Desentralisasi dan Otonomi Daerah. docx

Maka

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas petunjuk dan hidayah-nyalah makalah Hukum Administrasi Negara berjudul
“Tinjauan Desentralisasi dan Dekonsentrasi dalam Otonomi Daerah di Indonesia:
Pembahasan dan Penerapan” dapat terlaksana dengan cukup baik dan tepat waktu.
Belakangan ini, isu otonomi daerah menjadi isu yang hangat diperbincangkan.Hal ini
dikarenakan keberadaan otonomi daerah dirasa menjadi sangat penting agar
terciptanya perimbangan antara pemerintah pusat yang berkedudukan di Ibukota
Jakarta dengan pemerintah daerah yang berkedudukan di daerah.Hal ini juga untuk
melepaskan stigma Jakarta-Sentris yang amat kental pada masa orde baru dan
mewujudkan adanya good-governance dengan partisipasi masyarakat umum yang
lebih aktif, terutama masyarakat umum di daerah.
Beberapa hal yang menjadi ujung tombak dari pelaksanaan konsep otonomi
daerah adalah adanya desentralisasi dan dekonsentrasi. Antara desentralisasi dengan
dekonsentrasi serta pula pemerintah daerah adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya. Dengan adanya desentralisasi dan dekonsentrasi, maka konsep
otonomi daerah menjadi benar-benar terlaksana.
Dalam karya tulis ini penulis mencoba memadukan beberapa teori dari
Desentralisasi dan Dekonsentrasi denganaplikasinya dalam otonomi daerah. Penulis

telahberusaha memberikan penjelasan yang cukup komprehensif,namun seperti kata
pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, sehingga penulis menyadari masihterdapat
banyak kekurangan mulai dari sistematika penulisan hingga materi dari penulisan ini,
maka dari itu itu saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan
oleh penulis.Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat
kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
Akhir kata, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah . Semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua dan makalah ini dapat
bermanfaat bagi FHUI , UI dan Indonesia.

Depok, 10 Desember 2013

Tim Penyusun
Page 38

Maka
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1

DAFTAR ISI ....................................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar belakang .....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................3
D. Metode Penulisan ................................................................................................4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Pengertian dan TeoriDesentralisasi................................................................5
2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi..............................................................10
3 Istilah dan Pengertian Otonomi Daerah.........................................................16
4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi......................................................17
B. HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DESENTRALISASI DAN
DEKONSENTRASI

1. Hubungan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi..........................................23
2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Dekonsentrasi.........................................25
C.MASALAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH DAN SOLUSI KE DEPAN
1. Masalah Otonomi Daerah................................................................................27
2. Solusi atas Permasalahan. ...............................................................................29
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan...........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................36

Page 38

Maka
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan penjabaran fakta dariWorld Bank, Indonesia termasuk sebagai
negara yang melaksanakan dentuman besar desentralisasi dan dekonsentrasi(Big Bang

Decentralization), bersama tiga negara lainnya yaitu
Ethiopia1.

Filipina,

Pakistan

dan

Khusus di Indonesia sendiri saat ini telah melakukan perubahan besar

dalam pola pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.Dari segi historis, munculnya otonomi daerah merupakan bentuk
respon “Veta comply” terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Telah
berpuluh puluh tahun lamanya sistem sentralisasi pada era orde baru tidak membawa
perubahan yang cukup signifikan dalam pengembangan kreatifitas daerah, baik
pemerintah maupun masyarakat daerah.
Pada hakikatnya, pelaksanaan konsep desentralisasi dan dekonsentrasi dalam
otonomi daerahtelah berlangsung cukup lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan itu
diproklamirkan, dan mencapai puncaknya pada era reformasi dengan diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang “Perimbangan Keuangan” yang
kemudian direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Kemudian jika ditinjau dari perspektif konstitusional, Indonesia merupakan
negara unitaris yang terdesentralisasi. Hal tersebut dapat tercermin pada Pasal 1 ayat
(1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik”.Selanjutnya pada Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat
(6) mempertegas bahwa Indonesia adalah negara yang mengamalkan konsep otonomi
daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya.Pada tataran

konstitusi, sebenarnya

sebagian besar bangsa Indonesia sudah tidak lagi mempermasalahkan bentuk
negara tersebut, meskipun masih terdapat gerakan-gerakan yangingin mengubahnya

1The World Bank, 2008, Independent Evaluation Group.Decentralization in Client Countries – An Evaluation of
World Bank Support,.hal. 10-11.

Page 38


Maka
menjadi negara federalis2. Maka dari itu, sebenarnya yang menjadi permasalahan
utamaakhir akhir ini terdapat pada proses implementasi dari konstitusi dan undangundang itu sendiri.
Salah satu contohnya adalah penerapan hukum positif yang berlaku saat ini
yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 , faktanya dalam menjalankan aktivitas
pemerintahan

sehari-hari masih banyak

pejabat

yang

tidak

mengenal

dan


menggunakan paradigma yang berlaku di dalam UU ini. Sebagai contoh, masih
banyak

pemerintah

kabupaten

yang

membuat peraturan

daerah

tentang

pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa,yang isinya menyatakan
bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada bupati. Padahal sebenarnya UU
Nomor 32 Tahun 2004 maupun PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa tidak
menyatakan demikian.


B.

Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan desentralisasi dan dekonsentrasi?
b. Apakah yang dimaksud dengan Otonomi Daerah?
c. Bagaimana hubungan desentralisasi dan dekonsentrasi terhadap pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia?
d. Apakah dampak adanya Otonomi Daerah di Indonesia?
e. Apakah solusi yang tepat untuk memperbaiki sistem Otonomi Daerah yang sudah
ada?
C.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini agar penulis lebih

mengetahui secara mendalam bahwa Desentralisasi dan Dekonsentrasi memiliki
peranan penting dalam pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia dalam upaya
menciptakan dan meningkatkan pembangunan suatu Bangsa.
Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat
kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
2Lihat misalnya buku “Federalisme Untuk Indonesia”, oleh Adnan Buyung Nasution yang disunting oleh
penyunting St. Sularto, T. Jakob Koekerits, Penerbit Kompas, Jakarta, 2000

Page 38

Maka
D.

Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan Studi
Kepustakaan, yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku dan
literatur serta informasi lainnya baik media online ataupun media cetak

yang

berhubungan dengan penulisan makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian
1. Pengertian dan Teori Desentralisasi
Desentralisasi saat ini telah menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang

diterima secara universal di setiap Negara, dengan berbagai macam bentuk penerapan
dan permasalahannya.Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan bahwa tidak semua
urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara monopoli oleh sentralisasi, hal ini
mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan
struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Definisi tentang desentralisasi sendiritelah ditulis oleh para ahli yang
jumlahnya sangatbanyak. Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran terhadap
desentralisasi ternyata sangat beragam dikarenakan perbedaan latar belakang politik,
pengalamandan pengaruh bentuk negara di mana masing masing mereka tinggal
dan berkembang, serta pendekatan terhadap desentralisasipun juga sangat bervariasi
dari negara yang satu ke negara yang lain3.

Pendapat Ahli beberapa diantaranya yaitu, Soenobo Wirjosoegito yang
memberikan definisi Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang oleh badan-badan
umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara
mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan
pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu4.

3Nick Devas, Indonesia: What do we mean by decentralisation? Public Administration and Development, Jurnal
vol. 17 , hal 351-36..
4Soenobo Wirjosoegito, Proses & Perencanaan Peraturan Perundangan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal

Page 38

Maka
Soejito (1990) menjelaskan bahwa desentralisasi sebagai suatu sistem dipakai
dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi , dimana sebagian
kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Pendapat Bank Dunia (1999) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan
alat mencapai tujuan pemberian pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan
proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis5.
Dari

pengertian

diatas,

maka

secara

umum

dapat

dijelaskan

bahwaDesentralisasi mengandung beberapa hal yaitu :
a.Adanya pelimpahan wewenang dan urusan dari Pemerintah pusat.
b. Adanya Daerah-Daerah yang menerima pelimpahan wewenang dari penyerahan
urusan.
c. Daerah-Daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus dan
mengatur rumah tangganya sendiri.
d. Kewenangan dari urusan yang dilimpahkan adalah kewenangan dari urusan rumah
tangga Daerah yang bersangkutan.
Agar

diperoleh

pandangan yang

kontekstual dan holistik,didalam

menjelaskan definisi desentralisasi, tim penulis selain mengambil dari beberapa
pendapat para ahli ,juga mengemukakan definisi menurut undang-undang yang
saat ini digunakan di Indonesia yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004. Jika ditinjau dari
sudut formal, menurut pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004, diartikan sebagai
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

1.a. Manfaat Desentralisasi
Para pakar-pakar menyimpulkan bahwa melalui desentralisasi tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
5Litvack, Jennie, Junaidi Achmad, and Richard Bird, Rethinking Decentralization inDeveloping Countries, The

World Bank

Washington D.C, USA,1999, hal 2

Page 38

Maka

1. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan.
a. Efisiensi
Melalui desentralisasi, kesejahteraan masyarakat di daerah diharapkanakan
lebih cepat terwujud karena pemerintah daerah akan lebih cepat dan fleksibel untuk
bertindak atas respon perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat di daerah.
Desentralisasi juga lebih melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
ketimbang menunggu keputusan dari pemerintah pusat sehingga kehidupan demokrasi
lebih terwujud, lebih memberi ruang untuk berkreasi dan berinovasi, dan
menghasilkan semangat kerja, komitmen dan produktivitas yang lebih tinggi 6

b. Efektivitas
Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat didaerah akan
lebih cepat mengetahui situasi dan masalah sehingga dapat mencarikan jawaban bagi
pemecahan masalah yang ada. Hal ini artinya harus dibarengi dengan penerapan
manajemen partisipasi, yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan
masalah.
2. Memungkinkan melakukan inovasi
Dengan diberikannya kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengurus
rumah tangganya sendiri, secara tidak langsung akan mendorong mereka untuk
menggali potensi-potensi baru yang dapat mendukung pelaksanaan urusan
pemerintahan dan pembangunan sehari-hari terutama dari sisi ekonomi serta
penciptaaniklim pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat sebagai
pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.
3. Meningkatkan motivasi moral, komitmen dan produktivitas.
Melalui

desentralisasi,

aparat

pemerintah

daerah

diharapkan

akan

meningkatkan kesadaran moral untuk memelihara kepercayaan yang diberikan oleh
pemerintah pusat, kemudian akan timbul suatu komitmen dalam diri mereka
bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah dipercayakan kepada mereka,

