Asam Benzoat dan Natrium Benzoat Sifat K

Asam Benzoat & Natrium Benzoat
Sifat, Karakteristik dan Fungsional

Yeremia Adi Wijaya

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

DAFTAR ISI
1.

Karakteristik Umum............................................................................................................................2

2.

Benzoat Sebagai Bahan Pengawet.......................................................................................................2

3.

Benzoat Sebagai Senyawa Antioksidan dan Agen Anti-Browning......................................................5

4.


Regulasi dan Metabolisme Benzoat.....................................................................................................6

5.

Daftar Pustaka :...................................................................................................................................8

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Efek Asam Benzoat Pada Escherichia coli (Bakteriostatik; Aktivitas Bakterisidal) dan
Staphylococcus aureus ( Bakteriostatik; Aktivitas bakterisidal)..................................................................4
Gambar 2. Penghambatan Aspergillus niger oleh Asam Benzoat; Asam p-hidroksibenzoat propil ester dan
Asam Sorbat................................................................................................................................................4
Gambar 3. Struktur Benzoat dan Senyawa Turunannya...............................................................................5
Gambar 4. Reaksi Pencoklatan Enzimatis...................................................................................................6
Gambar 5. Mekanisme Metabolisme Benzoat Dalam Tubuh (Betaria, 2012)..............................................7

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kadar Maksimal Benzoat Pada Beberapa Produk Pangan.............................................................3
Tabel 2. Pengaruh pH Pada Disosiasi Asam Benzoat...................................................................................4


Semarang, Maret 2013

Yeremia Adi Wijaya

1
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

1. Karakteristik Umum
Asam benzoat/ asam benzene karboksilat/ asam phenil karboksilat
(C7H6O2 atau C6H5COOH) merupakan suatu senyawa kimia yang umum
digunakan sebagai bahan pengawet yang dianggap GRAS oleh FDA, dan
secara kimia dapat dihasilkan melalui oksidasi fase cair dari toluena (Srour,
1989; WHO, 2000). Asam benzoat memiliki bentuk serbuk kristal padat, tidak
berwarna, tidak berbau, sedikit terlarut didalam air, tetapi larut dalam etanol
dan sangat mudah larut dalam benzena dan aseton. Asam benzoat, dalam bahan pangan umum
digunakan sebagai bahan pengawet. Namun diluar itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai
penghambat korosi (WHO, 2000). Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa senyawa
benzoat dapat ditemukan secara alami pada beberapa jenis tanaman dan juga produk hewani baik

dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat. Asam benzoat dalam tanaman seperti pada
beberapa tanaman berry (±500 mg/kg) seperti cranberry (V.vitis idaea) dan bilberry
(V.macrocarpon) dengan kandungan sebesar 300 – 1300 mg/kg buah ditemukan dalam bentuk
glikosida (Hegnauer, 1996). Selain tanaman berry, Asam benzoat juga teridentifikasi pada
beberapa spesies fitofag dan omnivora seperti pada (lagopus mutus) (Hegnauer, 1989).maupun
pada muskox jantan (Ovibos moschatus) (Flood et al, 1989)
Natrium benzoat (C7H502Na), merupakan senyawa yang secara kimia
dihasilkan dari reaksi netralisasi asam benzoat dengan natrium hidroksida
(NaOH), merupakan salah satu bentuk pengawet benzoat yang sering
digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri dengan pKa
= 8,0 (Srour, 1989). Secara kimia, natrium benzoat terlarut dalam ethanol,
methanol dan etilen glikol dan mempunyai tingkat kelarutan yang lebih
tinggi 200 kali (550 – 630 g/liter pada 20°C) dibandingkan asam benzoat (2,9 g/liter pada 20°C).
Kelarutan natrium benzoat dalam air yang tinggi ini kemudian menjadikan natrium benzoat lebih
sering digunakan dibandingkan asam benzoat.

