BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Dengan Menggunakan Program Kenpave

  kendaraan. Struktur ini disebut perkerasan (pavement). Jadi perkerasan adalah lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau dapat pula didefenisikan, perkerasan adalah struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada di

  [1]

  bawahnya . Lapis yang berada diantara tanah dan roda dapat dibuat dari bahan yang khusus yang terpilih (yang lebih baik) yang selanjutnya disebut lapis

  [9] keras/perkerasan/pavement .

  Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan haruslah memenuhi syarat dalam berlalu lintas dan kekuataan atau struktural. Syarat-syarat tersebut adalah: a.

  Syarat-syarat berlalu lintas  Permukaaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang  Permukaan cukup kau, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya  Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip

   Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari b. Syarat-syarat kekuatan/struktural

   Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar  Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya  Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan  Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

  Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor ekonomis yang di harapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis

  [10]

  . Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakana atas: a.

  Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar b.

  Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan pelat beton tanpa atau dengan tulangan sebagai bahan pada lapis atasnya, yang berada di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah c.

Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu gabungan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur, dengan aspal diatas pelat

  beton maupun sebaliknya. Perbedaaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbedaan utama perkerasan kaku dan perkerasan lentur

  Perkerasan Lentur Perkerasan kaku

  1 Bahan Aspal Semen Pengikat

  2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan pada Bersifat sebagai balok jalur roda) diatas perletakan

  3 Penurunan Jalan bergelombang (mengikuti Bersifat sebagai balok tanah dasar tanah dasar) diatas perletakan

  4 Perubahan Modulus kekakuan berubah. Modulus kekakuan tidak temperatur Timbul tegangan dlam yang kecil berubah Timbul tegangan dalam yang besar

  Sumber: Silvia Sukirman 1993

  II.2.1 Lapisan Perkerasan Lentur Konstruksi lapisan lentur terdiri dari lapisan-lapisan, dimana lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Sifat penyebaran gaya yang diterima setiap lapisan berbeda-beda

  [8]

  dimana semakin ke bawah akan semakin kecil . Setiap lapisan mempunyai fungsi masing dan oleh karena itu setiap lapisan memliki perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

  Konstruksi perkerasan terdiri dari : a. Lapisan Permukaan (surface course)

  Lapisan permukaaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapisan ini adalah:  Struktural : ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Untuk itu persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokohdan stabil.

   Nonstruktural, dalam hal ini mencakup :  Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya  Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup  Membentuk permukaan yang yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resistance ) yang cukup, untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas  Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus dan selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru

  Jenis lapis permukaan menurut Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 2) adalah

  [15]

  :  Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat, merupakan penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal berikutnya. Lapis resap pengikat harus dihampar diatas permukaan pondasi tanpa bahan pengikat lapis Pondasi Agregat, sedangkan Lapis Perekat harus dihampar di atas permukaan berbahan pengikat ( seperti : lapis penetrasi macadam, laston, lataston dan diatas semen tanah , RCC, CTB, Perkerasan Beton, dll)

   Lapisan Aspal Satu Lapis (Burtu) dan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda), merupakan jenis pelaburan aspal (surface dressing) yang disetiap lapis diberi pengikat aspal dan kemudian ditutup dengan butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal ini umumnya dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang sudah diberi Lapis Resap Pengikat atau Lapis Pondasi Berbahan Pengikat Semen atau Aspal, atau di atas suatu permukaan aspal lama.

