Religi Budaya dan Ekonomi Kreatif Prospe

Abstract

This article confirms that tourism activities including religious, cultural and creative centers in Cirebon are developing separately from local government policy and program implementation, but tourism development activities are getting more advanced in the city and district of Cirebon. With a trend-analysis approach, this article is based on data collected through interviews, exploration of events, news and information from print media and electronic media, as well as documents from tourism organizers in Cirebon. This paper concludes that Cirebon positioned itself as one of the destinations for the development of halal tourism that became the center of the tourism industry in the future.

Keywords : Religion, Culture, Creative Economy, Halal Tourism.

Abstrak

Artikel ini menegaskan bahwa aktivitas pariwisata termasuk sentra religi, budaya dan ekonomi kreatif di Cirebon berkembang secara terpisah dari sisi kebijakan pemerintah daerah, pelaksanaan program-program, dan strategi pengembangan kawasan wisata baik di kota dan kabupaten Cirebon. Dengan pendekatan trend-analysis, artikel ini berpijak pada data yang dikumpulkan melalui hasil wawancara, eksplorasi terhadap peristiwa, berita dan informasi dari media cetak dan media elektronik, serta dokumen dari institusi penyelenggara pariwisata di Cirebon. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Cirebon memposisikan diri sebagai salah satu destinasi bagi pengembangan wisata halal yang menjadi sentra industri pariwisata di masa mendatang.

Kata Kunci: Religi, Budaya, Ekonomi Kreatif, Wisata Halal.

PENDAHULUAN 7 Shackle menegaskan adanya keterkaitan Studi Rinschede 1 menemukan bahwa dalam

pula dengan manajemen dan perlindungan banyak hal pariwisata sekarang ini dilihat 8 lingkungan. Jigang dan Yunmei mencatat

sebagai fenomena penting dari gaya hidup bahwa dibandingkan dengan jenis lain dari manusia dan agama menjadi motif tidak

pariwisata, wisata religi ditandai dengan terpisahkan untuk

melakukan suatu

pasar wisata yang stabil, kunjungan tingkat perjalanan religius. Timothy dan Olsen 2 tinggi berulang dan jumlah pengunjung

menyatakan bahwa perjalanan religius terus-menerus. Hal ini penting untuk dicatat bukan fenomena baru, sedangkan Fleischer 3 bahwa banyak sarana baru dan tujuan agama

dan 4 Smith menggambarkan bahwa yang terus muncul dan tidak selalu diakui sebenarnya hal itu dianggap sebagai salah

oleh otoritas wisata, dan oleh karena itu satu bentuk pariwisata tertua, dan juga

tidak pada setiap peta pariwisata, tetapi sebagai alasan utama untuk perjalanan non-

menarik sejumlah peziarah dan pengunjung. ekonomi yang ada sebelum Kristen. Hal ini 9 Joppe, Martin dan Waalen

menunjukkan bahwa orang selalu tertarik berargumen bahwa ada kebutuhan awal mengisi aspek rohani kehidupan dan dunia

yang jelas mengidentifikasi keinginan di mana mereka tinggal, sehingga mereka

wisatawan ke tempat-tempat suci, dan menilai makna kesucian didalamnya.

setelah itu untuk menyediakan fasilitas dan Sementara Vukonic 5 memaparkan bahwa

sehingga menyebabkan hari ini, agama dapat menjadi keyakinan

manfaat,

peningkatan kepuasan bagi harapan dan pribadi, tingkat keyakinan dalam satu

pengalaman tak terlupakan. Sementara dogma atau lainnya, atau dalam arti ritual

perjalanan berorientasi religius berupa dan pencarian makna terlihat dengan

ziarah telah ada sejak abad sebelumnya, melibatkan perjalanan ke tempat-tempat

dalam beberapa tahun terakhir telah suci dan mengambil bagian dalam ritual

berkembang menjadi pasar yang jauh lebih yang ada. Oleh karena itu, dapat

besar dan lebih tersegmentasi, dengan disimpulkan bahwa agama secara signifikan

bentuk mulai dari wisata religius high-end , mempengaruhi bentuk pariwisata, dan

perjalanan relawan berorientasi agama dan wisata religi terjadi karena faktor agama.

untuk ziarah modern seperti kunjungan ke

Karmapa di Tibet. Jadi, pariwisata religius pariwisata

Rinschede 6 menyatakan bahwa

termasuk perjalanan ke situs tujuan agama mengembangkan hubungan dekat dengan

(misalnya perjalanan ke Tanah Suci), liburan, wisata budaya dan aspek lain dari

perjalanan dengan maksud spiritual pengembangan

pariwisata,

atau

(misalnya konferensi Kristen), atau bahkan perjalanan liburan dengan persekutuan niat (misalnya Faith based Cruise ).

1 Rinschede, “Forms of religious tourism”, Annals of Tourism Research , 1992, 19, 57.

Timothy dan Olsen (eds.), Tourism, 7 Sha ckley, “Managing the Cultural Impact Religion

of Religious Tourism in the Himalayas, Tibet and Routledge, 2006), 23.

and Spiritual

Journeys (Abingdon:

Nepal”. In M. Robinson and P. Boniface (eds.), 3 Fleischer, “The Tourist Behind the Pilgrim Tourism and Cultural Conflicts (Wallingford: CABI,

in the Holy Land,” International Journal of

1999), 95-111.

Hospitality Management , 2000, 19 (3): 311-326.

Jigang dan Yunmei, “Development of Lihat Smith, “Special Issue: Pilgrimage

Religious Tourism: A Case Study of Nanhua Temple and Tourism”. Annals of Tourism Research, 1992b,

in Guangdong Province,” Tropical Geography, 1996, 19 (1).

5 Vukonic, Tourism and Religion (Oxford: 9 Joppe, Martin dan Waalen, “Toronto's Pergamon, 1992), 90.

Image as a Destination: A Comparative Importance- 6 Rinschede, “Forms of religious tourism”, Satisfaction Analysis by Origin of Visitor,” Journal

Annals of Tourism Research , 1992, 19, 51-67. 54. of Travel Research , 2001, 39: 252-260.

