Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Dengan Menggunakan Program Kenpave

(1)

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR

MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN

NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM

KENPAVE

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

IRVAN LEONARDO SIMANJUNTAK

09 0424 052

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

ABSTRAK

Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang penting dalam mendukung mobilitas kegiataan masyarakat. Berdasrkan jenis perkerasannya jalan dapat dibadi 3 yaitu perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Untuk menghitung tebal lapis perkerasan jalan tersebut dilakukan beberapa metode, diantaranya yaitu metode empiris dan metode mekanistik.

Metode empiris pada penelitian ini yang digunakan adalah metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012, sedangkan untuk metode mekanistiknya dilakukan dengan Program Kenpave. Pada metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2102 dilakukan variasi nilai CESAL yaitu rendah, sedang dan tinggi, variasi nilai CBR yaitu 2%, 4%, 6 % dan 10 %, dan perrbedaan bahan lapis perkerasan yaitu Tipe A dimana lapis pondasi atas berbahan base A, perkerasan Tipe B diman lapis pondasi atas berbahan Cement Treated Base. Kedua jenis tebal perkerasan ini dengan variasi tersebut akan di evaluasi dengan menggunakan program Kenpave, dengan program Kenpave akan dihitung regangan tarik horisontal di bawah laipis permukaan dan regangan tekan di bawah lapisan pondasi atas, sehinngga didapat analisa kerusakan struktur perkerasan fatigue dan rutting.

Dari hasil evaluasi menggunakan program Kenpave, didapat hasil untuk tebal perkerasan tipe A tebal perkerasan yang direncanakan menghasilkan jumlah repetisi beban yang lebih kecil dari jumlah repetisi beban yang direncanakan. Hal ini dapat diartikan bahwa tebal perkerasan tipe A tidak mampu menahan beban atau jumlah repetisi beban yang direncanakan. Dan untuk tebal perkerasan tipe B menghasilkan jumlah repetisi beban yang jauh lebih besar dari jumlah repetisi beban yang direncanakan. Hal ini dapat diartikan bahwa tebal perkerasan tipe B mampu menahan beban atau jumlah repetisi beban yang direncanakan, namun dikarenakan perbedaan yang sangat jauh antara jumlah repetisi dengan jumlah repetisi yang direncanakan, perlu direncanakan ulang untuk mendapatkan tebal perkerasan yang optimum . Dapat dilihat juga bahwa bahwa perkerasan dengan nilai CBR yang besar cenderung menghasilkan jumlah repetisi beban yang kecil begitu juga untuk sebaliknya. Maka dapat disimpulkan bahwa keadaaan tanah dasar dan pemilihan bahan lapis permukaan mempengaruhi jumlah repetisi beban yang dihasilkan oleh tebal perkerasan.

Kata Kunci:

Jalan, Perkerasan Lentur, Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012, Program kenpave


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Dengan Menggunakan Program Kenpave”.

Pada kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati dan tulus menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini. Rasa hormat dan terimakasih juga penulis tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, dan Bapak Ir. Joni Harianto selaku Dosen Pembanding, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.


(4)

4. Orang tua tercinta D.Simanjuntak dan R. br Sihotang yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat,dan kesabaran sehingga saya dapat menyesaikan Tugas Akhir saya ini

5. Saudara- saudara saya Rini Simanjuntak, Lusiana Simanjuntak dan Deddy Simanjuntak, yang selalu memberikan semangat dan dukungan

6. Kepada teman-teman angkatan 2009 ekstensi Sipil USU , terutama untuk Lukito dan Opin yang menjadi teman seperjuangan baik di dalam maupun di luar kampus (cepat nyusul jadi ST nya bro), dan Chandra Marpaung dan Dui(cui) Sidabutar ( saya akhirnya bergabung dalam komunitas ST kalian) dan abangda Arif Panjaitan ( thanks atas motivasinya bang), dan kepada teman-teman lain yg tidak saya sebutkan satu persatu

7. Penyemangat dan pengingat saya dalam pengerjaan Tugas Akhir Sry Muliana Ginting ( my mboo)

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis..

10.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh


(5)

karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2014 Penulis

Irvan Leonardo Simanjuntak 09 0424 052


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR NOTASI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

Bab I PENDAHULUAN I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 2

I.3. Perumusan Masalah Penelitian ... 3

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

I.5. Batasan Masalah ... 4

1.6. Sistematika Penulisan... 5

Bab II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum ... 7

II.2. Konstruksi Perkerasan Lentur ... 9

II.2.1. Lapisan Perkerasan Lentur ... 9

II.3. Perkembangan Metode Desain Struktur Perkerasan Lentur ... 15

II.4. Teori Sistem Lapis Banyak ... 18


(7)

II.6. Analisa Kerusakan Perkerasan ... 27

II.6.1. Retak Lelah/Fatigue ... 27

II.6.2. Retak Alur/rutting ... 29

II.7. Program Kenpave dan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 ... 31

II.7.1. Program Kenpave ... 31

II.7.2. Tampilan Utama Program Kenpave ... 31

II.7.2.1. Menu- Menu Utama Program kenpave ... 32

II.7.3. Program Kenlayer ... 34

II.7.3.1. Menu-Menu pada Layerinp Program Kenpave ... 34

II.7.4. Data Masukan (Input Program Kenpave) ... 40

II.7.5 Data Keluaran (Output Program) ... 41

II.7.6 Tahapan Evaluasi Menggunakan Program Kenpave ... 41

II.8. Metode Manual Desain Perkerasan Jalan No22.2/KPTS/Db/2012.... 42

II.8.1. Faktor Pertumbuhan Lalulintas ... 43

II.8.2. Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur ... 43

II.8.3. Perkiraan Faktor Ekivalen (Vehicle Damage Factor) ... 44

II.8.4. Beban Sumbu Standar ... 44

II.8.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif ... 45

II.8.6. Traffic Multiplier – Lapisan Aspal... 45

II.8.7. Modulus Bahan ... 46


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Tahapan Penelitian ... 49

III.2. Metodologi Penelitian ... 50

III.3. Data Dan Asumsi Perkerasan Lentur ... 51

III.3.1. Data Perkerasan Lentur ... 51

III.3.2. Asumsi Perkerasan Lentur ... 51

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 ... 53

IV.1.1. Perhitungan Perencanaan Empat Lapis (Lapis Pondasi Atas Granular Base A) ... 53

IV.1.2. Perhitungan Perencanaan Empat Lapis (Lapis Pondasi Atas Bahan Bersemen atau CTB) ... 56

IV.2. Evaluasi Tebal Perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dengan Mengunakan Progran Kenpave..59

IV.2.1. Evaluasi Tebal Perkerasan Tipe A (Lapis Pondasi Atas Granular Base A) ... 60

IV.2.2. Evaluasi Tebal Perkerasan Tibe B (lapis Pondasi atas Cement Treated Base) ... 68

IV.3. Pembahasan Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan ... 71


(9)

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan... 83 V.2. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR NOTASI

a = Koefisien kekuatan relatif

CBR = California Bearing Ratio (%)

Ŵ18 = Akumulasi beban sumbu standar kumulatif per hari

DL = Faktor distribusi lajur pada lajur rencana

ESA = Equivalent Single Axle Load

CESA = Cummulative Single Axle Load

ZR = Deviasi normal standar

So = Gabungan standarderror untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja

ΔIP = perbedaan antara indeks permulaan jalan awal (IPo) dan Indeks permukaan jalan akhir design ( IPt), (IPo-IPt)

MR = Modulus Resilien

IPo = Indeks permukaan jalan awal (initial design serviceability index)

IPt = Indeks permukaan jalan akhir ( terminal serviceability index)

Ipf = Indeks permukaa jaln hancur ( minimum 1,5)

R = Faktor pertumbuhan lalu lintasyang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas


(11)

UR = Umur rencana

a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan ( berdasrkan besaran

mekanistik)

D1,D2,D3 = Tebal masing=masing lapis perkerasan


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Utama Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur ... 9

Tabel 2.2. Nilai Elastisitas Tipikal ... 23

Tabel 2.3. Nilai Poisson Ratio ... 23

Tabel 2.4. Analisa Struktur Perkerasan ... 26

Tabel 2.5. Satuan English dan SI ... 37

Tabel 2.6. Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas ... 43

Tabel 2.7. Faktor Distribusi Lajur ... 44

Tabel 2.8. Karakteristik Modulus Bahan Berpengikat ... 46

Tabel 2.9. Karakteristik Maodulus Bahan Berbutir Lepas ... 46

Tabel 4.1. Tabel Tebal Perkerasan Tipe A ... 56

Tabel 4.2. Tabel Tebal Perkerasan Tipe B ... 59

Tabel 4.3. Nilai Regangan Horizontal dan Regangan Vertikal Perkerasan Tipe A . 66 Tabel 4.4. Evaluasi Tebal Perkerasan Tipe A Menggunakan Program Kenpave .... 67

Tabel 4.5. Nilai regangan Horizontal dan Regangan Vertikal Perkerasan Tipe B .. 69

Tabel 4.6. Evaluasi Tebal Perkerasan Tipe B Menggunakan Program Kenpave .... 70

Tabel 4.7. Tebal Perkerasan Tipe A Menggunakan Program Kenpave ... 73


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Sistem Lapis Banyak ... 20

Gambar 2.2. Modulus Tipikal ... 22

Gambar 2.3. Poisson Ratio ... 24

Gambar 2.4. Analisa Struktur Perkerasan ... 26

Gambar 2.5. Tampilan Awal Kenpave ... 32

Gambar 2.6. Tampilan Layar Layerinp ... 35

Gambar 2.7. Tampilan Menu General... 36

Gambar 2.8. Tampilan Menu Zcoord ... 37

Gambar 2.9. Tampilan Menu Layer ... 38

Gambar 2.10. Tampilan Interface ... 39

Gambar 2.11. Tampilan Modulli ... 39

Gambar 2.12. Sumbu Standar Ekivalen di Indonesia ... 41

Gambar 3.1. Diagram Alir Program Kerja ... 49

Gambar 4.1. Susunan Tebal Lapis Perkerasan Tipe A Perencanaan I ... 55

Gambar 4.2. Susunan Tebal Lapis Perkerasan Tibe B Perencanaan II ... 58

Gambar 4.3. Tampilan Menu layerinp ... 61


(14)

Gambar 4.5. Tampilan Menu Zcoord ... 62

Gambar 4.6. Tampilan Menu Layer ... 62

Gambar 4.7 Tampilan Menu Modulli ... 63

Gambar 4.8. Tampilan Menu Load ... 63

Gambar 4.9. Tampilan Menu Koordinat X dan Y ... 64


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 1.804.506,146 dengan jumlah repetisi beban ... 76

Grafik 4.2. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 19.626.240,7 dengan jumlah repetisi beban ... 77

Grafik 4.3. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 235.814.888,6 dengan jumlah repetisi beban ... 78

Grafik 4.4. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 1.804.506,146 dengan jumlah repetisi beban ... 79

Grafik 4.5. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 19.626.240,7 dengan jumlah repetisi beban ... 80

Grafik 4.6. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 235.814.888,6 dengan jumlah repetisi beban ... 81


(16)

ABSTRAK

Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang penting dalam mendukung mobilitas kegiataan masyarakat. Berdasrkan jenis perkerasannya jalan dapat dibadi 3 yaitu perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Untuk menghitung tebal lapis perkerasan jalan tersebut dilakukan beberapa metode, diantaranya yaitu metode empiris dan metode mekanistik.

Metode empiris pada penelitian ini yang digunakan adalah metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012, sedangkan untuk metode mekanistiknya dilakukan dengan Program Kenpave. Pada metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2102 dilakukan variasi nilai CESAL yaitu rendah, sedang dan tinggi, variasi nilai CBR yaitu 2%, 4%, 6 % dan 10 %, dan perrbedaan bahan lapis perkerasan yaitu Tipe A dimana lapis pondasi atas berbahan base A, perkerasan Tipe B diman lapis pondasi atas berbahan Cement Treated Base. Kedua jenis tebal perkerasan ini dengan variasi tersebut akan di evaluasi dengan menggunakan program Kenpave, dengan program Kenpave akan dihitung regangan tarik horisontal di bawah laipis permukaan dan regangan tekan di bawah lapisan pondasi atas, sehinngga didapat analisa kerusakan struktur perkerasan fatigue dan rutting.

Dari hasil evaluasi menggunakan program Kenpave, didapat hasil untuk tebal perkerasan tipe A tebal perkerasan yang direncanakan menghasilkan jumlah repetisi beban yang lebih kecil dari jumlah repetisi beban yang direncanakan. Hal ini dapat diartikan bahwa tebal perkerasan tipe A tidak mampu menahan beban atau jumlah repetisi beban yang direncanakan. Dan untuk tebal perkerasan tipe B menghasilkan jumlah repetisi beban yang jauh lebih besar dari jumlah repetisi beban yang direncanakan. Hal ini dapat diartikan bahwa tebal perkerasan tipe B mampu menahan beban atau jumlah repetisi beban yang direncanakan, namun dikarenakan perbedaan yang sangat jauh antara jumlah repetisi dengan jumlah repetisi yang direncanakan, perlu direncanakan ulang untuk mendapatkan tebal perkerasan yang optimum . Dapat dilihat juga bahwa bahwa perkerasan dengan nilai CBR yang besar cenderung menghasilkan jumlah repetisi beban yang kecil begitu juga untuk sebaliknya. Maka dapat disimpulkan bahwa keadaaan tanah dasar dan pemilihan bahan lapis permukaan mempengaruhi jumlah repetisi beban yang dihasilkan oleh tebal perkerasan.

Kata Kunci:

Jalan, Perkerasan Lentur, Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012, Program kenpave


(17)

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR

MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN

No . 22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN

PROGRAM KENPAVE

I.1 UMUM

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan umat manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan umat manusia. Perkembangan teknik jalan seiring dengan berkembangnya teknologi yang ditentukan umat manusia. Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dari berbagai macam perkerasan. Perkembangan konstruksi jalan seakan terhenti dengan mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke 18. Pada saat itu beberapa ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan sistim-sistim konstruksi perkerasan yang sabahagian sampai saat ini masih umum digunakan di Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia.[8]

Struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu: struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku. Pengelompokan struktur perkerasan tersebut pada umumnya lebih didasarkan pada bahan perkerasan yang digunakan. Struktur perkerasan lentur umumnya menggunakan lapisan beton aspal sebagai lapisan permukaan, dan kadang-kadang juga sebagai lapisan-lapisan di bawahnya. Sedangkan, struktur perkerasan kaku menggunakan pelat beton sebagai komponen utama strukturnya. Struktur perkerasan komposit yang menggunakan baik lapisan beton aspal maupun lapisan beton semen pada suatu konstruksi jalan


(18)

secara bersamaan juga tidak jarang dibangun , seperti misalnya lapisan beton semen di atas lapisan pondasi beton aspal, atau lapisan beton aspal di atas lapisan pondasi berstabilitasi semen kapur, atau lapisan beton aspal sebagai lapisan tanbahan (overlay) diatas lapisan beton semen lama yang telah mengalami kerusakan. Namun dalam proses desain, struktur perkerasan komposit ini harus tetap dianalisis apakah sebagai perkerasan lentur atau sebagai perkerasan kaku.[3]

I.2 LATAR BELAKANG

Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup maupun sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan mulai dipergunakannya hewan-hewan sebgai alat transportasi, jalan mulai dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di Mesopotamia berkaitan ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi. [8]

Perkerasan di atas tanah biasanya dibentuk dari beberapa lapisan yang relative di bagian bawah, dan berangsur-angsur lebih kuat di bagian yang lebih atas. Susunan yang sedemikian ini memungkinkan penggunaan secara lebih ekonomis dari material yang tersedia. Fungsi dari perkerasan jalan adalah , untuk memberikan permukaan rata/halus bagi pengendara, untuk mendistribusikan beban kendaraan di atas formasi tanah secara memadai, sehingga melindungi tanah dari tekanan yang berlebihan, untuk melindungi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca. [1]

Metode perencanaan perkerasan lentur dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu metode empiris, metode membatasi kegagalan geser, metode membatasi defleksi, metode regresi berdasarkan kinerja perkerasan atau road test, dan metode mekanistik–empiris.[4]


(19)

Metode desain struktur perkerasan lentur yang berlaku di Indonesia adalah Metode Bina Marga 1987 yang diturunkan dari metoda AASHTO 1972.[2].

Metoda Bina Marga merupakam acuan yng digunakan di Indonesia sehingga dikeluarkan Pedoman Perencanaan Lentur Pt. T-01-2002-B yang bersumber dari AASHTO 1993.

Prosedur perencanaan perkerasan berdasarkan bahwa perkerasan dapat dimodelkan sebagai beberapa lapisan atau struktur visco elastic dalam sebuah elastisitas atau pondasi visco elastic. Dengan perkiraan bahwa perkerasan seperti hal tersebut, dapat memungkinkan untuk menghitung tegangan, regangan atau defleksi (yang disebabkan oleh beban lalu lintas dan atau factor lingkungan).[6]

Salah satu program bantu komputer yang sudah ada adalah program KENPAVE yang dikembangkan oleh Dr. Yang H. Huang P.E Professor Emeritus of Civil Engineering University of Kentucky. Program ini ditulis dalam bahasa pemograman Visual Basic dan dapat dijalankan dengan versi windows 95 atau diatasnya. Program KENPAVE ini merupakan program analisis untuk perkerasan yang berdasarkan pada teori sistem lapis banyak.

I.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan dilakukan perencanaan konstruksi perkerasan lentur dengan menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan no.22.2/KPTS/Db/2012. Dimana nantinya pada metode tersebut akan dilakukan perhitungan dengan variasi nilai CBR dan nilai Akumulasi beban sumbu standar kumulatif per hari (Ŵ18) . Sehingga akan didapat tebal lapis perkerasan Tebal


(20)

I.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Merencanakan tebal perkerasan lentur menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012.

2. Menganalisa tebal perkerasan yang dihasilkan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 menggunakan program KENPAVE.

Manfaat dari penelitian ini agar dapat dijadikan referensi dalam suatu perencanaan struktur perkerasan lentur.

I.5 BATASAN MASALAH

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012

2. Penggunaan metode analitis Multilayer Sistem dengan menggunakan program KENPAVE.

3. Struktur perkerasan lentur diasumsikan berupa struktur empat lapis.

4. Parameter yang dirubah dalam perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 tebal perkerasan adalah nilai CBR dan nilai Ŵ18

5. Analisa perhitungan menggunakan data-data asumsi, dan data-data lainnya ditentukan berdasarkan kondisi yang sering terjadi atau sesuai dengan keadaan di Indonesia


(21)

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Merupakan rancangan yang akan dilakukan yang meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menjelaskan teori, serta hal-hal yang berkaitan dengan studi ini. Dalam hal ini studi umum yang berhubungan dengan struktur perkerasan, metode perencanaan perkerasan, analisa kerusakan fatik dan ruting pada perkerasan lentur dan menjelaskan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS//Db/2012 dan program KENPAVE.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab Metodologi penelitian berisi tentang metodologi penelitian, yang memperlihatkan bagan alir perencanaan tebal lapis perkerasan dan evaluasi tebal lapis perkerasan, serta datadan asumsi perkerasan lentur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV akan memaparkan hasil dan pembahasan tentang perencanaan tebal perlerasan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db2012 dan evaluasi menggunakan program Kenpave.


(22)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan dari bab sebelumnya dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I UMUM

Tanah dalam kondisi alam jarang sekali dalam kondisi mampu mendukung beban secara berulang dari kendaraan tanpa mengalami deformasi yang besar. Karena itu, dibutuhkan suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari beban roda kendaraan. Struktur ini disebut perkerasan (pavement). Jadi perkerasan adalah lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau dapat pula didefenisikan, perkerasan adalah struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada di bawahnya[1]. Lapis yang berada diantara tanah dan roda dapat dibuat dari bahan yang khusus yang terpilih (yang lebih baik) yang selanjutnya disebut lapis keras/perkerasan/pavement[9].

Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan haruslah memenuhi syarat dalam berlalu lintas dan kekuataan atau struktural. Syarat-syarat tersebut adalah:

a. Syarat-syarat berlalu lintas

 Permukaaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang

 Permukaan cukup kau, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya


(24)

 Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari b. Syarat-syarat kekuatan/struktural

 Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar

 Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya

 Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan

 Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor ekonomis yang di harapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis[10]. Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakana atas:

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan pelat beton tanpa atau dengan tulangan sebagai bahan pada lapis atasnya, yang berada di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah


(25)

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu gabungan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur, dengan aspal diatas pelat beton maupun sebaliknya.

Perbedaaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbedaan utama perkerasan kaku dan perkerasan lentur

Perkerasan Lentur Perkerasan kaku 1 Bahan

Pengikat

Aspal Semen

2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan 3 Penurunan

tanah dasar

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan 4 Perubahan

temperatur

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dlam yang kecil

Modulus kekakuan tidak berubah

Timbul tegangan dalam yang besar

Sumber: Silvia Sukirman 1993

II.2. KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR

II.2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

Konstruksi lapisan lentur terdiri dari lapisan-lapisan, dimana lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Sifat penyebaran gaya yang diterima setiap lapisan berbeda-beda dimana semakin ke bawah akan semakin kecil[8]. Setiap lapisan mempunyai fungsi masing dan oleh karena itu setiap lapisan memliki perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi.


(26)

Konstruksi perkerasan terdiri dari :

a. Lapisan Permukaan (surface course)

Lapisan permukaaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapisan ini adalah:

 Struktural : ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Untuk itu persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokohdan stabil.

 Nonstruktural, dalam hal ini mencakup :

 Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya

 Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup

 Membentuk permukaan yang yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resistance ) yang cukup, untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas

 Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus dan selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru

Jenis lapis permukaan menurut Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 2) adalah[15]:

 Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat, merupakan penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal berikutnya. Lapis resap pengikat harus dihampar diatas


(27)

permukaan pondasi tanpa bahan pengikat lapis Pondasi Agregat, sedangkan Lapis Perekat harus dihampar di atas permukaan berbahan pengikat ( seperti : lapis penetrasi macadam, laston, lataston dan diatas semen tanah , RCC, CTB, Perkerasan Beton, dll)

 Lapisan Aspal Satu Lapis (Burtu) dan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda), merupakan jenis pelaburan aspal (surface dressing) yang disetiap lapis diberi pengikat aspal dan kemudian ditutup dengan butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal ini umumnya dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang sudah diberi Lapis Resap Pengikat atau Lapis Pondasi Berbahan Pengikat Semen atau Aspal, atau di atas suatu permukaan aspal lama.

 Campuran beraspal Panas Jenis campuran Beraspal adalah

a) Lapis Tipis Aspal Pasir (Sand Sheet,SS) Kelas A dan B Lapis Tipis Aspal Pasir (Latastir) atau SS, terdiri dari dua jenis campuran, SS-A dan SS-B tergantung pada tebal nominal minimum. Sand Sheet biasanya memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan

b) Lapis Tipis Aspal Beton ( Hot Rolled Sheet, HRS)

HRS terdiri dari dua jenis campuran , HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis Aus ( HRS Wearing Course, HRS-WS)


(28)

dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada HRS-WC

c) Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC)

Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC, terdiri dari tiga campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara (AC – Binder Course, AC-BC) dan Lapis Pondasi (AC-Base). Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau aspal dimodifikasi dengan aspal alam atau aspal multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC modified, dan AC-base Modified

 Lasbutag dan Latabusir tidak digunakan

 Campuran Aspal Dingin, merupakan campuran yang dirancang agar sesuai dihampar dan dipadatkan secara dingin setelah disimpan untuk jangka waktu tertentu. Kelas C adalah campuran bergradasi semi padat dengan menggunakan aspal cair (cut back). Campuran kelas E adalah bergradasi terbuka dan sesuai untukdigunakan untuk aspal emulsi.

 Lapis Penetrasi Macadam, merupakan penyediaan lapis permukaan atau lapis pondasi terbuat dari agregat distabilasi oleh aspal, pekerjaan ini dilaksanakan menggunakan campuran aspal panas tidak mencukupi dan atau penyediaan instalasi camouran aspal sulit dilaksanakan akibat situasi lingkungan.


(29)

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak diantara lapis permukaan adan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah)[10].

Fungsi dari lapisan ini adalah[8]:

 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya

 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah

 Bantalan terhadap lapisan permukaan c. Lapisan Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang berada antara lapispondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi ini berfungsi sebagai [10]:

 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan plastisitas indeks (PI) ≤ 10%

 Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan lapis perkerasan diatanya

 Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal

 Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul si pondasi

 Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar


(30)

 Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke pondasi atas.

Jenis lapis pondasi baik untuk lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah adalah :

 Lapis Pondasi Agregat

Terdapat tiga kelas yang berbeda dari Lapis Pondasi agregat yaitu Kelas A, Kelas B dan Kelas S. Pada umumnya Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk di bawah lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agegat Kelas B adalah untuk lapis pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup

 Lapis Pondasi Semen Tanah

Lapis Pondasi Semen tanah merupakan penyediaan lapis pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitar yang distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah disiapkan, termasuk penghamparan , pembentukan, pemadatn, perawatan dan penyelesaian akhir.

 Lapis Pondasi Atas Bersemen (CTB) dan Lapis Pondasi Bawah Bersemen (CTSB)

CTB menawarkan penghematan yang signifikan dibanding perkerasan pondasi bebutir untuk jalan yang dilewati lalu lintas sedang dan berat. Biaya CTB tersebut lebih murah secara tipikal untuk kisaran beban sumbu 2,5 sampai 30 juta ACESA tergantung pada harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB


(31)

juga menghemat penggunaan aspal dan material berbutir, kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir, dan juga dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan lapisan aspal yang berlapis-lapis. LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai prngganti CTB, dan memberi kemudahan pelaksanaan di daerah yang sempit misalnya pada pelebaran perkerasan berdampingan dengan lajur yang sedang dilalui lalu lintas[5].

d.Tanah Dasar (subgrade)

Tanah dasar ( subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan yang merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya[10]. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri dan didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat[8].

II.3. PERKEMBANGAN METODE DESAIN STRUKTUR

PERKERASAN LENTUR

Hasil rancangan teknologi lapisan campuran aspal yang pertama kali diimplementasikan adalah aspal macadam. Teknologi desain struktur perkerasan juga mengalami berbagi kemajuan. Kemajuaan yang telah dicapai dalam memodelkan


(32)

perilaku bahan dan struktur perkerasan yang ditunjang dengan kemajuan teknologi komputer, maka desain analisis struktur yaitu tegangan regangan dan lendutan mulai banyak digunakan[2].

Dalam teknik perkerasan telah dikemukakan beberapa metode dalam desain perkerasan secara teori, pengalaman atau percobaan maupun penggabungan dari keduanya.

Jadi, secara umum ada tiga metode dalam perencanaan perkerasan lentur, yaitu:

1. Metode Empiris

Pendekatan perencanaan secara empiris adalah perencanaan yang berdasarkan percobaaan atau pengalaman[12]. Pengamatan digunakan untuk membuktikan hubungan antara data masukan dan hasilnya dari sebuah proses misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya. Pendekatan secara empiris sering digunakan sebagai jalan keluar ketika sangat sulit untuk menetapkan secara teori hubungan yang tepat sebab akibat dari sebuah kejadian.

Metode empiris AASHTO berdasarkan AASHO Road Test pada akhir tahun 1950 adalah metode yang paling umum digunakan untuk perencanaan perkerasan pada saat ini. Konsep serviceability diperkenalkan pada metode AASHTO sebagai perhitungan secara tak langsung menaikkan kualitas perkerasan. Indeks servisability didasarkan pada tegangan permukaan yang umumnya ditemukan pada perkerasan.

Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi pembebanan, jika kondisi ini berubah, maka desain tidak berlaku lagi, dan


(33)

metode baru harus dikembangkan lagi melalui percobaan Trial dan Error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.

2.Metode Mekanistik

Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu kendaraan[12]. Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang mewakili struktur perkerasan. Pada metode ini cukup mengontrol kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori analisa tegangan, regangan dan lendutan. Analisa ini juga memungkinkan perencana untuk memprediksi berapa lama perkerasan dapat bertahan[11].Lokasi tempat bekerjanya tegangan atau regangan maksimum akan menjadi kriteria perencanaan tebal struktur secara mekanistik, dimana metode ini mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multilayer (elastic) structure untuk suatu perkerasan dan suatu struktur beam on elastic foundatin untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya yang dianggap sebagai beban statis merata, maka akan menimbulkan tegangan dan regangan pada struktur tersebut.

3.Metode Mekanistik Empiris

Mekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya-gaya yang bekerja pada material. Dengan begitu, suatu pendekatan mekanistik mencari dan menjelaskan gejala-gejala sampai dampak fisik, di dalam perencanaan perkerasan jalan, hal-hal yang terjadi adalah tegangan, regangan dan lendutan


(34)

di dalam suatu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab fisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan.

Metode desain mekanisitik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan seperti tegangan dan regangan. Nilai respon ini digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan

Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan[4]. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat di kontrol atau dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan juga pada akhirnya dapat dikontrol. Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International dan Asphalt Institute, dimana keuntungan dari metode mekanistik-empiris yang mereka ciptakan adalah peningkatan reabilitas dari desain, kemampuan untuk memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahannya adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal.

II.4. TEORI SISTEM LAPISAN BANYAK

Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang pertama untuk menghitung perpindahan beban pada suatu bidang, seperti pada


(35)

permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam. Kemudian, dengan solusi dari Boussineq (1885) membuat beban terpusat menjadi dasar untuk menghitung tegangan, regangan dan lendutan. Solusi tersebut dipadukan untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata, termasuk beban melingkar. Konsep analisa lapis banyak ini mejadi akar untuk sistem dua layar dan tiga layar Burmister [12].

Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut[3] :

 Setiap lapisan perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecualii tanah dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap perkerasan juga dianggap tidak terbatas

 Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya sifat-sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah ( yaitu : vetikal, radial tangensial) dianggap sama

 Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi

 Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilien ( E atau MR) dan konstanta Paisson (µ)

 Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik – tidak terjadi slip

 Beban roda kendarran dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak berbentuk lingkaran. Komponen gaya horizontal yang diakibatkan


(36)

oleh rem, percepatan/perlambatan kendaraan, landai jalan dan kemiringan tikungan tidak diperhitungkan.

Gambar 2.1. Sistem lapis banyak

Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapisan banyak yaitu sebagai berikut :

1. Sistem satu lapis

Dalam sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai kesatuan struktur dengan bahan yang homogen.

2. Sistem dua lapis

Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan kata lain membedakan lapisan aspal dan lapisan agregat


(37)

( termasuk tanah dasar). Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas, namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya atau tanah dasar tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal.

3. Sistem Tiga Lapis

Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan agregat dantanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili struktur perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda

II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN

Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Dimana pemodelan ini beramsumsi bahwa setiaplapis pada perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik, yang berarti bahwa setiap lapis akan kembali ke bentuk semula saat beban dipindahkan. Pada pemodelan lapisan elastis ini memerlukan data input yang berguna untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon akibat beban tersebut. Parameter-parameter yang digunakan adalah :

a. Parameter setiap lapis

 Modulus Elastisitas

Modulus elatisitas adalah perbandingan antara regangan dan tegangan suatu benda. Hampir semua bahan adalah elastis yang artinya setiap benda mempunyai kemampuan untuk kembali ke bentuk aslinya setelah


(38)

diregangkan ataupun ditekan. Modulus elastisitas biasa juga disebut Modulus Young dan dilambangkan dengan E.

E = ...(2.1) E = modulus Elastisitas ; Psi atau kPa

σ= tegangan ; kPa ε = regangan

Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada gambar 2.2. batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk semula.


(39)

Tabel 2.2. Nilai Elastisitas Tipikal

Material Modulus Elastisitas

Psi Kpa

Cement treated granular base 1000000 – 2000000 7000000 – 14000000 Cement aggregate mixtures 500000 – 1000000 3500000 – 7000000 Asphalt treated base 70000 – 450000 4900000 – 3000000 Asphalt Concrete 20000 – 2000000 7000000 -14000000 Bituminious stabilized

mixture 40000 – 300000 280000 - 2100000 Lime stabilized 20000 – 70000 140000 - 490000 Unbound granular materials 15000 – 45000 105000 – 315000 Fine grained or natural

subgrade material 3000 – 40000 21000 - 280000

 Poisson Ratio

Perbandingan poison ratio digambarkan sebagai ratio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani, konsep ini digambarkan di dalam gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai ssekitar 0,5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani).

Tabel 2.3. Nilai Poisson Ratio

Material Poisson Ratio

Baja 0.25 - 0,3 Alumunium 0.33

PCC 0.15 - 0.2


(40)

Asphalt concrete 0.35 (±) Granular base/subbae 0.3 – 0.4 Subgrade Soil 0,3 – 0,4 Cement Stab. Base 0,15 - 3

Gambar 2.3. poisson ratio

a.Ketebalan lapisan

Ketebalan suatu lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai input dalam penyelesaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapisan dalam satuan cm atau inch


(41)

b.Kondisi beban

Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs), tekanan ban, q (Kpa/Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang, jarak antara roda ganda, d (mm/inch). Nilai q dan d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis kendaraan yang digunakan. Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut okeh kendaraan. Analisa struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm/inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran

A =√

...(2.2)

a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban

Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan.

a. Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik dengan satuan (N/m2, Pa, atau Psi)

b. Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in), karena regangan di dalam perkerasan nilainya sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain (10-6)

c. Defleksi/lendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk dinyatakan dalam satuan panjang (μm atau inch atau mm)


(42)

Penggunaan program komputer akan memudahkan dalam penghitungan nilai dari tegangan, regangan, dan landutan di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan.

Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adlah sebagai berikut.

Tabel 2.4. analisa struktur perkerasan

Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan

Permukaan perkerasan

Defleksi Digunakan dalam desain lapis tambah

Bawah lapisan perkerasan

Regangan tarik horizontal

Digunakan untuk memprediksi retak fatik pada lapis

permukaan Bagian atas tanah

dasar/bawah lapis pondasi bawah

Regangan tekan vertikal

Digunakan untuk memprediksi kegagalan rutting yang terjadi


(43)

II.6. ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN

Analisa kerusakan perkerasan jalan yang akan dijelaskan adalah retak fatik (fatigue cracking) dan rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban kendaraan. Jenis kerusakan retak fatik dilihat berdasarkan nilai regangan tarik horizontal pada jenis lapis permukaan perkerasan dan jenis kerusakan ruting dilihat berdasarkan nilai regangan tekan dibagian atas lapis tanah dasar atau di bawah pondasi bawah. Dari nilai kedua jenis kerusakan struktur regangan tarik horizontal bagian bawah lapis permukaan aspal dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah atau diatas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan untuk mempridiksi jumlah repetisi beban ini, antar lain persamaan The Asphalt Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al[13].

II.6.1. Retak lelah / Fatigue

Kerusakan retak fatik meliputi bentuk perkembangan dari retak di bawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh keretakan dengan persentase yang tinggi.

Pembebanan ulang yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih di bawah batas ultimatenya. Untuk material perkerasan, beban berulang berasal dari lintasn beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus-menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random.


(44)

 Model Retak The Asphalt Institute (1982)

Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut[11] :

Nf = 0,0796 (εt)-3,291 (E)-0,854...(2.3)

Nf= jumlah repetisi beban

εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan

E = modulus elastisitas lapis permukaan

 Model Retak Shell Pavement Design Manual

Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut :

Nf = 0,0685 (εt)-5,671 (E1)-2,363 ...(2.4)

Nf= jumlah beban 18-kip ESALs

εt= regangan tarik pada bagian bawah lapisan aspal

E = modulus elastisitas lapis permukaan

 Model Retak Finn et al

Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut :

Log Nf = 15,847 – 3,291 log

0,854 log ...(2.5)

Nf= jumlah repetisi beban

εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan


(45)

II.6.2. Retak Alur / Rutting

Retak alur rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua yang digunakan oleh Metode Analistis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur pekerasan akibat beban berulang. Nilai rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur di laboratorium menggunakan beberapa macam alat, sedangkan total rutting harus dihitung untuk seluruh perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 % dari total rutting diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metode Analitis-Mekanistik adalah copression starin yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujuksn kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (εv) yang berada di atas lapisan tanah dasar.

 Model Rutting The Asphalt Institute (1982)

Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut[12]:


(46)

Nd = jumlah repetisi beban

εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah

 Model Rutting Shell Pavement Design Manual

Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut:

Nd = 6,15 x 1017(εc)4 ...(2.7)

Nd = jumlah repetisi beban

εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah

 Model Rutting Finn et al

Finn et al mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut :

 Lapisan AC < 152 mm (6 inch)

Log RR = -5,617 + 4,343 log d – 0,16 log (N18) – log 1.118

(σc)...(2.8)

- Lapisan AC >152 mm (6 inch)

Log RR = -1,173 + 0,717 log d – 0,658 log (N18) – log0,666

(σc)...(2.9)

d = defleksi permukaan,mils (10-3in)

N18=nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal

σc = tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade

II.7 PROGRAM KENPAVE DAN METODE MANUAL DESAIN


(47)

II.7.1. Program Kenpave

Program Kenpave merupakan software desain perencanaan perkerasa yang dikembangkan oleh Dr. Yang H Huang, P.E. Profesor Emeritus of Civil Engineering University of Kentucky. Software ini ditulis dalam bahasa pemograman Visual Basic dan dapat dijalankan dengan versi Windows 95 atau diatasnya. Program kenpave ini hanya dapat dijalankan dalam operating system windows 95 sampai windows xp profesional service park 2.

Program Kenpave yang menyertai buku Yang Huang Edisi Kedua „Pavement Analisis dan Desain‟, adalah versi Windows pengganti empat program DOS dari Layernip, Kenlayer, Slabsinp, dan Kenslap. Layerinp dan Kenlayer merupakan program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan Slabsinp dan Kenslap merupakan program analisis untuk perkerasan kaku[4].

Kontrol program Kenpave adalah pada layar utama yang dapat melakukan berbagai fungsi. Setelah file data dibuat dan diberi nama ( berganti nama), seluruh analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu tanpa keharusan untuk mengetik nama file lagi.

II.7.2. Tampilan Utama Program Kenpave

Pada tampilan utama program Kenpave terdiri dari dua menu pada bagian atas dan 11 menu bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk perkerasan kaku, dan lainnya untuk tinjauan umum.


(48)

Gambar 2.5 Tampilan Awal Kenpave

II.7.2.1. Menu-menu pada Program Kenpave

 Data Path

Data path merupakan direktori tempat penyimpanan data. Nama yang umum pada direktori ini adlah default C:\KENPAVE\ sebagai nama terdaftar pada proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file yang dibuat, dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC\) di kotak jalur data


(49)

 Filename

Menu Filename akan menampilkan file baru dari Layernip dan Slabsinp. Nama file ditampilkan pada kotak yang juga akan digunkan dalam file lain yang dihasilkan selama pelaksanaan Kenlayer atau Kenslabs

 Help

Menu help merupakan bantuan yang menjelaskan parameter input dan penggunaan yang tepat dari program yang terdapat pada setiap layar menu, sehingga sangat membantu dan memudahkan pengguna untuk menjalankan program.

 Editor

Menu editor digunakan untuk memeriksa, mengedit dan cetak data file

 Layernip dan Slabsinp

Kedua menu ini digunakan untuk membuat data file sebelum Kenlayer atau Kenslabs dapat dijalankan

 Kenlayer dan Kenslabs

Kedua menu ini merupakan program utama untuk analisa perkerasan dan dapat hanya dapat dijalankan setelah data file telah diisi. Program ini akan membaca dari setiap data masukan dan akan memulai eksekusi\

 LGRAPH atau SGRAPH

Menu ini dapat digunakan untuk menampilkan grafik rencana dan penampang perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output

 Contour

Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y, menu ini digunakan untuk perkerasan kaku.


(50)

II.7.3. Program Kenlayer

Program Kenlayer hanya dapat diaplikasikan pada jenis perkerasan lentur tanpa sambungan. Dasar dari program ini adalah teori lapis banyak. Teori sistem lapis banyak adalah metode mekanisitik dalam perencanaan perkerasan lentur. Kenlayer dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis, dan juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu roda tunggal, roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple.

Program ini digunakan untuk menentukan rasio kerusakan menggunakan model tekanan (distress models). Distress model dapat digunakan untuk memprediksi umur perkerasan baru dengan mengasumsi konfigurasi perkerasan. Regangan yang menghasilkan retak dan deformasi telah dianggap bagian penting unruk perkerasan aspal, salah satunya adalah regangan tarik horizontal di bagian bawah lapisan aspal yang menyebabkan kelelahan retak dan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar yang menyebabkan deformasi permanen atau rutting. Jika reabilitas atau kemampuan untuk distress tertentu lebih kecil dari tingkat minimum yang dibutuhkan konfigursai perkerasan yang diasumsikan harus diubah[14].

II.7.3.1 Menu-Menu Pada Layerinp Pogram Kenlayer

Gambar 2.6 menunjukkan tampilan menu Layerinp. Pada menu ini terdapat 11 menu, yang disetiap menunya harus diisi dengan data yang diperlukan. Untuk menu sudah default tidak perlu diisi, karena akan secara otomtis akan menyesuaikan dengan data yg diisi sebelumnya.


(51)

Gambar 2.6. Tampilan Layar Layerinp

Menu-menu yang ada di dalam Layerinp adalah:

a. File

Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan Old untuk file yang sudah ada.

b. General

Dalam menu general terdapat beberapa menu yang harus diinput yaitu :

 Title : Judul dari analisa

 Matl : Tipe dari material. (1) jika seluruh lapis merupakan linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis, (3) jika lapisan merupakan viskoelastis, (4) jika lapisan merupakan campuran dari ketiga lapisan di atas.


(52)

Gambar 2.7 Tampilan Menu General

 NDAMA : Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan analisis, (1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail.

 DEL : Akurasi hasil analisa. Standar akuras 0.001

 NL : Jumlah layer/lapis, maksimum 19 lapisan

 NZ : (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal displacement dan nilai regangan, (9) untuk vertikal displacement, nilai regangan dan tegangan

 NBOND : (1) jika antar semua lapisan saling berhubungan/terikat, (2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya geser diabaikan


(53)

 NUNIT : satuan yang dugunakan. (0) satuan English, (1) satuan SI

Tabel 2.6 Satuan English dan SI

Satuan Satuan English Satuan SI Panjang Inch cm Terkanan Psi kPa

Modulus Psi kPa c. Zcoord

Jumlah poin yang ada dalam bahan menu ini sama dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal ini berarti yang akan dianalisa oleh prigram adalah pada kedalaman 4 inch dan 8 inch


(54)

d. Layer

Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu general. TH adalah tebal tiap layer/ lapis. PR adalah Poisson‟s Ratio tiap layer.

Gambar 2.9. Tampilan Layar Layer

e. Interface

Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND = 2, maka menu interface akan keluar seperti pada gambar


(55)

Gambar 2.10. Tampilan Layar Interface

f. Modulli

Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY dalam Menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12. E adalah modulus elastisitas tiap layer


(56)

g. Load

Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1) untuk sumbu roda ganda, (2) untuk sumbu roda tandem, (3) untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai beban. Kolom YW dan Xw merupakan jarak antara rode arah y dan arah x. Jika kolom Load = 0, maka kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT adalah jumlah nilai titik yang akan kita tinjau pada lapis perkerasan.

h. Parameter seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb akan mengikuti nilai dengan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input nilai yang dimasukkan sebelum data ini.

II.7.4. Data Masukan (Input Program KENPAVE)

Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain: modulus elastisitas, poisson ratio, tebal lapis perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari lapisan permukaan sampai tanah dasar yang telah ditentukan.

Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P (KN/lbs), data tekanan ban q (Kpa/psi). Data jarak anatara roda ganda d (cm / inch) dan data jari-jari bidang kontak a (cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia[8] sebagai berikut :

o Beban kendaraan sumbu standar 18.000 pon/8,16 ton o Tekanan roda satu ban 0,55 Mpa = 5,5 kg/cm2


(57)

o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm

o Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm

Gambar 2.12. Sumbu standar ekivalen di Indonesia

Sumber : Silvia Sukirman 1993

II.7.5. Data Keluaran (Output Program)

Data–data yang telah dimasukkan ke dalam program Kenpave akan dijalan kan oleh program. Keluaran dari program tersebut adalah nilai dari tegangan, regangan, dan lendutan. Ada sembilan keluaran dari program ini yaitu vertical deflection, vertical stress, major principal stress, minor principal stress, intermediate principal stress, vertical strain, major principal strain, dan horizontal principal strain. Pada penelitian ini output yang digunakan adalaah vertical strain dan horizontal principal starin untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi beban berdasatkan analisa keruskan fatigue dan rutting.

II.7.6. Tahapan Evaluasi Menggunakan Program Kenpave

Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dengan menggunakan program Kenpave adalah sebagai berikut :


(58)

1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012

2. Hitung parameter dengan menggunakan teori sistem lapis banyak program Kenpave sehingga diperoleh hasil tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur perkerasan

3. Nilai regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan perkerasan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah repetisi beban Nf dan nilai regangan di

bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan untuk mengetahui Nd

4. Periksa nilai Nf dan Nd dengan Nrencana yang telah direncanakan

5. Jika nilai Nf atau Nd lebih besar dari nilai Nrencana maka tebal perkerasan yang

dihasilkan melalui metode perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 mampu menahan beban lalu lintas sesuai dengan yang direncanakan

6. Jika nilai Nf atau Nd lebih kecil dari Nrencana maka tebal perkerasan metode

Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 tidak mampu menahan beban lalu lintas yang direncanakan berdasarkan teori sisitem lapis banyak program Kenpave.

II.8. METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN

No.22.2/KPTS/Db/2012

Dalam metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya merupakan pelengkap desain perkerasan Pd T-01-2002-B atau yang sering disebut metode Bina Marga 2002.


(59)

Metode ini secara umum hampir sama dengan Metode Bina Marga 2002, dimana masih dipakai beberapa parameter-parameter pada Metode Bina marga 2002. Namun demikian terdapat beberapa perubahan-perubahan dan penambahan parameter yang digunakan, begitu juga beberapa rumus yang dirubah, sehingga terdapat perubahan yang cukup jelas dalam penentuan nilai tebal perkerasan. Parameter- parameter beikut adalah parameter yang mengalami perubahan dari parameter Bina Marga 2000 maupun ditambah adalah sebagai berikut :

II.8.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalin yang valid, bila tidak ada maka dapat mengunakan tabel 3.2

2011-2020 >2021-2030 arteri dan perkotaan (%) 5 4

Rural 3.5 2.5

Tabel 2.6 Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:

R =

...(2.10)

Dimana : R = pertumbuhan lalu lintas

UR = umur rencana/umur pelayanan (tahun) i = perkembangan lalu lintas (%)


(60)

II.8.2. Faktor distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur

Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga ( truk dan bus ) ditetapkan pada tabel 2.8. Beban rencana pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur rencana.

Jumlah lajur setiap arah

Kendaraan niaga pada lajur rencana (% terhadap populasi kendaraan niaga)

1 100

2 80

3 60

4 50

Tabel 2.7 Faktor Distribusi Lajur (DL)

II.8.3. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan istilah angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan yang digunakan adalah faktor ekivalen beban (VDF). Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting, beban lalu lintas tersebut diperoleh dari :

1. Studi jembatan timbang/timbang statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain

2. Studi jembatan yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap sukup representatif untuk ruas jalan yang didesain

Jika survey beban lalu lintas mrnggunakan survey timbangan portable, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton

II.8.4. Beban Sumbu Standar

Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu ruas jalan Kelas I. Namun demikian CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80 kN


(61)

II.8.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Axle Road (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lau lintas pada lalu lintas rencana selama umur rencana, yang ditentukan sebagai :

ESA = (Ʃjenis kendaraan LHRT x VDF) x DL...(2.11)

CESA = ESA x 365 x R...(2.12) II.8.6. Traffic Multiplier – Lapisan Aspal

Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas rencana dinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN yang lewat. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, percobaan faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut:

Kerusakan perkerasan secara umum ESA4 =

...(2.13)

Dimana Lij = beban pada sumbu atau kelompok sumbu

SL = beban standar untuk sumbu atau sumbu kelompok

Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas, misalnya faktor kelelahan. Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu linas dinyatakan dalam ESA4 memberikan

hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Traffic Multiplier (TM) digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal.

Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan

berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 – 2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.

Untuk desain perkerasan lentur, nilai CESA yang ditentukan harus dikaitkan dengan nilai TM unruk mendapatkan suatu nilai:


(62)

CESA5 = (TM x CESA4)...(2.14)

II.8.7. Modulus Bahan

Karakteristik modulus bahanuntuk iklim dan kondisi pebebanan di Indonesia diberikan pada tabel 2.9 umtuk bahan berpengikat dan tabel 2.10 untuk bahan berbutir lepas. Modulus lapisan aspal telah ditetapkan berdasarkan kisaran temperatur udara 25º sampai 34º dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata (MAPT) 41º C

Jenis Bahan Modulus Tipikal koefisien

kekuatan(a) Poisson'sRatio HRS WC 800 Mpa 0.28 0.40

HRS BC 900 Mpa 0.28 AC WC 1100 Mpa 0.31 AC BC 1200 Mpa 0.31

Bahan Bersemen 500 Mpa cracked 0.2(uncracked) Tanah dasar

(disesuaikan musiman)

10 x CBR (Mpa) 0.45 (tanahkohesif)

0.35

(tanah nonkohesif) Tabel 2.8 Karakteristik modulus bahan berpengikat

Ketebalan lapisan atas bahan berpengikat

Modulus bahan lapis atas berpengikat (Mpa)

900 (HRS WC/HRS BC) 1100 (AC WC) 1200 (AC BC)

40 mm 350 350 350

75 mm 350 350 350

100 mm 350 345 345

125 mm 320 310 310

150 mm 280 280 275

175 mm 250 245 240

200 mm 220 210 205

225 mm 180 175 170

≥ 250 mm 150 150 150


(63)

II.8.8. Drainase Bawah Permukaan

Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus disediakan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

 Semua lapis pondasi bawah ( sub base) harus terdrainase sempurna

 Desain pelebaran perkerasan harus menjamin tersediannya drainase sempurna dari lapisan berbutir terbawah pada perkerasan eksisting

 Drainase lateral harus diberikan sepanjang tepi timbunan apabila lintasan aliran dari lapisan sub base ke tepi timbunan lebih dari 300 mm

 Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah asli,maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah permukaan tidak tersedia maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor “m”

 Drainase permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain yang menutupi aliran air dari setiap lapisan sub base. Lubang kecil (weep holes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi

 Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5 % sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outlet point). Selain itu harusjuga


(64)

tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m

 Level titik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebuh tinggi dari muka air banjir sesuai standar desain drainase

 Untuk jalan 2 jalur terpisah (divided road) dengan superelevasi apabila drainase diarahkan ke median , maka harus diberi sistem drainase bawah permukaan di median tersebut

Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan, harus digunakan koefisien drainase ”m” pada desain ketebalan lapisan berbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1. Perencanaan dalam melakukan desain sedemikian rupa sehingga didapat nilai m ≥ 1.0, dan menghindari desain dengan m ≤ 0 (kecuali kondisi lapangan tidak memungkinkan ). Nilai m sendiri dalam manual ini digunakan untuk memeriksa desain dengan metode AASTHO 1993.


(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 TAHAPAN PENELITIAN

Metode penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.1


(66)

III.2. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian pada tugas akhir ini berisikajian mengenai metode perencanaan tebal perkerasan lentur, metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dan progran Kenpave. Metodologi analisis yang dipakai dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukuan studi umum yang behubungan dengan struktur perkerasan, metode perencanaan, dan analisa kerusakan fatik dan ruting pada perkerasan lentur

b. Perencanaan tebal lapis permukaan dengan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPts/Db/2012

c. Memvariasikan nilai akumulasi beban sumbu standar kumulatif per hari dan nilai CBR dalam perencanaan tebal perkerasan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPts/Db/2012

d. Merencanakan tebal perkerasan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPts/Db/2012 dengan struktur empat lapis dimana lapis pondasi atas berbahan Granular Base A dan berbahan Bersemen atau CTB (Cement-Treated Base)

e. Evaluasi tebal perkerasan yang dihasilkan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPts/Db/2012 dengan menggunakan program Kenpave

f. Anlisa repetisi beban yang dihasilkan program Kenpave dengan repetisi beban rencana


(67)

III.3. DATA DAN ASUMSI PERKERASAN LENTUR

III.3.1. Data Perkerasan Lentur

Data–data perencanaan tebal perkerasan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPts/Db/2012 yaitu dengan variasi nilai Ŵ18 (beban gandar standar

kumulatif) dan nilai CBR. Dimana nilai Ŵ18 yaitu 230; 2500 dan 30000. Nilai CBR

yaitu 2, 4, 6, 8, dan 10%.

III.3.2 Asumsi Data – Data Parameter Perkerasan Lentur

Data parameter - parameter lainnya diasumsikan dalam perencanaan perkerasan lentur metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012

Ŵ18 230 2500 30000

CBR A B A B A B

2 %

CBR 2%,

Ŵ18 230

CBR 2%,

Ŵ18 230

CBR 2%,

Ŵ18 2500

CBR 2%,

Ŵ18 2500

CBR 2%,

Ŵ1830000

CBR 2%,

Ŵ1830000

4 %

CBR 4%,

Ŵ18 230

CBR 4%,

Ŵ18 230

CBR 4%,

Ŵ18 2500

CBR 4%,

Ŵ18 2500

CBR 4%,

Ŵ1830000

CBR 4%,

Ŵ1830000

6 %

CBR 6%,

Ŵ18 230

CBR 6%,

Ŵ18 230

CBR 6%,

Ŵ18 2500

CBR 6%,

Ŵ18 2500

CBR 6%,

Ŵ1830000

CBR 6%,

Ŵ1830000

8 %

CBR 8%,

Ŵ18 230

CBR 8%,

Ŵ18 230

CBR 8%,

Ŵ18 2500

CBR 8%,

Ŵ18 2500

CBR 8%,

Ŵ1830000

CBR 8%,

Ŵ1830000

10 %

CBR 10%,

Ŵ18 230

CBR 10%,

Ŵ18 230

CBR 10%,

Ŵ18 2500

CBR 10%,

Ŵ18 2500

CBR 10%,

Ŵ1830000

CBR 10%,


(68)

 DL = 90 %

 Reabilitas = 90%

 Standar deviasi = 0.45

 Indeks permukaan awal (IP0) = 4 (laston)

 Indeks permukaan akhir (Ipt) = 2,5 (jalan arteri)

 Indeks permukaan hancur (IPf) = 1,5

 Umur rencana = 10 tahun

 Angka pertumbuhan lalulintas = 5 %

 Bahan Perkerasan A

AC = 450000 Psi; a1= 0,4318

Granular Base A = 70000 Psi a2 = 0,1516

Granular Base B = 20000 Psi a3 = 0,136

Tanah Dasar

 Bahan Perkerasan B

AC = 450000 Psi a1 = 0,4318

CTB = 715000 Psi a2 = 0,1854

Granular Base B = 20000 Psi a3 = 0,136


(69)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.I PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.2.2/KPTS/Db/2012

Perhitungan tebal perkerasan lentur mengunakan data dan asumsi parameter yang telah diberikan pada bab sebelumnya

IV.I.I Perhitungan Perencanaan Empat Lapis Tipe A ( Lapis Pondasi Atas Granular Base A)

 Perencanaan I

Perencanaan I yaitu perencanaan dengan nilai CBR 2 % dan nilai Ŵ18230

Menentukan nilai CESA ( ESAL) CESA = ESA X 365 X R

ESA = Ŵ18x DL

= 230 x 90 % = 207

R = i = Faktor pertumbuhan lalu lintas UR = Umur Rencana

Maka didapat nilai R = 12,577 CESA = 207 x 365 x 12,577 = 950.255,235


(70)

Pada perhitungan tebal perkerasan dengan metode manual ini, kelelahan lapisan aspal diakomodasi dengan penambahan parameter TM yang bernilai berkisar anatar 1,8 – 2, untuk perencanaan ini diambil nilai 1,9 Maka nilai CESA adalah

CESA5= CESA x TM

= 950.255,235 x 1,9 = 1.805.484,947

Nilai ITP akan didapat dengan menggunakan rumus dibawah ini

log Wt = Zr x S0 + 9.36 log (ITP + 1) – 0,20 +

+ 2,32 x

log ( MR) – 8,07

log 1.805.484,947 = (-1,282 x 0,45) + 9.36 log (ITP +1) – 0,20 +

+ 2,32 x Log (3000) – 8,07

6,2566 = -0,77997 + 9,36 log (ITP + 1) +

Dengan cara trial dan eror didapat ITP = 5,333

Untuk menentukan nilai tebal lapis permukaan, maka akan ditentukan nilai lapis permukaan sebesar 4 inch nilai tebal pondasi atas 8 inch, nilai tebal pondasi bawah akan dihiitung sebagai berikut :


(71)

ITP = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3

5,333 = (0,4318 x 4) + (0,1516 x 8 x 1) + ( 0,136 x D3 x 1)

D3 =

= 17,59”

Besarnya nilai untuk D3= 17,59” = 44,6768 cm.

Sehingga untuk tebal perkerasan untuk perencanaan Tebal Perkerasan tipe A adalah:

- Lapis permukaaan (D1) dengan bahan aspal beton (AC) = 4” = 11 cm - Lapis pondasi atas dengan bahan butiran granular base A = 8” = 21 cm - Lapis pondasi bawah dengan bahan butiran granular base B = 17,29”= 45 cm

Gambar 4.1. Susunan Tebal Perkerasan Tipe A perencanaan I

Untuk perhitungan tebal perkerasan selanjutnya yaitu perencanan II sampai XV pada tipe perekerasan A dilakukan sama dengan perencanaan I. Hasil akan ditunjukkan pada tabel 4.1


(1)

Grafik 4.6. Hubungan CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana 235.514.888,6 dengan jumlah repetisi beban

Dari Grafik 4.5. diatas dapat dilihat bahwa nilai repetisi beban di bawah lapis permukaaan (Nf) yang terbesar bernilai 8,7225 x 1011 (CBR 8%) dan yang terkecil adalah 2.445 x 1010 (CBR 10%). Untuk nilai repetisi beban dibawah lapis pondasi bawah (Nd) yang terbesar adalah 6.227.554.495 (CBR 2 %) dan untuk nilai terkecil 2.343.716,033 ( CBR 10 %). Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan tebal perkerasan yang direncanakan mampu menahan beban yang direncanakan karena nilai repetisi beban yang dihasilkan ( Nd dan Nf) lebih besar dari nilai repetisi beban yang direncanakan (Nr) sebesar 235.514.888,6. Namun besarnya selisih nilai antara nilai NF dan Nd dengan nilai Nr perlu direncanakan ulang untuk mendapatkan tebal perkerasan yang optimum

Dari grafik variasi CBR tanah dasar dan beban lalu lintas rencana yang ada diatas dapat dilihat bahwa pada ummnya besaran nilai CBR tanah dasar pada perencanaan tebal perkerasan mempengaruhi jumlah repetisi beban, dimana semakin

0 1,000,000,000 2,000,000,000 3,000,000,000 4,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000 7,000,000,000 0 2E+11 4E+11 6E+11 8E+11 1E+12 1.2E+12 1.4E+12

0 2 4 6 8 10

CBR (%) R e p e tis i B e b an R e p e tis i B e b an

Beban Lalu Lintas Rencana 235.514.888,6

Nf Nd Nrencana


(2)

kecil nilai CBR maka nilai repaetisi beban semakin besar dan sebaliknya semakin besar CBR tanah dasar semakin kecil nilai jumlah repetisi beban yang dihasilkan. Sehingga dibutuhkan tebal perkerasan yang lebih di tiap lapisan perkerasan untuk mampu menahan jumlah repetisi beban.

Grafik 4.4, grafik 4.5, dan grafik 4.6 dengan lapis pondasi atas berbahan Cement Treated Base (CTB) didapat bahwa nilai repetisi beban yang didapat melebihi nilai reperti beban yang direncanakan. Namun perlu direncanakan ulang karena nilai repetisi yang didapat jauh melebihi dari nilai repetisi beban yang direncanakan, dari perencanaan ulang dengan menggunakan program Kenpave akan didapatkan nilai tebal perkerassn yang optimum. Maka dapat disimpulkan juga pemilihan bahan pada tiap lapisan perkerasan juga mempengaruhi nilai jumlah repetisi beban yang dihasilkan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dan evaluasi yang dilakukan dimana perencanaan tebal perkerasan dibagi atas dua jenis yaitu Tipe A (pondasi atas granular base A) dan Tipe B (pondasi atas Cement Treated Base) yang direncanakan dengan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan No 22.2/KPTS/Db/2012 yang kemudian dievaluasi menggunakan program Kenpave untuk mengetahui nilai regangan tarik bagian bawah lapis permukaan dan regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah maka dapat disimpilkan bahwa :

1. Tebal perkerasan lentur dengan metode Manual Desain Perkeasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Tipe A (lapis pondasi atas granular Base A) pada semua nilai variasi CBR dan beban lalu lintas menghasilkan jumlah repetisi beban yang lebih kecil dari repetisi beban rencana

2. Tebal perkerasan lentur dengan metode Manual Desain Perkeasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Tipe B (lapis pondasi atas Cement Treated Base) pada semua nilai variasi CBR dan beban lalu lintas menghasilkan jumlah repetisi beban yang lebih besar dari repetisi beban rencana

3. Tebal perkersan Tipe B berbahan CTB setelah dievaluasi menunjukkan nilai repetisi beban yang lebih besar dari nilai repetisi rencana, ini menunjukkan pemilihan bahan lapis perkerasan juga mempengaruhi nilai repetisi beban yang dihasilkan melalui program Kenpave


(4)

V.2. SARAN

1. Dalam perencaaan tebal perkerasan di Indonesia perlu dipertimbangkan untuk merencanakan tebal perkeraan dengan metode mekanistik, sebagai pedoman pembanding untuk penentuan tebal lapis permukaan

2. Penentuan tebal lapis pekerasan sebaiknya juga menentukan pemilihan bahan setiap lapisan perkerasn untuk mendapatkan tebal lapisan perkerasan yang optimum


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hardiyatmo, Hary Christadi (2007). Pemeliharaan Jalan Raya. Penerbit Gajah Mada Press, Yogyakarta

2. Kosasih, Djuanedi .Perancangan Perkerasan dan Bahan. Catatan Kuliah ITB. Bandung

3. Kosasih , Djuanedi. (2005). Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan (modul II). Catatan Kuliah ITB. Bandung

4. Huang, Yang H. (2004). Pavement Analysis And Design. Pearson Education, Upper Saddle River, New Jersey

5. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 2012, Manual Desain Perkerasan Jalan, No. 22.2 / KPTS/Db/2012.

6. Muis, Zulkarnain A. (1993).Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan bahagian I. Diktat Kuliah Jurusan Teknik Sipil USU.Medan.

7. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, No. Pt T-01-2002-B, Jakarta.

8. Sukirman, Silvia (1993) .Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova 9. Hendarsin,Shirley (2000). Petunjuk Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya,

Politeknk Negri Bandung – Jurusan Teknik Sipil

10.TM, Suprapto (2004). Bahan Dan Struktur Jalan Raya,Biro Penerbit KMPTS FT UGM – Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

11.Ekuwulo, E.O & Eme, D.B. (2009). Fatigue and Rutting strain Analysis of Flexible Pavements Designed Using CBR Methods. African Journal of Environmental Science and Technology. Vol. 3 (12),pp.412-421


(6)

12.Scwartz, Charles W. & Carvalho Regis L. (2007). Evaluation of Mechanistic – Empirical Design Procedur. Departement of Civil and Environmental Engineering The University of Maryland. College Park

13.Angela l. Priest, David H.timm, 2006. Methodology and Calibration of Fatigue Transfer Functiion for Mechanistic – Empirical Flexible Pavement Design, National Center for asphalt Technology, Alabama

14.Gedafa, Daba S. (2006). Comparison Of flexible pavement performance using kenlayer and hdm-4. Fall Student Confrence Midwest Transportation Consortium Kansas State University. Manhattan

15.Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum Edisi 2010 ( revisi 2)