Konsep dan Pengembangan Kurikulum. docx

Konsep dan Pengembangan Kurikulum
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Telaah Kurikulum” yang diampu oleh
Dr. M. Hanif, M.M.,M. Pd

Oleh:
Iis Wahyuningsih

14231022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2017

Kata Pengantar
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan tugas yang berjudul “Konsep dan Pengmbangan Kurikulum“
dapat selesai dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Novi Triana Habsari, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP

PGRI MADIUN.
2. Bapak Dr. M. Hanif, M.M.,M. Pd selaku pembimbing yang telah sabar dan meluangkan
waktu untuk memberi bimbingnan dan arahan kepada penyusun dalam menyelesaikan
tugas ini.
3. Teman – teman dari prodi sejarah yang telah memberikan semangat, yang tidak bisa
penyusun ungkapkan satu persatu. Serta berbagai pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini, masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak dan semoga
tugas ini bermanfaat. Aamiin.
Madiun, April 2017

Penyusun

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB I KONSEP DASAR KURIKULUM................................................................................1

A.
B.
C.
D.

Pengertian Kurikulum.....................................................................................................
Posisi Kurikulum dalam Sistem Pendidikan ..................................................................
Fungsi dan Kegunaan Kurikulum...................................................................................
Teori Kurikulum..............................................................................................................

BAB II PENGEMBANGAN KURIKULUM..............................................................................
A.
B.
C.
D.
E.

Makna Pengembangan Kurikulum ................................................................................
Landasan Pengembangan Kurikulum.............................................................................
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum.....................................................................

Model-model Pengembangan Kurikulum.......................................................................
Pendekatan Sistem dalam Pengembangan Kurikulum...................................................

BAB III MATA PELAJARAN SEJARAH DALAM BERBAGAI KURIKULUM.....................
A. Sejarah dalam Kurikulum tahun 1974/1975...................................................................
B. Sejarah dalam Kurikulum tahun 1984/1985...................................................................
C. Sejarah dalam Kurikulum tahun 1994/1995...................................................................
D. Sejarah dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)................................................
E. Sejarah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)......................................
F.

Sejarah dalam K-13 dan Edisi Revisi.............................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

3

BAB I
KONSEP DASAR KURIKULUM


A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman
Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata
courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari dari garis start sampai garis finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program
sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya (curriculum is the entire schoool
program and all the people involved in it). Program tersebut berisi mata pelajaran
(courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti
SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan
seterusnya.
Secara terminologis, istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk
memperoleh ijazah. Implikasi dari pengertian tersebut adalah :
a)

Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran adalah kumpulan
warisan budayadan pengalaman-pengalaman masa lampau yang mengandung nilainilai positif untuk disampaikan kepada generasi muda. Mata pelajaran tersebut harus

mewakili semua aspek kehidupan dan semua domain hasil belajar sesuai dengan

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan.
b) Peserta didik harus mempelajari dan menguasai seluruh mata pelajaran
c) Mata pelajaran tersebut hanya dipelajari disekolah secara terpisah-pisah
d) Tujuan akhir kurikulum adalah untuk memperoleh ijazah.
B. Othanel Smith, W.O Stanley dan J. Harlan Shores memandang kurikulum
sebagai a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of
disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. Pengertian ini
menunjukkan kurikulum bukan hanya mata pelajaran, tetapi juga pengalamanpengalaman potensial yang dapat diberikan kepada peserta didik. Selanjutnya, J. Galen
Saylor dan William M. Alexander mengemukakan the curriculum is the sum total of
1

school’s effort to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out
of school. Pengertian ini lebih luas lagi dari pengertian sebelumnya, kurikulum tidak
hanya mata pelajaran dan pengalaman melainkan semua upaya sekolah untuk
mempengaruhi peserta didik belajar, baik di kelas, di halaman sekolah atau di luar
sekolah. Akhirnya, Harold B. Alberty juga memahami kurikulum sebagai all of the
activities that are provided for the student by the school.
Simpulan yang didapatkan dari pengertian-pengertian para ahli tersebut, yaitu

kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah
disusun secara ilmiah, baik yang terjadi didalam kelas, dihalaman sekolah maupun diluar
sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
B. Posisi Kurikulum dalam Sistem Pendidikan
Pendidikan di indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam Penjelasan atas UU RI No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa pendidikan
nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan produktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, harus ada suatu
alat yang disebut dengan kurikulum. Dengan demikian, kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Disinilah awal dari kedudukan kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional. Kedudukan ini sekaligus menunjukkan peran strategis kurikulum
pendidikan, baik pendidikan formal, pendidikan nonformal maupun pendidikan informal,
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Selagi ada manusia di dunia ini, selagi itu pula
kurikulum harus ada. Tidak ada pendidikan jika tidak ada kurikulum. Kedudukan
kurikulum dalam sistem pendidikan nasional dipandang sangat strategis dan vital karena
kurikulum akan mengarahkan semua kegiatan pendidikan, termasuk sarana dan prasarana

serta orang-orang yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kedudukan kurikulum dapat juga dilihat dari sitem pendidikan itu sendiri. Pendidikan
sebagai sistem tentu memliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling
ketergantungan. Komponen-komponen itu antara lain tujuan pendidikan, kurikulum,
pendidik, peserta didik, lingkungan, sarana dan prasarana, manajemen dan teknologi.
Berdasarkan komponen-komponen ini jelas bahwa kurikulum memiliki kedudukan
tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.
2

C. Fungsi dan Kegunaan Kurikulum
1. Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru
kurikulum itu berrfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu berfungsu
sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat,
kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum
berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat

enam fungsi kurikulum, yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted,
yaitu maampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami
perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-prbadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena
itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi differensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang
harus dihargai dan dilayani dengan baik.

d. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
3

e. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memlilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi differensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya,
kesempatan bagi sisiwa tersebut untuk memlilih apa yang sesuai dengan minat
dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu
disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat

memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahankelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan
sendiri potensi kekuatan yang dimlikinya atau memperbaiki kelemahankelemahannya.
2. Kegunaan Kurikulum
Kegunaan kurikulum dibagi menjadi tiga, yaitu: kegunaan kurikulum bagi guru,
kegunaan kurikulum bagi sekolah, dan kegunaan kurikulum bagi masyarakat.
1). Kegunaan kurikulum bagi guru
a. Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan, dan menilai
b.
c.
d.
e.

kegiatan pembelajaran.
Membantu guru untuk memperbaiki situasi belajar.
Membantu guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
Membantu guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar
Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan

tugas sebagai pengajar yang baik di kelas.

f. Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program pendidikan.
2).

Kegunaan kurikulum bagi sekolah
a. Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu
dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional.
Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan
oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
b. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
(KTSP).
c. Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
4

3).

Kegunaan kurikulum bagi masyarakat
a. Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah
(dalam hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b. Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam
rangka memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah.

4).

Kegunaan kurikulum bagi Orang Tua
Bagi orang tua, kurikulum berkegunaan sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua
dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan yang
dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalahmasalah menyangkut anak-anak mereka. Bantuan berupa materi dari orang tua anak
dapat melalui lembaga BP-3. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah,
para orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak
mereka, sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam
menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.

5).

Kegunaan kurikulum bagi Siswa itu sendiri
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan suatu
persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapatkan sejumlah pengalaman
baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak,
agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti. Kalau kita kaitkan dengan pendidikan
Islam, pendidikan mestinya diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu
diberi bekal pengetahuan untuk hidup pada zamannya kelak.

D. Teori Kurikulum
Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap
serangkaian kejadian. Perangkat pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi
deskriptif atau fungsional, suatu konstruksi fungsional, asumsi-asumsi, hipotesis,
generalisasi, hukum, atau term-term. Isi rumusanrumusan tersebut ditentukan oleh
lingkup dari rentetan kejadian dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan
tingkat keluasan dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadian-kejadian tersebut.
Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah dirumuskan
tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan
makna terhadap kurikulum sekolah. Makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk
perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum
5

adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan,
pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah
kecakapan pekerjaan. Pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan
tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk
dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya
maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu
merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman
yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah
yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di
Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida dan Virginia), ia mengembangkan konsep
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka
Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan
kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru, berpartisipasi dalam
menentukan kurikulum, menentukan struktur
organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum,
merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum,
menilai hasil, dan sebagainya.
Ralph W. Tylor (1949) sebagaimana dikutip Sukmadanata mengemukakan empat
pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum: 1) Tujuan pendidikan yang
manakah yang ingin dicapai oleh sekolah? 2) Pengalaman pendidikan yang
bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3) Bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4) Bagaimana kita
menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960
sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai
bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa
kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal
dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi
6

kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan
strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional
ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenornena
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang
fenomena kurikulum, (2) sistem kurikulum, (3) unit analisis dan unsur-unsurnya, (4)
struktur sistem kurikulum, (5) fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum, dan (7)
prosedur analisis struktural-fungsional. Alizabeth S. Maccia sebagaimana dikutip
Sukamadanata dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum, (2) teori kurikulumformal, (3) teori kurikulum evaluasional, dan (4)
teori kurikulum praksiologi.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses
pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan hasil dari sistem pengembangan
kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum
merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan
dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut,
pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Sukmadanata mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan
pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum.
Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara
aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah;
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Betapapun ragamnya pengertian kurikulum, sebagaimana dijelaskan di atas, namun
pada hakikatnya, kurikulum itu adalah alat/sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Hal ini, seperti dikemukakan John S. Brubacher whatever its name, it discribes the
ground which pupil and teacher cover to reach the goal of education.

7

BAB II
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Makna Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum
oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar
kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini
berarti bahwa kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai
dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum yang
semakin luas membuat para pelaksana kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap
kurikulum. Namun perbedaan pengertian tersebut tidak menjadi masalah yang besar
terhadap pencapaian tujuan pendidikan, apabila pengembangan kurikulum didasarkan
pada landasan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar
pengembangan kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari
pendidikan nasional. Perwujudan prinsip, aspek dan konsep kurikulum terletak pada
guru. Sehingga guru memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan kurikulum itu
sendiri.
Oleh sebab itu, seorang pelaksana kurikulum perlu mengetahui dan melaksanakan
beberapa landasan dan prinsip-prinsip menjadi pedoman dalam pengembangan
kurikulum. Namum hal ini sering diabaikan oleh para pelaksana kurikulum, sehingga
pencapaian tujuan pendidikan tidak optimal. Hal ini yang mendasari penulis untuk
menyusun makalah ini. Makalah ini memaparkan apa yang menjadi landasan- landasan
dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses pengembangan kurikulum.

B. Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan kurikulum
lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Landasan utama
dari kurikulum yaitu landasan filosofis (philosophical assumption), sedangkan landasan
yang lainnya yaitu hakikat ilmu pengetahuan (epistemology), masyarakat dan
kebudayaan (society and culuture), individu /peserta didik (the individual), dan teori8

teori belajar (learning theory). Senada dengan pendapat Robert S. Zais, Ralph W. Tyler
(dalam Ornstein dan Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya
dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan,
membina, dan mengembangkan, kurikulum di sekolah. Dalam pengertian umum,
filsafat adalah cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mendalam (Socrates) atau
suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-sedalamnya. Plato menyebut
filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Fisafat berupaya mengkaji
berbagai masalah yang ddihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Menurut
Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya. Ketiga system filsafat tersebut, yaitu idealisme, realisme,
dan pragmatisme.
Filsafat akan menentukan arah kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianutoleh suatu
negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut. Dengan
demikian, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan negara lainnya,
disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut. Tujuan
pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa
yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pernyataan-pernyataan (statements)
mengenai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan
sistem nilai dan filsafat yang dianut.
Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut sangat
berorientasi kepada kepentingan politik kerajaan Belanda saat itu. Begitu pula pada
saat penjajahan Jepang, kurikulum yang ada berpijak pada filsafat yang dianut negara
Matahari Terbit itu. Pada masa orde baru, garapan pendidikan nasional khususnya
kurikulum pendidikan disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan serta filsafat yang
dianut bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

9

2.

Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan
kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku
manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan.
a.