Pariwisata di Cirebon beberapa pendapatan bagi daerah, pasar potensial bagi tahun terakhir mengandalkan wisatawan

produk barang dan jasa masyarakat domestik seiring semakin lesunya tingkat

memperluas penciptaan kunjungan wisatawan asing di kota tersebut.

setempat,

kesempatan kerja, sumber Pendapatan Asli Sepanjang

Daerah (PAD), dan merangsang kreativitas wisatawan asing mengalami penurunan 12 seniman.

cukup drastis sebesar 50% dari tingkat Fakta lokal di Cirebon menunjukkan kunjungan wisata tahun sebelumnya.

maraknya pengembangan sektor-sektor Sementara itu para pengusaha hotel di Kota

industri, khususnya hotel dan tempat Cirebon mengandalkan wisatawan domestik

perbelanjaan yang secara langsung telah karena kunjungan wisatawan asing dari 13 merubah identitas kota masa lampau. Hal

berbagai negara lesu.Kondisi ekonomi inipun belum diikuti dengan pengembangan global cukup

berpengaruh terhadap kawasan berbasis ekonomi lokal, seperti kunjungan hotel dari kalangan wisatawan

berbagai jenis kuliner dan seni budaya yang asing apalagi jika kondisi politik lokal

kaya dengan tradisi lokal. Peninggalan kurang bersahabat. 10 sejarah dan cagar budaya yang ada bisa

Berdasarkan data statistik Dinas dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi dan Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan

informasi tentang kreativitas budaya Pariwisata Kota Cirebon, kunjungan turis

manusia dan kemampuan manusia dalam asing maupun domestik pada 2012 sekitar

meningkatkan kualitas hidupnya di masa 456.589 orang, sedangkan pada 2013 sekitar 14 lalu. Meskipun Cirebon memiliki

540.945 orang. Untuk menaikkan kunjungan peninggalan budaya yang beragam, namun turis asing, Disporbudpar melakukan

pengembangan sektor pariwisata masih kerjasama dengan pihak lain, seperti dengan

memerlukan keseriusan pemerintah jika keraton-keraton yang ada di Cirebon.

menempatkan peninggalan cagar budaya ini Kerjasama ini terutama ditingkatkan karena

sebagai salah satu sumber pendapatan anggaran bidang pariwisata tahun ini

masyarakat lokal.

menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Cirebon memiliki banyak potensi Pada 2014 ini, anggaran untuk pariwisata

pula dalam mengembangkan ekonomi sekitar Rp. 400 juta, sedangkan pada 2013

kreatif yang dikelola oleh masyarakat. sekitar Rp. 700 juta. Omzet pariwisata

Potensi ekonomi kreatif yang dimiliki padahal mencapai sekitar Rp. 17,5 miliar

Cirebon antara lain bidang pariwisata pada 2013, terutama dari pajak hotel dan

khususnya wisata religi, wisata budaya, restoran. Karena anggaran harus dibagi-bagi

aneka kuliner dan kerajinan yang dapat dengan instansi lain, sehingga untuk

dikembangkan menjadi sektor ekonomi pengembangan 15 pariwisata mengalami kreatif. Segmen pasar dari sejumlah

hambatan. 11

Dari perspektif ekonomi, dampak

12 Aan Jaelani, “Cirebon as the Silk Road: A

positif pariwisata yang bisa dicapai dalam

New Approach of Heritage Tourisme and Creative

memposisikan Cirebon sebagai destinasi

Economy.” Journal of Economics and Political

wisata, antara

lain

mendatangkan

Economy , 2016: 3(2), 264-283. 13 Aan Jaelani, “Islamic Tourism Development

in Cirebon: The Study Heritage Tourism in Islamic

10 Dana Kartiman, “Potensi Wisata Kota Economic Perspective”. Journal of Economics Cirebon Kurang Perhatian”. Diakses dari

Bibliography , 2016: 3(2), 215-235. http://www.cirebontrust.com

18 14 Aan Jaelani, “Religious Heritage Tourism September 2014.

pada

tanggal

and Creative Economy in Cirebon: The Diversity of 11 Dana Kartiman, “Potensi Wisata Kota Religious, Cultures and Culinary”. Journal of Social

Cirebon Kurang Perhatian”. Diakses dari and Administrative Sciences , 2016: 3(1), 63-76. http://www.cirebontrust.com

pada

tanggal

18 15 Aan Jaelani, “Halal Tourism Industry in September 2014. Indonesia: Potential and Prospects.” International 18 15 Aan Jaelani, “Halal Tourism Industry in September 2014. Indonesia: Potential and Prospects.” International

tempat lain; (2) adanya unsur tempat tinggal Brebes, dan daerah di wilayah III Cirebon

sementara di tempat yang bukan merupakan itu sendiri. Aktivitas pariwisata dan

tempat tinggal yang biasanya; dan (3) tujuan ekonomi kreatif yang berjalan secara

utama dari pergerakan manusia tersebut terpisah dari sisi kebijakan pemerintah

untuk mencari daerah, pelaksanaan program-program, dan

bukan

penghidupan/pekerjaan di tempat yang partisipasi masyarakat menjadi masalah

dituju.

utama dalam pengembangan pariwisata Adapun beberapa kajian wisata religi dengan menjadikan Cirebon sebagai

dapat ditelusuri, misalnya Tajzadeh Namin

19 destinasi wisata. 20 A.A., Henderson, Zamani Farahani dan

21 22 Dengan demikian, tulisan ini akan 23 Anderson, Hassan, Din K.,

24 25 26 memfokuskan pada potret wisata religi dan 27 Rinschede, Vukonic, Graburn, Nash,

28 29 ziarah sebagai 30 religious heritage tourism di Smith, Franklin, Shackley, Pitana dan Cirebon, pengelolaan industri pariwisata dan

pengembangan ekonomi kreatif di Cirebon, dan potret Cirebon sebagai sentra wisata, budaya, dan ekonomi kreatif.

19 Namin A.A. Tajzadeh, “Value Creation in

LITERATURE REVIEW

Tourism: An Islamic Approach.” International

Dalam pandangan Medic dan Middleton, 16 Research Journal of Applied and Basic Sciences , pariwisata (tourism) adalah konsep yang

20 Henderson, “Sharia-Compliant Hotel.”

rumit mencakup berbagai pertimbangan

Tourism and Hospitality Research , 2010, 10 (3):

sosial, perilaku, ekonomi, politik, budaya,

246-254.

dan lingkungan. Konsep pariwisata terdiri

21 Zamani Farahani dan Anderson, “Islamic

dari serangkaian kegiatan, layanan, dan

Tourism and Managing Tourism Development In

manfaat yang memberikan pengalaman

Islamic Societies: the Cases of Iran and Saudi Arabia,” International Journal of Tourism Research,

tertentu kepada para turis. Adapun menurut

17 2010, 12 (1): 79- 89.

Buchalis, tujuan wisata memiliki lima

22 Hassan, “Islamic Tourism: The Concept

unsur penting, yaitu atraksi, akses, fasilitas,

and the Reality,” Islamic Tourism, 2004, 14 (2). 23

kegiatan, dan jasa pariwisata. Sedangkan

Din K, “Islam and Tourism: Patterns,

Issues, and Options,” Annals of Tourism Research,

kajian pariwisata dapat dilakukan dari

berbagai perspektif keilmuan atau disiplin 1989, 16: 542-563.

24 Rinschede, “Forms of Religious Tourism”,

ilmu yang beragam.

Annals of Tourism Research , 1992, 19, 51-67.

