah menjadi alat perantara antara wisatawan dengan daerah tujuan wisata. Melalui teknologi, seorang wisatawan dengan mudah akan mengetahui bagaimana potensi objek wisata di suatu tempat tanpa mengunjunginya. Begitu juga dengan daerah tujuan wisata, dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi, pihak pengelola akan mudah dalam mempromosikan objek wisata sehingga memungkinkan bertambahnya kunjungan wisatawan.

1.3. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah penelitian yang diajukan adalah bagaimana keberadaan objek Wisata Salib Kasih di Siatasbarita. Rumusan masalah penelitian tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian yakni:

  1. Bagaimana sejarah berdirinya Salib Kasih di Kecamatan Siatasbarita ?

  2. Aktifitas-aktifitas apa saja yang dilakukan dalam objek Wisata Salib Kasih?

  3. Proses-proses apa saja yang dilakukan dalam pengembangan Salib Kasih dari dulu sampai sekarang ?

  4. Apa saja dampak yang ditimbulkan Salib Kasih terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar objek wisata ?

  1.4. Tujuan dan manfaat penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses berdirinya salib Kasih, serta pengembangannya dari dulu sampai sekarang. Selain itu, peneltian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampaknya objek wisata Salib Kasih terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Salib Kasih.

  Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature serta menambah wawasan keilmuan dalam kaitannya dengan ilmu sosial seperti antropologi pariwisata. Sedangkan manfaat praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pengembangan pariwisata, serta berguna bagi para pelaku pariwisata.

  1.5. Metode Penelitian

1.5.1. Tipe Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi dengan pendekatan kualitatif. Tahap penelitian dimulai dengan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Langkah atau tahapan penelitian ini dapat diulang satu atau bebrapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder yakni data yang diperoleh dari kajian pustaka berupa buku ilmiah, jurnal, skripsi, laporan penelitian, media massa serta internet.

   Observasi Dalam mengawali penelitian, penulis akan memulainya terlebih dahulu dengan mengobservasi objek yang sedang diteliti. Observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi. Artinya peneliti mengumpulkan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Selama berada di lokasi penelitian dan hidup bersama dengan mereka, peneliti akan melakukan pengamatan mengenai kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Salib Kasih, serta siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam kegiatan, dan bagaimana dampak dari kegitan-kegiatan tersebut terhadap masyarakat sekitar.

   Wawancara Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kegiatan yang relatif lama.

  Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat di dalam objek wisata Salib Kasih, mulai dari pengelola objek wisata, para pengunjung, serta masyarakat di sekitar objek wisata Salib Kasih tersebut. Dalam penelitian ini peneliti tidak mengkategorikan informan ke dalam informan pangkal maupun informan kunci, karena bagi penulis semua orang yang memberikan informasi tentang data-data mengenai objek penelitian sama pentingnya.

  Pada saat melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu menyusun sebuah kerangka wawancara yang menjadi fokus penelitian. Adapun fokus wawancara yang disusun peneliti terdiri dari bagaimana sejarah dan perkembangan Salib Kasih, dalam menjawab permasalahan ini yang menjadi fokus wawancara yakni pihak pengelola baik itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tapanuli Utara maupun UPT Salib Kasih. Selain itu, dampak- dampak objek wisata Salib Kasih juga termasuk salah satu fokus wawancara, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pandangan pengunjung maupun kegiatan- kegiatan yang dilakukan pengunjuung tidak terlepas dari fokus wawancara penelitian.

  5 Dalam proses wawancara, peneliti berusaha untuk menjalin rapport

  dengan informan. Hal ini dilakukan untuk membantu peneliti memperoleh data atau informasi dengan mudah. Pengembangan rapport dilakukan dengan cara hidup beradaptasi dan menjalin hubungan yang baik dengan penduduk setempat,

5 Rapport adalah keterampilan dalam membina hubungan baik antara peneliti dengan informan.

  sehingga ketika melakukan wawancara data atau informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian benar-benar sesuai dengan fakta dilapangan.

  Untuk membantu keterbatasan daya ingat peneliti, maka perlu dilakukan pencacatan hasil lapangan dalam bentuk field note. Selain itu, dibutuhkan juga alat perekam berupa kamera yang digunakan untuk menghasilkan karya-karya visual. Data-data ini nantinya akan memperjelas data yang didapat melalui waancara. Selain itu, hal ini akan menjadi bukti otentik keberadaan penulis di lapangan.

  Data-data yang diperoleh kemudian dikumpulkan lalu dianalisis. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Artinya data-data yang terkumpul dianalisis menggunakan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Setelah itu barulah dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang objektif.

1.6 Rangkaian Pengalaman di Lapangan

   Penelitian ini bertempat di Kecamatan Siatasbarita yang tidak jauh dari

  kota kelahiran penulis yakni Kota Tarutung. Daerah sekitar Tarutung juga dikenal dengan Rura Silindung, disebut demikian karena wilayah ini dikelillingi barisan pegunungan. Kota ini berjarak ±294 Km dari kota Medan, dan biasa ditempuh selama 6-7 jam perjalanan dengan menggunakan mini bus. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober dan November 2014.