Perkembangan Siswa dan Kurikulum
Anak sejak lahir sudah memperlihatkan keunikan-keunikan seperti
pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan tertentu. Hal ini
memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi
untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut
sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J Rosseau,
seorang ahli pendidikan bangsa Perancis termasuk yang fanatik berpandangan
seperti itu. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu itu adalah baik dari tangan
Tuhan, akan tetapi menjadi rusak karena tangan manusia. Ia percaya bahwa anak
harus belajar dari pengalaman langsung. Pendapat lain mengatakan bahwa anak
itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Hal ini bertentangan dengan
pandangan Rosseau.
Selain kedua pandangan itu, ada juga yang berpandangan bahwa
perkembangan anak merupakan perpaduan antara pembawaan dan lingkungan.
Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir,
namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh
lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya William Stern.
Pandangan terakhir dikembangkan oleh Havighurst dengan teorinya tentang
tugastugas perkembangan.

b. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu/siswa belajar.
Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui
pengalaman. Segala perubahan perilaku naik pada aspek kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses
pengalaman.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya

10

(faculty theory), teori behaviorisme, dan teori organismik atau cognitive gestalt
field.
Pengertian mengajar menurut teori daya adalah melatih siswa dalam dayadaya tersebut. Cara mempelajarinya pada umumnya melalui hafalan dan latihan.
Menurut teori gestalt, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai
pengetahuan, dan siswa berperan sebagai pengolah bahan pelajaran. Teori ini
banyak mempengarui praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah, prinsipnya
adalah:
a). Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b). Belajar adalah pembentukan kepribadian
c). Belajar berkat pemahaman
d). Belajar berdasarkan pengalaman
e). Belajar adalah suatu proses perkembangan
f). Belajar adalah proses berkesinambungan
g).Belajar akan lebihh berhasil jika dihubungkan dengan minat,
perhatian,dan kebutuhan siswa.
3. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan
dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1) Kurikulum dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat
lainnya. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat
menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi
programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaanya.
Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus sesuai dengan kondisi masyarakat
setempat sehingga hasil belajar yang dicapai siswa akan lebih bermakna dalam
hidupnya.
2) Kurikulum dan Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum
terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat
dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan
11

karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal. Pertama, ide, konsep, gagasan,
nilai, norma, dan peraturan, kedua, Kegiatan dan ketiga Benda hasil karya
manusia. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman
kepada para siswa dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. Kurikulum
pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita,
atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam mengembangkan suatu
kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Iptek
Pengaruh iptek cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, keamanan, dan pendidikan. Dengan
perkembangan teknologi yang semakin pesat ini maka kurikulum harus berlandaskan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum
pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu
kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang
telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsipprinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga
pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan
kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan
banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponenkomponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan
secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip Fleksibilitas

12

Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki
sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang
selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas
Adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara
horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi
Mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas
Mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

D. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan
suatu tindakan. Model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk kegiatan pendidikan,
seperti model pengajaran, model adtninistrasi, model evaluasi, model supervisi dan model
lainnya. Menggunakan model pada perkembangan kurikulum dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.
Banyak sekolah/fakultas mempunyai rancangan untuk satu tahun, mereka telah
memikirkan polanya untuk memecahkan masalah pendidikan atau prosedur yang tidak
dapat dihindari, walaupun begitu mereka tidak mempunyai lebel kegiataanya sebagai
rancangan.
Beberapa Model
Peter E. Oliva menyajikan empat model perkembangan kurikulum, yang dibedakan
menjadiModel Deduktif dan Model Induktif. Model deduktif adalah model yang dimulai
dari hal umum ke hal khusus. Sedangkan model induktif adalah model yang dimulai dari
hal khusus ke hal umum. Tigamodel deduktif yang disajikan adalah model Tyler; model
Saylor, Alexander, Lewis; dan model Oliva. Sedangkan model induktif yang disajikan
adalah model Taba.
13

Perkembangan kurikulum merupakan proses pembuatan keputusan yang terencana
dan untuk merevisi produk dari keputusan tersebut berdasar pada evaluasi berkelanjutan.
Sebuah model dapat mengatur proses. Menurut Taba apabila seseorang memahami
perkembangan kurikulum sebagai tugas yang membutuhkan keteraturan, maka harus
diketahui aturan ketika keputusan dibuat dan bagaimana cara keputusan-keputusan
tersebut dibuat, untuk memastikan bahwa semua pertimbangan yang relevan telah
tercakup dalam keputusan-keputusan tersebut.
1. Model Tyler
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum
dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of
Curriculum and Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum.Walaupun
Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum,
bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari
pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn
dengan mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah
dan mata pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2)
memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat
pendidikan dan filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaranpsikologis. (3) tujuan umum
yang lolos saringan menjadi tujuan-tujuan pengajaran.
Sumber data yang dimaksud Tyler adalah
a) Kebutuhan dan minat siswa; dengan meneliti kebutuhan dan minat siswa,
pengembang kurikulum mengidentifikasi serangkaian tujuan yang potensial.
b) analisa kehidupan kontemporer di lingkungan lokal dan masyarakat pada skala besar
merupakan iangkah selanjutnya dalam proses merumuskan tujuan-tujuan umurn;
dari kebutuhan masyarakat mengalir banyak tujuan pendidikan yang potensial.
c) mata pelajaran.
Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan umum yang masih
kurang tepat, sehingga Oliva menyebutnya tujuan pengajaran. Apabila rangkaian tujuan