Studi yang dilakukan Richardson

25 Vukonic, Tourism and Religion (Oxford:

dan Fluker 18 mengklasifikasikan batasan

Pergamon, 1992).

tentang komponen pariwisata, yaitu (1) 26 Graburn, “Tourism, Modernity and

Nostalgia”. Dalam Ahmed and C. Shore, eds., The

adanya unsur travel (perjalanan, yaitu

Future of Anthropology: Its Relevance in the Contemporary World (London: The Athlone Press, 2001).

Review of Management and Marketing, 27 2017: 7(3): Nash, Anthropology of Tourism (Oxford: 25-34.

Pergamon, 1996).

Medic 28 dan Middleton, “Product Smith, “Introduction: the Quest in Guest,” Formulation in Tourism,” Tourism and Marketing,

Annals of Tourism Research , 1992a, 19 (1): 1 –17, 1973, 13: 173-201.

dan Smith, “Special Issue: Pilgrimage and 17 Buchalis, “Marketing the Competitive Tourism,” Annals of Tourism Research, 1992b, 19

Destination of the Future,” Tourism Management,

2000, 21: 98. 29 Franklin, Tourism: a New Introduction 18 Richardson dan Fluker, A History of

(London: Sage Publications, 2003). Australian Travel

Managing Sacred Sites Hospitality Press, 2004), 5.

and

Tourism (Melbourne:

30 Shackley,

(London: Continuum, 2001).

31 32 Gayatri, 33 Antara dan Pitana, Sigaux, dan sebenarnya lebih dari pada anggapan Humaedi. 34 heritage sebagai sebuah barang dan jasa,

Kajian wisata religi di Cirebon ini akibatnya terjadilah eksploitasi heritage penting dilakukan, bukan hanya daerah ini

sebagai sebuah produk pariwisata, dan jika sebagai pusat pengembangan keislaman dan

tidak dikelola secara bijaksana akhirnya sebutan “kota wali” dengan berbagai

heritage akan diperjualbelikan, distandarkan peninggalan cagar budaya dan sejarah,

seperti layaknya sebuah barang yang melainkan juga memiliki keragaman

berwujud padahal heritage itu juga budaya, etnis dan agama, kesenian

elemen tak berwujud masyarakat dengan produk-produk seni

mengandung

“intangible” yang mengandung nilai yang yang beragam, produk kuliner yang menjadi

dapat distandarkan ciri khas masyarakat, dan sejumlah aspek

tidak

pernah

dan dihitung secara ekonomis. lain yang dapat mendukung dari sisi

Kedua , teori heritage tourisme, ekonomi 37 dalam mewujudkan Cirebon sebagaimana hasil studi Sigala dan Leslie

sebagai destinasi wisata. Karena itu, untuk yang menyebutkan bahwa peninggalan atau memahami Cirebon sebagai destinasi wisata

warisan masa lampau merupakan sebuah akandilihat dari sisi pengelolaan pariwisata,

industri. Hal ini karena aktivitas pariwisata khususnya potret wisata religi, dengan

mengacu kepada aktifitas modern yang menggunakan teori budaya, teori heritage

dikontrol dan tourisme, dan teori pembangunan . mempunyai tujuan untuk menghasilkan Pertama , teori budaya menegaskan

dapat

direncanakan,

produk di pasar atau market. Sedangkan bahwa budaya sebagai suatu produk wisata. 38 menurut Smith, h eritage dan tourism

Menurut Hewison, 35 budaya dikonsumsi merupakan perpaduan dua industri, sebagai komoditas karena didalamnya

‘ heritage ’ berperan untuk merubah sebuah terkandung nilai 36 experiences . Graham et al lokasi menjadi destinasi dan ‘ tourism ’

menjelaskan bahwa pada masyarakat merupakan pewujudan dari aktifitas

modern, heritage seringkali dijadikan

ekonomi.

komoditas yang bernilai ekonomis untuk Heritage dapat berwujud bagunan kepentingan industri pariwisata, padahal

kuno, candi, museum, atau artefak lainnya nilai yang terkandung pada heritage yang dijadikan dan disajikan serta ditawarkan kepada visitor atau wisatawan.

31 Dengan segala kreatifitas pengelolaan, situs-

Pitana dan Gayatri, Sosiologi Pariwisata (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005).

situs

heritage kemudian dikemas

32 Antara dan Pitana, “Tourism Labour

sedemikian rupa pada sebuah iklan, brosur

Market in the Asia Pacific Region: The Case of

atau presentasi audio visual sesuai target

Indonesia.” Paper Presented at the Fifth UNWTO

visitor yang diharapkan untuk berkunjung.

International Conference on Tourism Statistics:

Selanjutnya heritage yang telah dikemas

Tourism an Engine for Employment Creation (Bali, Indonesia, 30 Maret - 2 April 2, 2009).

tersebut disebut produk yang siap

33 Sigaux, History of Tourism (London:

dikonsumsi oleh wisatawan.

Leisure Arts, 1996).

Ketiga , teori-teori pembangunan

34 M. Alie Humaedi , “Jejaring Kebudayaan

menjelaskan bahwa pembangunan secara

Masyarakat Pantai Utara Jawa: Cirebon dan Gresik”.

alamiah merupakan proses perubahan dan

Laporan Penelitian

Insentif

Peningkatan

penjelasan dalam suatu cara yang beragam.

Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (Kementerian

Riset dan Teknologi-LIPI, 2010). 35 Hewison, The Heritage Industry: Britain

37 Sigala dan Leslie, International Cultural in a Climate of Decline (London: Methuen, 1988),

Tourism: Management, Implications and Cases 57.

(Oxford: Elsevier Butterworth-Heinemann, 2005), 36 Graham, et al., A Geography of Heritage:

Power, Culture, and Economy (London: Arnold, 38 Smith, Tourism Analysis: A Handbook 2000), 56.

(Essex: Longman, 1995).

Harrison menilai bahwa pendekatan

METODOLOGI PENELITIAN

pembangunan tradisional menekankan suatu Studi tentang Cirebon sebagai destinasi kegunaan framework bagi penjelasan pola-

wisata ini difokuskan pada dua tempat, yaitu pola dan proses-proses pengembangan

tempat-tempat wisata religi dan ekonomi pariwisata. Teori-teori pembangunan ini

kreatif yang ada di Kabupaten Cirebon dan digunakan untuk menganalisis Cirebon

Kota Cirebon. Pendekatan yang digunakan sebagai destinasi wisata.

dalam penelitian ini adalah pendekatan Mayoritas

kualitatif, sedangkan jenis penelitian yang pembangunan pariwisata dikonsentrasikan

penelitian

tentang

digunakan adalah metode penelitian pada penjelasan deskriptif, khususnya 41 sejarah.

