Dalam pengaturan dan penataan kerjasama
Dalam pengaturan dan penataan kerjasama ekonomi internasional, hukum internasional telah
menunjukkan peranannya yang sangat besar, terutama dalam hubungan perdagangan internasional.
Kerjasama ekonomi internasional disebabkan karena adanya perbedaan endowment,
produktivitas,human capital, skala ekonomi, dll. Bentuk kerjasama internasional dalam bidang
ekonomi biasanya melalui perdagangan internasional. Tujuan perdagangan internasional antara lain:
memperluas aktivitas suatu negara dalam perdagangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kerjasama perdagangan tersebut harus didasari sikap saling menguntungkan dan saling menghormati
berdasarkan prinsip dasar hukum:
1.
Kebebasan berkontrak >> bebas melakukan jenis kontrak yang para pihak sepakati, bebas
memilih forum menyelesaikan sengketa, asal tidak bertentangan dengan UU dan kepentingan umum.
2.
Pacta sunt sevananda >> harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, atau dengan maksud
baik.
3.
Penyelesaian sengketa melalui arbritase
Semakin maraknya perdagangan internasional, membuat fenomena banyak negara yang melakukan
kerja sama perdagangan membentuk blok-blok perdagangan (bilateral, regional, multilateral, dll).
Karena makin luasnya ruang lingkup perdagangan, menjadi penting untuk menyediakan aturan-aturan
untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari kebijakan praktik-praktik
yang merugikan negara lainnya.
Secara payung hukum, perlu dilakukan harmonisasi dan unifikasi hukum. Harmonisasi hukum
bertujuan mencari kerseragaman prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem
hukum yang ada. Sedangkan unifikasi hukum, penyeragaman mencakup penghapusan dan
penggantian suatu sistem hukum dengan sistem hukum yang baru yang lebih sesuai.
Perjanjian perdagangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan para pihak yang
membuatnya. Karena itu, perjanjian perdagangan internasional hanya akan mengikat suatu negara
apabila negara tersebut sepakat untuk meratifikasinya. ketika suatu negara telah meratifikasi, maka
negara tersebut wajib untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasionalnya. Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi tersebut kemudian menjadi bagian dari hukum nasional negara
tersebut.
Dalam menjalankan fungsinya, hukum internasional tergantung kepada subjek hukumnya, yaitu:
1.
Negara: subjek hukum terpenting dalam perdagangan itnernasional >> negara yang memiliki
kedaulatan >> bisa membentuk organisasi internasional >> bisa mengadakan perjanjian internasional
yang mengatur transaksi perdagangan.
2.
Organisasi perdagangan interanasional >> melakukan regulasi-regulasi seperti hak cipta,
merek dagang, disain industri, paten, HAKI, dst.
3.
Individu >> pelaku utama perdagangan internasional. Apabila individu merasa bahwa hal-hal
bidang perdagangannya terganggu, ia dapat meminta bantuan negaranya untuk memajukan klaim
terhadap negara yang merugikannya ke hadapan badan-badan peradilan internasional
Namun, kelemahan perdagangan internasional dalam hukum internasional yaitu: hukum perdagangan
internasional masih pragmatis dan pesimis >> aturan dalam hukum dagang internasional kurang
objektif didalam “memaksakan" negara-negara untuk tunduk pada hukum. Jadi, negara memiliki
kekuatan politis dan ekonomi dalam memanfaatkan perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.
Peran Hukum Internasional Dalam Pertahanan
Hukum internasional telah pula berperan dalam program pelucutan senjata (disarmament), terutama
dalam hal pengawasan anggaran pertahanan internasional, pengembangan senjata-senjata nuklir, dan
perdagangan senjata-senjata konvensional. Kebijakan suatu negara yang dirumuskan dalam aktivitas
meningkatkan anggaran pertahanan, mengembangkan senjata nuklir, dan aktif dalam jual beli senjata
dapat menimbulkan ancaman (secara langsung atau tidak langsung bagi negara lainnya). Terkait
perdagangan senjata, jika suatu negara lemah dalam penegakan hukum dan sistem keamanan
kawasan, maka dapat dimanfaatkan oknum tertentu dalam penyelundupan senjata. Aktivitas-aktivitas
tersebut dapat memacu hubungan internasional yang tidak baik, bahkan dapat menimbulkan sengketa.
