TASYRI' PADA MASA SAHABAT I1

!

TASYRI'
PADA MASA SAHABAT I1
MAKALAH
DISAMPAIKAN PADA SEMINAR MATA KUWAH
TARIKH TASYRI' WA AL QASDHA

!,

a-.

..,.

RUSYJA RUSTAM

DR.SATRIA EFFENDI M. ZEIN
DR.H.NASRUN HAROEN, h4.A

PROGRPLM PASCA SARJANA


TNSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1419 H / 1998 M

TASYRI' PADA MASA SAHABAT I1

I. PENDAHI JI ,I JAN
Dcngan tcrjadinya pcrluasan wilayah Islanh semakin kompleks pula

permasalahan yang dihadapi, dari situ muncul berbagai macam problematik yang
belum pernah teriadi sebelumnya, yang tidak ditunjuk secara langsung oleh nash,
baik dalam kitab maupun Sunnah. IniIah pertama kalinya fiqh berhadapan dengan
persoalan baru, yakni menyelesaikan atas masalah kemanusiaan dalam suatu
masyarakat yang pluralistik.

'

Para sahabat khususnya pada pcriodc ini mcrnainkan pcranan yang sangat
piing &dam mmbina hukum Islam. Pzua si~habatdmym kapiwihw prmdhaman


yang komprehensif terhadap Islam karena lamanya bergaul dengan Nabi, dan
menyaksikan sendiri proses tunmnya syariat, menyikapi setiap persoalan yang
muncul dengan memjuk kepada AlQr'an clan Sunnah Nabi. Mmka melakukan
interpretsi terhadap sebahagian wahyu yang bersifat global clan menggali
L
kandungan-kandungan moral yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Ada kalanya
mcrckir mcncmukan nash Al-Qur'an atau pctunjuk Nabi yang secara jclas

menunjuk pada peraoalan, tetapi dalam banyak ha1 mertka hams menggali
kaedah-kaedah dasar dan tujuan moral dari berbagai thema dalam Al-()ur'an
untuk diaplikasikan terhadap persodan-persodan baru yang ti&k dijumpai
ketentuan nashnya.
Berbicara tentang tasyrik di masa sahabat ini akan menuntut untuk berbicara
panjang lebar, tetapi di &lam makalah ini pembicaraammya hanya terbatas pa&
bagian-bagian yang sudah diiatasi, di antaranya, sumber hukum di masa sahabat,
kondisi AI-Qur'an dan Sunnah, langkah-langkah sahabat dalam tasyrik, khasanah
fiqiyah yang diwariskan. Bagian inilah yang ham dijelaskan pada pembahasan

11. PEMBAHASAN
1. Sumber Hukum


Seperti telah disobutkan di atas bahwa perkembangan barn yang muncul
mcngiringi pcrluasan wilayah Islam sangat mcmbantu mcmpcrkaya khasanah
fiqhiyah. Setiap ada persoalan baru para sahabat menyelesaikmya secara baik

dan teliti yaitu dengan merujuk kepada sumbex dasar yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.
Bila mereka tidak menernukan hukurnnya pada ktdua sumber tmtbut mereka
bcrkumpul h u s y a w a r a h gma membicarakan persoalan itu dan hila terjadi
kesepakatan bamlah diputuskan persoalan yang mereka hadapi yang kemudian
dikenal dengan ijtihad?.
Cara ryr;rti irli banyak diguanakan kllulafm-rasyidin dalarn memutuskan

hukurn. Suatu ketika khaLifah Umar bin Khattab mengirim swat kepada salah
seorang hakim bernama Syuraih : "Jika kamu temukan dalam Al-Qur'an
putuskanlah dengannya dan jangan menoleh kcpada yang lain, jika kamu
berhadapan dengan apa yang tidak ada dalam Al-Qur'an putuskanlah dengan apa
yimg menjadi Sunnah Nabi, jika kep&

kectucr winism itu juga tidak ada


putuskanlah dcngan apa yang tclah mcqjadi kcputusan orang banyak. Akan tctapi
jika tidak ada dalam