dengan model life cycle, seperti beberapa Dalam penelitian ini tidak berbicara studi yang dilakukan oleh Agarwal,

tentang populasi, karena tidak bermaksud Bianchi, Butler, Cooper, di Benedetto dan

untuk melakukan generalisasi terhadap Bojanic, Foster dan Murphy, Douglas, Getz,

populasi. Oleh karena itu, penelitian ini serta Goncalves dan Aguas. 39 Secara hanya membutuhkan informan yang dipilih

sederhana, banyak penelitian seperti dengan metode snowball sampling . Menurut dilakukan Mathieson dan Wall serta Uysal 42 Usman dan Akbar, sampling bola salju

terus berkembang ( snowball ) secara penekanan

and 40 Jurawski yang mengondisikan

bertujuan ( purposive) sampai data yang pengembangan ekonomi, sosio-kultural dan

dianggap representatif. lingkungan.

dikumpulkan

Informan akan dipilih berdasarkan jumlah keseluruhan subyek penelitian yang terkait

39 Lihat hasil

dengan tempat wisata religi dan ekonomi

“Restructuring Seaside Tourism. The Resort Life-

kreatif yang ada di Kota dan Kabupaten

Cycle”. Annals of Tourism Research, 2002, 29 (1):

Cirebon, dan mampu memberikan jawaban

25- 55; Bianchi, “Towards a New Political Economy

atau informasi kualitatif tentang hal-hal

of Global Tourism.” In Richard Sharpley and David

yang berkaitan dengan Cirebon sebagai

Telfer (Eds.), Tourism and Development: Concepts and Issues (Clevedon: Channel View, 2002), 265 –

destinasi wisata dan potensi pengembangan

299; Butler, “The Concept of a Tourist Area Cycle of

ekonomi kreatif masyarakat. Jadi, informan

Evolution: Implications

dalam penelitian ini adalah para pejabat

Resources”, Canadian Geographer, 1980, 24 (1): 5-

terkait dengan sektor pariwisata, pengelola

12; Cooper, “Resorts in Decline - the Management Response”, Tourism Management, 1990, 11 (1): 63- tempat wisata, para petugas di lokasi wisata,

67 ; Di Benedetto dan Bojanic, “Tourism Area Life

tokoh masyarakat, dan pelaku pariwisata

Cycle Extensions”, Annals of Tourism Research,

termasuk pengelola hotel, serta pemilik atau

1993, 20 (3): 557- 570; Douglas, “They Came for

pelaku ekonomi

kreatifyang dinilai

Savages: A Comparative History of Tourism

kompeten memberikan informasi tentang

Development in Papua New Guinea, Solomon

Islands and Vanuatu, 1884- 1984”, PhD Thesis, University of Queensland, 1994; Foster dan Murphy,

wisata religi.

Teknik analisis data yang digunakan

“Resort Cycle Revisited - the Retirement

dalam penelitian adalah deskriptif-kualitatif,

Connection”, Annals of Tourism Research, 1991, 18

yaitu memberi interpretasi, makna dan

(4): 553-567 ; Getz, “Tourism Planning and the

pembahasan mendalam terhadap fakta dan

Destination Life Cycle”, Annals of Tourism

informasi kualitatif yang dikumpulkan,

Research , 1992, 19 (4): 752-770; dan Goncalves and Aguas, “The Concept of Life Cycle: An Application

sehingga mendeskripsikan fenomena

to the Tourist Product, Journal of Travel Resea rch, 1997, 36 (2), 12-22

40 Mathieson dan Wall, Tourism: Economic, Physical and Social Impacts (Harlow, Essex:

41 Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Longman Scientific and Technical, 1982); dan Uysal

Universitas Indonesia, 1983), 32. dan Jurowski,

“Testing the Push and Pull Factors,” 42 Usman dan Akbar, Metodologi Penelitian Annals of Tourism Research , 1992, 21 (4): 844 –846.

Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 59.

penelitian dan menjawab tujuan penelitian, 46 ziarah (pilgrimage), misalnya studi yang sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

dilakukan oleh Graburn, Turner dan Turner, Smith, dan Shinde, 2007). Ziarah secara

KONSEP DASAR

tradisional didefinisikan sebagai bepergian

Wisata Halal

ke kuil atau tempat dengan makna Dalam pandangan Mill dan Morrison, 43 keagamaan yang bertujuan melakukan ritual

pariwisata adalah suatu kegiatan. Kegiatan keagamaan dan atau ritual untuk memenuhi yang terjadi ketika secara internasional,

kebutuhan spiritual. Di sisi lain, menurt orang menyeberangi 47 perbatasan untuk Blackwell, wisatawan religius dapat

liburan atau bisnis dan tinggal setidaknya 24 termotivasi oleh alasan budaya yang lebih jam tetapi kurang dari satu tahun. Definisi

luas. Perbedaan lain antara wisatawan dan WTO (World Tourism Organisation) peziarah agama, jika kita menerima

tentang pariwisata sekarang ini menjadi pandangan klasik ini, adalah perilaku salah satu yang paling banyak diterima di 48 selama perjalanan. Pusztai menegaskan

seluruh dunia. Pariwisata merupakan bahwa perjalanan dari peziarah ditandai kegiatan orang di luar lingkungannya

dengan penghematan dan ritual, sedangkan kurang dari jangka waktu tertentu dan

perilaku turis agama menyerupai peziarah tujuan

dan wisatawan. Dengan mengambil pendidikan atau latihan dari kegiatan yang

pemimpin spiritual dalam perjalanan, dibayar dari tempat yang dikunjungi. 44 berdo’a dan menyanyikan “himne” mereka

Menurut Timothy dan Olsen, 45 menyerupai peziarah. Namun, mereka agama memainkan peran penting dalam

menolak penyesalan fisik dan asketisme, pengembangan wisata selama berabad-abad

dan mirip dengan turis, lebih memilih dan telah mempengaruhi bagaimana orang

perjalanan confortable dan akomodasi yang memanfaatkan waktu luang. Peningkatan

berkualitas baik.

jumlah wisatawan dengan motivasi agama 49 Vuconic menjelaskan pula bahwa juga telah menarik perhatian akademisi,

orang melakukan perjalanan dengan tujuan pemerintah dan lembaga pariwisata untuk

mencari kebenaran, mengembangkan pariwisata dan warisan

agama

dalam

budaya. Studi tersebut menunjukkan bahwa

46 Graburn, “Tourism, modernity and

tujuan yang menarik sejumlah besar

nostalgia”. In Ahmed dan Shore (eds.), The Future of

wisatawan agama baik terkait dengan situs

Anthropology: Its Relevance in the Contemporary

World dari alkitab, al-Quran atau teks-teks suci (London: The Athlone Press, 2001). Lihat

juga Turner dan Turner, Image and Pilgrimage in

lain, atau dengan terjadinya spiritualisme,

Christian Culture (New York: Columbia University

seperti mukjizat dan wahyu.