Jika terjadi sengketa, maka hukum internasional akan berperan dalam upaya penyelesaiannya,
misalnya dengan program pelucutan senjata (disarmament). Program tersebut bertujuan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan
keamanan internasional.
Bentuk penyelesaian sengekta dapat dilakukan secara damai maupun secara paksaan. Bentuk
penyelesaian sengketa damai antara lain:
1.
2.
Negosiasi >> penyelesaian melalui kesepatakatan atau consensus
Pencarian fakta >> mendirikan sebuah komisi untuk mencari dan mendengarkan semua buktibukti terkait permasalahan
3.
Jasa-jasa baik >> penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga.
4.
Mediasi >> penyelesaian sengketa melalui mediator yang netral
Sedangkan bentuk penyelesaian sengketa menggunakan kekerasan antara lain:
1.
Perang dan tindakan bersenjata lainnya
2.
Retorsi >> tindakan balas dendam suatu negara, misalnya pemutusan hubungan diplomatik
3.
Tindakan pembalasan atas pelanggaran internasional
Berdasarkan bentuk penyelesaian sengketa yang telah saya uraikan, maka hukum internasional sangat
berperan dan berpengaruh terhadap ketertiban internasional. Peran tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
peran yang telah dan yang akan dijalankan.
Peran yang telah dijalankan:
1.
Menjamin ketertiban internasional >> kekhawatiran banyak negara terhadap bahaya nuklir
yang sangat dahsyat menghasilkan kesepakatan untuk membuat hukum internasional yang menjamin
ketertiban dan keamanan tiap negara agar terhindar dari bahaya reaktor nuklir >> secara tidak
langsung menjadi instrumen agar tiap negara tidak mengembangkan nuklir (taat dan tertib pada
hukum internasional). Contoh: polisi dunia, Amerika Serikat sangat keras terhadap negara yang
mengembangkan nuklir seperti Iran. USA sempat melakukan tindakan embargo agar Iran tidak
melanjutkan proyek nuklirnya, dengan dalih untuk menjaga ketertiban internasional.
2.
Menjamin perdamaian dunia >> meminimalisir terjadinya konflik dengan pembatasan jumlah
perdagangan senjata (terutama yang ilegal). Hal ini menjamin dunia terhindar dari perang dan bentuk
pelanggaran HAM lainnya.
Peran yang akan dijalankan:
1.
Hukum internasional menjamin keamanan nasional dan eksistensi suatu negara. Jika suatu
negara terlibat sengketa dengan negara lainnya, maka akan berdampak kepada hal yang sensitif.
Maksudnya jika negara rival meningkatkan anggaran pertahanan, ada kemungkinan negara lainnya
juga meningkatkan anggaran pertahanannya karena ada mosi kecurigaan atau merasa terancam >>
hukum internasional dapat meminimalisir ancaman tersebut dengan mengakui keberadaan kedua
negara tersebut >> maksudnya dengan memastikan tidak ada negara yang terancam dalam artian akan
dikuasai oleh negara lain >> Intinya, suatu negara tidak bisa semena-mena menyerang negara lain,
walaupun memiliki alutsista yang canggih (karena anggaran pertahanannya tinggi).
2. perbedaan antara shareholders dan stakeholders
3. SHAREHOLDERS
4. pemegang saham dalam sebuat perusahaan, entah yg minoritas / mayoritas.biasanya berada
diluar perusahaan.
5. STAKEHOLDERS
6. Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan
tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya
perusahaan. Terkadang timbul tekanan – tekanan baik dari luar perusahaan ataupun dari
dalam perusahaan. Tekanan ini siftanya tidak selalu buruk, terkadang tekanan justru
memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan perusahaan.
7. Tugas public relation tentunya untuk menjalin hubungan yang baik terhadap pihak – pihak
yang berhubungan dengan perusahaan melalui proses komunikasi. Siapa yang di maksud
dengan pihak – pihak tersebut? Yang di maksud di sini adalah khalayak yang menjadi sasaran
kegiatan PR dan di sebut stakeholders.