Al-Qur'an clan Sunnah serta tidak ada pula aeswrang

memutuskan, rnaka kamu boleh memilih antara ijtihad dengan pcndapatmu
smdiri, atau mcngakhirkan putusan~nu".~
Oleh karena itu selain Al-Qur'an dan sunnah, ijtihad digunakan dalarn
upaya menetapkan hukum jika tidak dijumpai nash yang tegas.
2. Kondivi Al-Qur'wn dun Sunnwh

a. Al-Qur'an

Diketahui bahwa Al-Qur'an turun secara bertahap dan Nabi menghafal
wahyu yang kemudian memhacakannya kcpada para nahahat dan menyuruh
penulis wahyu untuk menuliskannya.
Sepeninggal Nabi SAW, Al-Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mashaf
tetapi masih berbentuk lembaran-lcmbaran yang terpisah. Scmentara itu beberapa
kali terjadi kegoncangan dalam pcmerintahan KhaLifah Abu Bakar. Dalam suatu


pepcrangan dcngan pcnduduk Yamamah yang murtad, sekitar lima ratus sahabat

meninggal dan tujuh puluh orang di antaranya dari pcnghafal AI-Qur'an.
Timbul kckhawatiran Umar dengan meninggalnya para hafii Al-Qur'an
tersebut akan mengakibatkan hhngnya warisan Al-Qur'an. Umar aegcra
bertindak dengan mcndatangi Abu Bakar Siddiq dcngan mengusulkan agar mrilai
mcrintis pengumpulan Al-Qur'an &lam satu mashaf.
Abu Bakar ! UScmcntarapcpcrangan dcngan pcnduduk Yamamah masih
laus balangung Jan bebwapa orang yimg M a 1 Al-Qur'an blah rnc;ninggd

Dengan kejadian yang mengerikan itu saya khawatir peperangan akan banyak
merninta korban dari hafiz Al-Qur'an. Ini sangat membahayakan, menmt
penclapat uaya, ~haiknya anda menyuruh para penulia wahyu untuk
mcngumpulkan AIQur'an &lam bentuk mushaf," 1-

Umar bin Khattab di

haclapan Abu Baknr Siddiq.

"Bagaitnana kamu mcngumpulkan sesuatu yang tidak pcmah dilakukan

Rasulullah?" tanya Abu Bakar.

" k m i Allah, itulah yang terbaik," jawab Umar.
Abu Bakar maaih ragu dengan pcndapat Umar, tetapi Umar terua mendesak
dcngan alasm dcmi kernaslahatan umat Islam. Akhirnya Allah membuka hati Abu
Bakar dan beliau pergi menemui Zaid bin ~sabit.'

"Umar datang kcpada aaya dan mengusulkan agar Al-Qur'an dikumpulkan

&lam s a h musM. Scbagai pmulis wahyu di aman an FhuluIIirh, kami
mempercayaimu untuk mengumpulkan AI-Qur'an. Demi Allah, jika eemua orang
membebani saya untuk mernindahkan gunung itu tidak seberapa beratnya
ketimbang mereka menyuruh aaya ~intukmengimprilkan Al-Qur'an", kata Abu

Bakar.
"Laly b a g a h anda akan melakukan sesuatu yang tidak pernah

d i l a k u h ~Rasulullalr ?" tanya Zaid. lkmi Allah, saya juga nttlil~atitulah yarg
terbaik.
Allah membuka hati h i d , sebagaimana telah melapangkan hati Abu Sakar


dan Umar. Dari kiaah tadi kita tahu bahwa yang dilakukan Abu Bakar bukanlah
penulisan Al-Qur'an, sebab penulisannya telah dilakukan pada zaman Nabi, tctapi

pengumpulan kc dalam satu.mushaf; setelah sebelurnnya tertulis dalam lembsranlembaran daun, kulit dan tulang yang terpisal~."
Pada masa liilalifah ketiga Usman bin iWan muncul perbedaan cukup tajam
tentang bacaan Al-Qur'an. Perbechin itu, sebagaimana dilaporkan Khuzaifah bin