Press, 1978); Shinde, “Case Study 6: Visiting Sacred

Banyak penelitian telah berusaha

Sites in India: Religious Tourism or Pilgrimage”. In

untuk menganalisis dan membandingkan

Raj dan Morpeth, Religious Tourism and Pilgrimage

pariwisata religius Festivals Management: An International Perspective (religious tourism) dan

(Wallingford, UK: CABI Publishing, 2007), 184- 197.; dan Smith, “Introduction: the Quest in Guest,” Annals of Tourism Research , 1992a, 19 (1): 1

47 –17. Mill dan Morrison, The Tourism System

Blackwell, “Motivations for Religious (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1985), 2.

44 Tourism, Pilgrimage, Festivals and Events.” In Raj Chadwick, “Concepts, Definitions and

dan Morpeth, Religious Tourism and Pilgrimage Measurement Used in Travel and Tourism

Festivals Management: An International Perspective Research”. In J. R. Brent Ritchie C. Goeldner (eds.),

(Wallingford, UK: CABI Publishing, 2007), 35-47. Travel Tourism and Hospitality Research: A

48 Pusztai, “Religious Tourists: Constructing Handbook for Managers a nd Researchers (NY:

Authentic Experiences in Late Modern Hungarian Wiley, 1994), 66.

45 Catholicism.” Dissertation (University of Jyvaskyla, Timothy dan Olsen (eds.), Tourism,

Studies in Humanities, 2004). Religion

49 Vukonic, Tourism and Religion (Oxford: Routledge, 2006), 1, 9.

and Spiritual

Journeys (Abingdon:

Pergamon, 1992), 68.

pencerahan atau pengalaman otentik dengan pedagang pribumi. Pada masa kejayaan Ilahi untuk memuaskan kebutuhan rohani

Hindu, Cirebon kurang penting. Cirebon mereka. Peneliti lain seperti Sharpley dan

masuk peta sejarah terkait dengan kisah dan Sundaram 50 mendiskusikan alasan untuk peranan Sunan Gunung Djati. Jejak-jejak

peningkatan tren perjalanan ini, dan wali penyebar Islam itulah yang kini perjalanan setiap negara seperti berbagai

menjadi tujuan ziarah ribuan wisatawan. Di akibat materialisme berlebihan, sekularisme,

antaranya empat bangunan keraton di stres, pemanasan global, kemiskinan,

Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan, terorisme dan pengalaman hidup pribadi,

Kanoman, Kacirebonan, dan Keprabon, yang telah menyebabkan orang untuk

yang semuanya keturunan Sunan Gunung mencari

Adapun salah satu informasi wisata yang lebih baik, 52 akomodasi hotel dan religi dari surat kabar lokal secara online,

fundamentalisme, 51 fasilitas transportasi

Radar Cirebon, memberikan ilustrasi perkembangan pesat pariwisata seperti pada

alasan lainnya telah

mempengaruhi

tentang fenomena wisata ziarah di salah satu abad ke-20, dan juga fakta bahwa pariwisata 56 heritage Cirebon berikut ini:

agama menjadi motivasi sangat penting di Siang lepas zuhur, Sukadi, 55 tahun,

53 banyak bagian dunia. 54 Lloyd menegaskan salah seorang peziarah, khusyu’ bahwa pertumbuhan travel termotivasi

melafalkan kalimat la Ila ha illa alasan rohani dan pariwisata sangat tepat di

Allah di bangsal Pesambangan era modern.

kompleks makam Sunan Gunung Djati, Gunung Sembung, Desa

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Astana, Kecamatan Gunung Djati,

Wisata Religi dan Ziarah: Religious

Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Heritage Tourism di Cirebon Suaranya mendengung, menggema

Wisata ke Cirebon memang identik dengan di seluruh kompleks makam. Sudah wisata ziarah ke situs-situs peninggalan

lebih dari satu jam mereka membaca Sunan Gunung Djati. Sastrawan Pramoedya

tahlil, yasin, dan salawat Nabi di Ananta Noer dalam salah satu karya

kompleks makam. Mereka percaya besarnya, Jalan Raya Pos, Jalan

roh Sunan Gunung Djati yang Daendels, 55 mengisahkan Cirebon muncul

dimakamkan di situ dapat membantu dalam arus utama sejarah Nusantara baru

mendekatkan diri mereka dengan sejak masuknya Islam yang dibawa

Tuhan, memberikan berkah, dan melapangkan jalan hidup. Semoga mendapat

berkah . Untuk

50 Sharpley dan Sundaram , “Tourism: a

mendapatkan karamah itu, Sukadi

Sacred Journey? The Case of Ashram Tourism,

India,” International Journal of Tourism Research, menaruh satu botol air Aqua di

depan

pintu

Lawang Gedhe

2005, 7 (3): 161-171.

51 Friedland, Consumption and Identity

tempatnya berdoa. Ia percaya

selama ritual do ’ a berlangsung, air

(Singapore: Harwood Academic Publishers, 1999),

dalam botol itu akan mendapatkan

Griffin, “Order of Service,” Leisure

Management, 1994, 14: 30 –33.

limpahan energi spiritual, yang

Terzidou, “Religion as a Motivation to kalau diminum, insya Allah akan Travel: The Case of Tinos Island in Greece,”

bisa membantu menyembuhkan sakit

Tourism and Hospitality Planning & Development ,

saudaranya .

2010, 5 (2): 126. 54 Lloyd, Battlefield Tourism (New York:

Berg, 1998), 39. 56 Hasan, Juru Kunci Pemakaman Sunan 55 Noer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels

Gunung Djati, Radar Cirebon (Selasa, 17 Desember (Yogyakarta: Lentera Dipantara, 2005).

Di Cirebon, banyak terdapat situs 58 diklasifikasikan Poriais, Butler dan Airey, peziarahan Islam, salah satunya makam

maka wisatawan yang berkunjung ke Sunan Gunung Djati. Kompleks makam

Cirebon, mencakup persepsi kunjungan seluas 5 hektare yang telah berusia lebih

dalam beberapa kelompok pengunjung, dari enam abad itu terdiri dari sembilan

yaitu:

tingkat pintu utama, yakni pintu Lawang

1. The visit to the site contributed to your Gapura di tingkatan pertama, pintu Lawang

education (kunjungan ke situs Krapyak, Lawang Pasujudan, Lawang

berkontribusi atas pendidikan turis atau Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga,

tujuan belajar)

Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang

2. The visit to the site moved you Teratai di puncak kesembilan. Wisatawan

emotionally (kunjungan ke situs hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal

memotivasi diri secara emosional) Pesambangan, depan pintu Lawang Gedhe,

3. During the visit you felt that part of your pada tingkatan pintu keempat. Sedangkan

own heritage was displayed (selama pintu kelima sampai kesembilan terkunci

para turis merasakan rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi

kunjungan

gambaran peninggalan sejarah sendiri) anggota keluarga Keraton Cirebon, atau

4. The visit to the site made you feel proud orang yang mendapat izin khusus dari

(kunjungan ke situs menunjukkan rasa Keraton Kasepuhan Cirebon, atau pada

kebanggaan diri)

acara-acara tertentu seperti pada malam Pendekatan heritage tourism ini Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul

mendukung kajian yang menunjukkan Fitri, dan Gerebeg Idul Adha.