2. Benzoat Sebagai Bahan Pengawet
Di kebanyakan negara, senyawa asam benzoat dan garamnya lebih banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pengawet makanan. Sebagai bahan pengawet, asam benzoat dan natrium benzoat akan
2

Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
efektif apabila digunakan pada kisaran pH 2,5 – 4 dan menjadi kurang efektif apabila digunakan
pada pH diatas 4,5 (Rahman, 2007). Di USA, asam benzoat dan natrium benzoat merupakan
salah satu senyawa yang dikategorikan GRAS (Generally Recognized as Safe) dengan batasan
maksimal adalah 0,1%. Untuk masing-masing negara, batasan benzoat yang diizinkan dalam tiap
jenis bahan pangan sangat beragam. Berikut tabel batasan benzoat yang diperbolehkan dalam
beberapa jenis bahan pangan yang digunakan di India :
Tabel 1. Kadar Maksimal Benzoat Pada Beberapa Produk Pangan
Jenis bahan pangan
Anggur non-alkohol, jus buah, air barley (yang
digunakan setelah adanya pengenceran)
Selai, jelly, buah kaleng
Minuman-minuman manis yang siap saji
Breewed ginger beer
Acar dan chutney
Tomat dan produk saus lainnya
Caviar
Pasta tomat dan puree tomat

Sirup dan sharbat
Fat spread
(Mahindru, 2000)

Kadar maksimal
benzoat (ppm)
600
200
120
120
250
750
50
750
600
1000

Senyawa benzoat sebagai pengawet makanan diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan
bakteri, khamir maupun kapang. Namun demikian, efektivitas pengendaliannya cenderung lebih
tinggi pada khamir dan kapang dibandingkan bakteri (Frazier & Westhoff, 1988). Dalam hal ini,

diketahui bahwa kebanyakan khamir dan kapang dapat dihambat sebanyak 0,05% - 0,1% dari
jumlah asam yang tidak terdisosiasi, sedangkan bakteri hanya dihambat dalam jumlah yang lebih
kecil dibandingkan khamir dan kapang. Oleh karenanya, senyawa benzoat cenderung kurang
efektif dalam mengawetkan produk pangan yang potensinya terhadap pertumbuhan bakteri
sangat tinggi. Untuk meningkatkan efektifitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri,
umumnya senyawa benzoat ditambahkan bersama dengan asam sorbat maupun SO 2 (Mahindru,
2000)..
Efektivitas benzoat sebagai pengawet sangat dipengaruhi oleh pH dimana semakin rendah pH
maka benzoat akan semakin efektif peranannya sebagai antimikroba karena semakin banyaknya
asam yang tidak terdisosiasi. Semakin banyak asam yang Gambar 1. Efek Asam Benzoat Pada
Escherichia coli ( : Bakteriostatik;
:
Aktivitas
Bakterisidal)
dan
Staphylococcus
3
aureus
(
: ©2013

Bakteriostatik;
: Aktivitas
Yeremia
Adi Wijaya
Food-Chem Studio
bakterisidal)

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
tidak terdisosiasi (tidak bermuatan) tersebut maka akan
membuat benzoat menjadi semakin mudah terlarut dalam
lipid dari membran sel mikroba yang bersifat permeabel
terhadap molekul benzoat tersebut. Ketika molekul asam
benzoat masuk kedalam sel mikroba tersebut, maka
molekul

asam

menghasilkan

benzoat


sejumlah

akan
ion

terdisosiasi

dan

(H+)

yang

hidrogen

menyebabkan penurunan pH pada sel mikroba tersebut,
dan sebagai akibatnya aktivitas metabolisme sel akan
terganggu dan akhirnya sel mikroba dalam bahan pangan
tersebut akan mati (Zentimer, 2007). Gambar 1 dan

Gambar 2, menunjukan pengaruh pH terhadap aktivitas
benzoat dalam menghambat pertumbuhan Escherichia
coli; Stapylococcus aureus; dan Aspergillus niger
Tabel 2. Pengaruh pH Pada Disosiasi Asam Benzoat
pH Asam yang tidak terdisosiasi (%)
3
93,5
4
59,3
5
12,8
6
1,44
7
0,144
(Cahyadi, 2006)