8. Stakeholder itu apa ya ? untuk memahami hal ini saya coba mengambil pengertian
stakeholder dari buku "Rhenald Kasali Manajemen Public Relations halam 63 " sebagi
berikut:
9. "Stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang
mempunyai peran dalam menentukan perusahaan. Stakeholders bisa berarti pula setiap
orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Penulis manajemen yang lain
menyebutkan bahwa stakeholders terdiri atas berbagai kelompok penekan (pressure group)
yang mesti di pertimbangkan perusahaan"
10. Stakeholders ini secara umum bisa di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang di
dalam perusahaan atau di sebut internal stakehoders dan yang berada di luar perusahaan yang
di sebut external stakeholder
Stakeholders Intern
Stakeholders Extern
1. Pemegang saham
1. Komsumen
2. Manajemen dan Top Executive
2. Penyalur
3. Karyawan
3. Pemasok
4. Keluarga Karyawan
4. Bank
5. Pemerintah
6. Pesaing
7. Komunitas
8. Pers
PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
Posted on 27 Juni 2012 by prasetyooetomo
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007.
Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu
tahun setelah diundangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, UUPT tahun 1995 tersebut sebagai
pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan
Pasal 56, dan segala perubahannya(terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak
suara para pemegang saham yang diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia
atas saham -Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)- diundangkan dalam
Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.
Pengertian perseroan terbatas
Berdasarkan Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan
hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak
dan kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan
perantaraan pengurusnya).
Unsur- unsur perseroan terbatas
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan PT menurut UUPT
harus memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg merupakan persekutuan modal;
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta perat
PERSYARATAN MATERIAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan material antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan
Mekanisme Pendirian PT
Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi ( akta yang dibuat oleh notaris ) yang di
dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan,
dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang
Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai
dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1
tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah
berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak
perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40
tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga.
Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI ) tetap berlaku,
hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban
Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi
merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan
terbatasmenjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan
kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah
maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat
modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan
merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan
jumlah yang disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang
dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.
Pembagian Wewenang Dalam PT
Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga ada
pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat
diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya (profesional). Struktur organisasi perseroan
terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan
mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan
dengan tugas tersebut, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan
kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar (diatas 50 %) maka direksi harus
melaporkannya ke para pemegang saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.
Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris bisa
memeriksa pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan
direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan
diberhentikan atau tidak.
Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham, semua pemegang saham sebesar/sekecil apapun
sahamnya memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalahmasalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus dilaksanakan
segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar suara miliknya ke pemegang lain yang
disebut proxy. Hasil RUPS biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk
dijalankan.
Isi RUPS :
Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris
Memberhentikan direksi atau komisaris
Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris
Mengevaluasi kinerja perusahaan
Memutuskan rencana penambahan/pengurangan saham perusahaan
Menentukan kebijakan perusahaan
Mengumumkan pembagian laba (dividen)
BEABSAHAN RUPS
– RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar
menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
– Dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
– Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan
tidak mencapai kuorum.
– RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran
dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
– Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar
ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
– Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh
ketua pengadilan negeri.
– Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap.
– Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
– RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan
Perbedaan UUPT lama dan baru :
Berikut beberapa perbedaan UUPT lama (UUPT 1 TAHUN 1995) dan UUPT baru (UUPT 40 Tahun
2007) :
•1. Kepemilikan
Komentar PIHI:
Tidak ada perubahan dalam hal kepemilikan baik oleh swasta maupun oleh negara.
•2. Pengesahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 9
•(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri
bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian
perseroan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 9
•(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri
dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
•a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
•b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
•c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
•d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
•e. alamat lengkap Perseroan.
•(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan
nama Perseroan.
•3. Modal dan Saham
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 25
Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 32
•(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Komentar PIHI :
Modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus disetor penuh.
4. Penyelenggaraan RUPS
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan
usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik
Indonesia.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 77
•(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.
Komentar PIHI:
Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui
media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.
•5. Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility – CSR)
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Tanggung jawab Sosial (CSR).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Pasal 66
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
c. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74
•(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
•(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
•(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
•(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Komentar PIHI:
Dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(CSR). Apabila tidak melaksanakan Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (CSR) harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan
Perseroan.
Kewajiban CSR hanya dikenakan pada perusahaan yang bergerak dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam karena adanya pertimbangan saat penyusunan UUPT baru tersebut, terjadi protes
dari asosiasi pengusaha karena ada penilaian CSR bakal menambah beban perusahaan karena menjadi
biaya tambahan baru.
6. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pemisahan tidak diatur
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 1
•12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua
Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu
Perseroan atau lebih.
pasal 135
•(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
•a. Pemisahan murni; atau
•b. Pemisahan tidak murni
•(2) Pemisahan murni sebgaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum.
•(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang
menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.
Komentar PIHI:
Pemisahan adalah hal baru yang diatur dalam undang-undang PT baru dimana dalam undang-undang
PT lama tidak diatur mengenai pemisahan. Pemisahan dapat dilakukan dengan cara pemisahan murni
dan tidak murni.
7. Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya status badan hukum Perseroan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 114
Perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
•a. berdasarkan keputusan RUPS;
•b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
•c. berdasarkan penetapan pengadilan;
•d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
•e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang; atau
•f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
. Tanggung Jawab Direksi
Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya.. Apabila Direksi terdiri dari atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UUPT, anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas
kerugian sebagaimana yang dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan:
1.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2.
Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3.
Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4.
Telah mengambil tindakan untuk mencagah timbul atau selanjutnya kerugian tersebut.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup
untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, maka Pasal 104 ayat (2)
UUPT mengatur bahwa setiap anggota Direksi secara tanggung-renteng bertanggung jawab atas
seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab yang dimaksud
diatas, berlaku juga bagi Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Anggota Direksi dapat tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud
diatas, jika dapat membuktikan bahwa: (i) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya; (ii) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
(iii) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan (iv) telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yaitu dalam hal melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan
itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberikan nasehat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan. Kemudian setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. Jika Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, maka
tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Dewan Komisaris (Pasal 114 ayat (3) UUPT). Namun, Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 114 ayat (3) UUPT
apabila dapat membuktikan:
1.
Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2.
Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3.
Telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak
cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, Pasal 114 ayat (4)
UUPT mengatur bahwa setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut
bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Tanggung jawab
sebagaimana dimaksud diatas, berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak
menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Namun, anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana
dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan bahwa: (i) kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya; (ii) telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (iii)
tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan (iv) telah memberikan nasehat
kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang
memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai
dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders
RESTRUKTURISASI dan PRIVATISASI BUMN”
Pengertian Restrukturisasi
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang
merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan
guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Pengertian Privatisasi
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh
masyarakat.
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
1.Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat
beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.
2.Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
a)meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
b)memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c)menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen;
dan
d)memudahkan pelaksanaan privatisasi.
3.Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud di atas tetap memperhatikan asas
biaya dan manfaat yang diperoleh.
Ruang Lingkup Restrukturisasi
:
a)restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
b)restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi :
1.peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat
monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2.penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku
badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsipprinsip tata kelola perusahaan
yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik;
3.restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional,
sistem, dan prosedur.
Maksud dan Tujuan Privatisasi
1.Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk :
a)memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
b)meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
c)menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
d)menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
e)menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
f)menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
2.Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah
perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Prinsip Privatisasi
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Kriteria Perusahaan yang dapat diprivatisasi
1.Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:
a)industri/sektor usahanya kompetitif; atau
b)industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
2.Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan
umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan
oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan
untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
a)Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
hanya boleh dikelola oleh BUMN;
b)Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan
keamanan negara;
c)Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus
untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
d)Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Cara Pelaksanaan Privatisasi
a)penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
b)penjualan saham langsung kepada investor;
c)penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Komite Privatisasi
1.Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan
kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai
wadah koordinasi.
2.Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian
dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero
melakukan kegiatan usaha.
3.Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Komite privatisasi bertugas untuk:
a)merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan
Privatisasi;
b)menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi;
c)membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul
dalam proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral
pemerintah.
Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas dapat
mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain
yang dipandang perlu.
Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan
tugasnya kepada Presiden.
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk:
a)menyusun program tahunan Privatisasi;
b) mengajukan program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh
arahan;
c)melaksanakan Privatisasi.
Tata Cara Privatisasi
1.Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaanperusahaan dan
mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
2.Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya
disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
3.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan
dilarang terlibat dalam proses Privatisasi.
Kerahasiaan Informasi
1.Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga
kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.