Y,unan, seorang pimpinan perang di Annenia clan Azarbaijan, cendenlng
mengarah pa& permusuhan di kalangan umat Islam. Pada perang Armenia dan
Azarbaijan, misalnya, prajurit Islam yang datang dmi bcrbagai tcmpat bcmclisih
lm(aslg bacaan Al-Qur'an ilu. Kekhawaliran akan munc;ulnya pmelisihan lcbih

tajam lagi mengilhami Usman bin m a n untuk berinisiatif mencrti'bkan bacaan

Al-Qur'an. LJsman minta kepada Hafsah, istri Nabi, untuk menyerahkan mushaf
yang ditulin pada maRa Abu Rakar dan mcnyuruh bebetapa p u l i n wahyu neperti
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash dan Abdwahman bin Harits

untuk menertibkm bacaan Al-Qur'm &lam dialaek Quresy..

Sctclah pmcs pcncrtiban ini sclcsai, Usman mengcn~balikanmushaf yang
asli kepada Hafaah dan mengirimkan mushafyang sudah ditertibkan bacaannya ke
seglala ttmpat : Mekkah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah.

Penulisan mmhaf Usmani aeperti yang dilihat sekarang ini berakhir pada tahun
25 H. Apa yang dilakukan oleh Uaman bukanlah penulisan Al-Qur'an atau
pengumpulan bacaarmya, karma penuliaan telah selesai pada zaman Nabi clan
pcngumpulannya kc dalarn satu mushaf aclcsai pada masa Abu Dakar, tctapi
perliban b a r n A(-Qur'an untuk mmyhindai pmcrisihan pentfapal di
kalangan umat

slam.'

b. Kondisi Sunnah.
Yang sangat penting dalam perkembangan in. adalah sikap terhadap
Sunnah. Sikap yang dimaksud adalah seleksi terhadap periwayatan hadie yang
sangat k~tat,llal u1.i diatbabkan dua alasan.

Pertama, kekhawatiran akan adanya kesalahan atau pcnyekwengan, karena
lupa misalnya,


atau kerralahan dalam menyampailcan riwayat.

Kedua,

kekhawatiran akan masuknya kabar bohong ke dalam hadis yang dilakukan oleh
orang-orang yang secara sengaja ingin menurak Islam dari dalam.

Ada scbuah ccrita bahwa ada acorang wanita tua datang kcpada Abu Dakar
menanyakan tentang harta warisan. "Dalam Al-Qur'an dan Sunnah an& ti&k
memperoleh apa-apa", Kata Abu Bakar. Mughirah bin Syu'bah, seorang aahabat
terkemuka yang eaat itu tidak hadir, pcnnah mendengar Nabi bemabda bahwa
seperti orang itu mcstinya mendapat sepcrenam. Ia bergegaa menem~iiA h Bakar.
"Siapa saja yang bcrsama kamu clan bisa menjadi saksi bahwa Nabi pernah
b a b d a : "Bcrilah scorang ncnck scpcrcnam dari harta warisan?" tanya Abu
Bilkiir. KmuJian Muhammrul bin Mil&

m m M m kesillian lmhadap

kebenaran hadits itu. Dan itulah yang menjadi putusan Abu Bakar.

Abu Sa'id al-Khudri juga pemah memperingatkan bahwa suatu ketika ia
kedatangan Ahu M u ~ aal-A~y'aritergqwh-gqoh. "Ada apa?" tanya Abu Sa'id.
"Umar men&

saya &tang ke nunahnya. Saya datang dan tiga kali memberi

sirlam dan tiduk a& jawabm. h l u sayu pulimg. Ketika Umar mrmanyakim, says

katakm bahwa Nabi saw. pcrnah bcrsabda: "Apabila di antara kamu ntinta izin
tiga kali tctapi tidak a& jawaban, maka pulanglah." Umar minta bukti tentang
kebenaran hadis ini, " kata Abu Musa Abu Sa'id al-Khudri berangrkat bcrsama
Abu Musa menemui Umar dan m e m W a n kesakaiarmya.*
Kedua kimh tadi memberikan bukti betapa perhatian aahabat terhadap