   Campuran beraspal Panas Jenis campuran Beraspal adalah

  a) Lapis Tipis Aspal Pasir (Sand Sheet,SS) Kelas A dan B

  Lapis Tipis Aspal Pasir (Latastir) atau SS, terdiri dari dua jenis campuran, SS-A dan SS-B tergantung pada tebal nominal minimum. Sand Sheet biasanya memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan

  b)

Lapis Tipis Aspal Beton ( Hot Rolled Sheet, HRS)

  HRS terdiri dari dua jenis campuran , HRS Pondasi (HRS- Base) dan HRS Lapis Aus ( HRS Wearing Course, HRS-WS) dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada HRS-WC

  Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC, terdiri dari tiga campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara (AC

  c) Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC)

  • – Binder Course, AC-BC) dan Lapis Pondasi (AC-Base). Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau aspal dimodifikasi dengan aspal alam atau aspal multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC modified, dan AC-base Modified  Lasbutag dan Latabusir tidak digunakan

   Campuran Aspal Dingin, merupakan campuran yang dirancang agar sesuai dihampar dan dipadatkan secara dingin setelah disimpan untuk jangka waktu tertentu. Kelas C adalah campuran bergradasi semi padat dengan menggunakan aspal cair (cut back). Campuran kelas E adalah bergradasi terbuka dan sesuai untukdigunakan untuk aspal emulsi.

   Lapis Penetrasi Macadam, merupakan penyediaan lapis permukaan atau lapis pondasi terbuat dari agregat distabilasi oleh aspal, pekerjaan ini dilaksanakan menggunakan campuran aspal panas tidak mencukupi dan atau penyediaan instalasi camouran aspal sulit dilaksanakan akibat situasi lingkungan. b.

  Lapis Pondasi Atas (base course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak diantara lapis permukaan adan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah)

  [10] .

  Fungsi dari lapisan ini adalah

  [8]

  :  Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya  Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah  Bantalan terhadap lapisan permukaan c.

  Lapisan Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang berada antara lapispondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi ini berfungsi sebagai

  [10]

  :  Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan plastisitas indeks (PI) ≤ 10%  Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan lapis perkerasan diatanya  Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal  Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul si pondasi  Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar

   Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke pondasi atas.

  Jenis lapis pondasi baik untuk lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah adalah :  Lapis Pondasi Agregat Terdapat tiga kelas yang berbeda dari Lapis Pondasi agregat yaitu Kelas A, Kelas B dan Kelas S. Pada umumnya Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk di bawah lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agegat Kelas B adalah untuk lapis pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup  Lapis Pondasi Semen Tanah Lapis Pondasi Semen tanah merupakan penyediaan lapis pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitar yang distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah disiapkan, termasuk penghamparan , pembentukan, pemadatn, perawatan dan penyelesaian akhir.

   Lapis Pondasi Atas Bersemen (CTB) dan Lapis Pondasi Bawah Bersemen (CTSB) CTB menawarkan penghematan yang signifikan dibanding perkerasan pondasi bebutir untuk jalan yang dilewati lalu lintas sedang dan berat. Biaya CTB tersebut lebih murah secara tipikal untuk kisaran beban sumbu 2,5 sampai 30 juta ACESA tergantung pada harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB juga menghemat penggunaan aspal dan material berbutir, kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir, dan juga dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan lapisan aspal yang berlapis-lapis. LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai prngganti CTB, dan memberi kemudahan pelaksanaan di daerah yang sempit misalnya pada pelebaran perkerasan berdampingan dengan lajur yang sedang dilalui lalu lintas

  [5] .

  d.

  Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar ( subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan yang merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya

  [10] .

  Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri dan didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat

  [8] .

  

II.3. PERKEMBANGAN METODE DESAIN STRUKTUR

PERKERASAN LENTUR

  Hasil rancangan teknologi lapisan campuran aspal yang pertama kali diimplementasikan adalah aspal macadam. Teknologi desain struktur perkerasan juga mengalami berbagi kemajuan. Kemajuaan yang telah dicapai dalam memodelkan perilaku bahan dan struktur perkerasan yang ditunjang dengan kemajuan teknologi komputer, maka desain analisis struktur yaitu tegangan regangan dan lendutan mulai

  [2] banyak digunakan .