2.Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil Privatisasi
1.Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas
Negara.
2.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sumber Bacaan: Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara.
menunjukkan peranannya yang sangat besar, terutama dalam hubungan perdagangan internasional.
Kerjasama ekonomi internasional disebabkan karena adanya perbedaan endowment,
produktivitas,human capital, skala ekonomi, dll. Bentuk kerjasama internasional dalam bidang
ekonomi biasanya melalui perdagangan internasional. Tujuan perdagangan internasional antara lain:
memperluas aktivitas suatu negara dalam perdagangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kerjasama perdagangan tersebut harus didasari sikap saling menguntungkan dan saling menghormati
berdasarkan prinsip dasar hukum:
1.
Kebebasan berkontrak >> bebas melakukan jenis kontrak yang para pihak sepakati, bebas
memilih forum menyelesaikan sengketa, asal tidak bertentangan dengan UU dan kepentingan umum.
2.
Pacta sunt sevananda >> harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, atau dengan maksud
baik.
3.
Penyelesaian sengketa melalui arbritase
Semakin maraknya perdagangan internasional, membuat fenomena banyak negara yang melakukan
kerja sama perdagangan membentuk blok-blok perdagangan (bilateral, regional, multilateral, dll).
Karena makin luasnya ruang lingkup perdagangan, menjadi penting untuk menyediakan aturan-aturan
untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari kebijakan praktik-praktik
yang merugikan negara lainnya.
Secara payung hukum, perlu dilakukan harmonisasi dan unifikasi hukum. Harmonisasi hukum
bertujuan mencari kerseragaman prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem
hukum yang ada. Sedangkan unifikasi hukum, penyeragaman mencakup penghapusan dan
penggantian suatu sistem hukum dengan sistem hukum yang baru yang lebih sesuai.
Perjanjian perdagangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan para pihak yang
membuatnya. Karena itu, perjanjian perdagangan internasional hanya akan mengikat suatu negara
apabila negara tersebut sepakat untuk meratifikasinya. ketika suatu negara telah meratifikasi, maka
negara tersebut wajib untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasionalnya. Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi tersebut kemudian menjadi bagian dari hukum nasional negara
tersebut.
Dalam menjalankan fungsinya, hukum internasional tergantung kepada subjek hukumnya, yaitu:
1.
Negara: subjek hukum terpenting dalam perdagangan itnernasional >> negara yang memiliki
kedaulatan >> bisa membentuk organisasi internasional >> bisa mengadakan perjanjian internasional
yang mengatur transaksi perdagangan.
2.
Organisasi perdagangan interanasional >> melakukan regulasi-regulasi seperti hak cipta,
merek dagang, disain industri, paten, HAKI, dst.
3.
Individu >> pelaku utama perdagangan internasional. Apabila individu merasa bahwa hal-hal
bidang perdagangannya terganggu, ia dapat meminta bantuan negaranya untuk memajukan klaim
terhadap negara yang merugikannya ke hadapan badan-badan peradilan internasional
Namun, kelemahan perdagangan internasional dalam hukum internasional yaitu: hukum perdagangan
internasional masih pragmatis dan pesimis >> aturan dalam hukum dagang internasional kurang
objektif didalam “memaksakan" negara-negara untuk tunduk pada hukum. Jadi, negara memiliki
kekuatan politis dan ekonomi dalam memanfaatkan perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.
Peran Hukum Internasional Dalam Pertahanan
Hukum internasional telah pula berperan dalam program pelucutan senjata (disarmament), terutama
dalam hal pengawasan anggaran pertahanan internasional, pengembangan senjata-senjata nuklir, dan
perdagangan senjata-senjata konvensional. Kebijakan suatu negara yang dirumuskan dalam aktivitas
meningkatkan anggaran pertahanan, mengembangkan senjata nuklir, dan aktif dalam jual beli senjata
dapat menimbulkan ancaman (secara langsung atau tidak langsung bagi negara lainnya). Terkait
perdagangan senjata, jika suatu negara lemah dalam penegakan hukum dan sistem keamanan
kawasan, maka dapat dimanfaatkan oknum tertentu dalam penyelundupan senjata. Aktivitas-aktivitas
tersebut dapat memacu hubungan internasional yang tidak baik, bahkan dapat menimbulkan sengketa.