Sunnah Nabi saw. &pat dilihat pada usaha mereka yang sungguh-sungguh untuk
mcncari hadis pada saat yang m a mcnyclcksi dcngan m g a t kctat. Sclckai kctat
iru h m dipahami sebagai kr;c;inhtn dan pahatian ymg Jalslrn [erharhp hadie,
bukan untuk memilih-milih hadis. Sebab, terbukti mcfeka mencrima segala
ketentuan yang bcnar-benar berasal dari Sunnah Nabi.


Dalam konteks ini sangat menyayangkm p a n h g a n hebcrapa oriantalia
seperti Margoliouth, yang mengatakan bahwa Nabi hampir-hampir tidak

meninggalkan apapun selain Al-Qur'an. Margoliouth mengenai konsep hadis dan
Swm;rli pa& abad pmtartu dan sepauli dari era 1slar11, bahwa ia rncllltlgkal~ke
luar batas konsep tersebut hanya dalam menemukan ketika untuk pertama kalinya
hadis mulai beredar, hadits tersebut tidak dirujukkan kepada Nabi, tetapi pertamatama, kepada para tabi'in, kemudian para taraf berikutnya kepada para sahabat,

dan akhirnya, setelah beberapa waktu lamanya, baru kepada Nabi sendiri.
Betapapun memang pernah terjadi kebohongan dalam periwayatan hadis di sekitar

'

scparuh akhir dari abad pcrtama, tctapi itupun dapat diitasi dcngan baik olch para

ulama hadie saat itu, bahkan dari peristiwa iha dikcmbangkan bcbcrapa ilmu
tentang hadis yang di antaranya, 'ilm jarh wa ta'dil, suatu ilmu yang mempelqiari
tentang penmimaan p y a r a t a n periwayatan hadk9
3. Langkah Sahabat dalam Tasyrl'.

Adapun cara tasyri' atau mctodc istinbath h u h yang dilakukan sahabat

pa& priorlc ini aclalah :

a. Mengambil hukum dari zahir nash yaitu hukum yang dikandung olch nash
yang jelas dan rinci.
h. Mmgamhil hukum dari ma'qul nah, karena nmh itu mengandung ilat yang

menerangkannya atau ilat itu &pat diketahui clan tcmpat kejadian yang
didalnmnya mengimdung ilat e e h g w h itu tidilk membwt hukum itu,

Y

inilah ymg dikcnal dcngan4yas.I0~apat
jugs ma'qul nash ini bcrbcntuk tcori

mushlahah. Praktcknya stpcrti mcngamankan unta yang berkcliaran di saat
keamanan yang tidak terjamin".

Kamil Musa secara lebih rinci mcnjclaskan bahwa langkah-langkah yang
diternpuh olch sahabat &lam mencrapkan hukum dari matu peraoalan yang
dihadapinya. Pertma ia manelaah kitab Allah, bila ditemukan nash Al-Qur'an
yang cukup jclas dan rinci rncnun.uk h u h tcracbut, rnaka ia tidak mmcari lagi
sumbm ymg lain. KeJua, anhi

ti&

ditmukan &lam Al-Qw'an ia mmcirrinya

dalan Sunnah yang bisa dipercayai periwayatannya. Begitu ditemukan l~ukumnya
dalam Sunnah Rasul maka ia tidak mcnolch kcpada ra'yu. Kctiga, bila tidak juga
ctitem\ikan &lam Al-Qur'an clan Sunnah, ia a h bcrtanya ktpada aahabat-sahabat
yang bin; apakah pemah mmka mcqjurnpai R;rsulullah membuat putusan tentang
masalah tersebut. Jika ada salah sewang aahabat ymg mengiakan, rnaka dibuatlah
putusan &s

putusim Rmul tersebut. K m p t , baru settlalr tidak menjumpai

jawaban yang bisa dijadikan pedoman, ia melakukan ijtihad baik secara jama'i
dengan mhabat-sahabat yang lain maupun secara fardi dengan aelalu
memperhatikan maqashid al-tasyri'.