bahwa pemahaman perilaku wisatawan Hasan, Juru Kunci Pemakaman

harus disertakan pula dengan pemahaman Sunan Gunung Djati, menjelaskan bahwa: 57 hubungan antara individu dan artefak atau

Yang menarik, selain warga muslim, 59 ruang. Karena itu, wisata sejarah berasal banyak juga warga Cina yang

dari hubungan antara penawaran dan berziarah ke makam Sunan Gunung

permintaan. Hal ini tidak begitu banyak Djati. Di makam mereka berdoa,

atribut sendiri, tetapi persepsi wisatawan membakar hio, dan bersedekah uang

yang sangat penting untuk dipahami. kepada para pengemis di sekitar

Untuk mengkonfirmasi mainfindings lokasi. Salah satu istri Sunan

dan memberikan dasar yang lebih baik Gunung Djati, bernama Ong Tien

untuk generalisasi, maka hal itu akan Nio, adalah putri kaisar Yung Lo

berguna untuk menguji pendekatan heritage dari Cina. Jadi, kehadiran warga

tourism ini dalam berbagai jenis lokasi Cina ke sini untuk menziarahi

wisata di Cirebon. Contohnya dengan leluhur mereka juga. Para peziarah

memahami secara global terkait atraksi pribumi berdoa di depan pintu

wisata yang menyajikan fitur bersejarah Lawang Gedhe, sementara peziarah

(seperti makam Sunan Gunung Djati, masjid Cina berdoa dan membakar dupa di

Sang Cipta Rasa, vihara Dewi Welas Asih, bilik depan pintu Lawang Merdhu. keraton Kesepuhan, dan goa Sunyaragi). Beberapa wisatawan menganggap bahwa

Dilihat dari tujuan wisata yang

menjadi motivasi para turis, sebagaimana

58 Poriais, Butler dan Airey, “The Core of Heritage Tourism”. Annals of Tourism Research,

Boniface dan Fowler, Heritage and Tourism in The Global Village (London: Routledge,

57 Hasan, Juru Kunci Pemakaman Sunan 1993), 57. Lihat juga Timothy, “Tourism and the Gunung Djati, Radar Cirebon (Selasa, 17 Desember

Personal Heritage Experience ,” Annals of Tourism 2013).

Research , 1997, 24 (3): 751 –754.

warisan sejarah ini sebagai bagian dari yang ditemani oleh Bupati Cirebon, warisan mereka, beberapa situs yang

mengungkapkan bersejarah dengan tingkat kesadaran tinggi

Sunjaya

Purwadi,

mengintegrasikan terhadap sejarah mereka, sementara yang

rencananya

untuk

pariwisata Cirebon dengan Bandung. lain mungkin memiliki tingkat kesadaran 62 Jokowi menyatakan:

yang rendah dari atribut bersejarah mereka.

peluang luas bagi Kajian wisata religi di Cirebon juga

Terbuka

pariwisata Kota Udang untuk dapat dilakukan untuk mengetahui persepsi

mengintegrasika n diri denga n Kota pengalaman wisatawan, seperti hasil kajian

Kembang. Industri kr ea tif berbasis Poriais, Butler dan Airey tersebut. 60 Cara buda ya seperti batik ini ha rus

seperti ini dapat menemukan bahwa dikaitkan dengan kepariwisataa n. beberapa orang yang menilai situs sebagai

Kalau kita bicara itu, di Bandung bagian dari latar belakang mereka sendiri

suda h mendahului ma kanya kita termotivasi oleh rasa kewajiban. Ini

integra si antar a mungkin berguna untuk menyelidiki apakah

perlu

buat

Bandung denga n wisatawan mengidentifikasi diri atau tidak

pariwisata

Cirebon .

sebagai turis meskipun hal ini termasuk kewajiban. Dalam situasi seperti itu,

Pengembangan wisata di Cirebon pertanyaannya adalah apakah mereka

memerlukan jenis pariwisata berbasis melihat ini sebagai pengalaman wisata. Hal

masyarakat. Peran serta masyarakat itu ini mungkin menjelaskan apakah mereka

terutama dalam berpartisipasi dalam kewajiban sosial

paling

menonjol

konsep Sapta Pesona daripada pengalaman rekreasi.

mewujudkan

pariwisata di Jawa Barat. Ketujuh konsep Cirebon merupakan daerah yang

yang terdiri dari keamanan, ketertiban, memiliki warisan budaya sehingga dapat

kesejukan, keindahan, dijadikan tempat wisata karena peninggalan

kebersihan,

keramahan, dan kenangan itu jika sejarahnya (heritage tourism). Warisan

diterapkan masyarakat akan membuat budaya, seperti ditulis oleh Alzua, O'Leary

dampak besar terhadap wisata daerah, dan Morrison, Herbert, dan Palmer 61 terutama minat kunjungan wisatawan.

dianggap sebagai salah satu komponen yang Dengan demikian, Cirebon sebagai paling signifikan dan paling cepat

pusat bisnis merupakan centrum termasuk berkembang menjadi kawasan pariwisata.

akvitas malam para wisatawan domestik dan Salah satu warisan budaya di

mancanegara, sehingga perlu pengelolaan Cirebon antara lain industri batik yang bisa

dan penataan. Penataan sentra bisnis menjadi nilai komoditi dan wujud ekonomi

masyarakat lokal yang mestinya dapat kreatif bagi pengembangan pariwisata di

digalakkan dalam mengembangkan wisata Cirebon. Dalam kunjungannya ke Kota

di Cirebon antara lain pasar malam Udang, Cirebon (19 Juni 2014), Jokowi

tradisional yang menjual segala bentuk cinderamata

yang

khas, makanan

60 Poriais, Butler dan Airey, “The Core of

tradisional, pagelaran seni tari tradisional,

Heritage Tourism”. Annals of Tourism Research,

spa terapi, fisioterapi untuk penghilang lelah

Alzua, O’Leary dan Morrison, “Cultural para wisatawan sehabis tur, pengelolaan

lokasi kota yang terkait dengan penataan

and Heritage Tourism: Identifying Niches for

International Travelers”, The Journal of Travel and

penginapan, hotel, dan sejenisnya diarahkan

Tourism Studies , 1998, 9 (2): 2 –13; lihat Herbert, “Heritage Places, Leisure and Tourism.” In Herbert, ed., Heritage, Tourism and Society (New York:

62 Jokowi, ”Kunjungi Kota Udang, Jokowi: Mansell, 1995), 118; lihat juga Palmer, “Tourism and

Harus Ada Integrasi Pariwisata Cirebon dengan the Symbols of Identity,” Tourism Management,

Bandung. ” Diakses pada http://www.rimanews.com 1999, 20, 313 –322.

pada tanggal 19 Juni 2014.

pada area sub-urban atau pinggiran kota mempengaruhi usaha-usaha terjadinya untuk mengurangi kekroditan kota, dan

proses ekonomi dari pariwisata. Dalam hal penataan daerah atraksi wisata baik yang

faktor pemicu pada kawasan wisata menjadi given atau alamiah maupun man-made atau

alasan bagi pengunjung atau wisatawan buatan dapat diarahkan pada kawasan rural untuk menuntut tercukupinya kebutuhan

atau country-side . selama melakukan kegiatan wisata.