  Dalam teknik perkerasan telah dikemukakan beberapa metode dalam desain perkerasan secara teori, pengalaman atau percobaan maupun penggabungan dari keduanya.

  Jadi, secara umum ada tiga metode dalam perencanaan perkerasan lentur, yaitu: 1. Metode Empiris

  Pendekatan perencanaan secara empiris adalah perencanaan yang

  [12]

  berdasarkan percobaaan atau pengalaman . Pengamatan digunakan untuk membuktikan hubungan antara data masukan dan hasilnya dari sebuah proses misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya. Pendekatan secara empiris sering digunakan sebagai jalan keluar ketika sangat sulit untuk menetapkan secara teori hubungan yang tepat sebab akibat dari sebuah kejadian.

  Metode empiris AASHTO berdasarkan AASHO Road Test pada akhir tahun 1950 adalah metode yang paling umum digunakan untuk perencanaan perkerasan pada saat ini. Konsep serviceability diperkenalkan pada metode AASHTO sebagai perhitungan secara tak langsung menaikkan kualitas perkerasan. Indeks servisability didasarkan pada tegangan permukaan yang umumnya ditemukan pada perkerasan.

  Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi pembebanan, jika kondisi ini berubah, maka desain tidak berlaku lagi, dan metode baru harus dikembangkan lagi melalui percobaan Trial dan Error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.

  2. Metode Mekanistik Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu

  [12]

  kendaraan . Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang mewakili struktur perkerasan. Pada metode ini cukup mengontrol kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori analisa tegangan, regangan dan lendutan. Analisa ini juga memungkinkan perencana untuk memprediksi berapa lama perkerasan dapat

  [11]

  bertahan .Lokasi tempat bekerjanya tegangan atau regangan maksimum akan menjadi kriteria perencanaan tebal struktur secara mekanistik, dimana metode ini mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multilayer (elastic) structure untuk suatu perkerasan dan suatu struktur beam on elastic foundatin untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya yang dianggap sebagai beban statis merata, maka akan menimbulkan tegangan dan regangan pada struktur tersebut.

  3. Metode Mekanistik Empiris Mekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya-gaya yang bekerja pada material. Dengan begitu, suatu pendekatan mekanistik mencari dan menjelaskan gejala-gejala sampai dampak fisik, di dalam perencanaan perkerasan jalan, hal-hal yang terjadi adalah tegangan, regangan dan lendutan di dalam suatu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab fisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan.

  Metode desain mekanisitik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan seperti tegangan dan regangan. Nilai respon ini digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan

  Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan

  [4]

  regangan elastis pada bahan perkerasan . Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat di kontrol atau dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan juga pada akhirnya dapat dikontrol.

  Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International dan Asphalt Institute, dimana keuntungan dari metode mekanistik-empiris yang mereka ciptakan adalah peningkatan reabilitas dari desain, kemampuan untuk memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahannya adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal.

  Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang pertama untuk menghitung perpindahan beban pada suatu bidang, seperti pada permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam. Kemudian, dengan solusi dari Boussineq (1885) membuat beban terpusat menjadi dasar untuk menghitung tegangan, regangan dan lendutan. Solusi tersebut dipadukan untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata, termasuk beban melingkar. Konsep analisa lapis banyak ini mejadi akar untuk sistem dua layar dan

  [12] tiga layar Burmister .

  Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur

  [3]

  perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut :  Setiap lapisan perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecualii tanah dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap perkerasan juga dianggap tidak terbatas  Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya sifat- sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah ( yaitu : vetikal, radial tangensial) dianggap sama  Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen.

  Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi  Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilien ( E atau M R ) dan konstanta Paisson ( µ)  Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik – tidak terjadi slip  Beban roda kendarran dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak berbentuk lingkaran. Komponen gaya horizontal yang diakibatkan oleh rem, percepatan/perlambatan kendaraan, landai jalan dan kemiringan tikungan tidak diperhitungkan.

