BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Visum et Repertum 2.1.1. Pengertian Visum et Repertum - Kualitas Visum Et Repertum Perlukaan Pada Korban Hidup Di Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Visum et Repertum

2.1.1. Pengertian Visum et Repertum

  Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum berarti laporan mengenai apa yang dilihat dan ditemukan.

  Definisi Visum et Repertum menurut Kolegium Kedokteran Forensik dan Medikolegal adalah : ”Laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat dan ditemukan berdasarkan keilmuannya, dan untuk kepentingan peradilan.”

  Dari definisi di atas dapatlah ditarik beberapa unsur yang penting, yaitu : 1. LAPORAN TERTULIS, sebaiknya diketik dan pada akhir alinea ditutup dengan garis.

  2. DIBUAT OLEH DOKTER, semua jenis keahlian dokter dapat membuatnya.

  3. PERMINTAAN TERTULIS DARI PIHAK YANG BERWAJIB, permintaan dari pihak-pihak lain tidak dapat dilayani (misalnya permintaan keluarga).

  4. APA YANG DILIHAT/DIPERIKSA BERDASARKAN KEILMUAN, merupakan bagian yang obyektif.

  5. BERDASARKAN SUMPAH, dicantumkan di bagian Penutup.

6. KEPENTINGAN PERADILAN, berarti bukan untuk kepentingan- kepentingan lain seperti misalnya asuransi.

2.1.2. Bentuk dan susunan Visum et Repertum

  Setiap visum et repertum mempunyai bentuk dan harus dibuat memenuhi ketentuan-ketentuan umum sebagai berikut : a. Ditulis di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.

  b. Bernomor dan bertanggal.

  a. Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah)

  c. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

  d. Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan e. Tidak menggunakan istilah asing. Bila tak dapat dihindari maka berikan pula penjelasannya dalam bahasa Indonesia.

  f. Ditandatangani dan diberi nama jelas.

  g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut Susunan Visum et Repertum adalah : 1. Bagian Projustitia Yang menerangkan bahwa kertas yang berisi Visum Et

  Repertum itu mempunyai kekuatan hukum dan digunakan untuk peradilan dan merupakan pengganti materai 2.

  2. Bagian Pendahuluan. Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan", melainkan langsung merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa beserta instansi dokter pemeriksa tersebut, instansi peminta visum et repertum berikut nomor dan tanggal suratnya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Nomor registrasi korban di rumah sakit sebaiknya dicantumkan pula.

3. Bagian Hasil Pemeriksaan (Pemberitaan). Bagian ini diberi judul "Hasil

  Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan terhadap "barang bukti" yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Untuk itu teknik penggambaran atau pendeskripsian temuan harus dibuat panjang lebar, dengan memberikan uraian letak anatomis yang lengkap, tidak melupakan kiri atau kanan bagian anatomis tersebut, serta bila perlu menggunakan ukuran yang tepat.

  Pencatatan tentang perlukaan atau cedera dilakukan dengan sistematis mulai dari Deskripsinya juga tertentu, yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka/cedera, karakteristiknya serta ukurannya.

  Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari : Hasil Pemeriksaan, yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik anamnesis yang penting, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan atau cederanya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis). Korban hidup tidak harus diperiksa pakaiannya lapis demi lapis dan dideskripsi bagian-bagian tubuhnya satu persatu. Namun demikian anamnesis yang ketat atau pemeriksaan fisik umum yang lengkap tetap diperlukan untuk menghindari terlewatkannya suatu kelainan atau perlukaan.

  Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa Pada visum et repertum korban perlukaan, setidaknya disebutkan jenis perlukaan / cedera, jenis kekerasan penyebabnya, dan kualifikasi luka (derajat luka)nya. Kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata yang sesuai dengan bunyi ketentuan perundang- undangannya, misalnya :

  Keadaan akhir korban. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan (termasuk indera) merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan, sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pemeriksaan korban kejahatan seksual juga memuat hal-hal seperti pada korban perlukaan, namun dengan materi pemeriksaan yang berbeda.

4. Bagian Kesimpulan.

  • tidak menimbulkan sakit dan atau halangan dalam melakukan pekerjaannya.
  • mengakibatkan sakit yang membutuhkan perawatan jalan selama beberapa hari.
  • .......hari (atau untuk sementara waktu).

  mengakibatkan sakit dan halangan dalam melakukan pekerjaannya selama

  mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya.

  • mengakibatkan kehilangan panca indera.
  • 5.

  Bagian Penutup.

  Bagian ini merupakan kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et repertum tersebut dibuat dengan sebenar-benarnya, berdasarkan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP. Visum et repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau pembuat visum et repertum dan nama jelasnya. Jangan dilupakan pembubuhan stempel instansi dokter pemeriksa tersebut dan nomor induk pegawai atau nomor registrasi prajurit atau nomor surat penugasan.