63 Swarbrooke menjelaskan bahwa faktor

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di

pemicu

ekonomi

berkaitan dengan

Cirebon

permintaan wisata (demand tourism) , yaitu Pariwisata menjadi sektor pendukung bagi

permintaan barang atau jasa pada tingkatan penerimaan PAD Kabupaten dan Kota

tempat, waktu dan harga tertentu. Faktor Cirebon. Salah satu yang dapat dilakukan

dapat dipahami untuk meningkatkan kunjungan wisatawan

pemicu

ekonomi

berdasarkan tingkatan demand yang ke Cirebon berupa pengelolaan industri

meliputi atraksi, aksesibilitas, akomodasi, pariwisata dan ekonomi kreatif. Industri

faktor pendukung dan fasiltas pendukung. pariwisata merupakan kumpulan dari

Berbagai hal yang menjadi syarat suatu bermacam-macam perusahaan yang secara

destinasi wisata dapat dipahami, sehingga bersama menyediakan barang-barang dan

dapat tercipta suatu lokasi wisata ideal. jasa (goods and service) kepada wisatawan

Faktor pemicu ekonomi dapat datang semenjak

dari berbagai hal tersebut. Misalnya, tempat kediamannya, dalam perjalanan dan kembali

ia meninggalkan

tempat

ziarah Makam Sunan Gunung Djati, bahwa ke tempat tinggalnya. Pariwisata sebagai

faktor pemicu ekonomi bisa berlatar suatu industri memiliki komponen natural

belakang kebutuhan, permintaan dan resources (sumber daya alam), seperti

keinginan peziarah. Hal-hal yang menjadi pegunungan, laut, air terjun, sungai, dan

faktor pemicu ekonomi tersebut berdasarkan lain-lain.

identifikasi dari lapangan, terutama melalui Adapun dari sisi daya tarik wisata

wawancara dengan para peziarah. Pertama, (atraction) memiliki komponen berupa:

adanya kebutuhan peziarah atas makanan pertama, kultural (budaya), situs dan bidang

dan minuman. Kebutuhan akan makan dan arkeologi yang diminati, bangunan dan

minum mendorong pihak pengelola untuk monumen bersejarah, tempat-tempat sejarah

mendirikan beberapa rumah makan, kantin yang bermakna, museum, budaya tradisional

atau sejenisnya dengan berbagai pilihan dan modern, agama, lembaga politik dan

sajian, terutama bercorak khas Cirebon

seperti nasi jamblang dan empal gentong. tradisi) berupa festival nasional, kesenian

pendidikan; kedua, traditions (tradisi-

Kedua, kebutuhan dari perusahaan akan dan kerajinan tangan, musik, cerita rakyat,

ruang-ruang meeting dan hall untuk suatu kehidupan

kegiatan (event) . Di beberapa tempat wisata pemandangan alam seperti panorama yang

di Cirebon, seperti kawasan keraton perlu luar biasa dan daerah yang penuh dengan

memiliki konsep yang dikhususkan bagi keindahan alam, taman nasional, flora dan

kegiatan-kegiatan perusahaan, meskipun di fauna, alam liar, resort di pegunungan,

sekitarnya telah berdiri hotel-hotel yang bisa resort di pantai; keempat, entertainment menyediakan keperluan tersebut. Faktor

(hiburan), taman rekreasi dan hiburan, pendorong ekonomi dari kasus ini kebun binatang, dan aquarium samudera, kehidupan malam, kuliner, dan bioskop; dan kelima, daya tarik khas lainnya, seperti nasi

jamblang yang hanya ada di Cirebon. 63 Swarbrooke, “The Future of the Past:

Heritage Tourism into the 21st Century.” In Seaton,

Hal yang penting diperhatikan pula

ed., Tourism the State of the Art (Chichester: Wiley,

berupa faktor pemicu ekonomi yang

menghasilkan keuntungan bagi pengelola prasarana penunjang peningkatan ekonomi dan adanya transaksi ekonomi.

kreatif.

Faktor pemicu ekonomi lainnya Industri pariwisata Cirebon dapat berkaitan dengan fasilitas yang ditawarkan

dikembangkan pula melalui keraton. dari lokasi wisata di Cirebon atau ada 64 Menurut Sapta Nirwandar, keraton dapat

sentra-sentra khusus yang menunjang memberi karakter budaya yang khas bagi kegiatan wisata. Faktor ini bisa berupa

suatu wilayah di mana keraton tersebut adanya kebutuhan pengunjung akan

berada. Segala unsur yang ada di dalamnya pelatihan pembuatan kerajinan tangan dari

menjadi media, bahan dan sekaligus motor tanah liat, pelatihan kesenian, pelatihan

penggerak yang menstimulir daya cipta, rasa pembuatan batik, kebutuhan anak untuk

dan karsa dan melahirkan dinamika bermain, kebutuhan untuk melakukan

kebudayaan. Dari interaksi itulah muncul outbound ,

wujud-wujud kebudayaan yang menjadi perbelanjaan yang menyediakan souvenir

jejak perjalanan hidup manusia. Jejak-jejak khas

itu kemudian dipelajari, diabstraksi menjadi Kebutuhan tersebut juga dapat memberikan

Cirebon sebagai

cinderamata.

nilai-nilai yang kemudian berkembang keuntungan bagi pengelola dan masyarakat

menjadi suatu sistem bermasyarakat. Dalam sekitarnya.

pandangan Sapta Nirwandar, keraton harus Dalam mengembangkan industri

episentrum kebudayaan. wisata dan ekonomi kreatif, pemerintah

menjadi

Tradisionalitas dan religiusitas yang telah daerah telah merencanakan dan melakukan

dirintis oleh pendirinya, Syekh Syarif terobosan untuk mewujudkannya. Salah

Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) terbukti satunya merencanakan pembangunan jalur

telah menjadi dinamika budaya dan pranata lingkar Cirebon. Dinas Bina Marga Provinsi

sosial masyarakat di sekitarnya. Jawa Barat sedang melakukan penelitian dan pengumpulan data untuk membangun jalan lingkar Cirebon. Kepadatan jalan pantai utara (pantura) Cirebon semakin tinggi membuat wilayah ini menjadi rawan macet.