3. Benzoat Sebagai Senyawa Antioksidan dan
Agen Anti-Browning


Gambar 2. Penghambatan Aspergillus
niger oleh Asam Benzoat ( ); Asam phidroksibenzoat propil ester ( ) dan
Asam Sorbat ( )

Asam benzoat dan senyawa turunannya merupakan salah satu kelompok gugusan senyawa
fenolik. Hal tersebut tampak dari keberadaan cincin fenil pada struktur kimia senyawa benzoat
dan turunannya (March, 1992; .Natella et al, 1999). Terlepas dari asalnya, keberadaan dari
gugusan tersebut menyebabkan senyawa benzoat dapat berperan sebagai senyawa antioksidan,
antiviral, antibakterial, antifungal, antimutagenik, maupun insektisidal (Castellano et al, 2012).
Keberadaan gugusan hidroksil (OH-) fenolik dalam struktur senyawa benzoat merupakan kunci
dalam peranannya sebagai antioksidan. Dalam mekanismenya sebagai anti-radikal, gugus
4
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
hidroksil (OH-) akan berperan sebagai pendonor elektron terhadap senyawa radikal bebas. Donor
elektron terhadap senyawa radikal bebas akan menyebabkan adanya kestabilan muatan dari suatu
senyawa radikal (Marcone, 2012).
Asam p-Hidroksibenzoat Asam 3,4-Dihidroksibenzoat Asam Vanillat


Gambar 3. Struktur Benzoat dan Senyawa Turunannya
Sebagai senyawa flavonoid, posisi gugus hidroksil (OH -) dan tingkat hidroksilasi merupakan
aspek utama yang menentukan aktivitas antioksidan terhadap suatu senyawa anti-radikal.
Pengaruh dari struktur molekul tersebut terhadap aktivitas antioksidan diketahui dalam penelitian
Cuvelier et al (1992) yang menunjukan adanya hubungan yang sangat kuat. Dalam kaitannya
dengan senyawa benzoat, maka diketahui bahwa derivatif benzoat menunjukan adanya aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan senyawa asam benzoat itu sendiri. Oleh karenanya
dalam peranan sebagai antioksidan, derivatif benzoat lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan
senyawa asam benzoat (Sroka, 2005). Asam 3,4-dihidroksibenzoat (asam protokatekuat /
protocatechuic acid) merupakan salah satu derivatif benzoat yang memiliki peran penting
sebagai antioksidan.
Asam benzoat merupakan salah satu agen yang cukup efektif dalam menghambat pencoklatan
dalam kombinasinya dengan asam askorbat. Seperti halnya pada sulfit, kombinasi keduanya
menunjukan kemampuan serupa dalam menghambat aktivitas enzim polifenol oksidase (PPO).
Enzim ini merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencoklatan, yang muncul
ketika senyawa monofenolik dari tanaman ataupun bahan mengalami hidroksilasi menjadi odifenol dan kemudian menjadi o-quinon dengan adanya pengaruh oksigen dilingkungan
(Rahman, 2007).
OH
R