Unhk lcbih jclasnya

bagaimana langkah-langkah sahabat &lam

menetapkan hukum antara lain :
1. Bila mmeka menemukan kasus, mereka akan mencarinya &lam Al-Qur'an.

2. Bila di dalam Al-Qur'an tidak ditemukan jawab&n$

mereka mencari

jawabannya dalam ~unnah~n4uhillah.
3. Bila di dalam kedua %&nb&tliatas tidat ditemukan jawabannya rnaka mereh

akan mclahirkan ijtihad dcngan cara scbagai bcrikwt :
a. Mereka mmgurnpulkan para

bkoh untuk

bermuuyawarah yuna

memutuskan perkara yang sedang dihadapi, dikenal dengan ijtihad jamai.
b. Rila ha1 ini sulit untuk dilakukan maka mereka melahirkan ijtihad sendiri

yang dikenal dengan ijtihad fardi, dengan menggunakan ra'yu.
Persepsi dan pemahaman yang berbeda di antara para sahabat terhadap
substmsi masnlah ynng berkaitan dengm ruh tasyri' d;m metode ijtlurd ymg
b e r h a n menyebabkan timbulnya hasil ijtihad yang berbeda.12
Sikap para sahabat terhadap perbcdaan hasil ijtihad mereka perlu mendapat perhatian khusuq. Saat itu perbedaan pendapat dianggap suatu ha1 yang wajar dan
disikapi dengan positif. Tidak ada sahabat yang memaksakan pendapatnya kepada
orang lain. Pada suatu aaat ada datang kepada Umar dan mcmberitahukm Ali dan

Zaid telah me mu tusk;^ persoalan yang ia hadapi. Jika saya tentu akan saya
putualcan yang lain kata Umar. Tctapi saya tahu bahwa ini sckcdar pcndapat,
pdapatku ini tirlak &pat mmbatalkan pmdapidt Ali dan 2aid.l3
Dalam masaIah ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan

perbcdaan pcndapat di kalangan para sahabat, antara lain :
1. F h r - f a k t o r yang berhubungan &ngan Al-@rtan.

a. Tttdapatnya lafal yang mengandung dua pengcrtian seperti pcrsclisihan
mereka &lam memahami kata Qum' dalam firman Allah pada QS 2 : 168.

Umar dm h l u Mtls'ud rrratdmli ballwa Quru' itu inid stdarlg Zaid b h ~
Tsabit memahami bahwa Quru' itu suci.
b. 'l'erdapatnya dua hukum yang berbeda dalam dua p a l a n yang. diduga

salah satunya mencakup bagian yang lain. Stpcrti iddah wanita hamil yang
kematian suami sehingga dikeragui apakah ia mencakup kepada ketentuan

ayat tcntang iddah wanita yang kcmatian rmami achingga ham mcnunggu
empat bulan scpuluh hari atau iddah wanita hamil sampai melahirkan.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sunnah, antara lain :

a. Tidak semua sahabat mendengar hadis yang disampaikan oleh Nabi, dalam
ha1 h i mmka melakukan ijtihacl dengan ra'yunya.
h. Adanya kehati-hatian sahabat &lam menerirna dan meriwayatkan hadis.
3. Faktorfaktor yang bcrkaitan dcngan ijtihad, pcrbcdaan pcndapat pada

umumnya divebabkzlsl oloh p b ~ r l a a n&lam mmggunakiin ra'yu &lam
memecahkan persoalan-persoalan yang tidak terdapat ketentuannya baik
dalam AlQur'an maupun Sunnah serta erat kaitannya dengan kepekaan
intelektual sahahat-lsahahat itu.
4. Khasanah Fiqhiyah yang Diwariskan.