Gambar 2.1. Sistem lapis banyak

  Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapisan banyak yaitu sebagai berikut : 1.

  Sistem satu lapis Dalam sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai kesatuan struktur dengan bahan yang homogen.

  Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan kata lain membedakan lapisan aspal dan lapisan agregat

  ( termasuk tanah dasar). Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas, namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya atau tanah dasar tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal.

  Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan agregat dantanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili struktur perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda

  Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Dimana pemodelan ini beramsumsi bahwa setiaplapis pada perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik, yang berarti bahwa setiap lapis akan kembali ke bentuk semula saat beban dipindahkan. Pada pemodelan lapisan elastis ini memerlukan data input yang berguna untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon akibat beban tersebut. Parameter-parameter yang digunakan adalah : a.

  Parameter setiap lapis  Modulus Elastisitas Modulus elatisitas adalah perbandingan antara regangan dan tegangan suatu benda. Hampir semua bahan adalah elastis yang artinya setiap benda mempunyai kemampuan untuk kembali ke bentuk aslinya setelah diregangkan ataupun ditekan. Modulus elastisitas biasa juga disebut Modulus Young dan dilambangkan dengan E.

  E = ...........................................................................(2.1) E = modulus Elastisitas ; Psi atau kPa σ= tegangan ; kPa ε = regangan Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada

gambar 2.2. batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu

  ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk semula.

  Gambar 2.2.Modulus Elastisitas

Tabel 2.2. Nilai Elastisitas Tipikal

  Material Modulus Elastisitas Psi Kpa

  Cement treated granular base 1000000

  • – 2000000 7000000 – 14000000 Cement aggregate mixtures 500000 3500000
  • – 1000000 – 7000000 Asphalt treated base 70000 4900000
  • – 450000 – 3000000 Asphalt Concrete 20000 7000000 -1400>– 2000000 Bituminious stabilized mixture 40000 280000 - 2100000
  • – 300000 Lime stabilized 20000 140000 - 49>– 70000 Unbound granular materials 15000 105000
  • – 45000 – 315000 Fine grained or natural subgrade material 3000 21000 - 28
  • – 40000

   Poisson Ratio Perbandingan poison ratio digambarkan sebagai ratio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani, konsep ini digambarkan di dalam gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai ssekitar 0,5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani).

Tabel 2.3. Nilai Poisson Ratio

  Material Poisson Ratio

  Baja 0.25 - 0,3 Alumunium

  0.33 PCC 0.15 - 0.2 Perkerasan lentur Asphalt concrete 0.35 (±) Granular base/subbae

Gambar 2.3. poisson ratio a.

  0.3

  • – 0.4 Subgrade Soil 0,3
  • – 0,4 Cement Stab. Base 0,15 - 3

Ketebalan lapisan

  Ketebalan suatu lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai input dalam penyelesaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapisan dalam satuan cm atau inch b.

Kondisi beban

  Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs), tekanan ban, q (Kpa/Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang, jarak antara roda ganda, d (mm/inch).

  Nilai q dan d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis kendaraan yang digunakan. Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut okeh kendaraan. Analisa struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm/inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran

  A = √

  ..............................................................(2.2) a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan.

  a.

  Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik dengan satuan (N/m

  2

  , Pa, atau Psi) b. Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli

  (mm/mm atau in/in), karena regangan di dalam perkerasan nilainya sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain (10

  • 6

  ) c. Defleksi/lendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk dinyatakan dalam s atuan panjang (μm atau inch atau mm) Penggunaan program komputer akan memudahkan dalam penghitungan nilai dari tegangan, regangan, dan landutan di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan.

  Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adlah sebagai berikut.