6Dr.Ir.H. Fadel Muhammad, REINVENTING LOCAL GOVERNMENT, PENGALAMAN DARI DAERAH, Kompas
Gramedia,Jakarta ,2008, hal

Page 38

Maka
serta bagaimana menunjukan hasil-hasil pelaksanaan urusan melalui tingkat
produktivitas yang mereka miliki7.
1.b

Tujuan Desentralisasi

Terdapat 3 (tiga) tujuan desentralisasi , yaitu yang pertamatujuan politik, untuk
menciptakan suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratis dan berbasis
pada kedaulatan rakyat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah,
dan legislatif secara langsung oleh rakyat.
Selanjutnya yaitu tujuan administrasi, agar pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh kepala daerah dan bermitra dengan DPRD dapat menjalankan
fungsinya untuk memaksimalkan nilai 4E yakni efektifitas, efisiensi, equity
(kesetaraan), dan ekonomi.
Terakhir yaitu tujuan sosial ekonomi, berupaya untuk mewujudkan
pendayagunaan modal sosial, modal intelektual dan modal finansial

masyarakat

sehingga dapat tercipta kondisi kesejahteraan masyarakat secara luas8
Selain itu, preferensi penduduk lebih terakomodasikan (Oates 1972; Manin,
Przeworski and Stokes 1999), tingkat akuntabilitas ditingkat lokal akan menjadi lebih
baik karena lebih mudah mempertanggungjawabkan kinerja pemerintah daerah
terhadap dewan perwakilan setempat (Peterson, 1997), manajemen fiskal menjadi
lebih baik (Meinzen-Dick, Knox and Gregorio 1999), dan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan jaminan pasar akan menjadi lebih baik (Wibbels 2000). Pendek kata,
cukup banyak literatur sangat optimis bahwa tingkat efisiensi menjadi lebih baik,
tingkat korupsi juga akan berkurang (Fisman, dkk. 2002), dan akan terjadi
peningkatan demokratisasi dan partisipasi (Crook and Manor 1998).9
1.c Kategori Desentralisasi

7Bambang

Yudoyono. Desentralisasi dan Pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD,Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal

8Oswar Mungkasa,Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia : Konsep, Pencapaian, dan Agenda kedepan
diakses dari
http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indonesia_Konsep_Pencapaian_dan_
Agenda_Kedepan ,10 Desember 2013 pukul 21.28
9Op.cit

Page 38

Maka
Rondinelli (1989) mengklasifikasikan desentralisasi berdasarkan tujuannya
menjadi empat bentuk, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi
pasar, dan desentralisasi administratif10.
(i)

Desentralisasi politik, digunakan oleh pakar ilmu politik yang menaruh
perhatian besar di bidang demokratisasi dan masyarakat sipil untuk
mengidentifikasi transfer kewenangan pengambilan keputusan kepada unit
pemerintahan yang lebih rendah atau kepada masyarakat atau kepada lembaga
perwakilan rakyat.
Dengan demikian desentralisasi politik juga melimpahkan kewenangan
pengambilan keputusan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, agar
mendorong masyarakat dan perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam
proses pengambilan keputusan. Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah
tingkat bawahan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan
secara independen, tanpa intervensi dan tingkatan pemerintahan yang lebih
tinggi.
Desentralisasi politik bertujuan memberikan kekuasaan yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat melalui perwakilan yang
dipilih oleh masyarakat sehingga dengan demikian masyarakat dapat terlibat
dalam penyusunan dan implementasi kebijakan.Biasanya desentralisasi dalam
bidang politik merupakan bagian dan upaya demokratisasi sistem pemerintahan.

(ii)

Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk
menganalisis dan melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui
mekanisme pasar yang sensitif terhadap keinginan dan melalui desentralisasi
pasar barang-barang dan pelayanan publik diproduksi oleh perusahaan kecil dan
menengah, kelompok masyarakat, koperasi, dan asosiasi swasta sukarela.
desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab yang
berkaitan sektor publik ke sektor swasta.

(iii) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan
pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi
kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit
pemerintah non pusat (sub-national government). Desentralisasi administratif,
10Rondinelli, D.A, Decentralisation, Territorial Power and the State: A CriticalResponse,Development and
Change, 1990 Vol. 21 , hal 491-500.

Page 38

Maka
memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi,
bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien
(iv) Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk
menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan
biaya dalam pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer dana ke daerah,
utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk melakukan pinjaman
berdasar kebutuhan daerah11

2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi
Dasar diselenggarakannya Dekonsentrasi adalah karena tidak semua wewenang
dan

tugas

pemerintahan

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan

asas

desentralisasi.Disamping itu, sebagai konsekuensi negara kesatuan, di Indonesia
memang tidak dimungkinkan semua wewenang pemerintah didesentralisasikan dan
diotonomkan sekalipun kepada daerah.Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan
pada wilayah provinsi karena dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi
untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubenur
sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah
provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian ini
adalah untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas
dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. Sementara itu,
dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi sendiri
adalah12:



Terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan



antar daerah;
Terwujudnya

keserasian

hubungan

antar

susunan

pemerintahan

dan

antarpemerintahan di daerah;
11Ragawino, Bewa. Makalah : Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diIndonesia, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran,Bandung, 2003, hal 3
12 Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Desentralisasi dan Tugas
Perbantuan

Page 38

Maka


Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya




daerah;
Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan;
Pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum
masyarakat;



Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam
sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink Dekonsentrasi adalah suatu attribrutie /
penyerahan

kewenangan

menurut

hukum

publik

kepada

pejabat-pejabat

departemen.Dari pengertian tersebut, beliau menyimpulkan bahwasanya saripati dari
pengertian tersebut adalah perwakilan dari badan-badan yang didesentralisasikan
terdiri dari pejabat-pejabat departemen.

Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan

bahwasanya badan-badan yang dapat didekonsentrasikan sendiri antara lain adalah
badan-badan yang termasuk dalam kelompok badan propinsi, kotamadya, badan
perairan (waterschap) demikian pula lichamen / badan-badan yang dibentuk menurut
Bab V dan VI Undang-Undang Dasar 1945.13
Menurut Ramlan Surbakti, Dekonsentrasi menggambarkan Pemerintah Lokal
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat karena pemerintah lokal menerima
tugas dan kewenangan negara dari pemerintah pusat. Maka dari itulah, pemerintah
lokal dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan

Negara tersebut tunduk dan

bertanggung jawab penuh kepada pemerintah pusat. Walaupun demikian, pemerintah
lokal tetap memiliki sejumlah keleluasaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan
tersebut sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. 14Ciri –ciri dari
dekonsentrasi sendiri adalah:




Bentuk pemencaran dari dekonsentrasi adalah dalam bentuk pelimpahan;
Pemencaran pada dekonsentrasi terjadi kepada pejabat / perseorangan;
Yang dipencarkan pada dekonsentrasi bukan urusan pemerintah, tetapi wewenang



untuk melaksanakan sesuatu;
Yang dilimpahkan dalam dekonsentrasi tidak menjadi urusan rumah tangga
sendiri.

13 Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink, 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi terjemahan Prof. Dr. Ateng
Syarifudin, S.H., Bandung: Refika Aditama, hal.29
14Prof. Ramlan Surbakti, M.A., PhD, 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, hal.221

Page 38

Maka
Selain itu, dalam dekonsentrasi segala urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah
pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi tanggung jawab daeri pemerintah
pusat yang meliputi:







Kebijaksanaan;
Perencanaan;
Pelaksanaan;
Pembiayaan;
Perangkat pelaksanaan.
Dalam hal Pelaksanaan dari dekonsentrasi serta ditinjau dari wilayah pembagian

negara, maka dekonsentrasi melahirkan pemerintahan local administratif, yakni
daerah

administratif

meliputi

tingkat

provinsi,

kabupaten,

dan

kecamatan.Pemerintahan local administratif ini diberi tugas atau wewenang
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan pusat yang ada di daerah.15
Dalam peraturan perundang-undangan, tepatnya dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, Dekonsentrasi diuraikan dalam pengertian
yang lebih singkat, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dijelaskan secara lebih rinci bahwasanya selain
kepada Gubernur dan Instansi vertikal di wilayah tertentu, dekonsentrasi dapat pula
diberikan kepada pejabat pemerintahan di daerah.
Selain itu pula, dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan pula bahwasanya
Prinsip dari penyelenggaraan dekonsentrasi adalah melalui pelimpahan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kementerian dan lembaga. Dalam hal
pendanaan dari dekonsentrasi, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah daerah bahwasanya Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan,
hal ini dapat disebut pula dengan dana dekonsentrasi. Dana dekonsentrasi ini berasal
dari Anggaran Pendapat Belanja Negara. Asal dana dekonsentrasi yang berasal dari
Anggaran Pendapat Belanja Negara ini didasarkan atas fakta bahwasanya urusan
15Presentasi Implementasi Fungsi Dekonsentrasi Dalam Kerangka Sistem Negara Kesatuan Yang
Terdesentralisasi, dalam Seminar Proposal Program Pasca Sarjana Pendidikan Doktor (S3)
Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Oleh Tri Widodo W. Utomo,
http://www.slideshare.net/triwidodowutomo/dekonsentrasi-dlm-kerangka-negara-kesatuan-ygterdesentralisasi, diakses 1 Desember 2013

Page 38

Maka
pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah urusan yang pada dasarnya adalah
urusan pemerintah pusat, namun dilimpahkan kepada pihak yang didekonsentrasikan.
Hal ini berbeda dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang membiayai urusan
pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Mengenai badan-badan yang dapat dikonsentrasikan selain Gubernur, disebut pula
instansi vertikal dapat menjadi badan yang didekonsentrasikan. Instansi vertikal
menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat
departemen dan / atau lembaga pemerintah non departemen yang mengurus urusan
pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam
rangka dekonsentrasi. Tidak layaknya pada Gubernur dimana dana tersebut
dialokasikan

dalam

Anggaran

Pendapatan

Belanja

Negara

sebagai

Dana

Dekonsentrasi, Dana untuk keperluan dekonsentrasi pada instansi vertikal yang
didekonsentrasikan dialokasikan secara khusus dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara sebagai dana instansi vertikal pusat di daerah.
2.a Pelaksanaan Dekonsentrasi
Urusan pemerintah yang dapat didekonsentrasikan antara lain adalah urusan
pemerintah yang menjadi wewenang pemerintah di bidang;


politik luar negeri, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang
politik luar negeri antara lain, mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan Negara lain, menetapkan



kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
pertahanan, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang pertahanan
antara lain, mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan
damai dan perang, menyatakan Negara dalam keadaan bahaya, membangun
dan mengembangkan sistem pertahanan Negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer bela Negara bagi setiap warga negara dan



sebagainya.
keamanan, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang keamanan
antara lain,

mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan

kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum
Page 38

Maka
negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu


keaman negara dan sebagainya.
yustisi, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang yustisi antara
lain, mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan



lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya.
moneter dan fiskal nasional, yang termasuk urusan pemerintahan di bidang
moneter dan fiskal nasional antara lain, mencetak uang dan menentukan nilai
mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang,



dan lain sebagainya.
agama, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang agama antara
lain, menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaran kehidupan keagamaan, dan lain sebagainya.