Khasanah Fiqhiyah yang diwariskan masa ini scbenarnya sangat banyak
akan tetapi dalam kesempatan ini akan dijelaskan bcbcrapa contoh saja,
diantaranya :

1. Kewarisan kakek bersama beberapa orang saudara
Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan yang lainnya berpendapat bahwa
kakek menghijab saudara-saudara Alasan yang mereka kemukakan adalah :
a. Kakck sama dengan ayah schingga ia dapat mcnghijab saudara scbagaimana
ayah mtmghijab saudara

h. Kakek lebih utama dari saudara-saudara
c. Dari stgi hubungan kckenbatan, kakek lebih dekat kepada mayat daripada
saudara-saudara. ( U r n pa& awal pcmerintahannya mengiktrti penclapat Abu

Bakar)
Umar, Usman, Ali, Zaid ibn Tsabit, dan Abdullah ibn Mas'ud berpendapat bahwa

hkek ti&k mnalglujab saudara. l h p n arcian saudara-saudara apabila k s a n r a
kakek, sama-sama mendapat waris. Alasan yang mereka kemukakan adalah kakek

clan saudara-~udara mempunyai kedudukan yang sama &lam hubungan
kekerabatan di samping itu saudara dan kdek, hubungan kekerabatmnya dengan
si mayat sama-sama melalui garis bapak.
2. Tentang Sawad al-Iraq wa al-Syam.

Pada masa Nabi saw. cmpat per lima dari harta rampaaan pcrang dibagikan

kepada prajurit yang terlibat &lam peperangan dan seperhanya lagi untuk
kesejahteraan lain, ecperti diaebutkan dalam Al-Qur'an yang artinya :"Ketahuilah,
scsungguhnya apa aaja yang kamu pcrolch sebagai rampasan pcrang, maka
sepctlima untuk Allah, Rasul, kerabat hml, anak yatim, orang miskin dan ibnu
sabil." (al-Anfaal :41)

mar bin Khatab &lam

suatu pcrang pcnaklukan Iraq dan Syam tidak

mmbayrkan Lanah rampasan, sobajyi diacbulkan &lam ayal bdi. Umar
berpendapat bahwa masa depan umat Islam di negeri itu perlu mcndapat
perhatian. Lebih lanjut Umar berpendapat, Islam sebagai agarna rahmatan lil
alamiin tidak mungkin memerintahkm uikap ~cwenang-wcnang, tctapi uelalu
menekankan sikap adil dan kebersamaan serta kesejahteraan. Atas dasar

pemikitan itulah maka tcm;th rampsian itu ~MIS

d i m d a a t h untuk kepentingm

dan k~scjahtcraanurnat.
Usman, Ali, Muaz clan Thalhah setuju dcngan pcndapat Umar dcmi

kernaslahatan, tanah itu aebaiknya dibiarkan tetap dimiliki penduduk setempat

untuk ditanami aehingga kaum muslimin &pat mcngarnbil keuntungan dari
pajaknya tanpa hams merugikan pemiliknya.
Abdul el-R&man bin Auf, 'Ammar bin Yasir, Bilal bin Rabah menolak
gagasan itu. Mmka mcnuntut agar cmpat per lirna dari tanah itu dibagikan

kepi&

pmjuril, wtbagaimans dipcrinlahkan &lam ayal ghrmimah. Bihl sahabal

yang paling keras menolak gagasan itu,

menghadap Umar

'amirul

mukminin,"Bagi-bagikan tanah ini clan ambil atptrlimanya".

Tuntutan Bilal clan beberapa h a b a t yang lain mcmang cukup beralaaan.
Minimal karcna memang dcmikianlah yang dipraktekkan oleh Nabi saw.

karmmya eelama tiga hari Umar tidak keluar dari nrmahnya memikirkan hrntutan
Bilal d;u~orang-orimg ymg tidak setuju da~gsmpet~dqatr~ya.
Dalam bmyak
riwayat disebutkan bahwa selama tiga hari itu Umar melakukan komtcnplasi
mcngkaji ayat-ayat Al-Qur'an clan beristikharah minta petunjuk kepada Allah.