  Sesuai dengan definisinya, maka Visum et Repertum sangat bermanfaat dalam pembuktian suatu perkara berdasarkan hukum acara. Di dalam upaya pembuktian, biasanya barang-barang bukti akan diperlihatkan di sidang pengadilan untuk memperjelas masalah. Tetapi pada prakteknya tidak semua barang bukti dapat dibawa ke depan siding pengadilan, seperti misalnya, tubuh manusia baik hidup maupun mati.

  Pada perkara-perkara yang menyangkut kejahatan terhadap tubuh manusia, maka antara lain akan dibuktikan penyebab luka dan/atau kematian; bahkan tidak jarang dapat dicari pembuktian tentang tempus delicti dan locus delicti. Untuk itu tentu yang seharusnya diketengahkan di siding pengadilan adalah luka/kelainan pada saat (atau paling tidak mendekati saat) peristiwa pidana terjadi. Hal ini boleh dikatakan sangat sulit dikerjakan karena tubuh manusia senantiasa mengalami perubahan, baik berupa penyembuhan luka (pada korban hidup) atau proses pembusukan (pada korban mati), sehingga gambaran mengenai benda bukti tersebut (luka, kelainan, jenazah) tidak sesuai lagi dengan yang semula.

  Semua hal-hal yang terdapat pada tubuh manusia (benda bukti) harus direkam atau diabadikan oleh seorang dokter dan dituangkan ke dalam sebuah Visum et Repertum yagn berfungsi sebagai pengganti barang bukti (tubuh manusia). Kemudian guna memudahkan para paraktisi hukum dalam memanfaatkan Visum et Repertum tersebut, perlu dibuat suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan. Bagian kesimpulan ini akan menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga para praktisi

2.1.4. Jenis Visum et Repertum

  Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum orang hidup dan visum et repertum orang mati. Visum et repertum orang hidup terdiri dari visum perlukaan, visum et repertum keracunan, visum et repertum kejahatan susila dan visum et repertum psikiatrik. Sedangkan visum et repertum orang mati terdiri dari visum luar dan visum dalam.

  Menurut waktu pemberiannya Visum et Repertum terdiri dari : a.

  Visum Seketika b. Visum Sementara c. Visum Lanjutan

2.1.5. Prosedur Pembuatan Visum et Repertum

  Seperti tercantum dalam KUHAP Pasal 133 ayat 1, dimana dalam hal penyidik atau kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati, yang diduga karena peristiwa tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau Dokter lainnya, adapun tata cara permintaannya sabagai berikut : a.

  Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya, harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda tangani b.

  Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP

  Pasal 2 yang berbunyi : Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurang berpangkat Pelda Polisi, Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat Serda Polisi. Kapolsek yang berpangkat Bintara dibawah Pelda Polisi karena jabatannya adalah Penyidik.

  Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2), maka Kapolsek yang berpangkat Serda tersebut karena Jabatannya adalah Penyidik.

  c.

  Permintaan Visum et Repertum ini diajukan kepada Dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya.

  Dokter ahli Kedokteran Kehakiman biasanya hanya ada di Ibu Kota Propinsi yang terdapat Fakultas Kedokterannya. Ditempat-tempat dimana tidak ada Dokter ahli Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat permintaan Visum et Repertum ini ditujukan kepada Dokter.

  d.

  Dokter yang telah mempunyai surat kompetensi yang dapat membuat Visum et Repertum yang diminta oleh penyidik.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Citra Berformat JPEG Hasil Olahan dari Citra Original Berdasarkan Metode Matching Block dan Deteksi Tepi Block JPEG Terkompresi

0 2 28

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Citra Berformat JPEG Hasil Olahan dari Citra Original Berdasarkan Metode Matching Block dan Deteksi Tepi Block JPEG Terkompresi

1 13 8

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERITA NOVEL“ HIDAMARI NO KANOJO” KONSEP AJARAN KONFUSIANISME, STUDI PRAGMATIK SASTRA DAN SEMIOTIK 2.1 Definisi Novel - Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Hidamari No Kanojo” Karya Koshigaya Osamu

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Hidamari No Kanojo” Karya Koshigaya Osamu

0 0 14

I. Kemampuan Database CDSISIS - Analisis Kemampuan Pustakawan Dalam Pengelolaan Database Pada Perpustakaan Politeknik Negeri Medan (POLMED)

0 0 13

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Definisi Database - Analisis Kemampuan Pustakawan Dalam Pengelolaan Database Pada Perpustakaan Politeknik Negeri Medan (POLMED)

0 0 26

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SUNDA DI KOTA MEDAN - Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

0 0 19

18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA DAN SINONIM 2.1 Pengertian Makna

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Sinonim Kata Yang Menyatakan Biaya Dalam Kalimat Bahasa Jepang

0 1 17