Tabel 2.4. analisa struktur perkerasan

  Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan

  Permukaan Defleksi Digunakan dalam desain lapis perkerasan tambah Bawah lapisan Regangan tarik Digunakan untuk memprediksi perkerasan horizontal retak fatik pada lapis permukaan

  Bagian atas tanah Regangan tekan Digunakan untuk memprediksi dasar/bawah lapis vertikal kegagalan rutting yang terjadi pondasi bawah

Gambar 2.4. Gambar analisa struktur perkerasan

  Analisa kerusakan perkerasan jalan yang akan dijelaskan adalah retak fatik (fatigue cracking) dan rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban kendaraan. Jenis kerusakan retak fatik dilihat berdasarkan nilai regangan tarik horizontal pada jenis lapis permukaan perkerasan dan jenis kerusakan ruting dilihat berdasarkan nilai regangan tekan dibagian atas lapis tanah dasar atau di bawah pondasi bawah. Dari nilai kedua jenis kerusakan struktur regangan tarik horizontal bagian bawah lapis permukaan aspal dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah atau diatas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan untuk mempridiksi jumlah repetisi beban ini, antar lain persamaan The Asphalt

  [13] Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al .

  II.6.1. Retak lelah / Fatigue Kerusakan retak fatik meliputi bentuk perkembangan dari retak di bawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh keretakan dengan persentase yang tinggi.

  Pembebanan ulang yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih di bawah batas ultimatenya. Untuk material perkerasan, beban berulang berasal dari lintasn beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus-menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random.

   Model Retak The Asphalt Institute (1982) Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan

  [11]

  adalah sebagai berikut :

  • 3,291 -0,854

  N f = 0,0796 ( t ) (E) ...................................(2.3) ε

  N f = jumlah repetisi beban = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan

  t

  ε E = modulus elastisitas lapis permukaan

   Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut :

  Model Retak Shell Pavement Design Manual

  • 5,671 -2,363

  N = 0,0685 ( ) (E ) ...................................(2.4)

  f t

  1

  ε N f = jumlah beban 18-kip ESALs

  t = regangan tarik pada bagian bawah lapisan aspal

  ε E = modulus elastisitas lapis permukaan

   Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut :

  Model Retak Finn et al

  • Log Nf = 15,847 0,854 log .....(2.5)
  • – 3,291 log N = jumlah repetisi beban

  f t = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan

  ε E = modulus elastisitas lapis permukaan II.6.2. Retak Alur / Rutting Retak alur rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua yang digunakan oleh Metode Analistis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur pekerasan akibat beban berulang. Nilai rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur di laboratorium menggunakan beberapa macam alat, sedangkan total rutting harus dihitung untuk seluruh perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 % dari total rutting diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metode Analitis-Mekanistik adalah copression starin yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujuksn kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal ( εv) yang berada di atas lapisan tanah dasar.

   Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan

  Model Rutting The Asphalt Institute (1982)

  [12]

  regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut :

  • 9 -4,477

  Nd = 1,365 x 10 ( c ) ..................................(2.6) ε

  Nd = jumlah repetisi beban = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah

  c

  ε Model Rutting Shell Pavement Design Manual

   Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut:

  17

  4 Nd = 6,15 x 10 ( c ) ..................................(2.7)

  ε Nd = jumlah repetisi beban

  c = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah

  ε Model Rutting Finn et al

   Finn et al mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut :  Lapisan AC < 152 mm (6 inch)

  Log RR = -5,617 + 4,343 log d )

  18

  • – 0,16 log (N – log 1.118

  c )......................................................(2.8)

  (σ Lapisan AC >152 mm (6 inch)

  • Log RR = -1,173 + 0,717 log d

  18 )

  • – 0,658 log (N – log0,666

  c ).......................................................(2.9)

  (σ

  • 3

  d = defleksi permukaan,mils (10 in) N

  18 =nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal

c = tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade

  σ

  

II.7 PROGRAM KENPAVE DAN METODE MANUAL DESAIN

PERKERASAN JALAN No.22.2/KPTS/Db/2012

  II.7.1. Program Kenpave Program Kenpave merupakan software desain perencanaan perkerasa yang dikembangkan oleh Dr. Yang H Huang, P.E. Profesor Emeritus of Civil Engineering

  University of Kentucky. Software ini ditulis dalam bahasa pemograman Visual Basic dan dapat dijalankan dengan versi Windows 95 atau diatasnya. Program kenpave ini hanya dapat dijalankan dalam operating system windows 95 sampai windows xp profesional service park 2.