  Pada tanggal 21 Oktober 2014, penulis mengunjungi kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tapanuli Utara, yang terletak di jl. Balige no 18 Tarutung. Sesampainya disana penulis disambut oleh ibu R. Sinaga yang merupakan salah satu pegawai di kantor tersebut. Penulis kemudian dibawa ke ruangan bagian tata usaha. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan saya serta memberikan surat penelitian dari kampus akhirnya mereka mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan ke kantor UPT Salib Kasih. Akan tetapi berhubung Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayan pada waktu itu sedang ada tugas ke luar kota maka surat rekomendasi tersebut belum bisa penulis bawa karena belum adanya tandatangan dari kepala dinas. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk pulang ke rumah dan melanjutkannya besok harinya.

  Hari berikutnya saya kembali datang ke kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan TAPUT, beruntung pada saat itu kepala Dinas Pariwisata ada di situ.

  Surat rekomendasi yang ditujukan ke kantor UPT Salib Kasih pun langsung ditandatangani. Sebelum ditandatangani penulis terlebih dahulu diajak masuk keruangan kepala Dinas. Di dalam ruangan, kepala Dinas Pariwisata yang bernama Gibson Siregar menanyai penulis tentang ketertarikan penulis mengangkat judul Salib Kasih ini. Dari penjelasan yang penulis sampaikan akhirnya beliau memberikan surat rekomendasi tersebut disertai dengan kata- kata penyemangat.

  Setelah surat rekomendasi di tangan, penulis bergegas menuju objek wisata Salib Kasih yang berjarak sekitar 7 Km dari pusat kota Tarutung.

  Sesampainya di Salib Kasih, penulis bertemu dengan kepala UPT Salib Kasih Bapak M. Panggabean beserta dengan Kasubbag Tata Usaha Bapak Jefry Lubis.

  Dengan bermodalkan surat rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan juga surat penelitian dari kampus, akhirnya peneliti diizinkan melakukan pengambilan data yang dibutuhkan penulis. Pada hari itu juga penulis langsung memulai pengambilan data.

  Saat itu hari selasa, 22 Oktober 2014 pukul 10.15 WIB, pengunjung yang datang ke Salib Kasih masih sepi, yang terlihat hanya beberapa pegawai Salib Kasih dan juga para pedagang souvenir. Informan pertama yang diwawancari penulis yakni Kasubbag Tata Usaha dan Juga Kepala UPT Salib Kasih.

  Selain para pegawai, para pedagang baik itu pedagang souvenir maupun pedagang makanan tak luput jadi informan penulis. Pada awal-awalnya beberapa pedagang di Salib Kasih sepertinya enggan untuk diwawancarai, tapi setelah penulis membeli beberapa souvenir, barulah mereka mau memberikan informasi yang dibutuhkan penulis. Lain lagi wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah satu pedagang makanan di lokasi Salib Kasih bernama R br. Siregar. Jika para pedagang souvenir ada yang enggan diwawancarai, ibu tersebut tanpa ragu memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang penulis sampaikan.

  Dengan ditemani segelas kopi panas penulis dengan serius mendengar cerita yang disampaikan oleh ibu tersebut.

  Beberapa hari kemudian, penulis mewawancarai para petugas parkir di Salib Kasih. Disini penulis mendapatkan informasi mengenai perparkiran yang ada di Salib Kasih, bagaimana pengelolaannya dan pada siapa mereka harus bertanggung jawab. Dengan semakin seringnya bertemu dengan para petugas parkir, penulis juga akhirnya mendapat suatu keuntungan berupa parkir gratis selama penelitian di lokasi perparkiran Salib Kasih.

  Tak lengkap rasanya bila tidak mewawancarai para pengunjung yang datang ke Salib Kasih. Para pengunjung juga menjadi informan penting bagi penulis dalam mendapatkan data penelitian di Salib Kasih. Banyaknya pengunjung yang datang menjadi salah satu pendukung dalam mendapatkan informasi. Semakin banyak pengunjung yang datang setiap harinya maka semakin banyak pula informasi yang didapat penulis.

  Kurang lebih satu bulan penulis melakukan penelitian di Salib Kasih, banyak tanggapan dan pandangan pengunjung baik yang bersifat negative maupun positif terhadap Salib Kasih. Akan tetapi semua itu tentunya berguna bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini dan semoga saran dan tanggapan yang diberikan para pengunjung menjadi suatu pendorong dalam mengembangkan Salib Kasih kedepannya.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi - Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan di SD Negeri 101200 Desa Perkebunan Hapesong dan SD Negeri 101300 Desa Napa Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

0 0 34

BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN ELIT KAB. PADANG LAWAS 2.1 Profil Kabupaten Padang Lawas 2.1.1 Sejarah Kabupaten Padang Lawas - Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN - Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

0 0 28

Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

0 0 10

Studi Perspektif Masyarakat untuk Program Restorasi Ekosistem Hutan Mangrove (Studi Kasus Masyarakat Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara)

0 1 5

Studi Perspektif Masyarakat untuk Program Restorasi Ekosistem Hutan Mangrove (Studi Kasus Masyarakat Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara)

0 2 10

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijakan P

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijaka

0 0 8

Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijakan Presiden Joko Widodo Menghukum Mati Pengedar

0 0 15

BAB II GAMBARAN UMUM WISATA SALIB KASIH - Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 16