Jika terjadi sengketa, maka hukum internasional akan berperan dalam upaya penyelesaiannya,
misalnya dengan program pelucutan senjata (disarmament). Program tersebut bertujuan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan
keamanan internasional.
Bentuk penyelesaian sengekta dapat dilakukan secara damai maupun secara paksaan. Bentuk
penyelesaian sengketa damai antara lain:
1.
2.
Negosiasi >> penyelesaian melalui kesepatakatan atau consensus
Pencarian fakta >> mendirikan sebuah komisi untuk mencari dan mendengarkan semua buktibukti terkait permasalahan
3.
Jasa-jasa baik >> penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga.
4.
Mediasi >> penyelesaian sengketa melalui mediator yang netral
Sedangkan bentuk penyelesaian sengketa menggunakan kekerasan antara lain:
1.
Perang dan tindakan bersenjata lainnya
2.
Retorsi >> tindakan balas dendam suatu negara, misalnya pemutusan hubungan diplomatik
3.
Tindakan pembalasan atas pelanggaran internasional
Berdasarkan bentuk penyelesaian sengketa yang telah saya uraikan, maka hukum internasional sangat
berperan dan berpengaruh terhadap ketertiban internasional. Peran tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
peran yang telah dan yang akan dijalankan.
Peran yang telah dijalankan:
1.
Menjamin ketertiban internasional >> kekhawatiran banyak negara terhadap bahaya nuklir
yang sangat dahsyat menghasilkan kesepakatan untuk membuat hukum internasional yang menjamin
ketertiban dan keamanan tiap negara agar terhindar dari bahaya reaktor nuklir >> secara tidak
langsung menjadi instrumen agar tiap negara tidak mengembangkan nuklir (taat dan tertib pada
hukum internasional). Contoh: polisi dunia, Amerika Serikat sangat keras terhadap negara yang
mengembangkan nuklir seperti Iran. USA sempat melakukan tindakan embargo agar Iran tidak
melanjutkan proyek nuklirnya, dengan dalih untuk menjaga ketertiban internasional.
2.
Menjamin perdamaian dunia >> meminimalisir terjadinya konflik dengan pembatasan jumlah
perdagangan senjata (terutama yang ilegal). Hal ini menjamin dunia terhindar dari perang dan bentuk
pelanggaran HAM lainnya.
Peran yang akan dijalankan:
1.
Hukum internasional menjamin keamanan nasional dan eksistensi suatu negara. Jika suatu
negara terlibat sengketa dengan negara lainnya, maka akan berdampak kepada hal yang sensitif.
Maksudnya jika negara rival meningkatkan anggaran pertahanan, ada kemungkinan negara lainnya
juga meningkatkan anggaran pertahanannya karena ada mosi kecurigaan atau merasa terancam >>
hukum internasional dapat meminimalisir ancaman tersebut dengan mengakui keberadaan kedua
negara tersebut >> maksudnya dengan memastikan tidak ada negara yang terancam dalam artian akan
dikuasai oleh negara lain >> Intinya, suatu negara tidak bisa semena-mena menyerang negara lain,
walaupun memiliki alutsista yang canggih (karena anggaran pertahanannya tinggi).
2. perbedaan antara shareholders dan stakeholders
3. SHAREHOLDERS
4. pemegang saham dalam sebuat perusahaan, entah yg minoritas / mayoritas.biasanya berada
diluar perusahaan.
5. STAKEHOLDERS
6. Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan
tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya
perusahaan. Terkadang timbul tekanan – tekanan baik dari luar perusahaan ataupun dari
dalam perusahaan. Tekanan ini siftanya tidak selalu buruk, terkadang tekanan justru
memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan perusahaan.
7. Tugas public relation tentunya untuk menjalin hubungan yang baik terhadap pihak – pihak
yang berhubungan dengan perusahaan melalui proses komunikasi. Siapa yang di maksud
dengan pihak – pihak tersebut? Yang di maksud di sini adalah khalayak yang menjadi sasaran
kegiatan PR dan di sebut stakeholders.