  Program Kenpave yang menyertai buku Yang Huang Edisi Kedua „Pavement Analisis dan Desain‟, adalah versi Windows pengganti empat program DOS dari Layernip, Kenlayer, Slabsinp, dan Kenslap. Layerinp dan Kenlayer merupakan program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan Slabsinp dan Kenslap

  [4] merupakan program analisis untuk perkerasan kaku .

  Kontrol program Kenpave adalah pada layar utama yang dapat melakukan berbagai fungsi. Setelah file data dibuat dan diberi nama ( berganti nama), seluruh analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu tanpa keharusan untuk mengetik nama file lagi.

  II.7.2. Tampilan Utama Program Kenpave Pada tampilan utama program Kenpave terdiri dari dua menu pada bagian atas dan 11 menu bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk perkerasan kaku, dan lainnya untuk tinjauan umum.

Gambar 2.5 Tampilan Awal Kenpave

  II.7.2.1. Menu-menu pada Program Kenpave  Data Path Data path merupakan direktori tempat penyimpanan data. Nama yang umum pada direktori ini adlah default C:\KENPAVE\ sebagai nama terdaftar pada proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file yang dibuat, dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC\) di kotak jalur data

   Filename Menu Filename akan menampilkan file baru dari Layernip dan Slabsinp. Nama file ditampilkan pada kotak yang juga akan digunkan dalam file lain yang dihasilkan selama pelaksanaan Kenlayer atau Kenslabs  Help Menu help merupakan bantuan yang menjelaskan parameter input dan penggunaan yang tepat dari program yang terdapat pada setiap layar menu, sehingga sangat membantu dan memudahkan pengguna untuk menjalankan program.

   Editor Menu editor digunakan untuk memeriksa, mengedit dan cetak data file  Layernip dan Slabsinp Kedua menu ini digunakan untuk membuat data file sebelum Kenlayer atau Kenslabs dapat dijalankan

   Kenlayer dan Kenslabs Kedua menu ini merupakan program utama untuk analisa perkerasan dan dapat hanya dapat dijalankan setelah data file telah diisi. Program ini akan membaca dari setiap data masukan dan akan memulai eksekusi\  LGRAPH atau SGRAPH

  Menu ini dapat digunakan untuk menampilkan grafik rencana dan penampang perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output  Contour Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y, menu ini digunakan untuk perkerasan kaku. II.7.3. Program Kenlayer Program Kenlayer hanya dapat diaplikasikan pada jenis perkerasan lentur tanpa sambungan. Dasar dari program ini adalah teori lapis banyak. Teori sistem lapis banyak adalah metode mekanisitik dalam perencanaan perkerasan lentur. Kenlayer dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis, dan juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu roda tunggal, roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple.

  Program ini digunakan untuk menentukan rasio kerusakan menggunakan model tekanan (distress models). Distress model dapat digunakan untuk memprediksi umur perkerasan baru dengan mengasumsi konfigurasi perkerasan. Regangan yang menghasilkan retak dan deformasi telah dianggap bagian penting unruk perkerasan aspal, salah satunya adalah regangan tarik horizontal di bagian bawah lapisan aspal yang menyebabkan kelelahan retak dan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar yang menyebabkan deformasi permanen atau rutting. Jika reabilitas atau kemampuan untuk distress tertentu lebih kecil dari tingkat minimum yang

  [14] dibutuhkan konfigursai perkerasan yang diasumsikan harus diubah .