Pada hari ketiga itulah Umar mengadakan pertemuan dan mengajukan
argumentasinya. Pada kesempatan itu dia membacakan firman Allah :"Dan apa
saja harb rampasan (Fai') ymg diberikan Allah kepada Rasul-Nya h i h;ut;i

'-.

bcn& mmka, maka untuk mcndapatkan itu kamu tidak mcngcrahkan scckor unta
pun atau seekor kuda, tetapi Allah tclah mcmbetikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa ataa etgala
sesuatu. Apa eaja harta rampasan (Fai') yang dibtrikan kcpada Rasul-Nya yang
berasal dari pend~idukkota maka adalah untuk Allah, malk Ranil, kawn kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sahil, agar harta itu tidak hanya
dinikmati dikalangan orang-orang kaya di antara kamu. Apa yang dibcrikan Rasul
keparlamu maka h-imalzrh, dm apa yang dilarmgnya maka tinggalkanlith Jan
bertaqwalah kepada Allah. sesungguhnva AIlah sangat keras liukunlannva". ( Q . S .
Al-Hasyar : 6-7).
Sampai pa& q a t ini [Jmar menjelaakan bahwa harta rampasan yang diperoleh
tanpa terjadinya pertempuran ti&k didistribusikan empat per h a untuk prajurit
dan seperlim untuk kernaslahatan umum, tetapi dibagi-bagikim kepada orangorang yang discbutkan &Ian1 ayat 8-10 di-iri surat al-Hasyar. Kcmudian Umar
berkata, "Bagaimana saya akan membagi-bagikan tanah kepada kalian sementara
orang-orang saleh sesudah kalian tidak mendapatkan apa-apan. Akhirnya pendapat
Umarlah yang diterapkan pada masalah ini clan sahabat yang lain menerimanya
dengan lapang dada. 14
3. Tentang unta yang berkeliaran.

Pcrbcdaan pcndapat yang tcjadi tcntang masalah unta yang bcrkcliaran
yang tidak dikctahui pmriliknya, apakah bolch "Jiammh" s w t i barang

temuan lainnya atau tidak. Ikhtilaf itu teqiadi karma a& hadis ymg menytbutkan
bahwa unta-lmta itu hams dibiarkan hingga ditemukan oleh pcdiknya sendiri.
Ketika konciisi pcmerintahan mulai mengalami kegoncangan, kcmanan tidak
tcrjamin, Usman berpendapat, bahwa unta-unta itu scbaiknya diamankan.
"Rasulullrrh melarang untuk mengamankannya", kata Ueman, "karena tidak
triurigkiti a& yang maicurixrya. Nanluti sek;tratrg dalam suasana ttiela~durya
ghirah keamanan hi, unta-unta itu hams diamankan untuk kernaslahatan, kalau
tidak ia akan dicuri orangn.

Sikap Usman ini bertmtangan dengan kebijaksanaan Umar yang
mengamalkan hadis Nabi tadi. Di sini tampaknya Usman mcnerapkan Illat. Umar
melaksanakan nash dari kt14hadis karena adanya Illat yaitu suasana aman. Ketika

-

Illat itu tidak ada, rnaka nash tidak cukup ayarat untuk ditcrapkan. Jika tctap

diterapkan maka pengalaman itu tidak akan mcwujudkan kernaslahatan yang
mempakan tujuan utama nash tadi."
4. Tentang mahar isteri yang ditinggal mati auaminya qabla dukhul.

Para fiiqahak berbeda pendapat tentang bagaimma hukum seorang wanita
yang ditinggal mati suarninya sebelum melakukan hubungan marni isteri, dan
bclum juga ditcntukan kadar maharnya.
Mmurul Ibnu Mas'url, wmita itu k h a k mmgimbil mahar sepmli biaua,

dari harta peninggalan suaminya, seperti terjadi pa& Barwa' binti Wasyik alAslamiyah dizaman Ramlullah. Akan tetapi Ali bin Abi Thalib berpendapat
hahwa ketentuan rreperti ini merugikan aatu pihak. Karenanya menurut Ali wanita
itu tidak berhak mengambil mahar dari harta peninggalan suarninya sebelum
terjdi hubungm s m i isteri. "Kami tidak &an meninggillkcur N-Qw'an h e m
pcrsyaratan orang", kata Ali.