14

yang mungkin diterapkan telah ditentukan, diperlukan proses penyaringan untuk
rnenghilangkan tujuan yang tidak penting dan bertentangan.
1) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk membuat garis besar nilai yang
merupakan komitmen sekolah.
2) Saringan Psikologis; untuk menerapkan saringan psikologis, guru harus
mengklarifikasi prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Psikologi pembelajaran
tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus dan jelas tetapi juga melibatkan
rumusan dari teori pembelajaran yang membantu menggarisbawahi asal usul proses
pembelajaran, bagaimana proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa, bagaimana
mekanismenya dan sebagainya.
2. Model Taba
Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi
perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan
diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan
menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan
bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba menganut
pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun menjadi suatu
rancangan umum.
Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba mencantumkan lima langkah
urutan untuk mencapai perubahan kurikulum, sebagai berikut :
1. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas atau
mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori dan praktek
2. Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan untuk
mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk mcnetapkan
batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
3. Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran dimodifikasi
menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya yang
tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat sesuai dengan semua
tipe kelas.
4. Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah
unitdirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang lingkup sudah
memadai dan urutannya sudah benar.

15

5. Installing and disseminating new units(memasang dan menyebarkan unit-unit
baru).Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit
belajar mengajar di kelas mereka.
3. Model Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses ynag
membentuk lingkaran yang terjadi secara terus menerus. Dimana ada lima fase (tahap).
Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara sistematis atau berturut.
Artinya, kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua manakala tahapan
pertama belum terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai
dikerjakan, kita akan kembali pada tahap awal. Deikian proses pengembangan sebuah
kurikulum berlangsung tanpa ujung.
Wheller berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
a. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan
yang bersifat normatif yang mengandung tujuan filosofis (aim)atau tujuan pembelajaran
umum yang bersifat praktis (goals). Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang
bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan mudah di ukur ketercapianya.
b. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar.
d. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.
e. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheller, maka
tampak bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran). Pada
hakikatnya setiap tahapan pada siklus membentuk sebuah sistem yang terdiri dari
komponen-komponen pengembangan yang saling bergantung satu sama lainnya.
5. Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model
Dynamic, adalah model pngembangan kurikulum pada level sekolah (School Nased
Curriculum Development).
Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses
pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembang termasuk guru perlu

16

memahami lima elemen pokok yang dimulai dari mennganalisis situasi sampai pada
melakukan penilaian.
Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat
dijadikan alternative dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck
langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
a) Menganalisis sesuatu
b) Memformulasikan tujuan
c) Menyususn program
d) Interpretasi dan implementasi
e) Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi
6. Model Saylor, Alexander, Dan Lewis
Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan kurikulum).
Untuk mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan konsep rencana
kurikulum mereka. Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for providing sets of
learning opportunities for persons to be educated" ; sebuah rencana yang menyediakan
kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik. Namun, rencana kurikulum tidak dapat
dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi lebih sebagai beberapa rencana yang lebih kecil
untuk porsi atau bagian kurikulum tertentu.
A. Tujuan, Sasaran dan Bidang Kegiatan
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan
atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka
capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam
empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu : perkembangan pribadi,
kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan spesialisasi.
Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai
proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masingmasing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan.

B. Cara Pengajaran
Setelah rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang
menjadi bagian dari rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Mereka
17

memilih metode bagaimana kurikulum dapat dihubungkan dengan pelajar. Guru pada
tahap ini harus dikenalkan dengan istilah tujuan pengajaran. Sehingga guru dapat
memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih strategi atau cara presentasi.
C. Evaluasi
Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus
memilih

teknik

evaluasi

yang

akan

digunakan.