Monophenol

PPO + O2
R

Diphenol

O

PPO + O2

OH
OH

R

o-quinon

O

Polimer kompleks
berwarna coklat

Gambar 4. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

5
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

4. Regulasi dan Metabolisme Benzoat
Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat diatur dalam BPOM No 36 Tahun
2013 mengenai batas maksimal penggunaan BTP pengawet. Untuk tiap negara, batas maksimal
benzoat yang diperbolehkan umumnya berbeda-beda. Dalam hal ini, batasan maksimal benzoat
yang boleh ditambahkan dalam bahan adalah sekitar 2000 mg/kg bahan pangan (WHO, 2000).
Asam benzoat dari penelitian yang ada, menunjukan tingkat toksisitas akut dalam tubuh yang
relatif kecil. Namun, asam benzoat diketahui menyebabkan pseudoallergi (Lahti & Maibach,
1984), menyebabkan iritasi mata (Bayer, 1986), serta sedikit menyebabkan iritasi pada kulit
(Bayer, 1978). Sedang untuk natrium benzoat, tidak menunjukan adanya dampak terhadap iritasi
kulit dan hanya sedikit menyebabkan iritiasi mata (Bayer, 1977). Namun demikian, dampak
asam benzoat dan natrium benzoat terhadap kulit secara umum tergolong langka, karena dari
percobaan Brasch et al (1993) terhadap 2045 pasien, hanya 5 pasien saja yang menunjukan
reaksi positif dalam uji tempel (patch test).
Dalam beberapa kasus, asam benzoat dan natrium benzoat diketahui menimbulkan beberapa
gejala seperti asma dan urtikaria yang diikuti adanya paparan benzoat baik secara oral, dermal
maupun melalui pernafasan. Gejala tersebut muncul sesaat setelah terpapar, namun, akan hilang
setelah beberapa jam meski terpapar pada dosis yang rendah (Maibach & Johnson, 1975;
Clemmensen & Hjorth, 1982; Larmi et al, 1988; Ring, 1989; Gailhofer et al, 1990; Aberer et al,
1992; Lahti et al, 1995; Anderson, 1996; Bindslev-Jensen, 1998; Coverly et al, 1998). Dalam
penelitian Wiley & Bigelow (1908), menunjukan adanya dampak seperti sakit kepala, mual,
muntah, rasa terbakar dan iritasi pada eksofagus sebagai hasil paparan jangka pendek senyawa
benzoat. Sedangkan untuk pengaruh paparan jangka panjang tampak menyebabkan kerusakan
pada sistem saraf dan beresiko menimbulkan kanker (Betaria, 2012).
Dalam sejumlah penelitian toksisitas, maka diketahui bahwa LD 50 (tikus; oral) senyawa benzoat
adalah sekitar 1,7 – 3,7 g/kg berat badan. Sedangkan berdasarkan penelitian toksisitas pada babi,
kucing, anjing dan kelinci menunjukan nilai LD 100 adalah 1,4 – 2 g/kg berat badan. 5 mg/kg berat
badan merupakan ADI untuk senyawa benzoat (Belitz et al, 2009; WHO, 2000). Dalam tubuh
manusia, tingkat toksisitas secara akut relatif rendah dan tidak menunjukan adanya bahaya
akumulasi yang muncul dalam tubuh hingga penggunaan pada dosis 4 g/hari. (WHO, 2000; Lahti
& Maibach, 1984). Rendahnya tingkat toksisitas senyawa benzoat dalam tubuh dipengaruhi oleh
6
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
adanya metabolisme senyawa tersebut didalam tubuh. Dalam hal ini, ketika senyawa benzoat
terasup dalam tubuh baik secara oral maupun dermal, maka akan terjadi penyerapan (absorbsi)
senyawa benzoat yang sangat cepat dalam gastrointestinal tract, yang kemudian akan
dimetabolisme didalam hati melalui adanya konjugasi dengan glisin dan menyebabkan
pembentukan asam hippurat yang kemudian akan diekskresikan secara cepat melalui urin
(Feldman & Maibach, 1970; US FDA, 1972a; Feillet & Leonard, 1998; WHO, 1996).
COCH + ATP + CoA

CO

CoA + AMP PI

N
C N CH2 COOH + CoA
O
Gambar 5. Mekanisme Metabolisme Benzoat Dalam Tubuh (Betaria, 2012)
Benzil CoA + Glisin