Kota Cirebon memiliki banyak potensi untuk dikembangkan menjadi ekonomi kreatif yang dikelola oleh masyarakat dalam satu wilayah seperti yang

dilakukan di Kota Bandung. Potensi

Gambar 1. Salah Satu Produk Kreatif Masyarakat

ekonomi kreatif yang dimiliki Cirebon

Cirebon

antara lain bidang pariwisata khususnya

wisata budaya, aneka kuliner dan kerajinan Untuk mengembangkan pariwisata yang dapat dikembangkan menjadi sektor

dan ekonomi kreatif di Cirebon, Sapta ekonomi 65 kreatif. Segmen pasar dari menjelaskan bahwa:

sejumlah produk yang dimiliki Cirebon Sunan Gunung Djati itu sangat cukup banyak mulai dari Jakarta, Bandung,

berpengaruh di dunia (Islam). Tegal, Brebes, dan wilayah III Cirebon itu

Kasepuhan sebagai sendiri. Masalah pengemasan masih menjadi

Keraton

kendala yang mengakibatkan pertumbuhan

64 Sapta Nirwandar, “Keraton Menjadi

ekonomi kreatif di Cirebon belum maksimal

Sentra Budaya.”. Diakses pada http://www.pikiran-

di samping masalah yang juga harus segera

rakyat.com pada tanggal 13 Nopember 2014. 65 Sapta Nirwandar, ”Keraton Menjadi

diselesaikan diantaranya masalah sarana dan

Sentra Budaya.” Diakses pada http://www.pikiran- rakyat.com pada tanggal 13 Nopember 2014.

warisannya

ada perwakilan pedagangnya di sana. menjadi sentra budaya. Keraton

tetap harus

eksis

Tujuan penataan sentra kuliner Trusmi sebagai warisan budaya harus

untuk memperkenalkan seluruh ragam menjadi sumber inspirasi yang

kuliner Kabupaten Cirebon yang ada. kreatif dan produktif. Selain potensi

Terlebih lagi sejumlah jenis makanan yang alamnya, kuliner, seni pertunjukan

selama ini belum banyak dikenal dan dan kerajinan yang dapat menjadi

terancam punah. Begitu juga di Pendopo sumber inspirasi dan andalan, bagi

Bupati Cirebon sebagai tempat untuk sektor

pariwisata

Kabupaten

menggelar acara rutin festival budaya bagi

Cirebon. Cirebon memiliki ciri khas 66 para pelaku seni dan industri kreatif. yang tak dimiliki daerah lain.

Potensi lain, kuliner Cirebon yang sangat lengkap. Untuk hidangan pembuka ada tahu gejrot, untuk hidangan utama ada nasi jamblang, empal gentong, nasi lengko, dan lain-lain. Untuk hidangan penutup ada Mangga Gedong Gincu. Belum lagi aneka wedang yang menjadi minumannya bersama aneka cemilan

khas Cirebon sebagai pendamping.

Gambar 2. Sentra Kerajinan Batik, Trusmi-Plered,

Kekayaan budaya dan potensi

Kabupaten Cirebon

pariwisata ini agar tetap terpelihara. Kemudian kita isi dengan energi

Cirebon sebagai Sentra Wisata, Budaya

kreatif, dikembangkan,

terus

dan Ekonomi Kreatif

berinovasi. Menciptakan produk Daya tarik wisata adalah segala sesuatu budaya yang menghasilkan untuk

yang memiliki keunikan, keindahan, dan memajukan kemanusiaaan. Dengan

nilai berupa keanekaragaman kekayaan begitu, seniman, pengrajin dan

alam, budaya, dan hasil buatan manusia masyarakat luas adalah bagian yang

yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan banyak menerima dampak manfaat

wisatawan. Sedangkan daerah tujuan produktivitas ini.” pariwisata atau destinasi wisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu

Untuk mendukung pengembangan atau lebih wilayah administratif yang di industri pariwisata dan ekonomi kreatif di

dalamnya terdapat daya tarik wisata, Cirebon, Pemkab Cirebon akan menata

fasilitas umum, fasilitas pariwisata, ulang sentra kerajinan batik di Trusmi

aksesibilitas, serta masyarakat yang saling sekaligus sebagai sentra kuliner khas

terkait dan melengkapi terwujudnya Cirebon. Kebijakan ini akan semakin

kepariwisataan.

mengokohkan kawasan tersebut sebagai 67 Pearce berpendapat bahwa pusat ikon Kabupaten Cirebon, karena

wisatawan dalam melakukan perjalanan sebelumnya sudah dikenal sebagai sentra

wisata termotivasi oleh beberapa faktor, kerajinan batik.

yakni kebutuhan fisiologis, keamanan, Pada intinya, kebijakan ini bertujuan

sosial, prestise, dan aktualiasasi diri. agar semua ragam kuliner khas Kabupaten

Cirebon ada di Trusmi. Oleh karena itu, 66 Sonjaya

(www.pikiran-rakyat.com ,

”Trusmi Akan Ditata Menjadi Sentra Wisata Kuliner Kabupaten Cirebon,” 1 September 2014

tidak semua pedagang satu jenis makanan

bisa berada di kawasan tersebut dalam

67 Pearce, The Social Psychology of Tourist

jumlah banyak. Setiap jenis makanan, harus

Behavior (Oxford: Pergamon, 1998), 67.

Adapun faktor penting yang menentukan Pemerintah Kota Cirebon melalui permintaan pariwisata atau dorongan untuk

Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan berwisata berasal dari komponen daerah asal

Pariwisata (Disporbudpar) akan mendorong wisatawan antara lain, jumlah penduduk

sejumlah cagar budaya ( heritage ) jadi (population size) , kemampuan finansial

destinasi wisata andalan. Cagar budaya yang

masyarakat (financial means), waktu

pertama bakal didorong jadi destinasi wisata senggang yang dimiliki (leisure time), adalah yang berlokasi di sekitar Jalan Yos

sistem transportasi, dan sistem pemasaran Sudarso, Pasuketan, dan komplek Lapangan pariwisata yang ada. 68 Kebumen Kota Cirebon karena terdapat

Dari perspektif ekonomi, dampak banyak bangunan kuno peninggalan zaman positif pariwisata yang bisa dicapai dalam 70 dulu.

memposisikan Cirebon sebagai sentra Kepala Dinas Pemuda Olahraga budaya dan wisata, antara lain: (1)

Kebudayaan dan Pariwisata (Disporbudpar) mendatangkan devisa bagi negara melalui

Kota Cirebon, Dana Kartiman, mengatakan penukaran mata uang asing di daerah tujuan 71 bahwa:

wisata, (2) pasar potensial bagi produk Komplek bangunan tua yang akan barang dan jasa masyarakat setempat, (3)

dibidik saat ini masih perlu banyak meningkatkan pendapatan masyarakat yang