  II.7.3.1 Menu-Menu Pada Layerinp Pogram Kenlayer

Gambar 2.6 menunjukkan tampilan menu Layerinp. Pada menu ini terdapat 11 menu, yang disetiap menunya harus diisi dengan data yang diperlukan. Untuk

  menu sudah default tidak perlu diisi, karena akan secara otomtis akan menyesuaikan dengan data yg diisi sebelumnya.

Gambar 2.6. Tampilan Layar Layerinp

  Menu-menu yang ada di dalam Layerinp adalah: a.

  File Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan Old untuk file yang sudah ada.

  b.

  General Dalam menu general terdapat beberapa menu yang harus diinput yaitu :

   Title : Judul dari analisa  Matl : Tipe dari material. (1) jika seluruh lapis merupakan linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis, (3) jika lapisan merupakan viskoelastis, (4) jika lapisan merupakan campuran dari ketiga lapisan di atas.

Gambar 2.7 Tampilan Menu General

   NDAMA : Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan analisis, (1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail.

   DEL : Akurasi hasil analisa. Standar akuras 0.001

   NL : Jumlah layer/lapis, maksimum 19 lapisan

   NZ : (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal displacement dan nilai regangan, (9) untuk vertikal displacement, nilai regangan dan tegangan

   NBOND : (1) jika antar semua lapisan saling berhubungan/terikat, (2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya geser diabaikan

  : satuan yang dugunakan. (0) satuan English, (1) satuan  NUNIT

  SI

Tabel 2.6 Satuan English dan SI

  Satuan Satuan English Satuan SI Panjang Inch cm

  Terkanan Psi kPa Modulus Psi kPa c.

Zcoord

  Jumlah poin yang ada dalam bahan menu ini sama dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal ini berarti yang akan dianalisa oleh prigram adalah pada kedalaman 4 inch dan 8 inch

Gambar 2.8. Tampilan layar Zcoord d.

  Layer Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu general. TH adalah tebal tiap layer/ lap is. PR adalah Poisson‟s Ratio tiap layer.

Gambar 2.9. Tampilan Layar Layer e.

Interface

  Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND = 2, maka menu interface akan keluar seperti pada gambar

Gambar 2.10. Tampilan Layar Interface f.

Modulli

  Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY dalam Menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12.

  E adalah modulus elastisitas tiap layer

Gambar 2.11. Gambar Layer Modulli g.

Load

  Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1) untuk sumbu roda ganda, (2) untuk sumbu roda tandem, (3) untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai beban. Kolom YW dan Xw merupakan jarak antara rode arah y dan arah x. Jika kolom Load = 0, maka kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT adalah jumlah nilai titik yang akan kita tinjau pada lapis perkerasan.

  h.

Parameter seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb akan mengikuti nilai dengan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input

  nilai yang dimasukkan sebelum data ini.

  II.7.4. Data Masukan (Input Program KENPAVE) Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain: modulus elastisitas, poisson ratio, tebal lapis perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari lapisan permukaan sampai tanah dasar yang telah ditentukan.

  Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P (KN/lbs), data tekanan ban q (Kpa/psi). Data jarak anatara roda ganda d (cm / inch) dan data jari-jari bidang kontak a (cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan

  [8]

  data yang digunakan di Indonesia sebagai berikut : o Beban kendaraan sumbu standar 18.000 pon/8,16 ton

  2

  o Tekanan roda satu ban 0,55 Mpa = 5,5 kg/cm o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm o Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm

Gambar 2.12. Sumbu standar ekivalen di Indonesia

  Sumber : Silvia Sukirman 1993

  II.7.5. Data Keluaran (Output Program) Data

  • –data yang telah dimasukkan ke dalam program Kenpave akan dijalan kan oleh program. Keluaran dari program tersebut adalah nilai dari tegangan, regangan, dan lendutan. Ada sembilan keluaran dari program ini yaitu vertical deflection, vertical stress, major principal stress, minor principal stress, intermediate principal stress, vertical strain, major principal strain, dan horizontal principal strain. Pada penelitian ini output yang digunakan adalaah vertical strain dan horizontal principal starin untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi beban berdasatkan analisa keruskan fatigue dan rutting.