Saylor,

Alexander

dan

Lewismengajukan suatu rancangan yang mengijinkan :
(1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan
sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari
program, juga
(2)

evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan
perencana kurikulum menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran
telah tercapai.

18

BAB III
MATA PELAJARAN SEJARAH DALAM BERBAGAI KURIKULUM
A. Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum tahun 1974/1975
Tema pengembangan kurikulum 1975 adalah untuk menyelaraskan kurikulum
SMP/SMA dengan kebijaksanaan baru di bidang pendidikan nasional, dan inovasi di
bidang sistem belajar mengajar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
Kurikulum 1975 memandang proses pembelajaran sebagai suatu sistem dengan
diperlunya disusun satuan pelajaran. Sistem ini membawa konsekuensi pada
pelaksanaan penilaian kemajuan belajar siswa. Sejalan dengan pendekatan ini, kurikulum
SMP tahun 1975 menuntut dilakukannya penilaian kemajuan belajar siswa pada setiap
akhir satuan pelajaran yang terkecil dan memperhitungkan nilai terakhir yang akan
dimasukkan dalam laporan kemajuan siswa (rapor). Sistem ini memungkinkan guru
untuk mengikuti kemajuan belajar siswa dengan frekuensi yang lebih tinggi, dan akan
mendorong siswa untuk belajar berkelanjutan secara aktif.
Kurikulum SMP 1975 berlaku berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 008-D/U/1975 tertanggal 17 januari 1975
tentang pembakuan Kurikulum Sekolah Mengah Umum tingkat Pertama. Kurikulum
SMP 1975 tersusun atas tiga macam program pendidikan, yaitu:
1. Program pendidikan umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi pendidikan
agama, pendidikan moral pancasila, pendidikan olah raga dan kesehatan, dan
2.

pedidikan kesenian
Program pendidikan akademis wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi bahasa
indonesia, bahasa daerah, bahasa inggris, Ilmu pengetahuan sosial, matematika dan

ilmu pengetahuan alam.
3. program pendidikan keterampilan terdiri atas pendidikan keterampilan pilihan terikat,
pilihan bebas.
Dalam kurikulum SMP 1975, mata pelajaran sejarah terintegrasi dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dimana IPS termasuk kedalam program
pendidikan akademis yang wajib diikuti oleh semua siswa. Jam pelajaran untuk setiap
minggunya untuk masing-masing kelas adalah 4 jam.
Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1975 lahir berdasarkan surat keputusan Mneteri
pendidikan dan kebudayaan RI (syarif Thayeb) nomor 008-E/U/1975 tertanggal 17
januari 1975. Didalam Buku Kurikulum SMA Tahun 1975, dijelaskan bahwa Garis-garis
Besar Program Besar Pengajaran (GBPP) meliputi:
1. Bidang studi Pendidikan Agama (Islam, Kristen-protestan, Kristen Katolik, Buddha
dan Hindu),
19

2. Bidang studi Pendidikan Moral Pancasila,
3. Bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial,
4. Bidang studi Bahasa (bahasa Indonesia, bahasa inggris, bahasa asing),
5. Bidang studi olahraga dan kesehatan,
6. Bidang studi ilmu pengetahuan alam,
7. Bidang studi matematika,
8. Bidang studi kesenian (seni tari, seni rupa, seni musik, seni drama)
9. Bidang studi keterampilan (jasa, teknik, kerajinan, pendidikan kesejahteraan keluarga,
pertanian dan maritim)
Dilihat dari GBPP kurikulum SMA tahun 1974 dapat disimpulkan bahwa mata
pelajaran sejarah masih menjadi satu dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,
dimana lulusannya diharapkan menguasai pengetahuan dasar dan memiliki pengetahuan
tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi nasional.
B. Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum tahun 1984/1985
Latar belakang perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya, yaitu
terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah, terdapat ketidakserasian anatara materi kurikulum
berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik, terdapat kesenjangan antara
program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah, terlalu padatnya isi kurikulum yang
harus diajarkan disetiap jenjang, pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja. Atas dasar perkembangan itu maka
menjelang taun 1983 dianggap tidak ada kesesuaian antara kebutuhan atau tuntunan
masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum
1975. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai
perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Lama pendidikan pada jenjang SMP adalah tiga tahun senilai dengan beban belajar
222 kredit. Program pendidikan pada kurikulum SMP 1984 terdiri atas program inti dan
program pilihan. Program inti wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup kurang
lebih 85% (186 kredit) dari keseluruhan program pendidikan dalam kurikulum 1984
SMP. Program inti dalam kurikulum 1984 SMP terdiri atas mata pelajaran sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pendidikan agama
Pendidikan moral pancasila
Pendidikan sejarah perjuangan bangsa
Pendidikan bahasa dan sastra indonesia
Pendidikan sejarah nasional indonesia dan sejarah dunia
Pendidikan pengetahuan sosial
pendidikan olahraga dan kesehatan
20

8.
9.
10.
11.
12.
13.

Pendidikan seni
Pendidikan keterampilan
Pendidikan matematika
Pendidikan fisika
Pendidikan biologi
Pendidikan bahasa inggris
Program Pilihan merupakan program paling utama, dimaksudkan untuk memberikan

bekal kemampuan dalam bidang keterampilan, kesenian olahraga dan bahasa daerah.
Program pilihan untuk SMP mencakup 15% (36 kredit) dari keseluruhan program.
Didalam Kurikulum 1984 SMP mulai terdapat Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB) yang berdiri sendiri dan dilaksanakan mulai dari tingkat kanak-kanak
sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah. Jam pelajaran
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa ini setiap minggunya untuk masing-masing kelas
adalah 2 jam dan hanya dilaksanakan selama 3 semester, yaitu ketika semester genap.
Program pendidikan pada kurikulum SMA 1984 terdiri atas program inti dan
program khusus. Program inti merupakan program pendidikan yang wajib bagi semua
siswa dengan mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Program inti dalam kurikulum SMA mencakup mata pelajaran:
1. Pendidikan agama
2. Pendidikan pancasila
3. Pendidikan sejarah perjuangan bangsa
4. Pendidikan bahasa dan sastra indonesia
5. Pendidikan ekonomi
6. Pendidikan geografi
7. pendidikan jasmani dan olahraga/kesehatan
8. Pendidikan seni
9. Pendidikan keterampilan
10. Matematika
11. Biologi
12. Fisika
13. Kimia
14. Sejarah
15. Bahasa inggris
Mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa diwajibkan selama 6 semester
dengan jumlah waktu seluruhnya 12 jam pelajaran sedangkan mata pelajaran sejarah
diwajibkan selama 1 atau 2 semester dengan waktu seluruhnya 4 jam pelajaran, dengan
catatan mata pelajaran sejarah mencakup baik sejarah dunia maupun sebagian sejarah
indonesia yang materinya tidak mencakup dalam Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.
Materi pokoknya, yaitu:
1. Kehidupan manusia prasejarah di indonesia, asia dan australia
2. Peradaban kuno di asia, afriak, eropa, dan amerika
3. Kebudayaan asia dan hubungannya dengan indonesia
4. Perkembangan islam di asia dan afrika (termasuk di indonesia)
21

5. Perkembangan agama kristen
6. Gerakan renaissance, humanisme dan masa pencerahan
7. Isme-isme besar di dunia
8. Beberapa bentuk revolusi
9. Nasionalisme asia
10. Perlawanan terhadap penjajahan di indonesia
11. Pergerakan nasional indonesia
12. Masa pendudukan jepang
13. Konflik dan kerjasama antar bangsa
14. Pertumbuhan dan perkembangan negara-negara asia tenggara
15. Penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pengaruhnya dalam masyarakat.
Program khusus diadakan dengan bertitik tolak pada perbedaan bakat dan minat
perorangan serta kebutuhan lingkungan. Program khusus untuk SMA mencakup kurang
lebih 40 persen dari program keseluruhan. Program khusus dari kurikulum 1984 SMA
terdiri dari dua jenis, yaitu program A dan program B.
C. Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum tahun 1994/1995
Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989
tentang sistem Pendidikan Nasional serta sekalaian peraturan pemerintah sebagi
pedoman pelaksanaannya, maka kurikulum sekolah menengah umum perlu disesuaikan
dengan peraturan perundangan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
ditetapkan keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 061/U/1993 tanggal 25
Februari tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum.
Adapun program pengajaran sekolah menengah umum terdi