5. Daftar Pustaka :
Anonim. (2012). Kandungan Fitokimia Dalam Herbal, Manfaat dan Cara Kerjanya Sebagai
Antioksidan dan Perendaman Radikal Bebas (Flavonoid dan Non-Flavonoid Polifenol)
http://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/07/fitokimia-dalam-herbal-dan-cara-kerjanyadalam-mencegah-atau-mengatasi-gangguan-kesehatan.pdf. Diakses pada 23 Juni 2014.
Aberer, W, Kager, B, Ziegler, V, Horak, F. (1992) Schnupfen durch Schneiderkreide — Allergie,
Pseudoallergie, Rhinopathie oder Einbildung. Dermatosen Vol 40(6):231–234.
Andersen, K.E; Maibach, H.I; Anjo, M.D. (1980) The Guinea-Pig: an Animal Model for Human
Skin Absorption of Hydrocortisone, Testosterone and Benzoic Acid. British journal of
dermatology Vol 102:447–453.
Bayer, A.G. (1978). Untersuchung Zur Haut-und Schleimhautver träglichkeit. Wuppertal
(Unpublisher Report).
Bayer, A.G. (1986). Benzoesaure DAB8. Prüfung auf primär reizende/ ätzende Wirkung am
Kaninchenauge. Wuppertal (unpublished report).
Belitz, H.D; Grosch, W & P, Schieberle. (2009). Food Chemistry 4 th Revised and Extended
Edition. Springer Science & Bussines Media. Berlin.
Betaria, S. (2012). Pengembangan Sensor Spektrofotometri Untuk Penentuan Natrium Benzoat
didalam Minuman Soft Drink. Undergraduate Theses UNIMED. Medan.
7
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
Bindslev-Jensen, C (1998) ABC of allergies. Food allergy. British medical journal Vol 316:1299
– 1302.
Brasch, J; Henseler, T; Frosch, P. (1993). Patch Test Reaction to a Preliminary Preservative
Series. Dermatosen Vol 41(2):71-76
Cahyadi, S. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
Castellano, G; Tena, J & Torrens, F. (2012). Classification of Phenolic Compound by Chemical
Structural Indicators and its Relation to Antioxidant Properties of Posidonia Oceania (L) Delile.
MATCH Commun.Math.Comput.Chem Vol 67:231-250.
Clemmenson, O & N, Hjorth. (1982). Perioral Contact Urticaria From Sorbic and Benzoic Acid
in Salad Dressing. Contact Dermatitis Vol 8:1-6.
Coverly, J; Peters, L; Whittle, E, Basketter, D.A. (1998) Susceptibility to skin stinging, nonimmunologic contact urticaria and acute skin irritation; is there a relationship?. Contact
dermatitis Vol 38(2):90–95.
Cuvelier, M.E; Richard, H & C, Berset. (1992). Comparison of the Antioxidant Activity of Some
Acid Phenols : Structure-Activity Relationship. Biochi.Biotech.Biochem Vol 56:324-325.
Feillet, F; Leonard, J.V. (1998). Alternative Pathway Therapy for Urea Cycle Disorders. Jornal of
Inherited Metabolic Desease Suppl Vol 21(1):101-111.
Feldman, R.J; Maibach, H.I. (1970). Absorption of Some Organic Compound Through the Skin
in Man. Journal of Investigative Dermatology Vol 54:399-404.
Frazier, W.C & D.C, Westhoff. (1988). Food Microbiology 4th Edition. McGraw Hill. New York.
Flood, P.F; Abrams, S.R; Muir, G.D & J.E, Rowell. (1989). Odor of the Muskox. A Preliminary
Investigation. Journal of Chemical Ecology Vol 15 : 2207-2217
Hegnauer, R. (1966). Chemotaxonomie der Pflanzen. Basel. Birkhäuser Verlag.
Hegnauer, R. (1989). Chemotaxonomie der Pflanzen. Basel. Birkhäuser Verlag. Pp 415-416
Gailhofer, G; Soyer, H.P; Ludvan, M. (1990). Nahrungsmittelallergien und Pseudoallergien —
Mechanismen, Klinik und Diagnostik. Wiener Medizinische Wochenschrift Vol 140:227–232
https://www.academia.edu/5630270/BPOM_No_36_Tahun_2013_Tentang_Batas_Maksimum_P
enggunaan_BTP_Pengawet
Kirk & Othmer, 1989.Encyclopedia of chemical technology 4th Ed. Vol 21