Yang juga perlu diingat adalah urusan pemerintahan yang dapat dikonsetrasikan
tidak terbatas pada 6 (enam) urusan pemerintahan tersebut.Selain 6 (enam) urusan
pemerintahan tersebut, urusan pemerintahan di luar 6 (enam) urusan pemerintahan,
pemerintah pusat dapat men-dekonsentrasikan-nya kepada wakil pemerintah pusat di
daerah ataupun gubernur selaku wakil pemerintah pusat.16
Urusan pemerintah tersebut didekonsentrasikan oleh instansi vertikal di
daerah.Sementara urusan pemerintah lainnya yang didekonsentrasikan kepada
perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri oleh instansi vertikal tertentu yang
berada di daerah.Sementara itu Gubernur sebagai pihak yang didekonsentrasikan
berwenang dalam sebagian urusan pemerintah.17 Dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah, gubernur sebagai wakil Pemerintah
melakukan:


sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah;

16Artikel Pembagian Urusan Pemenrintah dalam Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Sie. Analisis
Keuangan Daerah Ditama Binbangkum Badan Pemeriksa Keuangan RI, jdih.bpk.go.id/wpcontent/.../UrusanDekonTP.pdf, diakses 4 Desember 2013
17 Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam Negeri,
http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses 1 Desember 2013.

Page 38

Maka


penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program dan kegiatan



dekonsentrasi;
koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan.

Selain daripada itu, dalam hal pelaksanaan dekonsentrasi dapat pula dilakukan
penarikan atas pelaksanaan dekonsentrasi yang dilakukan oleh pihak yang
didekonsentrasikan. Hal tersbeut dapat dilakukan apabila:


urusan pemerintahan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah mengubah



kebijakan;
pelaksanaan urusan pemerintahan tidak sejalan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Dalam pelaksanaan dekosentrasi dikenal pula adanya Satuan Kerja Pelaksana

Daerah (SKPD), satuan kerja ini berfungsi sebagai organisasi/lembaga pada
pemerintah

daerah

yang

bertanggung

jawab

terhadap

pelaksanaan

dekonsentrasi/tugas pemerintahan di bidang tertentu di daerah provinsi,
kabupaten, atau kota. Salah satu bentuk pelaksanaan dari Satuan kerja ini adalah
fungsinya dalam hal pelaksanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan
kepada gubernur melalui penetapan. Selain itu satuan kerja ini juga bertugas untuk
menyusun pertanggung jawaban pelaksanaan dekonsentrasi yang nantinya akan
dilaporkan kepada gubernur dan kementerian dan/atau lembaga terkait.

3. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah
Otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18
Menurut Suwandi19, filosofi dari otonomi daerah adalah (i) eksistensi
pemerintah daerah dibuat untuk menciptakan kesejahteraan secara demokratis; (ii)
setiap kewenangan yang diserahkan ke daerah harus mampu menciptakan
kesejahteraan dan demokrasi; (iii) kesejahteraan dicapai melalui pelayanan publik;
(iv) pelayanan pubik dapat bersifat pelayanan dasar maupun bersifat pengembangan
sektor unggulan
18Penjelasan Pemerintah di dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
19Suwandi, Menggagas Otonomi Daerah di Masa Depan, Samitra Media Utama,Jakarta,2005, hal 17

Page 38

Maka
.
3.a Faktor-faktor yang mendukung Otonomi Daerah
Esensi Otonomi Daerah adalah berkembangnya Daerah dengan kemandirian
yang mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan, sesuai dengan konsep-konsep otonomi yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab. Faktor-faktor yang mendukung otonomi Daerah antara lain :
a.

Sumber Daya Manusia;

b.

Kemampuan Keuangan Daerah;

c.

Sarana dan Prasarana;

d.

Organisasi dan Manajemen.

Hal ini sesuai dengan Kaho (1988) yang menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi Daerah adalah :
(1)

Manusia pelaksananya harus baik ;

(2)

Keuangan harus cukup dan baik ;

(3)

Peralatannya harus cukup dan baik ;

(4)

Organisasi dan Manajemen harus baik.
Sedangkan kriteria keberhasilan Daerah Otonom untuk mengurus rumah

tangganya sendiri yaitu :
a.

Kemampuan Struktur organisasinya, yaitu Pemerintah Daerah menampung segala
aktifitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggungjawabnya. Jumlah unitunit beserta macamnya cukup mencerminkan kebutuhan pembagian tugas, wewenang
dan tanggungjawab yang cukup jelas;

b.

Kemampuan aparatur Pemerintah, yaitu aparatur Pemerintah Daerah mampu
menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah, keahlian,
moral disiplin dan kejujuran serta saling menunjang tercapainya tujuan;

c.

Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat, dengan struktur organisasi dan
kelincahan aparatur Pemerintah tetap dituntut agar rakyat mau berperan serta dalam
kegiatan pembangunan;
Kemampuan keuangan Daerah, semua kegiatan untuk mencapai tujuan pasti
membutuhkan biaya. Sehingga Pemerintah Daerah perlu memikirkan biaya untuk
semua kegiatan sebagai pelaksanaan pengaturan rumah tangganya.

Hal ini

memerlukan sumber-sumber pendapatan Daerah atau sebagian mendapat subsidi dari
Pemerintah atasannya.
Page 38

Maka

4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi di Indonesia
Kurun Waktu
1903 (Belanda)

Prinsip Otonomi dan Landasan Yuridis
Sentralisasi
Stb 18552/2

1942-1945 (Jepang)

Decentralisatie Wet 1903
Sentralisasi

1945-1959

Osamu Sirei No.27 Thn 2602 (1942)
Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi
UU No.1 Tahun 1945
UU No.22 Tahun 1948

1959-1966

UU No.1 Tahun 1957
Otoriter, Sentralistik,Dekonsentrasi
Penpres No.18/1959

1966 -1969/1971

UU No.18/1965
Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi

1971-1998

TAP MPRS No.21/1966
Otoriter, Sentralistik, Dekonsentrasi
TAP MPR No.IV/1973
UU No.5/1974

1998- sekarang

UU No.5/1979
Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi
TAP MPR No.IV/1998
UU No.22/1999
UU No.25/1999
UU No.32/2004

UU No.33/2004
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30365/4/Chapter%20II.pdf

4.a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Peraturan dasar ketatanegaraan Reglement op het Beleid der Regering van
Nederlandsch Indie (Stb 18552/2) menegaskan bahwa pemerintahan saat itu tidak

Page 38

Maka
mengenal desentralisasi hanya sentralisasi dengan menjalankan dekonsentrasi. Secara
hirarkis di Jawa dikenal istilah Gewest (Residentie), Afdeeling, District, dan Onderdistrict.
Tahun

1903

Pemerintah

Kerajaan

belanda

menetapkan

Wethoudende

Decentralisatie van het bestuur in Nederlandsch Indie (Stb.1903/329) yang dikenal
dengan istilah Decentralisatie 1903. Dengan terbentuknya peraturan ini terdapat
kemungkinkan untuk membentuk Gewest atau bagian Gewest yang mempunyai
pengelolaan keuangan sendiri untuk membiayai segala kegiatannya.20
4.b Masa Pendudukan Jepang
Pada awalnya pemerintahan bekas wilayah jajahan Belanda di bagi kedalam 3
komando yang dilaksanakan oleh komando angkatan masing masing yang disebut
Gunseikan. Komando tersebut adalah :
a. Sumatera dibawah komando Panglima Angkatan darat XXV yang berkedudukan
di Bukittinggi.
b. Jawa dan Madura berada dibawah Komando Panglima Angkatan darat XVI yang
berkedudukan di Jakarta.
c. Daerah lainnya berada di bawah Komando Panglima Angkatan Laut yang
berkedudukan di Makasar.
Pada tanggal 11 September 1943 kekuasaan pemerintah berada pada satu tangan,
yaitu tangan Saikosikikan yang berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Dibawah
Saikosikikan segala sesuatu dilakukan oleh Kepala Staf (Gunseikan) yang sekaligus
sebagai kepala staf angkatan perangnya. Aturan yang dikeluarkan oleh Saikosikikan
disebut Osamuseirei dan yang dikeluarkan oleh kepala staf disebut Osamukanrei.
Osamuseirei nomor 3 yang dkeluarkan oleh saikosikikan mengatur pemberian
wewenang kepada Walikota yang semula hanya berhak untuk mengatur rumah tangga,
selanjutnya diwajibkan juga untuk menjalankan urusan Pemerintahan Umum.21

20Wijoyo Kusumo, Sejarah Desentralisasi di Indonesia, diakses pada
http://wijoyokusumo.wordpress.com/2010/08/11/sejarah-desentralisasi-di-indonesia/ , 10 Desember
2013, pukul 22.48
21Ibid, Pukul, 22 : 58

Page 38

Maka
4.c Masa Orde Lama
Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang
pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-undang Nomor 1
Tahun 1945.Ditetapkanya undang-undang ini merupakan resultante dari berbagai
pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-kerajaan serta pada masa
pemerintahan kolonialisme, undang-undang ini menekankan pada aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat
Daerah.Didalam undang-undang ini pula ditetapkan 3 jenis otonom, yaitu
Karasidenan, Kabupaten dan Kota.
Pada periode berlakunya undang-undang ini, otonomi daerah diberikan kepada
daerah bersamaan pada saat pembentukan daerah melalui undang-undang berupa
kewenangan pangkal dan sangat terbatas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun
belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan
( desentralisasi ) kepada daerah. Undang-undang ini berumur kurang lebih 3 tahun
karena diganti dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 1948.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang
susunan pemerintahan Daerah yang demokratis. Didalam undang-undang ini
ditetapkan 2 jenis otonom daerah, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom
istimewa serta 3 tingkatan daerah otonom yaitu, provinsi, kabupaten dan desa.
Mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan
sebagian

urusan

pemerintahan

kepada

daerah

telah

mendapat

perhatian

pemerintah.Pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan undang-undang tentang
pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan
pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.
Sebanyak 33 peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan
pemerintahan yang diterbitkan dalam periode ini meliputi 7 bidang urusan, baik
kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.Undang-undang pembentukan Daerah
tingkat I dan Daerah Tingkat II, memberlakukan secara mutadis ketentuan-ketentuan
yang menyangkut penyerahan urusan tersebut kepada Daerah tingkat I dan Daerah
tingkat II yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, sebagai pengaturan tunggal pertama
yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia menitik beratkan pengaturan pada
aspek otonomi yang seluas-luasnya. Pelaksanaan otonomi daerah semakin mendapat
Page 38