8. Stakeholder itu apa ya ? untuk memahami hal ini saya coba mengambil pengertian
stakeholder dari buku "Rhenald Kasali Manajemen Public Relations halam 63 " sebagi
berikut:
9. "Stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang
mempunyai peran dalam menentukan perusahaan. Stakeholders bisa berarti pula setiap
orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Penulis manajemen yang lain
menyebutkan bahwa stakeholders terdiri atas berbagai kelompok penekan (pressure group)
yang mesti di pertimbangkan perusahaan"
10. Stakeholders ini secara umum bisa di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang di
dalam perusahaan atau di sebut internal stakehoders dan yang berada di luar perusahaan yang
di sebut external stakeholder
Stakeholders Intern
Stakeholders Extern
1. Pemegang saham
1. Komsumen
2. Manajemen dan Top Executive
2. Penyalur
3. Karyawan
3. Pemasok
4. Keluarga Karyawan
4. Bank
5. Pemerintah
6. Pesaing
7. Komunitas
8. Pers
PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
Posted on 27 Juni 2012 by prasetyooetomo
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007.
Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu
tahun setelah diundangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, UUPT tahun 1995 tersebut sebagai
pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan
Pasal 56, dan segala perubahannya(terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak
suara para pemegang saham yang diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia
atas saham -Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)- diundangkan dalam
Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.
Pengertian perseroan terbatas
Berdasarkan Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan
hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak
dan kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan
perantaraan pengurusnya).
Unsur- unsur perseroan terbatas
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan PT menurut UUPT
harus memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg merupakan persekutuan modal;
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta perat
PERSYARATAN MATERIAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan material antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan
Mekanisme Pendirian PT
Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi ( akta yang dibuat oleh notaris ) yang di
dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan,
dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang
Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai
dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1
tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah
berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak
perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40
tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga.
Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI ) tetap berlaku,
hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban
Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi
merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan
terbatasmenjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan
kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah
maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat
modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan
merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan
jumlah yang disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang
dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.
Pembagian Wewenang Dalam PT
Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga ada
pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat
diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya (profesional). Struktur organisasi perseroan
terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan
mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan
dengan tugas tersebut, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan
kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar (diatas 50 %) maka direksi harus
melaporkannya ke para pemegang saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.
Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris bisa
memeriksa pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan
direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan
diberhentikan atau tidak.
Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham, semua pemegang saham sebesar/sekecil apapun
sahamnya memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalahmasalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus dilaksanakan
segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar suara miliknya ke pemegang lain yang
disebut proxy. Hasil RUPS biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk
dijalankan.
Isi RUPS :
Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris
Memberhentikan direksi atau komisaris
Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris
Mengevaluasi kinerja perusahaan
Memutuskan rencana penambahan/pengurangan saham perusahaan
Menentukan kebijakan perusahaan
Mengumumkan pembagian laba (dividen)
BEABSAHAN RUPS
– RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar
menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
– Dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
– Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan
tidak mencapai kuorum.
– RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran
dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
– Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar
ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
– Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh
ketua pengadilan negeri.
– Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap.
– Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
– RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan
Perbedaan UUPT lama dan baru :
Berikut beberapa perbedaan UUPT lama (UUPT 1 TAHUN 1995) dan UUPT baru (UUPT 40 Tahun
2007) :
•1. Kepemilikan
Komentar PIHI:
Tidak ada perubahan dalam hal kepemilikan baik oleh swasta maupun oleh negara.
•2. Pengesahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 9
•(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri
bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian
perseroan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 9
•(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri
dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
•a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
•b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
•c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
•d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
•e. alamat lengkap Perseroan.
•(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan
nama Perseroan.
•3. Modal dan Saham
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 25
Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 32
•(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Komentar PIHI :
Modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus disetor penuh.
4. Penyelenggaraan RUPS
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan
usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik
Indonesia.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 77
•(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.
Komentar PIHI:
Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui
media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.
•5. Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility – CSR)
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Tanggung jawab Sosial (CSR).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Pasal 66
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
c. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74
•(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
•(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
•(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
•(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Komentar PIHI:
Dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(CSR). Apabila tidak melaksanakan Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (CSR) harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan
Perseroan.
Kewajiban CSR hanya dikenakan pada perusahaan yang bergerak dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam karena adanya pertimbangan saat penyusunan UUPT baru tersebut, terjadi protes
dari asosiasi pengusaha karena ada penilaian CSR bakal menambah beban perusahaan karena menjadi
biaya tambahan baru.
6. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pemisahan tidak diatur
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 1
•12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua
Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu
Perseroan atau lebih.
pasal 135
•(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
•a. Pemisahan murni; atau
•b. Pemisahan tidak murni
•(2) Pemisahan murni sebgaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum.
•(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang
menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.
Komentar PIHI:
Pemisahan adalah hal baru yang diatur dalam undang-undang PT baru dimana dalam undang-undang
PT lama tidak diatur mengenai pemisahan. Pemisahan dapat dilakukan dengan cara pemisahan murni
dan tidak murni.
7. Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya status badan hukum Perseroan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 114
Perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
•a. berdasarkan keputusan RUPS;
•b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
•c. berdasarkan penetapan pengadilan;
•d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
•e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang; atau
•f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
. Tanggung Jawab Direksi
Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya.. Apabila Direksi terdiri dari atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UUPT, anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas
kerugian sebagaimana yang dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan:
1.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2.
Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3.
Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4.
Telah mengambil tindakan untuk mencagah timbul atau selanjutnya kerugian tersebut.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup
untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, maka Pasal 104 ayat (2)
UUPT mengatur bahwa setiap anggota Direksi secara tanggung-renteng bertanggung jawab atas
seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab yang dimaksud
diatas, berlaku juga bagi Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Anggota Direksi dapat tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud
diatas, jika dapat membuktikan bahwa: (i) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya; (ii) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
(iii) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan (iv) telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yaitu dalam hal melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan
itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberikan nasehat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan. Kemudian setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. Jika Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, maka
tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Dewan Komisaris (Pasal 114 ayat (3) UUPT). Namun, Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 114 ayat (3) UUPT
apabila dapat membuktikan:
1.
Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2.
Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3.
Telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak
cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, Pasal 114 ayat (4)
UUPT mengatur bahwa setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut
bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Tanggung jawab
sebagaimana dimaksud diatas, berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak
menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Namun, anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana
dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan bahwa: (i) kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya; (ii) telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (iii)
tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan (iv) telah memberikan nasehat
kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang
memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai
dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders
RESTRUKTURISASI dan PRIVATISASI BUMN”
Pengertian Restrukturisasi
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang
merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan
guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Pengertian Privatisasi
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh
masyarakat.
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
1.Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat
beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.
2.Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
a)meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
b)memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c)menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen;
dan
d)memudahkan pelaksanaan privatisasi.
3.Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud di atas tetap memperhatikan asas
biaya dan manfaat yang diperoleh.
Ruang Lingkup Restrukturisasi
:
a)restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
b)restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi :
1.peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat
monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2.penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku
badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsipprinsip tata kelola perusahaan
yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik;
3.restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional,
sistem, dan prosedur.
Maksud dan Tujuan Privatisasi
1.Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk :
a)memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
b)meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
c)menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
d)menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
e)menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
f)menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
2.Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah
perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Prinsip Privatisasi
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Kriteria Perusahaan yang dapat diprivatisasi
1.Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:
a)industri/sektor usahanya kompetitif; atau
b)industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
2.Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan
umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan
oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan
untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
a)Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
hanya boleh dikelola oleh BUMN;
b)Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan
keamanan negara;
c)Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus
untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
d)Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Cara Pelaksanaan Privatisasi
a)penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
b)penjualan saham langsung kepada investor;
c)penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Komite Privatisasi
1.Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan
kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai
wadah koordinasi.
2.Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian
dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero
melakukan kegiatan usaha.
3.Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Komite privatisasi bertugas untuk:
a)merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan
Privatisasi;
b)menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi;
c)membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul
dalam proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral
pemerintah.
Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas dapat
mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain
yang dipandang perlu.
Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan
tugasnya kepada Presiden.
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk:
a)menyusun program tahunan Privatisasi;
b) mengajukan program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh
arahan;
c)melaksanakan Privatisasi.
Tata Cara Privatisasi
1.Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaanperusahaan dan
mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
2.Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya
disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
3.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan
dilarang terlibat dalam proses Privatisasi.
Kerahasiaan Informasi
1.Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga
kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.
2.Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil Privatisasi
1.Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas
Negara.
2.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sumber Bacaan: Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara.