Evaluasi Mekanistik Desain Perkerasan Lentur Bina Marga Nomor 02/M/Bm/2013 Terhadap Pembebanan Dan Modulus Lapisan

(1)

EVALUASI ME BINA TERHADAP P

D Penyele

BIDA

DEP

UNIVER

EKANISTIK DESAIN PERKERASAN LEN INA MARGA NOMOR 02/M/BM/2013

P PEMBEBANAN DAN MODULUS LAPIS

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat nyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

LUTHFI PRATAMA

10 0404 055

DANG STUDI TRANSPORTASI

EPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

IVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

ENTUR


(2)

ABSTRAK

Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga mengeluarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 sebagai acuan tambahan para perencana jalan. Manual ini menyajikan bagan desain yang berisi repetisi lalulintas, material perkerasan serta tebal perkerasan sebagai desain awal. Desain awal yang dihasilkan dari bagan desain ini tidak bisa langsung digunakan, diperlukannya analisa mekanistik untuk mengevaluasi terhadap aspek-aspek dari kondisi yang mempengaruhi suatu struktur perkerasan jalan seperti pembebanan dan property material.

Bagan desain 3 Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 yang dievaluasi pada tugas akhir ini dengan kondisi tanah dasar normal dengan variasi CBR 2.5%,3%,4%,5% dan 6%. Desain perkerasan tersebut akan dievaluasi terhadap pembebanan dan modulus elastisitas dengan menggunakan program perhitungan mekaistik KENPAVE untuk mendapatkan respon struktur perkerasan yaitu regangan yang kemudian akan disubstitusikan kedalam transfer fungtion untuk mendapatkan umur yang dapat dicapai perkerasan tersebut sebelum terjadinya retak (fatigue) dan alur (rutting).

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa beberapa desain perkerasan telah memenuhi repetisi rencana yang disajikan oleh Bina Marga. Evaluasi terhadap pembebanan dapat dijadikan acuan dalam menetapkan toleransi beban berlebih pada suatu struktur perkerasan, sedangkan perubahan modulus elastisitas lebih mempengaruhi umur alur (rutting) dari pada retak (fatigue). Selain itu juga dapat diamati sensitifitas desain perkerasan terhadap tebal lapisan tertentu.

Kata Kunci:


(3)

KATA PENGANTAR

Saya bersyukur atas rahmat Allah SWT yang telah memberi kemudahan kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul: EVALUASI MEKANISTIK DESAIN PERKERASAN LENTUR BINA MARGA NOMOR 02/M/BM/2013 TERHADAP PEMBEBANAN DAN MODULUS LAPISAN serta sholawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW.

Dengan tulus dan kerendahan hati saya sampaikan hormat dan terimakasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepadaa bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc sebagai pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Rasa hormat dan terimakasih juga penulis tujukan kepada:

1. Teristimewa kedua Orang Tua saya, atas setiap dukungan, doa dan pengorbanannya dalam masa perkuliahan

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Ir. Syahizal, Mt, selaku seketaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Ir. Indra JayaPandia, M.T, dan Bapak Ir. Joni Hariato sebagai pembanding/penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

5. Bapak Ibu dosen staff pengajar yang telah membekali saya dengan ilmu hingga selesainya Tugas Akhir ini


(4)

6. Kakak Drg.Opi Akana yang telah bersedia meminjamkan dengan ikhlas leptopnya kepada saya saat leptop saya rusak ditengah-tengah pengerjaan Tugas Akhir ini. 7. Seluruh teman-teman Teknik Sipil USU 2010. Khususnya Febrianti boru Regar,

Williatun boru Nst, Sarifa, Taslimah boru Lbs, Kopipah, Hardiati, Yuda Gelo, Uus, Erol, Daka, Rizkan terimakasih atas dukungan dan semangatnya

Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu saya sangat membuka diri terhadap saran dan kritikan untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga tugas akhir ini memberikkan manfaat bagi pengembangan imu pengetahuan khususnya dilingkungan Teknik Sipil USU

Medan, Juli 2015 Hormat saya

Luthfi Pratama 10 0404 055


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABLE ...viii

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR GRAFIK ...xiv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum... 1

I.2 Latar Belakang ... 2

I.3 Perumusan Masalah ... 4

I.4 Tujuan dan Manfaat ... 4

I.5 Batasan Masalah... 5

I.6 Literatur Review... 6

I.6.1 Beban Berlebih ... 6

-Pengertian Beban Berlebih... 6

-Konsep Dasar Beban Berlebih ... 7

I.6.2 Modulus Elastisitas... 13

-Pengujian Modulus Lapisan ... 13

-Faktor yang Pengaruhi Modulus... 14

I.7 Metodelogi ... 16


(6)

BAB II MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN LENTUR 2013

II.1 Umum... 20

II.2Umur Rencana... 26

II.3 Lalulintas... 29

II.3.1Volume Lalulintas... 29

II.3.2 Faktor Pertumbuhan Lalulintas... 30

II.3.3 Faktor Lajur ... 31

II.3.4 Perkiraan Faktor Ekivalen Beban ... 32

II.4 Beban Lalulintas... 36

II.4.1.Beban lalulintas Standard ... 36

II.4.2.Pengendalian beban Sumbu ... 36

II.4.3.Beban Sumbu Standard Komulatif ... 36

II.5 Desain Pondasi Jalan... 37

II.6 Prosedur Desain ... 39

II.7 Contoh Desain... 42

BAB III Metode Mekanistik Empirik III.1 Umum... 48

III.2 Tegangan dan Renggangan pada Perkerasan Lentur ... 49

III.3 Para Meter Desain ... 53

III.3.1.Modulus Elastisitas ... 53

III.3.2.Poisson’s Ratio... 57

III.3.3.Tebal Lapisan ... 60


(7)

III.4 Analisa Kerusakan ... 63

III.4.1.Retak (fatigue)... 63

III.4.2Alur (rutting)... 65

III.4.3Titik Kritis... 66

III.5 Program KENPAVE ... 67

III.6 KENLAYER ... 70

III.7 Pemodelan Perkerasan dan Pembebanan ... 76

III.8 Proses Running dan Output program ... 77

BAB.IV.Hasil dan Pembahasan IV.1 Desain Perkerasan ... 79

IV.2 Evaluasi Desain Perkerasan ... 81

IV.2.1 Pembebanan ... 81

IV.2.2 Modulus Elastisitas ... 81

IV.2.3 Program KENPAVE ... 82

 Proses Input Data... 83

 Proses Output Data ... 86

IV.3 Hasil Evaluasi ... 89

IV.3.1 Perkerasan f1... 90

IV.3.2 Perkerasan f2... 93

IV.3.3 Perkerasan f3... 96

IV.3.4 Perkerasan f4... 99

IV.3.5 Perkerasan f5...102

IV.3.6 Perkerasan f6...105


(8)

IV.3.8 Perkerasan f8...111

IV.4 Pembahasan Hasil Evaluasi ...114

IV.4.1 Kondisi Normal...114

IV.4.2 Kondisi Beban Berlebih...115

IV.4.3 Kondisi Perubahan Modulus...117

IV.4.4 Sensitifitas terhadap Tebal Lapisan ...117

IV.4.4.1 Sensitifitas terhadap Tebal Timbunan ...118

IV.4.4.1 Sensitifitas terhadap Tebal LPA ...118

IV.4.4.1 Sensitifitas terhadap Tebal AC-BC ...119

IV.4.4.1 Sensitifitas terhadap Tebal AC-WC & AC-BC...120

BABV. Kesimpulan dan Saran V.4 Kesimpulan ...121

V.4 Saran...122


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum ... 7

Tabel 1.2 Muatan Sumbu Terberat Beberapa Negara ... 9

Tabel 1.3 Modulus Lapangan VS Modulus Laboraturium ... 16

Tabel 1.4 Desain yang Akan Dianalisa ... 17

Tabel 2.1 Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan ... 26

Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)... 27

Tabel 2.3 Contoh Penghematan Peningkatan Umur Rencana ... 23

Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Lalulintas (i) Minimum ... 31

Tabel 2.5 Faktor Pertumbuhan Lalulintas ... 32

Tabel 2.6 Pengumpulan Data Beban Lalulintas ... 34

Tabel 2.7 Nilai VDF Standard ... 35

Tabel 2.8 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum... 41

Tabel 2.9 ... 41

Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Optimum Termasuk CTB Tabel 2.10 Contoh Rekapitulasai Penentuan Nilai CESA ... 45

Tabel 3.1 Modulus Elastisitas Tipikal... 54

Tabel 3.2 Besaran Modulus Young’s Material Perkerasan... 55

Tabel 3.3 Modulus Elastisitas Literatur yang Tersedia... 55

Tabel 3.4 Modulus Tipikal Bina Marga ... 56

Tabel 3.5 Besar Pengurangan Modulus terhadap Tebal Lapis Atas ... 56

Tabel 3.6... 57 Modulus Elastisitas yang Digunakan dalam Analisa Mekanistik


(10)

Tabel 3.7 Poissons Ratio Literatur 8 & 7 ... 58

Tabel 3.8 Poisson’s Ratio... 58

Tabel 3.9 Poisson’s Ratio Bina Marga... 59

Tabel 3. 10... 59

Poisson’s Ratio yang Digunakandalam Analisa Mekanistik Table 3.11... 64

Model Kegagalan Retak (Fatigur Cracking) Beberapa oleh Organisasi Table 3.12 Model Alur (Rutting) Beberapa Organisasi ... 66

Tabel 4.1 Perkerasan yang akan Dievaluasi... 79

Tabel 4.3... 90

Umur Retak dan Alur Perkerasan f1 dalam Kondisi Beban Standard Tabel 4.4... 91

Umur Retak dan Alur Perkerasan f1 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.5... 92

Umur Retak dan Alur Perkerasan f1 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.6... 93

Umur Retak dan Alur Perkerasan f2 dalam Kondisi Beban Standard Tabel 4.7... 94

Umur Retak dan Alur Perkerasan f2 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.8... 95

Umur Retak dan Alur Perkerasan f2 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.9... 96 Umur Retak dan Alur Perkerasan f3 dalam Kondisi Beban Standard


(11)

Tabel 4.10... 97 Umur Retak dan Alur Perkerasan f3 dalam Kondisi Beban 125 Psi -200 Psi Tabel 4.11... 98 Umur Retak dan Alur Perkerasan f3 dalam Kondisi Modulus -10%dan+10% Tabel 4.12... 99 Umur Retak dan Alur Perkerasan f4 dalam Kondisi Beban Standard

Tabel 4.13...100 Umur Retak dan Alur Perkerasan f4 dalam Kondisi Beban 125 Psi -200 Psi Tabel 4.14...101 Umur Retak dan Alur Perkerasan f4 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.15...102 Umur Retak dan Alur Perkerasan f5 dalam Kondisi Beban Standard

Tabel 4.16...103 Umur Retak dan Alur Perkerasan f5 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.17...104 Umur Retak dan Alur Perkerasan f5 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.18...105 Umur Retak dan Alur Perkerasan f6 dalam Kondisi Beban Standard

Tabel 4.19...106 Umur Retak dan Alur Perkerasan f6 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.20...107 Umur Retak dan Alur Perkerasan f6 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.21...108 Umur Retak dan Alur Perkerasan f7 dalam Kondisi Beban Standard


(12)

Tabel 4.22...109

Umur Retak dan Alur Perkerasan f7 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.23...110

Umur Retak dan Alur Perkerasan f7 dalam Kondisi Modulus -10% dan +10% Tabel 4.24...111

Umur Retak dan Alur Perkerasan f8 dalam Kondisi Beban Standard Tabel 4.25...112

Umur Retak dan Alur Perkerasan f8 dalam Kondisi Beban 125 Psi - 200 Psi Tabel 4.27Sensitifitas terhadap Tebal Timbunan f2 & f3...118

Tabel 4.28 Sensitifitas terhadap Tebal LPA f1 & f2...118

Tabel 4.29Sensitifitas terhadap Penambahan 20cm AC-BC...119

Tabel 4.30Sensitifitas terhadap Penambahan 30cm AC-BC...119

Tabel 4.31Sensitifitas terhadap Penambahan 50cm AC-BC...119


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Beban Diizinkan VS Beban Aktual... 8

Gambar 1.2 ... 12

Diagram Konsep dasar Beban Berlebih Secara Teknis dan Mekanis Gambar 1.3 Universal Materials Testing Apparatus ... 13

Gambar 1.4 Falling Weight Deflectometer ... 14

Gambar 1.5 Grafik Modulus terhadap Temperatur... 15

Gambar 1.6 Diagram Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir... 18

Gambar 2.1 Distribusi Baban Perkerasan ... 21

Gambar 3.1... 51

Perkerasan dengan Pembebanan Tunggal, Respons Struktur, dan Material Properties Gambar 3.2Odemark’s Transformation of Layer System... 52

Gambar 3.3 Kurva Tegangan Regangan ... 53

Gambar 3.4 Poission’s Ratio... 57

Gambar 3.5 Distribusi Pembebanan Perkerasan Lentur ... 60

Gambar 3.6 Sumbu Tunggal Roda Ganda ... 62

Gambar 3.7 Pemodelan Pembebanan saat Analisa Mekanistik ... 62

Gambar 3.8 Tititk kritis yang akan Dianalisa ... 67

Gambar 3.9 Tampilan Utama Program KENPAVE ... 68

Gambar 3.10 Tampilan LAYERINP... 71

Gambar 3.11 Tampilan Menu General... 71

Gambar 3.13 Tampilan Menu ZCoord... 73


(14)

Gambar 3.15 Tampilan Menu Interface ... 74

Gambar 3.16 Tampilan Menu Moduli ... 75

Gambar 3.17 Tampilan Menu Load ... 76

Gambar 4.1 Penggunaan Bagan Desain Perkerasan Lentur... 76

Gambar 4.2 Desain Perkerasan f1 dengan CBR 3% ... 80

Gambar 4.3... 81

Model Perkerasan f1; CBR 3% Evaluasi terhadap Pembebanan Gambar 4.4... 82

Model Perkerasan f1; CBR 3% Evaluasi terhadap Modulus Gambar 4.5 Menu General Perkerasan f1; CBR 3%... 83

Gambar 4.6 Menu Zcoord Perkerasan f1; CBR 3%... 83

Gambar 4.7 Menu Layers Perkerasan f1; CBR 3% ... 84

Gambar 4.8 Menu Moduli Perkerasan f1; CBR 3% ... 84

Gambar 4.9 Menu Load Perkerasan f1; CBR 3% ... 85

Gambar 4.10 Menu Titik Kritis Perkerasan f1; CBR 3% ... 85

Gambar 4.11 Menu Utama Layerinp Perkerasan f1; CBR 3% ... 86

Gambar 4.12 Menu Utama KENPAVE Perkerasan f1; CBR 3% ... 86

Gambar 4.13 Running Succesced Perkerasan f1; CBR 3%... 87

Gambar 4.14 Menu LGRAPH Perkerasan f1; CBR 3% ... 87


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f1 ... 90 Grafik 4.2 ... 90 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f1 Kondisi Beban Standard

Grafik 4.3 ... 91 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f1 Grafik 4.4 ... 92 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f1 Grafik 4.5 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f2 ... 93 Grafik 4.6 ... 93 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f2 Kondisi Beban Standard

Grafik 4.7 ... 94 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f2 Grafik 4.8 ... 95 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f2 Grafik 4.9 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f3 ... 96 Grafik 4.10 ... 96 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f3 Kondisi Beban90 Standard

Grafik 4.11 ... 97 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f3 Grafik 4.12 ... 98 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f3 Grafik 4.13 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f4 ... 99


(16)

Grafik 4.14 ... 99 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f4 Kondisi Beban Standard

Grafik 4.15 ...100 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f4 Grafik 4.16 ...101 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f4 Grafik 4.17 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f5 ...102 Grafik 4.18 ...102 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f5 Kondisi Beban Standard

Grafik 4.19 ...103 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f5 Grafik 4.20 ...104 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f5 Grafik 4.21 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f6 ...105 Grafik 4.22

Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f6 Kondisi Beban Standard...105 Grafik 4.23 ...106 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f6 Grafik 4.24 Perbesaran dari Grafik 4.23 terhadap Umur Retak...106 Grafik 4.25 ...107 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f6 Grafik 4.26 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f7 ...108 Grafik 4.27 ...108


(17)

Grafik 4.28 ...109 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f7 Grafik 4.29 ...110 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f7 Grafik 4.30 Regangan Tarik (et) dan Tekan (ev) Perkerasan f8 ...111 Grafik 4.31 ...111 Umur Retak (Nf) dan Alur (Nd) Perkerasan f8 Kondisi Beban Standard

Grafik 4.32 ...112 Pengaruh Pembebanan Berlebih terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f8 Grafik 4.33 Perbesaran Grafik 4.32 terhadap Umur Retak ...112 Grafik 4.34 ...113 Pengaruh Perubahan Modulus terhadap Umur Retak dan Alur Perkerasan f8 Grafik 4.35 Contoh Kontrol Toleransi Beban Berlebih ...116


(18)

ABSTRAK

Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga mengeluarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 sebagai acuan tambahan para perencana jalan. Manual ini menyajikan bagan desain yang berisi repetisi lalulintas, material perkerasan serta tebal perkerasan sebagai desain awal. Desain awal yang dihasilkan dari bagan desain ini tidak bisa langsung digunakan, diperlukannya analisa mekanistik untuk mengevaluasi terhadap aspek-aspek dari kondisi yang mempengaruhi suatu struktur perkerasan jalan seperti pembebanan dan property material.

Bagan desain 3 Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 yang dievaluasi pada tugas akhir ini dengan kondisi tanah dasar normal dengan variasi CBR 2.5%,3%,4%,5% dan 6%. Desain perkerasan tersebut akan dievaluasi terhadap pembebanan dan modulus elastisitas dengan menggunakan program perhitungan mekaistik KENPAVE untuk mendapatkan respon struktur perkerasan yaitu regangan yang kemudian akan disubstitusikan kedalam transfer fungtion untuk mendapatkan umur yang dapat dicapai perkerasan tersebut sebelum terjadinya retak (fatigue) dan alur (rutting).

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa beberapa desain perkerasan telah memenuhi repetisi rencana yang disajikan oleh Bina Marga. Evaluasi terhadap pembebanan dapat dijadikan acuan dalam menetapkan toleransi beban berlebih pada suatu struktur perkerasan, sedangkan perubahan modulus elastisitas lebih mempengaruhi umur alur (rutting) dari pada retak (fatigue). Selain itu juga dapat diamati sensitifitas desain perkerasan terhadap tebal lapisan tertentu.

Kata Kunci:


(19)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Umum

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup dengan memisahkan diri dari manusia lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kepentingannya manusia perlu berkomunikasi dan bertransaksi dengan manusia lainnya. Agar dapat berkomunikasi dan bertransaksi manusia membutuhkan sarana dan prasarana agar dapat berpindah maupun memindahkan, dari suatu tempat ketempat lain. Kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan sarana dinamakan transportasi (Warpani 2002).

Sarana transportasi merupakan alat yang digunakan untuk berpindah dan memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Sarana transportasi biasa disebut moda transportasi yaitu kerdaraan baik darat, laut maupun udara, sedangkan prasarana transportasi merupakan segala sesuatu yang dapat menunjang moda-moda transportasi agar dapat melayani kegiatan transportasi dengan baik. Prasarana mencakup jalur, serta komponen pendukung lainnya seperti rambu-rambu lalulintas. Tanpa prasarana yang baik moda transportasi tidak dapat bekerja maksimal.

Saat ini di Indonesia sedang dilakukan pembangunan di segala bidang, salah satunya pembangunan prasarana transportasi darat yaitu jalan raya. Konstruksi perkerasan jalan saat ini umumnya ada dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Setiap tahunnya


(20)

jumlah jalan yang di bangun dan diperbaiki semakin meningkat seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang menuntut akan aksesbilitas yang baik yang nyaman dan aman dalam bertransportasi.

I.2 Latar Belakang

Komponen yang utama pada jaringan jalan adalah pada bagian perkerasan. Perkerasan berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan pembentuk perkerasan supaya tidak mengalami tegangan dan renggangan yang berlebihan oleh akkibat beban lalulintas. Perkerasan merupakan struktur yang diletakkan pada tanah dasar yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah dasar yang berada di bawahnya.[3]

Beban yang bekerja pada suatu struktur perkerasan sewajarnya dan seharusnya sesuai dengan beban rencana pada saat perkerasan itu didesain. Di Indonesia metode yang digunakan untuk merencanakan perkerasan lentur adalah metode yang bersumber dari AASHTO, sampai akhirnya diadopsi dan dikeluarkan Pedoman Desain Perencanaan Perkerasan Lentur Pd T-01-2002 oleh Direktorat Jendral Bina Marga dan pada tahun 2013 dikeluarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 sebagai penyempurna.

Beban yang bekerja pada suatu struktur perkerasan melebihi beban yang digunakan pada saat desain disebut beban berlebih (overloading). Overloading dapat mengakibatkan kerusakan dini perkerasan dan juga dapat mengakibatkan berkurangnya umur rencana pada desain suatu struktur perkerasan. (Mulyono, 2002) dalam analisanya pada ruas jalan Manado-Bitung berkesimpulan bahwa


(21)

menyimpulkan bahwa overloading yang terjadi pada beberapa ruas jalan di Province Riau disebabkan oleh 45%-55% factor internal pengguna jalan.

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan NO 02/M/BM/2013 Direktorat Jendral Bina Marga mulai menggunakan pendekatan desain mekanistik untuk mendukung prosedur empiris pada Manual Desain Perkerasan Jalan Pd T-01-2002-B.

Perinsip utama dari metode mekanistik adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur “multilayer (elastic) structure” untuk perkerasan lentur dan suatu struktur “beam on elastic foundation” untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap beban statis merata , maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjannya tegangan/renggangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal struktur perkerasan. Tegangan (stress), regangan (strain), dan lendutan (deflection) adalah respon dari material perkerasan yang mengalami pembebanan.[2]

Untuk mendapatkan respon struktur perkeraan diperlukan properties dari setiap lapis perkerasan dan pembebanan yang terjadi pada permukaan perkerasan. Propertis dari lapis perkerasan yang dibutuhkan untuk metode mekanistik empirik yaitu modulus elastisitas dan Poission’s rasio yang didapat dari hasil pengujian laboraturium sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam penentua desain yang disediakan. Modulus Elastisitas yang sangat dipengaruhi oleh suhu adalah modulus elastisitas campuran beraspal karena sifat visco-elastic yang kemudian akan mempengaruhi karakteristik dari campuran beraspal tersebut[18],


(22)

dan hasil uji modulus elastisitas di laboraturium sering tidak sesuai atau tidak sama besarnya pada saat proses penghamparan dan pemadatan dilapangan[17].

Pogram bantu komputer yang sudah ada adalah program KENPAVE yang dikembangkan oleh Dr. Yang H. Huang P.E Professor Emertus of Civil Engineering University of Kentucky. Program ini merupakan program analisis untuk perkerasan yang berdasarkan pada metode mekanisitk.[1] Program KENPAVE mempunyai keunggulan dari program lain karena program ini lebih mudah digunakan, dapat dijalankan dengan mudah dengan memasukkan input yang diperlukan.

I.3 Perumusan Masalah

Pada tugas akhir ini akan dianalisis structural effect dari pembebanan berlebih overloading dan perubahan modulus bahan material penyusun desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB (Bagan Desain 3 Manual Desain Perkerasan Jalan NO 02/M/BM/2013. Evaluasi dilakukan dengan program KENPAVE/KENLAYER dengan menaikkan beban yang bekerja pada struktur perkerasan dari beban strandard desain.

I.4 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebbagai berikut :

1. Mengevaluasi desain perkerasan yang disajikan oleh Bina Marga dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE terhadap beban standard


(23)

2. Mengetahui efek overloading terhadap repetisi beban rencana dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE

3. Mengetahui efek penurunan modulus bahan material penyusun desain perkeraasan dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE

4. Mengetahui efek overloading dan perubahan moduus terhadap umur retak dan alur (fatigue and rutting life) dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE

Manfaat penelitian ini agar dapat dijadikan referensi dan evaluasi dalam suatu perencanaan struktur perkerasan lentur

I.5 Batasan Masalah

Pada tugas akhi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Perkerasan yang dievaluasi merupakan perkerasan lentur yang telah disajikan dalam bagan desain 3 Manual Perkerasan Jalan NO: 02/M/BM/2013

2. Struktur pondasi jalan yang di evaluasi termasuk golongan tanah normal (Prosedur Desain Pondasi A Manual Perkerasan Jalan NO: 02/M/BM/2013

3. Metode mekanistik dilakukan dengan menggunakan program KENPAVE/KENLAYER


(24)

I.6 Literature Review

Pengumpulan literature atau bahan bacaan yang relevan untuk penyusunan tugas akhir ini yang mana dapat mendukung dalam mengumpulkan teori, dan analisis metode untuk menyelesaikan perumusan masalah tugas akhir ini. Dimana yang menjadi fokus utama dala tugas akhir ini adalah beban berlebih dan modulus elastisitas.

I.6.1 Beban Berlebih

Beban berlebih (overload) pada kendaraan berat merupkan kasus yang sudah tidak asing lagi bagi para perencana dan pengelola jalan di Indonesia. Lemahnya sistem pengawasan dan ketegasan pemerintah serta ketidak pedulian pihak pengusaha menjadi faktor penyebab utama, lebih kurang 95% distribusi angkutan di Indonesia dilakukan melalui jalur darat[14]. Bagi pengusaha membawa beban melebihi daya angkut suatu kendaraan dapat menghemat biaya produksi dalam usahanya[13].

Pengertian Beban Berlebih

Beban berlebih (overoading) adalah beban lalu-lintas rencana(jumlah lintasan operasional rencana) tercapai sebelum umur rencana perkerasan ,atau sering disebut dengan kerusakan dini (Hikmat Iskandar, Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan,2008).

Beban berlebih (overloading) adalah jumlah berat muatan kendaraan angkutan penumpang, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan dan kereta tempelan yang diangkut melebihi dari


(25)

melebihi kemampuan kelas jalan yang ditetapkan. JBI (jumlah berat yang diijinkan) adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang di ijinkan berdasarkan ketentuan. Muatan sumbu terberat (MST) adalah jumlah tekanan maksimum roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan (Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006).

Konsep Dasar Beban Berlebih a. Secara Teknis Desain

Muatan sumbu terberat (MST) dipakai sebagai dasar pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 1.1 Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum

Kelas Fungsi

Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum Lebar (mm) Panjang (mm) Tinggi (mm) MST (Ton) I Arteti

Kolektor 2500 18000 4200 10

II

Arteri Kolektor Lokal Lingkungan

2500 12000 4200 8

III

Arteri Kolektor Lokal Lingungan

2100 9000 3500 8

Khusus Arteri 2500 18000 4200 >10


(26)

Sering sekali pihak pengusaha mengabaikan peraturan yang telah dibuat pemerintah dalam hal muatan sumbu terberat, karena bagi mereka dengan meperbanyak daya angkut akan memotong biaya produksi, sedangkan pemerintah dalam melakukan fungsi pengawasan tergolong tidak tegas dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi. Sebuah proceedings menyajikan perbandingan antara muatan yang di perboleh kan dengan muatan aktual yang terjadi dijalan pada sebeberapa segmen jalan,yang terlihat dari grafik berikut:

Gambar 1.1 Grafik Beban Diizinkan VS Beban Aktual

Sumber: Gatot S. Proceeding of The Eastern Asia Society for Transportation

Studies, Vol.9, 2013

Fenomena beban berlebih (overloading) tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi dinegara maju dan berkembang seperti China, Philipina, Mesir, Cairo dan lainnya. Negara-negara tersebut juga mempunyai ketentuan dalam menetapkan muatan sumbu terberat, dapat dilihat pada table berikut:


(27)

Tabel 1.2 Muatan Sumbu Terberat Beberapa Negara

Negara/Institusi

MST (Ton)

Negara/Institusi

MST (Ton)

Indonesia 8 & 10 Italia 12

Malaysia 8 & 10 Perancis 13

Singapura 10 MEE (sepakat) 13

Thailand 8 & 10 Saudi Arabia 12

Philipina 10 Jordania 12

Jepang 10 Qatar ∞

Inggris 10.17 Belgia 13

Irlandia 10.17 Ethiopia 8

Jerman 10 Belanda 10

Sumber: Moh. Anas Aly & Achmad Helmi, KNTJ-8

Penerapan sangsi pada pelanggaran ketentuan Muatan Sumbu Terberat (MST) di Indoonesia diberlakukan dalam 3 kondisi sanksi yaitu:

I. Pelanggaran tingkat I yaitu kelebihan muatan sampai dengan 15%

II. Pelanggaran tingkat II yaitu kelebihan muatan sampai dengan 25%

III. Pelanggaran tingkat III yaitu keleihan muatan lebih besar dari 25%


(28)

Sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran Muatan Sumbu Terberat diserahkan kepada Dinas Perhubungan Provinsi sehingga berbeda sanksi yang dikenakan tiap provinsi.

Dikarenakan kesulitan dalam menangani mutan berlebih, Direktorat Jendral Bina Marga sering mengadakan evaluasi melalui pertemuan seperti seminar maupun konferensi yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Seperti pada pertemuan di Bandung 26 April 2006, 8 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati bahwa toleransi beban berlebih diperbolehkan hingga 70% dari daya angkut semula truk tersebut[14]. Pada awal tahun 2008 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati kembali bahwa beban berlebih dapat ditolerir hingga 50%, dan pada akhir tahun 2008 akhir, Departemen Bina Marga menurunkan toleransi beban berlebih menjadi 30% dari daya angkut semula yang kemudian di sahkan menjadi UU No.22 tahun 2008[13].

Beban berlebih secara teknis desain akan mempengarui angka ekivanlen (E). Misalkan, E truk dengan berat 18 ton = 2.5; ini berarti 1 kali lintasan truk 18 ton equivalen dengan 2,5 kali lintas sumbu standard. Bila pada kenyataan pada saat jalan dibuka, truk yang pada awalnya diperkirakan mengangkut 18 ton ternyata bermuatan 36 ton, maka lintas sumbu standard menjadi 2 kali lebih besar yaitu menjadi 5 kali lintas sumbu standard. Hal ini akan sangat mempengaruhi repetisi beban lalulintas rencana yang dapat dilimpahkan pada suatu


(29)

ruas jalan, sehingga umur jalan tersebut akan lebih cepat tercapai daripada umur yang telah direncanakan.

b. Secara Mekanis Desain

Secara teknis, peraturan yang mengatur tentang Muatan Sumbu Terberat (MST) difungsikan untuk menjaga dan mengawasi agar jumlah repetisi beban rencana (ESAL desain) tidak melebihi repetisi beban yang akan dibebankan terhadap struktur jalan pada saat jalan mulai dibuka/difungsikan[5]. Sedangkan mekanis desain digunakan untuk memprediksi repetisi beban lalulintas yang dapat ditampung dengan beban dan properties material tertentu.

Apabila suatu struktur perkerasan dengan properties material tertentu, kemudian diberikan beban yang mewakili repetisi lintas sumbu standard, lalu dilakukan perhitungan secara mekanistik akan menghasilkan respons struktur perkerasan. Respons struktur perkerasan tersebut kemudian subsitusikan kedalam tranfer function maka akan menghasilkan nilai repetisi beban lalulintas yang dapat diterima oleh struktur perkerasan tersebut hingga mencapai kelelahan retak dan alur (fatigue cracking & rutting).

Dalam analisa mekanistik, beban yang bekerja pada strukutur perkerasan merupakan beban terbagi rata yang merupakan konversi dari beban terpusat terhadap luas permukaan ban yang bekerja, yang kemudian disebut tekanan ban (tire pressure). Makauntuk kondisi beban berlebih (overloading), beberapa literature menaikkan tekanan ban (tire pressure) dalam análisa mekanistik[6,7,8,9]


(30)

Gambar 1.2 Diagram Konsep dasar Beban Berlebih Secara Teknis dan Mekanis

ESAL Desain (LHRxEdesainxDx365xn)

beban kendaraan > beban desain

(LHRxEaktualxDx365xn) maka EAktual> Edesain

ESAL Aktual ESAL Aktual > Esal Desain Umur jalan yang ada pada n(faktor umur rencana) akan tercapai lebih

cepat ESAL Aktual yang akan

diterima perkerasan

Desain Perkerasan Nf dan Nr dengan beban standard

(desain) Beban Sumbu Standard

70 Psi 70 Psi

beban yang bekerja pada perkerasan naik tekanan ban menjadi > 70 Psi

Nf dan Nr desain

Nf dan Nr dengan beban yang dinaikkan maka Retak dan alur (Nf&Nr) pada perkerasan akan lebih cepat tercapai

dari desain Teknis

Mekanis Overload


(31)

I.6.2 Modulus Elastisitas

Modulus resilien (Mr) adalah ukuran kekakuan suatu bahan, yang

merupakan perkiraan Modulus elastisitas (E). Modulus elastisitas merupakan tegangan dibagi dengan regangan menggunakan beban yang dilakukan secara perlahan-lahan. Sedangkan modulus resilien adalah tegangan dibagi renggangan untuk beban yang dilakukan secara cepat sesuai yang dialami oleh perkerasan jalan[19].

 Pengujian Modulus Lapisan

Pengujian modulus lapisan dapat dilakukan dilaboraturium dan dilapangan. Metode pengujian seperti metode pembebanan, durasi pembebanan, waktu penyipanan, dan pemberian tegangan akan berpengaruh terhadap nilai besaran modulus yang akan diperoleh.

a. Pengujian Laboraturium

Pengujian laboraturium untuk modulus lapisan mempunyai beberapa ketentuan seperti AASHTO T294-92, 1992 dan SNI 03-6836 dengan menggunakan alat beban berulang triaxial UMATTA (Universal Materials Testing Apparatus)[16,17].

Gambar 1.3 Universal Materials Testing Apparatus


(32)

b. Pengujian Lapangan

Pengujian lapangan untuk modulus elastisitas dilakukan dengan alat FWD, yaitu dengan menentukan lendutan pada titik-titik yang ditentukan lalu hasil lendutan itu diolah dengan program ELMOD (Evaluatin of Layer Moduli and Overlay Design)[18]. Perhitungan lendutan dengan alat FWD dilakukan dengan memberikan pembebanan yang setara dengan standard desain jalan perkerasan lentur.

Gambar 1.4 Falling Weight Deflectometer

Sumber: testconsult.co.uk

 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Modulus

Modulus elastisitas sangat diengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pemadatan dan pembebanan

a) Suhu

Modulus Elastisitas yang sangat dipengaruhi oleh suhu adalah modulus elastisitas campuran beraspal karena sifat visco-elastic yang kemudian akan mempengaruhi karakteristi


(33)

yang terlihat pada grafik dari percobaan oleh Djunaedi Kosasih dan Siegfried berikut:

Gambar 1.5 Grafik Modulus terhadap Temperatur

Sumber: Koleksi Perpustakaan Pusjatan

Terlihat bahwa kecendrungan penrunan nilai modulus lapisan beraspal terhadap temperatut permukaan perkerasan cukup bervariasi.

b) Pemadatan dan Pembebanan

Hasil uji modulus elastisitas di laboraturium sering tidak sesuai atau tidak sama besarnya pada saat proses penghamparan dan pemadatan dilapangan[17]. Sebuah hasil penelitian oleh Nyoman Suarna (Jurnal Litbang Jalan) menyebutkan bahwa secara umum diperoleh bahwa modulus lapangan nilainya lebih besar dari modulus laboraturium. Berikut adalah tabel hasil penelitian perbandingan modulus laboraturium dengan modulus pada suatu ruas jalan.


(34)

T

S

I.7 Metodologi

Pada tugas akhi berlebih overloading termasuk CTB (Ba 02/M/BM/2013. 1. Melakukan Perkerasan rutting pada 2. Memabaha 3. Melakukan

modulus ba yang telah 4. Pembebana

200 Psi de

Tabel 1.3 Modulus Lapangan VS Modulus Labora

Sumber: Nyoman S & I. Ketut, Jurnal Litbang Jalan

ogi

s akhir ini akan dianalisis structural effect da oading terhadap desain perkerasan lentur opsi bi

Bagan Desain 3 Manual Desain Perkeras

kukan studi tentang struktur perkerasan lentur san Jalan No 02/M/BM/2013, dan analisa kerusa pada perkerasan lentur

bahas dasar-dasar metode mekanikal empirik per kukan studi tentang pembebanan overloading us bahan material terhadap perkerasan lentur me

ah ada

banan yang bekerja pada evaluasi mekanistik ya si dengan dua kondisi modulus bahan materi

oraturium

dari pembebanan opsi biaya minimum rasan Jalan NO

ur Manual Desain kerusakan fatik dan

k perkerasan lentur ng dan pengaruh melalui penelitian

k yaitu 75, 125 dan erial, yaitu 100%


(35)

5. Analisis dampak beban berlebih overloading dan pengaruh penurunan modulus bahan terhadap desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB (Bagan Desain 3 Manual Desain Perkerasan Jalan NO 02/M/BM/2013 dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE/KENLAYER.

Tabel 1.4 Desain yang Akan Dianalisa

CBR STRUKTUR PERKERASAN LENTUR

% F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

2.5 F1; 2.5 F2; 2.5 F3; 2.5 F4; 2.5 F5; 2.5 F6; 2.5 F7; 2.5 F7; 2.5 3 F1; 3 F2; 3 F3; 3 F4; 3 F5; 3 F6; 3 F7; 3 F7; 3 4 F1; 4 F2; 4 F3; 4 F4; 4 F5; 4 F6; 4 F7; 4 F7; 4 5 F1; 5 F2; 5 F3; 5 F4; 5 F5; 5 F6; 5 F7; 5 F7; 5

≥6 F1;≥6 F2;≥6 F3;≥6 F4;≥6 F5;≥6 F6;≥6 F7;≥6 F7;≥6

6. Analisa repetisi beban dari beberapa institusi , baik kondisi normal maupun kondisi overloading dan akibat penurunan modulus bahan material yang dihasilkan program KENPAVE terhadap repetisi beban rencana


(36)

Gambar 1.6 Diagram Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir

Studi Pustaka

Evaluasi Menggunakan Program KENPAVE/KENLAYER

Nilai Tegangan dan Renggangan

Repetisi Beban Lalulintas Nf dan ND

Kesimpulan dan Saran

Selesai Mulai

Analisis Nf dan Nr tehadap Pembebanan dan Modulus serta N desain

Variasi Perkerasan F1,F2,F3,F4,F5,F6,F7,F8

Variasi CBR Tanah Dasar (2.5;3;4;5,6) %

Analisis tegangan dan renggangan terhadap Pembebanan dan Modulus

Modulus Bahan

(90;100’110)%

Pembebanan (70;125;200) Psi


(37)

I.8 Sistematika Penulisan

Tahap penulisan yang ada didalam tugas akhir ini dikelompokkan kedalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang rancangan yang akan dilakukan pada tugas akhir ini yaitu meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02/M/BM/2013

Bab ini berisi tentang desain perkerasan lentur yang disajikan Kementrian Bina Marga tahun 2013. Manual Desan Perkerasan Tahun 2013 merupakan manual desain terbaru yang dikeluarkan Bina Marga yang melengkapi manual-manual sebelumnya

Bab III Metode Mekanistik-Empirik dan Parameter Desain

Bab ini berisi tentang perinsip dasar serta parameter desain yang diperlukan dalam metode mekanistik-empirik. Pada bab ini juga akan menerangkan beban yang akan dimodelkan dalam metode mekanistik-empirik

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil dari evaluasi program KENPAVE terhadap desain perkerasan lentur opsi biaya minimum yang disajikan pada Manual Desain Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tenttang kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya dan saran mengenai hasil evaluasi yang dilakukan.


(38)

BAB II

Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02/M/BM/2013

II.1. Umum

Perencanaan tebal suatu struktur perkerasan jalan merupakan salah satu bagian dari rekayasa jalan yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap arus lalulintas sehingga memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pengguna jalan. Kesesuaian dan ketetapan dalam menentukan parameter pendukung dan metode perencanaan tebal perkerasan yang digunakan, sangat mempengaruhi efektifitas dan efesiensi penggunaan biaya konstruksi dan pemeliharaann jalan.[5].

Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, perkerasan kaku ( rigid pavement ) yaitu perkerasan yang menggunakan semen portlannd, dan perkerasan komposit ( composite pavement ) yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Perbedaan antara tipe perkerasan jalan tersebut adalah dalam hal pendistribusian beban yang dilimpahkan. Pada perkerasan kaku beban secara keseluruhan dilimpahkan kepada pelat beton dengan bidang yag luas, sedangkan pada perkerasan lentur yang memiliki kekakuan yang lebih rendah sehingga beban yang dilimpahkan akan didisribusikan kesetiap lapisan yang menyusun perkerasan. Maka lapisan perkerasan lentur dibuat berlapi-lapis, dengan lapisan paling atas memiliki sifat


(39)

yang lebih baik dari lapisan dibawahnya. Perbedaan pendistribusian pembebanan antara kedua perkerasan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Distribusi Baban Perkerasan

Sumber: Silvia Sukirman 2010

Struktur perkerasan lentur merupakann suatu kesatuan system yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa lapisan (layer) dimana setiap lapisan memiliki sifat bahan (properties) yang berbeda.[15]. Pertama kali perkerasan lentur dicobakan di United States pada tahun 1870 di Newark, New Jersey, dan dengan sekala besar dihampar untuk pertamakalinya pada tahun1896 di kota Pennsylvania Avenue, Washington D.C. dengan aspal yang berasal dari Trinidad Lake[1]

.

Perkerasan lentur pada umumnya baik digunakan untuk melayani lalulintas ringan sampai dengan lalulintas sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan system utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia adalah pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Pos Weg) yang dilakukan melalui kerja paksa pada jaman pemerintahan H.W Daendles. Jalan raya tersebut mulai dibangun Mei 1808 sampai Juni 1809, terbentang dari Anyer di ujung Barat

[Perkerasan Kaku]


(40)

sampai dengan Panurukan di ujung Timur Pulau Jawa, sepanjang lebih kurang 1000 km. Tujuan pembangunan jalan saat diutamakan untuk kepentingan strategi pertahanan daripada transportasi masyarakat[5].

Desain jalan di Indonesia telah berkembang dari tahun ketahun. Dimulai dari Metode Analisa Komponen pada tahun 1987, kemuadian berkembang menjadi desain perkerasan lentur Pt T-01-2002-B yang diadopsi dari metode AASHTO pada penelitiannya pada tahun 1958-1960 di Ottawa, Illinois menggunakan kendaraan dengan sumbu tunggal roda ganda dengan muatan sumbu terberat 8.16 ton/18000 pon.

Dalam meningkatkan kinerja aset jalan Indonesia agar dapat menghadapi empat tantangan yaitu beban berlebih, temperatur perkerasan yang tinggi, curah hujan yang tinggi, dan tanah lunak serta tantangan ke lima yaitu mutu konstruksi harus di tingkatkan dengan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi jalan, Pemerintahan Indonesia melalui Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga pada tahun 2012 mengeluarkan draft manual desain perkerasan jalan, yang kemudian di sahkan pada tahun 2013 menjadi Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 digunakan untuk menghasilkan desain awal (berdasarkan bagan desain), kemudian hasil tersebut diperiksa terhadap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B, dan software desain Perencanaan Jalan Perkerasan Lentur (SDPJL) untuk desain perkerasan lentur. Manual ini akan membantu dalam meyakinkan kecukupan struktural dan kepraktisan konstruksi untuk kondisi beban dan iklim Indonesia. Sangat penting


(41)

seperti umur rencana, beban, iklim, tanah dasar lunak dan batas konstruksi yang diuraikan dalam manual ini. Perubahan yang dilakukan dalam desain awal menggunakan manual 2013 ini harus dilakukan dengan benar serta memberikan biaya siklus umur (life cycle cost) terendah.

Desain jalan yang baik harus mempunyai kriteriakriteria sebagai berikut: I. Menjamin tercapainya tingkat layan jalan sepanjang umur rencana

Suatu struktur perkerasan jalan didisain agar mampu melayani repetisi lalulintas selama umur rencana atau masa layan berikutnya. Selama masa pelayanan struktur perkerasan mengalami penurunan kinerja dari kinerja awal (IP0) yang diharapkan sampai dengan

kinerja akhir (IPt). Maka dari rentang waktu IP0hingga tercapainya

IPt , struktur perkerasan tidak mengalami kegagalan (failure) yaitu

retak (fatigue cracking) dan alur (rutting). Pada bagian kedua undang-undang no.22 tahun 2009, yaitu bagian ruang lalu lintas, paragaraf 1 tentang kelas jalan, pasal 19 nomer 1-5 menjelaskan bahwa jalan dikelompokkan menjadi, yaitu pertama fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan pengguna jalan dan kelancaran lalulintas dan angkutan jalan, yang kedua yaitu berdasarkan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.

II. Merupakan life cycle cost yang mínimum

Melaksanakan suatu pembangunan infrastruktur diperlukan adanya biaya. Oleh karena itu pelaksana perlu melakukan analisa ekonomi teknik dalam merencanakan suatu anggaran biaya. Pemilihan bahan


(42)

serta pelaksanaan yang menjadi kunci pokok dalam merencanakan suatu anggaran. Dalam konstruksi jalan umum diketahui bahwa perkerasan lapis aspal (lentur) lebih murah dari pada perkerasan dengan lapis beton (kaku). Paradigma ini harus dihilangkan dalam benak perencana karena aspek umur jalan serta lalulintas rencana yang akan melewati jalan tersebut dapat mempengaruhi daya tahan struktur perkerasan yang kemudian akan berpengaruh terhadap pemeliharaan dan umur dari perkerasan. Oleh karena itu pemilihan jenis perkerasan harus di análisis dengan discounted whole life cost terendah,

III. Mempertimbangkan kemudahan saat pelaksanaan

Dengan pelaksanaan yang mudah pekerjaan akan cepat selesai dengan jumlah pekerja dan alat berat yang optimum, sehingga dapat menekan biaya serta menghindarkan denda (penalti) akibat keterlambatan.

IV. Menggunakan material yang efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimum mungkin

Material yang baik dan dengan pelaksanaan yang baik pula akan menghasilkan perkerasan yang baik. Material suatu perkerasan jalan akan sangat mempengaruhi tebal perkerasan tersebut. Dengan memanfaatkann material lokal, akan dapat menekan biaya angkut/distribusi material tersebut. Pemilihan material juga harus melihat kemampuan pelaksana yang tersedia, atau dibutuhkan


(43)

ketentuan mengolah material terdapat dalam Spesifikasi Teknis Umum Bina Marga tahun 2010

V. Mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan

Keselamatan pengguna jalan diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 pada bab xx pasal 273 ayat 1-4. Pada perundangan ini tertulis bahwa penyelenggara jalan apabila menyebabkan kecelakaan terhadap pengguna jalan akan dikenakan denda tertentu dan hukuman pidana. Oleh karena itu suatu jalan haruslah aman, nyaman terhadap penggunannya hingga mencapai umur rencana yang ditentukan

VI. Mempertimbangkan kelestarian lingkungan

Setiap pelaku konstruksi harus mempertimbangkan aspek lingkungan dalam menjalankan kegiatan pembangunannya. Anasila Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Pelaku konstruksi tidak dapat lagi menghindar dari pertimbangan aspek lingkungan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sejak diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982, sebagai tindak lanjut pelaksanaan UUPLH pada Tahun 1982 dibentuk PP No. 29 Tahun 1986 yang mengatur bahwa setiap usaha/kegiatan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Penyempurnaan peraturan mengenai


(44)

AMDAL dilakukan dalam PP No. 51 Tahun 1993 yang direvisi lagi melalui PP No. 27 Tahun 1999 untuk mengakomodir wacana otonomi daerah, sehingga dimungkinkan pembahasan dan penilaian AMDAL oleh Pemerintah Daerah

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 juga mengatur dan memberi pertimbangan kepada pihak desainer dalam hal kemampuan mendesain suatu struktur perkerasan. Ketentuan pertimbangan dalam kemampuasn serta pemilihan jenis perkerasan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan

II.2 Umur Rencana

Menurut Kementrian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan jumlah komulatif lintas kendaraan standard (CESA, cumulative equivalent standard axle ).

Catatan: Tingkat kesulitan

1. Kontraktor kecil-medium 2. Kontraktor besar dengan

sumberdaya memadai 3. Membutuhkan keahlian dan

tenaga ahli khusus-kontraktor spesialis burda


(45)

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 umur rencana digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah. Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013:

Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

JENIS PERKERASAN

ELEMEN PERKERASAN

UMUR RENCANA

(TAHUN)

Perkerasan Lentur

Lapisan perkerasan aspal dan lapisan berbutir CTB 20 Pondasi jalan

40 Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak

diijinkan untuk ditinggikan akibat pelapisan ulang, missal : jalan perkotaan, undespass, jembatan, terowongan

Cement Treated Base

Perkerasan Kaku

Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.

Jalan Tanpa Penutup

Semua elemen Minimum 10

Dapat dilihat pada table hubungan antara umur rencana, jenis perkerasan dan elemen perkerasan. Untuk perkerasan yang direncanakan dengan umur 10 tahun, perkerasan tanpa penutup dapat di aplikasikan sedangkan untuk perkerasan umur 20 tahun, perkerasan lentur menjadi pilihan yang utaman. Untuk perkerasan


(46)

dengan umur rencana 40 tahun lebih dianjurkan untuk menggunakan perkerasan kaku. Ketentuan dalam table diatas tidaklah mutlak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi desain perkerasan seperti ketersediannya material lokal, beban lalulintas serta, kondisi lingkungan serta nilai bunga sangat penting untuk di pertimbangkan. Nilai bunga rata-rata dari bank Indonesia dapat diperoleh dari website Bank Indonesia.

Sebagai ilustrasi, untuk desain perkerasan lentur 10 tahun, terutama kasus overload, maka dalam kondisi kritis saat harus di-overlay akan membutuhkan overlay yang sangat tebal. Namun jika Desain perkerasan lentur dibuat 20 tahun, umumnya pada waktu yang sama hanya membutuhkan overlay non struktural yang ditempatkan sebelum aspal eksisting mencapai kondisi kritis. Selain itu,penutupan untuk kegiatan pemeliharaan yang terlalu sering juga meningkatkan biaya delay pengguna jalan. Karenanya umur desain 20 tahun memberikan biaya siklus hidup lebih rendah[21].

Dari sisi penghematan nilai sekarang biaya siklus hidup, peningkatan umur rencana juga akan memberikan penghematan yang cukup signifikan sebagaimana dicontohkan berikut :

Tabel 2.3 Contoh Penghematan Peningkatan Umur Rencana


(47)

dan 13%. Terdapat pula penambahan manfaat dari pengguna dari berkurangnya penutupan jalan untuk pelaksanaan.

II.3 Lalulintas

Lalulintas sangat diperlukan dalam perencanaan teknik jalan, karena kapasitas dan konstruksi struktur perkerasan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi lalulintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.

Dalam pendahuluan Manual Pd T-19-2004-B survey lalulintas dapat dilakukan dengan cara manual, semi manual (dengan bantuan kamera video), ataupun (otomatis menggunakan tube maupun loop).

Analisi lalulintas pada ruas jalan yang didesain harus juga memperhatikan faktor pengalihan arus lalulintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau pembangunan ruas jalan yang baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalulintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain[21].

II.3.1 Volume Lalulintas

Volume lalulintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur pada suatu jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang berpengaruh pada perencanaan konstruksi struktur perkerasan. Volume lalulintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam,atau menit)[5]. Volume lalulintas dapat berupa Volume Lalulintas


(48)

Harian Rata-Rata (LHR) yaitu volume lalulintas yang didapat dari nilai rata-rata kendaraan selama beberapa hari pengamatan dan Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) yaitu volume lalulintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama setahun penuh.

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 analisis volume lalulintas harus didasarkan pada survey faktual yakni dengan melakukan survey lalulintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam, dengan berpedoman pada Manual Pd T-19-2004-B dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Hal yang ditekankan dalam análisis volume lalulintas pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini adalah hasil survey lalulintas sebelumnya dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam survey lalulintas aktual dan LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor.

II.3.2 Faktor Pertumbuhan Lalulintas

Kebijakan dalam penentuan factor pertumbuhan lalulintas harus didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid. Bila data histori pertumbuhan lalulintas tidak lengkap atau tidak tersedia Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyediakan tabel faktor pertumbuhan lalulintas mínimum sebagai berikut:


(49)

Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Lalulintas (i) Minimum

KELAS JALAN

FAKTOR PERTUMBUHAN LALULINTAS (%)

2011-2020 >2021-2030

Arteri perkotaan 5 4

Kolektor rural 3.5 2.5

Jalan desa 1 1

Penentuan faktor lalulintas tidak diterangkan dengan jelas pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B, oleh karena itu table 2.3 diatas merupakan hal baru yang harus diperhatikan penyedia jasa konstruksi dalam proses pendesainan.

Untuk menghitung pertumbuhan laulintas selama umur rencana Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus sebagai berikut :

= (1 + 0.01 )0.01 1 Dimana :

• R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas • i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan • UR = Umur Rencana (tahun)

II.3.3 Faktor Lajur

Lalulintas kendaraan terdistribusi pada lajur-lajurnya dan distribusi arus pada lajur-lajur jalan umumnya dipengaruhi oleh komposisi/jenis kendaraan (Leksmono Suryo;2012). Di Indonesia ada 2 kondisi perilaku umum berlalulintas. Pada jalan bebas hambatan, kendaraan berat berada


(50)

pada jalur kiri dan kendaraan ringan yang berkecepatan tinggi berada pada jalur kanan, sedangkan pada jalan umum kendaraan berat berada pada jalur kanan dikarenakan pada jalur kiri terdapat kendaraan yang lebih lambat seperti becak, sepedamotor dan angkot. Perilaku berlalulintas secara komprehensif telah dimasukkan kedalam perencanaan struktur perkerasan sebagai factor distribusi lajur. Terdapat perubahan dalam menentukan faktor distribusi lajur pada perencanaan desain 2013 dengan 2002 yang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.5 Faktor Pertumbuhan Lalulintas

JUMLAH LAJUR

FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS

JUMLAH LAJUR

FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS

per ARAH (%) per ARAH (%)

1 100 1 100

2 80 2 80-100

3 60 3 60-80

4 50 4 50-75

Bina Marga 2013 Bina Marga 2002

Dapat dilihat pada table faktor distribusi lajur pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B memberikan sengkang batas atas dan batas bawah sedangkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 langsung memberikan persen (%) besar faktor distribusi lalulintas dengan mengambil persen (%) mínimum yang awalnya disajikan pada manual desain sebelumnya.

II.3.4 Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Vactor)

Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang disebut dalam faktor perusak jalan (Vehicle Damage Vactor). Untuk menghitung faktor kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran


(51)

ada. Perhitungan beban lalulintas yang akurat sangatlah penting dalam tahap perhitungan dalam perencanaan kebutuhan konstruksi jalan.

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 perhitungan beban lalulintas dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :

I. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang di disain

II. Studi jembatan timbang dan standard yang telah pernah dikeluarkan dan dilakuakan sebelumnya juga telah di publikasikan serta dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain, seperti: Bina Marga MST-10; NAASRA

MST-10; PUSTRANS 2002; CIPULARANG 2002;

PANTURA 2003 MST-10; Semarang-Demak 2004;

Yogyakarta-Tempek 2004

III. Tabel Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standard Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 pada tabel 2.7 halaman berikutnya

IV. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik

Direktorat Bina Teknik telah melakukan beberapa survey beban menggunakan WIM (Weight in Motion) sejak tahun 2007. Hasil survei ini lalu di komplikasi menjadi data WIM regional dan dapat dimanfaatkan desainer untuk análisis beban sumbu. Lokasi yang telah pernah dilakukan survey WIM adalah jalan lintas Pantura dan jalan Lintas Timur Sumatera.


(52)

Hal yang harus dicatat dari penggunaan data WIM adalah bahwa data yang diperoleh dari system Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang. Pendekatan serupa WIM yang dipandang lebih akurat adalah dengan pengambilan sampel untuk uji statis.Survey beban dengan metode ini telah mulai dilakukan sejak tahun 2012 pada jalan Lintas Sulawesi dan Kalimantan[21].

Dari keempat ketentuan sumber pengumpulan data beban lalulintas berbeda terhadap prasarana jalan yang akan dibangun. Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalulintas dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.6 Pengumpulan Data Beban Lalulintas

SPESIFIKASI PENYEDIA SUMBER DATA

PRASARANA JALAN BEBAN LALULINTAS

Jalan bebas hambatan 1 atau 2

Jalan Raya 1 atau 2 atau 4

Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4


(53)

(54)

II.4 Beban Lalulintas

Beban lalulintas merupakan beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak antara ban dan lapis permukaan atas jalan secara dinamis dan berulang-ulang selama masa pelayanan jalan[21].

Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi berulang kali selama masa pelayanan jalan sebagai akibat repeetisi kendaraan yang melintasi jalan tersebut[5]. Pemahaman tentang beban kendaraan yang merupakan beban dinamis pada perkerasan jalan sangat mempengaruhi hasil dari perenencanaan konstruksi struktur perkerasan jalan dan kekokohan struktur pelayanan jalan selama masa pelayanan

II.4.1 Beban Sumbu Standard

Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan kelas I. Namun nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standard 80 kN.

II.4.2 Pengendalian Beban Sumbu

Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN.

II.4.3 Beban Sumbu Standard Komulatif

Sedikit berbeda dalam perhitungan komulatif beban sumbu standard dengan manual desain perkerasan lentur tahun 2002, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 membagi ESA menjadi 2


(55)

standard pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan berbutir) sedangkan untuk perkerasan lentur (asphal) ESA4 harus di ubah menjadi

ESA5 dengan mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau

disebut juga kelelahan lapisan aspal.

II.5 Desain Pondasi Jalan

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 secara khusus membahas detail desain subgrade jalan dengan menerapkann perinsip strong base approach yaitu umur rencana pondasi jalan yang lebih besar dari umur rencana lapis permukaan.

Umur rencana pondasi jalan utuk semua perkerasan baru maupun pelebaran digunakan minum 40 tahun, dengan alasan

I. Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanan kecuali dengan rekonstruksi total

II. Keretakkan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak yang pondasinya didesain lemah (under design)

III. Perkerasan lentur dengan desain pondasi lemah (under desain), mumunya selama umur rencana akan membutuhkan perkuatan dengan lapisan aspal struktural, yang berarti biayanya menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan yang didesain dengan umur rencana lebih panjang

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikkan tanah dasar dan lapis penompang (capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain) atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan


(56)

landasan pendukung struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalulintas konstruksi pada musim hujan.

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 memberikan empat kondisi lapangan yang harus dipertimbangkan dalam prosedur desain pondasi jalan yaitu:

I. Kondisi tanah dasar normal dengan ciri-ciri nilai CBR 2,5 dan dapat dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi perkerasan diatas timbunan, galian atau tanah asli (kondisi normal ini lah yang sering diasumsikan oleh desainer). Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode A.

II. Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari 3 m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR tidak dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak mungkin dilakukan dilapangan. Lebih lanjutnya, tanah asli akan menunjukkan kepadatan rendah dan daya dukung yang rendah sampai kedalaman yang signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi khusus. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode B.

III. Kasus yang sama dengan kondisi b namun tanah lunak aluvial dalam kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR memiliki validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan rendah dapat muncul pada kedalaman pada batas yang tidak dapat


(57)

membutuhkan prosedur stabilisasi khusus. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode C.

IV. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode D. Metode pengerjaan setiap kondisi dari tanah dasar lebih jelas dijabarkarkan pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 bahagian 1; bab 9; sub bab 3 dan untuk tebal perbaikan tanah dasar dapat dilihat pada tabe 2.7 halaman berikut.

II.6 Prosedur Desain

Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini akan menghasilkan desain awal (berdasarkan bagan desain) yang kemudian hasil tersebut akan terhadap manual desain sebelumnya ( Pd T-01-2002-B ) atau diperiksa dengan menggunakan desain mekanistik. Desain mekanistik dapat menggunakan program-program yang ada seperti Austroads 2008 (circly), KENPAVE, Ever Series, BiSar dan mePad.

Prosedur dalam menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 untuk desain perkerasan lentur adalah sebagai berikut :

I. Menentukan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah dari tabel 2.2

II. Menentukan nilai CESA4 sesuai dengan umur dan lalulintas


(58)

III. Tentukan nilai Traffic Multiplier (TM) IV. Hitung CESA5(CESA4xTM)

V. Tentukan jenis perkerasan berdasarkan kemampuan pihak penyedia jasa dan solusi yang lebih diutamakan serta kondisi lingkungan dari tabel 2.1

VI. Tentukan dan kelompokan kondisi tanah dasar sepanjang ruas jalan yang akan didesain

VII. Tentukan struktur pondasi jalan berdasarkan kondisi tanah dasar dari tabel 2.7

VIII. Tentukan struktur perkerasan jalan yang memenuhi syarat-syarat dari tabel 2.8;2.9;2.10

IX. Tentukan struktur perkerasan yang paling ideal dan sesuai dengan kondisi yang ada dari ketiga alternatif yang disajikan dari bagan yang tersedia

X. Periksa kekuatan struktural perkerasan yang telah dipilih dengan metode desain mekanistik.


(59)

Tabel 2.8 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum


(60)

II.7 Contoh Desain

Contoh Perencanaan Perkerasan Lentur Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013

 Diketahui data-data penunjang perncanaan perkerasan lentur sebagai berikut:

o Data lalulintas

Kendaaraan Konfigurasi Sumbu LHRT

Mobil Penumpang 1.1 11000

Bus 1.2 800

Truck Ringan 1,2 1000

Truck Berat 1.2 500

Trailer 1.22 150

o Klasifikasi jalan 4 lajur 2 arah arteri kota

o Komposisi muatan kendaraan niaga yaitu 80% umum dan 20 % khusus

o Umur rencana 20 tahun

o CBR tanah dasar 5%  Langkah-langkah perencanaan

I. Menentukan nilai CESA

ESA =( )

CESA = ESA x 365 x R x DAx DL

Dimana:

ESA : Lintas sumbu standard ekivalen untuk 1 hari


(61)

R : Faktor pengali pertumbuhan lalulintas

a. Menentukan nilai VDF komposisi kendaraan berdasarkan table yang disajikan manual desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013

Maka nilai VDF tiap komposisi kendaraan yaitu

Kendaaraan VDF4 VDF5

Mobil Penumpang -

-Bus 0.3 0.2

Truck Ringan (U) 0.3 0.2

Truck Ringan (K) 0.8 0.8

Truck Berat (U) 0.9 0.8

Truck Berat (K) 7.3 11.2

Trailer (U) 7.6 11.2

Trailer (K) 28.1 64.4

b. Menentukan Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas =(1 + 0.01 )0.01 1


(62)

Dimana :

• R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas • i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan = 5%

Berdasarkan table yang disajikan BM 2013 sebagai berikut

KELAS JALAN

FAKTOR PERTUMBUHAN LALULINTAS (%)

2011-2020 >2021-2030

Arteri perkotaan 5 4

Kolektor rural 3.5 2.5

Jalan desa 1 1

• UR = Umur Rencana (tahun) = 20 tahun Maka :

= [1 + 0.01(5)]0.01(5) 1= .

c. Menentukan faktor distribusi lajur berdasarkan table yang disajikan BM 2013, dan faktor distribusi arah sebesar 0.5

JUMLAH LAJUR

FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS

per ARAH (%)

1 100

2 80

3 60


(63)

Kendaraan K Sumbu LHRT R DA DL Jlh Hari VDF4 VDF5 ESAL4 ESAL5

Mobil Penumpang 1.1 11000 33.066 0.5 0.8 365 0 0 0 0

Bus 1.2 800 33.066 0.5 0.8 365 0.3 0.2 1,158,633 772,422

Truck L (U) 1.2 800 33.066 0.5 0.8 365 0.3 0.2 1,158,633 772,422

Truck L (K) 1.2 200 33.066 0.5 0.8 365 0.8 0.8 772,422 772,422

Truck H (U) 1.2 400 33.066 0.5 0.8 365 0.9 0.8 1,737,949 1,544,844

Truck H (K) 1.2 100 33.066 0.5 0.8 365 7.3 11.2 3,524,174 5,406,952

Trailer (U) 1.22 120 33.066 0.5 0.8 365 7.6 11.2 4,402,804 6,488,343

Trailer (K) 1.22 30 33.066 0.5 0.8 365 28.1 64.4 4,069,697 9,326,993

CESA 16,824,311 25,084,397

Tabel 2.10 Contoh Rekapitulasi Penentuan Nilai CESA

Maka dari perhitungan seperti yang tampak pada table rekpitulasi didapat nilai CESA :  CESA4= 16,824,311 ESAL

CESA4digunakan untuk menentukan pemilihan jenis perkerasan

 CESA5= 25,084,397 ESAL


(64)

II. Penentuan & Pemilihan Jenis Perkerasan

Pemilihan perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalulintas, umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Manual Desain Perkerasan No. 02/M/BM/2013 menyajikan solusi alternative menggunakan table berikut

III. Menentukan Desain Pondasi

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Bina Marga 2013 sangat ditekankan dalam hal perbikan tanah dasar, dengan melihat kondisi CBR tanah dasar dan CESA5 yang akan di terima perkerasan. Maka

bila CBR perkerasan sebesar 5% dan CESA5 sebesar 25 Juta maka

diperlukan perbaikan ditunjukkan pada table berikut

Catatan: Tingkat kesulitan

4. Kontraktor kecil-medium 5. Kontraktor besar dengan

sumberdaya memadai 6. Membutuhkan keahlian

dan tenaga ahli khusus-kontraktor spesialis burda


(65)

IV. Menentukan Desain Tebal Perkeasan

Tebal yang akan dihasilkan oleh Manual Desain Perkerasan 2013 disapat melalui bagan desain yang telah disediakan berdasarkan CESA5yang telah didapat.

 Maka ada 2 alternatif dalam desain perkerasan yaitu

4 6 16 14.5

10

AC WC AC Binder AC Base LPA kls A

SUBGRADE CBR=5% TIMBUNAN PILIHAN 4

13.5

15 15 10

AC WC AC BC CTB LPA kls A

SUBGRADE CBR=5% TIMBUNAN PILIHAN


(66)

BAB III

Metode Mekanistik-Empirik

III.1. Umum

Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu kendaraan[4]. Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang mewakili struktur perkerasan[3]. Pada metode ini cukup mengontrol kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori analisa tegangan, regangan dan lendutan. Analisa ini juga memungkinkan perencana untuk memprediksi berapa lama perkerasan dapat bertahan. Sedangkan pendekatan perencanaan secara empiris adalah perencanaan yang berdasarkan percobaaan atau pengalaman[3]. Pengamatan digunakan untuk membuktikan hubungan antara data masukan dan hasilnya dari sebuah proses misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya.

Maka metode mekanistik berdasarkan mekanika bahan yang bekerja pada perkerasan dan di-input guna menghasilkan output berupa respon struktur perkerasan seperti tegangan dan renggangan. Respon struktur perkerasan sangat berguna untuk memprediksi kekuatan suatu perkerasan dari analisa laboraturium maupun analisa data lapangan.

Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang pertama untuk menghitung perpindahan beban pada suatu bidang, seperti pada permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam[2].


(67)

dipadukan untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata, termasuk beban melingkar[1].

Sedangkan Kerkhoven dan Dormon (1953) yang pertama kali mengusulkan untuk mengunakan regangan vertical pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan permanent deformation (alur). Untuk kriteria kegagalan cracking (retak) Saal dan Pell adalah yang pertama kali merekomendasikan untuk menggunakan regangan horizontal pada lapis terbawah aspal. Kedua konsep desain perkerasan tersebut pertama kali dipresentasekan oleh Dermon dan Metcalff di United States pada tahun 1965[2]. Setelah itu mulailah institusi yang bergerak pada bidang perkerasan jalan seperti Shell Petroleum International dan Asphalt Institute mulai mengadopsi kedua konsep tersebut dan mengembangkannya serta menciptakan transfer function berdasarkan hasil uji masing-masing.

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 metode mekanistik-empirik digunakan untuk memeriksa apakah desain perkerasan yang telah didesain mempunyai kecukupan struktural. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 juga telah menyediakan parameter yang menjadi dasar dalam desain mekanistik pekerasan lentur.

III.2 Tegangan dan Regangan pada Perkerasan Lentur

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab umum sebelumnya, desain mekanistik-empirik akan menghasilkan respon struktur perkerasan seperti tegangan, renggangan dan lendutan untuk menganalisa suatu sistem perkerasan.


(68)

Respon struktur perkerasan tersebut akan terjadi apabila diaplikasikan pembebanan pada lapis permukaan perkerasan.

• Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik dengan satuan (N/m2, Pa, atau Psi)

• Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in), karena regangan di dalam perkerasan nilainya sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain (10-6)

• Defleksi/lendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk dinyatakan dalam satuan panjang (μ m atau inch atau mm)

Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut[8]:

• Tiap lapis perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap perkerasan juga dianggap tidak terbatas

• Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya sifat-sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah ( yaitu : vetikal, radial tangensial) dianggap sama

• Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi

• Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus elastisitas/resilien ( E atau MR) dan konstanta Paisson (µ)


(69)

• Beban roda kendaran dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak berbentuk lingkaran. Komponen gaya horizontal yang diakibatkan oleh rem, percepatan/perlambatan kendaraan, landai jalan dan kemiringan tikungan tidak diperhitungkan.

Gambar 3.1 Perkerasan dengan Pembebanan Tunggal, Respons Struktur, dan

Material Properties

Sumber: 2007 Annual Conference, Transportation Association of Canada

Analisa mekanistik ada empat metode untuk mendapatkan respon struktur perkerasan yaitu :

I. Metode sistem satu lapis

Sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai kesatuan struktur dengan bahan yang homogen[2].

II. Metode sistem dua lapis

Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan kata lain membedakan lapisan aspal dan lapisan agregat ( termasuk tanah dasar). Lapisan permukaan diasumsikan tidak

Ai


(70)

terbatas, namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya atau tanah dasar tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal[1]. III. Metode sistem tiga lapis

Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan agregat dan tanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili struktur perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda[1]. IV. Metode sistem lapis pengganti

Bila suatu perkerasan terdiri lebih dari tiga lapisan maka metode lapis pengganti yang digunakan untuk melakukan analisis manual. Perinsip metode tebal lapis pengganti yaitu menjadikan suatu sistem perkerasan lapis banyak menjadi sistem perkerasan satu lapis. Metode ini dikemukakan leh Odemark sehingga sistem tebal lapis pengganti ini sering disebut Odemark Tarnsformation Method.

=

dimana :

• h= tebal lapisan • E= modulus elastisitas • v= poisson’s ratio

Setelah menjadi sistem satu lapis maka dapat dilakukan analisis perkerasan dengan metode sistem satu lapis

Gambar 3.2Odemark’s Transformation of Layer System


(1)

119 IV.4.3.3 Sensitifitas terhadap Tebal Lapisan AC Base Course

Sensitifitas terhadap lapisan AC base course dapat diamati pada perkerasan f4, f5, dan f6, dimana tebal perbaikan tanah dasar berupa timbunan dan juga lapisan lain yang sama, dimana beda tebal lapisan secara berurut 20, 30 dan 50cm.

Design % Penurunan Regangan % Kenailkkan Repetisi Tensile Vertikal Retak Alur

2.5 14.17 6.09 60.38 26.69

3 14.68 6.32 62.95 27.78

4 15.56 6.76 67.46 29.91

5 16.32 7.26 71.41 32.38

6 17.10 7.74 75.54 34.73

Tabel 4.29 Sensitifitas terhadap Penambahan 20cm AC-BC

Design % Penurunan Regangan % Kenailkkan Repetisi Tensile Vertikal Retak Alur

2.5 26.26 8.95 129.63 40.90

3 27.43 9.26 137.32 42.53

4 29.54 9.94 151.59 46.10

5 31.46 10.66 165.13 49.94

6 33.43 11.38 179.61 53.91

Tabel Tabel 4.30 Sensitifitas terhadap Penambahan 30cm AC-BC

Design % Penurunan Regangan % Kenailkkan Repetisi Tensile Vertikal Retak Alur

2.5 44.15 15.59 268.29 78.50

3 46.14 16.17 286.71 82.12

4 49.69 17.37 321.32 89.80

5 52.91 18.70 354.46 98.49

6 56.25 20.00 390.84 107.36


(2)

120 IV.4.3.4 Sensitifitas terhadap Tebal Lapisan AC Wearing

Course & AC Base Course

Sensitifitas terhadap lapisan wearing course dan base

course dapat diamati melalui perkerasan f6 dan f7, dimana wearing

course dinaikkan sebesar 1 cm dan base course dinaikkan sebesar

35 cm

Desain

% Penurnan Reganga % Kenaikkn Repetisi

Tensile Vertical Retak Alur

2.5 238.33 13.41 7611.13 65.42

3 178.54 13.79 3755.17 67.65

4 113.61 14.73 1396.50 73.26

5 77.60 15.79 674.98 79.74

6 52.14 16.84 346.39 86.39

Tabel 4.32 Tabel Tabel 4.31 Sensitifitas terhadap Tebal WC & AC-BC


(3)

121 BAB V

Kesimpulan dan Saran

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor/02/M/BM/2013 memberikan solusi desain awal struktur perkerasan melalui table-tabel bagan desain yang disediakan dan dibedakan menjadi, desain perkerasan lentur, desain perkerasan kaku, desain perkerasan berbutir dengan aspal tipis, desain perkerasan tanah semen, dan desain perkerasan tanpa penuup berspal dan lapis permukaan

2. Desain awal struktur perkerasan harus diperiksa kembali kekuatan structural dengan menggunakan metode mekanistik. Metode mekanistik dapat berupa program seperti Circly(Austroads 2008) maupun program perhitungan mekanistik lainnya yang telah dipublikasi.

3. Respon struktur perkerasan yaitu regangan berbanding terbalik dengan umur retak dan alur, semakin besar nilai regangan yang terjadi, maka umur atau repetisi perkerasan yang dapat ditanggung suatu perkerasan akan semakin kecil.

4. Hasil evaluasi mekanistik dengan kondisi pembebanan standard, desain perkerasan f1,f2,dan,f4 telah sesuai dengan repetisi lalulintas yang disyaratkan oleh Bina Marga sedangkan desain perkerasan lainnya mempunyai kondisi desain dibawah dari repetisi lalulintas


(4)

122 yang disyaratkan oleh Bina Marga yang dapat dilihat dari grafik yang telah disediakan pada bab 4.

5. Evaluasi terhadap pembebanan berlebih memungkinkan perencana untuk mengontrol beban berlebih yang dapat ditolerensi oleh suatu desain perkerasan terhadap repetisi lalulintas tertentu dengan melihat grafik yang dihasilkan

6. Perubahan modulus elastisitas lebih mempengaruhi umur alur daripada umur retak. Dengan naiknya modulus elastisitas maka umur perkerasan terhadap retak dan alur akan bertambah. Akan tetapi hal ini tidak selamanya terjadi. Seperti yang terjadi pada desain perkerasan f6 dengan CBR 6%, naiknya modulus elastisitas akan menurunkan umur retak dan alur desain perkerasan.

7. Menaikkan tebal timbunan akan lebih besar mempengaruhi daya tahan terhadap alur daripada retak. Menaikkan tebal LPA dan lapisan AC-BC dan AC-WC akan lebih mempengaruhi daya tahan terhadap retak daripada alur.

V.2 Saran

1) Terdapat ketimpangan besaran antara umur retak dan alur pada desain perkerasan f7, Umur retak terlalu jauh diatas batas atas repetisi desain rencana yang disarankan, maka diperlukan evaluasi lebih lanjut

2) Beban sebesar 200 Psi terlalu jauh dibawah repetisi terendah yang disyaratkan, oleh karena itu perlu evluasi lebih lanjut dengan beban yang lebih kecil


(5)

Daftar Pustaka

1. Huang, Yang H. 2004. Pavement Analisis And Design. Pearson Education, Upper Saddle Silver, New Jersey

2. Yolder E.J & M.W Witzak. 1975. Principle of Pavement Design. Jhon Wiley & Sons, Inc, Willey, New York

3. Muis, Zulkarnain A. 1993. Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan

Bahagian 1. Diktat Kuliah Jurusan Teknik Sipil USU. Medan..

4. Kosasih, Djunaedi. 2005. Rekayasa Struktur Bahan Perkerasan, Modul II. Diktat Kuliah urusan Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Bandung

5. Sukirman, Silvia. 2010. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Penerbit Nova. Bandung

6. Sharkawy et al. (2010). Structural and Economical Effect of Over Weight Trucks on Asphalt Pavement. Int J. Pavement Res. Techno, Vol.3 (6):303-310

7. Mohamed Elsaid Abdel-Motaleb. (2007). Flexible Pavement Components for Optimum Performance in Rutting and Fatigue. Journal of Engineering

Vol 1, No 5. Egypt

8. Ebrahim Ahmed, (2013). Mechanistic-Empirical Study of Sensitivity of Truck Tire Pressure to Asphalt Pavement Thicness in Egypt. Journal of

Engineering Research and Applications. ISSN :2248-9622, Vol. 3, Issue 5, Sep-Oct 2013, pp.1760-1771

9. Ahmed Ebrahim Abu El-Maaty Behiry. (2012). Fatigue and Rutting Lives in Flexible Pavement. Ain Shams Engineering Journal (2012) 3, 367-374 10. Hassan Ziairi. (2007). Interface Condition Influence on Prediction of

Flexible Pavement Life. Journal of Pavement Engineering and

Management. Vol XIII, NO 1,71-76.

11. Rumayar Audi L.E ;Dkk (2014). Penerapan Manual Desain Tebal Perkerasan Jalan 2013 pada Desain Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru.

Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13.

12. Elkhasnet. (2010). Penurunan Umur Rencana Perkerasan Lentur dan Akibat Beban Berlebih.Konferensi Regionall Teknik Jalan ke-10.

13. Reni Karno Kinansih (2014). Impact simulation Axle Truck with Excess of Achievements. Scientific Research Journal, Volume II, Issue IX,


(6)

14. Gatot Rusbintaro (2013). The Influence of Oveloading Truck to The Road Condition. Proceeding of the Asia Society for Transportation Studies,

Vol.9

15. Sherif M. El- Badawy, Ph.D (2011). Assesment Improvement of the Accuracy of The Odemark Transformation Method. International Journa

of Advanced Engineering Sciences and Technologies. Vol.5 (2): 105-110

16. Madi Hermadi & Siegfried. (2003). Perbandingan Umur Rencana antara AC-Modifikasi dengan AC-Konventional Menggunakan Program KENLAYER. Jurnal Litbang Jalan Volume 20 No.4

17. Nyoman Suaryana & I. Ketut Darsana. (2004). Korelasi antara Modulus Lapangan dengan Modulus Laboraturium Untuk Tanah Dasar. Jurnal

Litbang Jalan, Volume 21 No.3

18. Kosasih Djunaedi. (2010). Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan.

Koleksi Perpustakaan Pusjatan

19. A. Tatang Dachlan & M. Sjahdanulirwan. (2012). Kajian Pengaruh Modulus Reselien dan Kepadatan Membal, terhadap Kekuatan dan Keawetan Perkerasan Beraspal. Koleksi Perpustakaan Pusjatan 20. Anas. Moh dan Achmad Helmi MSC (2007). Mengamati Beberapa

Peraturan Daerah dari Beberaa Propinsi di Indonesia tentang

Penanggulangan Muatan Berlebih. Makalah No.121 KNTJ-8.Jakarta 21. Rahadian. Hedy DKK (2013). Elemen Kunci Pada Manual Desain

Perkerasan Jalan Bina Marga. Makalah Seminar Nasional Teknik Jalan

ke-13. Medan

22. Angela L.Priest &David (2006). Methodology and Calibration of Fatigue Transfer Function for Mechanistic-Empirical Flexible Pavement Design.