Maka
perhatian pemerintah sebagai konsekuensi logis dari ketentuan pasal 18 Undangundang Dasar 1945, dimana pemerintah diwajibkan melaksanakan politik
desentralisasi disamping dekonsentrasi. Berkenaan dengan itu, pada masa berlakunya
undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 terdapat kurang lebih 10 peratutan pemerintah
tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang diterbitkan sebelumnya.
Berbeda dengan peraturan pemerintah yang mengatur penyerahan sebagian urusan
pemerintahan kepada daerah Tingkat I berlaku untuk seluruh Indonesia.
Selanjutnya yaitu undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, menganut sistem
otonomi yang seluas-luasnya seperti undang-undang yang digantikannya. Undangundang ini dinyatakan tidak berlaku berdasarkan undang-undang Nomor 6 Tahun
1969, dengan adanya pernyataan tidak berlakunya undang-undang ini pada saat
ditetapkannya Undang-undang yang menggantikannya.Dengan adanya pernyataan
undang-undang Nomor 6 Tahun 1969.Berbagai ketentuan yang ditetapkan dengan
undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak dapat dilaksanakan.Prinsip otonomi yang
dianut adalah otonomi yang seluas-luasnya.Tetapi justru pada periode berlakunya
undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 ini tidak ada peraturan pemeritah yang
diterbitkan dalam rangka penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah.
4.d Masa Orde Baru
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di
daerah, dibuat dan diundangkan sebagai pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun
1965. Penggantian ini berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XXI/MPRS/1966, yang
menyatakan bahwa pemerintah dan DPR gotong royong ditugaskan untuk meninjau
kembali UU No.18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Realisasi
ketetapan MPRS baru bisa diwujudkan 9 tahun kemudian dengan diundangkannya
undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.Undang-undang ini mengatur tentang pokokpokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat didaerah.Kekeliruan
yang lebih mengutamakan desentralisasi pernah diperbaiki, dengan memberikan
pengakuan terhadap pentingnya asas dokonsentrasi. Undang-undang ini berumur
paling panjang yaitu 25 tahun dan kemudian digantikan dengan undang-undang
Nomor 22 Tahin 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.22
22Karen Evieta Putri, Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, diakses padahttp://alsaindonesia.org/site/desentralisasi-dan-otonomi-daerah-dalam-negarakesatuan-republik-indonesia/ , 10 Desember 2013, Pukul 22.56

Page 38

Maka

4.d Era Reformasi
Bermula

dari

Ketetapan

MPR-RI

Nomor

XV/MPR/1998

tentang

Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dilanjutkan dengan 7 Mei 1999, lahirlah UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan
daerah, menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik.
Kedua undang-undang ini mengatur wewenang otonomi yang diberikan luas
kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota. Selain itu bupati dan walikota pun
dinyatakan bukan lagi sebagai aparat pemerintah yang hierarkis di bawah gubernur.
Jabatan tertinggi di kabupaten dan kota itu merupakan satu-satunya kepala daerah di
tingkat lokal, tanpa bergantung pada gubernur.
Setiap bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerah
kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang diberikan kepada bupati/walikota
dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances) yang memadai antara
eksekutif dan legislatif. Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik
riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri
pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh
politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat
daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD). Undang-undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah
dapat langsung dinyatakan berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras
berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya persetujuan dari
penguasa pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap perda yang akan diberlakukan.
UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 juga memberikan kerangka yang cukup
ideal bagi terwujudnya keadaan politik lokal yang dinamis dan demokratis di setiap

Page 38

Maka
daerah. Namun, praktik-praktik politik yang menyusul setelah itu masih belum
sepenuhnya memperlihatkan adanya otonomi yang demokratis.
Hubungan pusat dan daerah juga masih menyimpan ancaman sekaligus harapan.
Menjadi sebuah ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah kepada
disintegrasi bangsa semakin besar. Bermula dari kemerdekaan Timor Timur (atau
Timor Leste) pada tanggal 30 Agustus 1999 melalui referendum. Berbagai gelombang
tuntutan disintegrasi juga terjadi di beberapa daerah seperti di Aceh, Papua, Riau dan
Kalimantan. Meskipun ada sejumlah kalangan yang menganggap bahwa kemerdekaan
Timor Timur sudah seharusnya diberikan karena perbedaan sejarah dengan bangsa
Indonesia dan merupakan aneksasi rezim Orde Baru, tetapi efek domino yang
timbulkannya masih sangat dirasakan, bahkan dalam MoU Helsinki yang
menghasilkan UU Pemerintahan Aceh.Gejolak terus berlanjut hingga, Aceh dan
Papua akhirnya diberi otonomi khusus.
Menjadi harapan, karena Amandemen kedua konstitusi, telah mengubah wajah
Pemerintahan Daerah menjadi lebih demokratis dan lebih bertanggung jawab. Pasal
18 ayat (5) UUD 1945 (redaksi baru), Perubahan Kedua, berbunyi, “Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemreintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat“. Pasal 1 ayat (1)
UUD 1945 tidak dapat dibaca secara terpisah dengan Pasal 18 ayat (1) dan (5) UUD
1945 (redaksi baru).
Dalam pemhaman ini, M. Laica Marzuki mengatakan, bentuk negara (de
staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca -dan dipahami- dalam makna: Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang disusun
berdasarkan desentralisatie, dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-luasnya,
menurut Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 (redaksi baru) juncto Pasal 18 ayat (1) dan (5)
UUD 1945 (redaksi baru).
Lima tahun berlangsung, UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 dipandang
perlu direvisi, hingga lahirlah UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan menggantikan UU No. 22/1999 dan UU