  II.7.6. Tahapan Evaluasi Menggunakan Program Kenpave Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan dengan metode Manual

  Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dengan menggunakan program Kenpave adalah sebagai berikut :

  1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 2. Hitung parameter dengan menggunakan teori sistem lapis banyak program

  Kenpave sehingga diperoleh hasil tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur perkerasan

  3. Nilai regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan perkerasan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah repetisi beban N f dan nilai regangan di bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan untuk mengetahui N d

  4. f dan N d dengan N rencana yang telah direncanakan Periksa nilai N

  5. atau N lebih besar dari nilai N maka tebal perkerasan yang

  f d rencana

  Jika nilai N dihasilkan melalui metode perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 mampu menahan beban lalu lintas sesuai dengan yang direncanakan

  6. f atau N d lebih kecil dari N rencana maka tebal perkerasan metode Jika nilai N

  Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 tidak mampu menahan beban lalu lintas yang direncanakan berdasarkan teori sisitem lapis banyak program Kenpave.

  

II.8. METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN

No.22.2/KPTS/Db/2012

  Dalam metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya merupakan pelengkap desain perkerasan Pd T-01-2002-B atau yang sering disebut metode Bina Marga 2002. Metode ini secara umum hampir sama dengan Metode Bina Marga 2002, dimana masih dipakai beberapa parameter-parameter pada Metode Bina marga 2002. Namun demikian terdapat beberapa perubahan-perubahan dan penambahan parameter yang digunakan, begitu juga beberapa rumus yang dirubah, sehingga terdapat perubahan yang cukup jelas dalam penentuan nilai tebal perkerasan. Parameter- parameter beikut adalah parameter yang mengalami perubahan dari parameter Bina Marga 2000 maupun ditambah adalah sebagai berikut :

  II.8.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalin yang valid, bila tidak ada maka dapat mengunakan tabel 3.2

  2011-2020 >2021-2030

  5

  4 arteri dan perkotaan (%)

  3.5

  2.5 Rural

Tabel 2.6 Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

  Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:

  ( )

  R = ....................................................................(2.10) Dimana : R = pertumbuhan lalu lintas

  UR = umur rencana/umur pelayanan (tahun) i = perkembangan lalu lintas (%) II.8.2. Faktor distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga ( truk dan bus ) ditetapkan pada

tabel 2.8. Beban rencana pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur rencana.

  Jumlah lajur Kendaraan niaga pada lajur rencana setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga) 1 100

  2

  80

  3

  60

  4

  50 Tabel 2.7 Faktor Distribusi Lajur (D )

  

L

  II.8.3. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan istilah angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan yang digunakan adalah faktor ekivalen beban (VDF). Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting, beban lalu lintas tersebut diperoleh dari :

  1. Studi jembatan timbang/timbang statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain

  2. Studi jembatan yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap sukup representatif untuk ruas jalan yang didesain Jika survey beban lalu lintas mrnggunakan survey timbangan portable, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton

  II.8.4. Beban Sumbu Standar Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu ruas jalan Kelas I.

  Namun demikian CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80 kN

  II.8.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Axle Road

  (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lau lintas pada lalu lintas rencana selama umur rencana, yang ditentukan sebagai :

  jenis kendaraan LHRT x VDF) x D L............................................... (2.11)

  ESA = (Ʃ CESA = ESA x 365 x R...................................................................(2.12)

  II.8.6. Traffic Multiplier

  • – Lapisan Aspal Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas rencana dinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN yang lewat. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, percobaan faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut: Kerusakan perkerasan secara umum ESA4 = ..............................(2.13)