8
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
Lahti, A & H.I, Maibach. (1948). An Animal Model for Non-Immunological Contact Urticaria.
Toxicology and Applied Pharmacology Vol 76:219-224.
Lahti, A; Pylvanen, V; Hannuksela, M. (1995). Immediate Irritant Reaction of Benzoic Acid are
Enhanced in Washed Skin Areas. Contact Dermatitis Vol 33: 177-182
Larmi, E; Lahti, A; Hannuksela, M. (1988). Effect of Sorbitan Sesquioleata of Nonimmunologic Immediate Contact Reactions to Benzoic Acid. Contact Dermatitis Vol 19:368-371.
Lin. H.H; Chen, J.H; Huang, C.C; Wang, C.J. (2007). Apoptotic effect of 3,4-dihydroxybenzoic
acid on human gastric carcinoma cells involving JNK/p38 MAPK signaling activation.
Int.J.Cancer Vol 120(11):2306-2316.
Maibach, H.I & H.L, Johnson. (1975). Contact Urticaria Syndrome. Archives of Dermatology
Vol 111:726-730
March, J. (1992). Advanced Organic Chemistry 4th Edition. Wiley and Sons. New York.
Marcone, M. (2012). Analytical Technique in Food Biochemistry. Dalam Simpson, B.K; Leo,
M.L; Nollet; Fidel, T; Benjakul, S; Paliyath G & Y.H, Hui. (2012). Food Biochemistry and Food
Processing 2nd Edition. John Wiley & Sins. New York.
Mahindru, S.N. (2000). Food Additives : Characteristics, Detection and Estimation. Mc-Graw
Hill. New Delhi.
M. Jones and S.A. Fleming in "Organic Chemistry", Norton, 4th ed., 2010, Chapter 6, p. 227230,Chapter 16, p. 797-802; Chapter 17 p. 840
Natella, F; Nardini, M; Felice, M.D & C. Scaccini. (1999). Benzoic and Cinnamic Acid
Derivative as Antioxidant : Structure-Activity Relation. J.Agric.Food.Chem Vol 47:1453-1459.
Rahman, M.S. (2007). Handbook of Food Preservation 2nd Edition. CRC Press. New York.
Rasmussen LEL, Hess DL, Haight JD (1990) Chemical analysis of temporal gland secretions
collected from an Asian bull elephant during a four-month musth episode. Journal of chemical
ecology, 16(7):2167–2181.
Ring J (1989) Arzneimittelunverträglichkeit durch pseudoallergische Reaktionen. Wiener
Medizinische Wochenschrift Vol 139:130–134.
Sroka, Z. (2005). Antioxidative and Antiradical Properties of Plant Phenolic. Z.Naturforsch Vol
60:833-843.
Srour, R. (1989). Benzoid Acid : Aromatic Intermediate and Derivatives. Paris.

9
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional
US FDA. (1972a). GRAS (Generally Recognized as Safe) Food Ingredient : Benzoic Acid and
Sodium Benzoate. US Food and Drug Administration. USA.
WHO. (1996). Toxicological Evaluation of Certain Food Additives. World Health Organization.
USA.
WHO. (2000). Benzoic Acid and Sodium Benzoate. World Healt Organization. USA.
Wiley HM, Bigelow WD (1908) Influence of benzoic acid and benzoates on digestion and
health. Bulletin 84, Part IV. Bureau of Chemistry, US Department of Agriculture [cited in US
FDA, 1972a].
Zentimer, S. (2007). Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama Penyimpanan Terhadap
Mutu Minuman Sari Buah Sirsak (Annona muricata L) Berkarbonasi. Departemen Teknologi
Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

10
Yeremia Adi Wijaya ©2013 Food-Chem Studio