Page 38

Maka
No. 25/1999 tersebut. UU No. 32 Tahun 2004 ini sempat mengalami perubahan
berdasarkan UU No. 8 tahun 2005 dan UU No. 12 tahun 2008.
Tahun 2007, kemudian dikeluarkan PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian
urusan. Walau telah dibagi-bagi kewenangan pusat dan daerah, namun PP ini
dipandang telah menegasikan kewenangan daerah. Revisi lebih komprehensif
kemudian diwacanakan kembali pada UU No. 32/2004 untuk lebih menterjemahkan
lebih kongkrit kewenangan pusat dan daerah. 23

B. HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DESENTRALISASI DAN
DEKONSENTRASI
1. Hubungan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi
Penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada
daerah otonom bermakna peralihan kewenangan secara delegasi, lazim disebut
delegation of authority.Dengan demikian, pemberi delegasi kehilangan kewenangan
itu, semua beralih kepada penerima delegasi.Berbeda ketika pelimpahan wewenang
secara mandatum, pemberi mandat atau mandator tidak kehilangan kewenangan
dimaksud. Mandataris bertindak untuk dan atas nama mandator. Sebagai
konsekuensinya bahwasanya pemerintah pusat kehilangan kewenangan dimaksud.
Semua beralih menjadi tanggungjawab daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat, Pasal 10 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwasanya urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi a. politik luar negeri, b.
pertahanan, c. keamanan, d. yustisi, e. moneter dan fiskal, f. agama.24
Pusat

tidak

boleh

mengurangi,

apalagi

menegasikan

kewenangan

pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah otonom. Namun demikian, daerah
otonom-daerah otonom tidak boleh melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Betapa

23Ade Suerani, Sejarah Desentralisasi di Indonesia (Selesai), diakses
padahttp://hukum.kompasiana.com/2010/07/26/sejarah-desentralisasi-di-indonesia-selesai-205206.html
, 11 Desember 2013, 21.54
24Penjelasan di dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah BAB III Pembagian Urusan
Pemerintahan pasal 10 ayat 3

Page 38

Maka
pun luasnya cakupan otonomi, desentralisasi yang mengemban pemerintahan daerah
tidaklah boleh meretak-retakkan bingkai Negara Kesatuan RI.
Secara formal normatif, arah desentralisasi sudah cukup baik. Namun, dalam
tataran empiris komitmen pemerintah pusat tidak konsisten. Praktek-praktek
monopoli dan penguasaan urusan-urusan strategis yang menyangkut pemanfaatan
sumber daya alam termasuk perizinan di daerah, dikuasai pusat.
Intervensi pusat pada daerah begitu besar.Penyerahan urusan/wewenangan yang
semestinya dilakukan dengan penyerahaan sumber keuangan tidak dilakukan.Pusat
melakukan penganggaran pembangunan daerah tanpa melibatkan DPRD sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pembiayaan fungsi-fungsi pemerintahan di
daerah lebih dominan berasal dari APBN, yang semestinya diserahkan sebagai dana
perimbangan untuk APBD
Robert Reinow dalam buku Introduction to Government, mengatakan
bahwa ada 2 (dua) alasan pokok dari kebijaksanaan membentuk pemerintahan di
daerah.Pertama, membangun kebiasaan agar rakyat memutuskan sendiri sebagian
kepentingannya yang berkaitan langsung dengan kedaerahan.Kedua, memberi
kesempatan kepada masing-masing komunitas yang mempunyai tuntutan yang
bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri. Menurut
Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kerangka
desentralisasi ada 4 (empat) macam25, yaitu:
1. Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
2. Dasar pemeliharaan dan pengambangan prinsip-prinsip pemerintahan asli.
3. Dasar kebhinekaan.
4. Dasar negara hukum.
2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Dekonsentrasi
Otonomi Daerah yang merupakan suatu pemberian wewenang pemerintahan
kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri dan berdaya untuk membuat
keputusan mengenai kepentingan daerahnya terdiri atas dua instrumen, yakni
instrumen politik dan instrumen administrasi / manajemen.Dimana kedua instrumen
tersebut secara bersama-sama digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya lokal
25Bagir Manan, Pemerintahan Daerah bagian I, penerbit UGM, Yogyakarta, 1989, hal

Page 38

Maka
daerah, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan
masyarakat di daerah.26
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yakni;


Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pe