Dari sini tampak bahwa Ali tclah sampai pada penggunaan qiyas. Sebab
dalam Al-Qur'an tidak ada ketcntuan tcntang masalah ini. Yang ada adalah
tentang wanita yang dithalaq oleh suarninya sebelum melakukan hubungan suami
isteri. Rupanya Ali mengqiyas bahwa wanita yang ditinggal m t i oleh suaminya
sebelurn melakukan hubungan tadi dengm wanita yang dithalaq &lam kea&m
yang sama l6
5. Tmlang ' I W wanila hamil ymg dilinggal mali surrminya
'Iddah wanita hamil yang ditinggal mati suaminya dalam Al-Qur'an

distbutkan dalan dua ayat yang berbcda. Ayat pertama menyebutkan : "Dan
wanita-wanita

hamil,

'iddah

mereka itu

sampai mereka

melahirkan

kandungannya. (Q.S. al-Thalaq : 4). Dalam ayat kedua disebutkan : "Orang-orang
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya

(bm'iddall) 4 bulan 10 lrarin.(Q.S. al-Baqatdl :234).
Kedua ayat di atas memberi ketentuan yang berbeda terhadap wanita hamil.
Ualam ayat pertama diaebutkan 'iddahnya sampai melahirkan, meakipun barn

beberapa saat suarninya meninggal, tetapi pada ayat kcdua disebutkan hanu
menunggu 4 bulan 10 hari

-

Ibnu Abbas bcrusaha men& titik tcmu di antara kedua ayat tadi dcngan
pendaparnya bahwa 'iddahnya adalah waktu yang paling panjang. Menurutnya,
selama masih dapat dikompromikan maka menggabung dua nash yang berbeda itu
lebih utama. Pendapat ini diaanggah oleh Ibnu Maa'ud. Menurutnya, ayat pertama
pengkhususan dari ketentuan ayat kedua, yaitu hagi yang hamil. Makwdnya
meskipun belum 4 bulan 10 hari, jika sudah melahirkan, maka berakhir pula
'iddahnya. Ibnu Maa'ud mcnguatkan pcndapatnya dcngan pcristiwa Subai'ah alAYlmiyah yang rnelahirkan seLelah bebaapa hari suaminya meninggil. Parla
peristiwa itu Nabi saw.mengizinkan Subai'ah menikah lagi."
Kenapa lbn Abbas berpendapat sepert~ini mungkm eaja ia tidak menerima
tentang hadia Subaiah tersebut.

Demikianlah beberapa contoh dari masalah-masalah ijtihadiah yang terjadi
p d a m a d a b a t . dm penginatan yimg lebih mendidim membuktikan bahwil
rumusan para fbqahak dan mujtahidin pada pcriodc pcrtcngahan mcngacu kepada
kerangka dan mctode ijtihad sahabat.

'Sidak bisa dipungkiri bahwa lajunya perkembangan sosial menyebahkan
banyaknya khasanah fiqhiyah yang diwariskan oleh pcriode ini. Selain contoh di
atas m s i h cukup banyak msalah fiqhiyah yang dihasiikan oleh para fuqahak
sahabat sebagai gambaran dari perkembangan dan dinarnika kehidupan saat it-.

Di antaranya yang terkcnal adalah masalah mengenai wanita yang menikah di
m a iddah, chalaq tiga yang dijaluhkan sekaligus, naIkah wanila yang dihalaq
bain, warisan seorang nenek dan lain ~ebagainya'~

Sebagaimana telah digambarkan di atas, fiqh pada periode sahabat h i sangat
hidup clan marak. Se1;ii.n Al-Qur'an dan sun&

ijtihd mulai menjadi mjukan

fuclahak.
Periuasan wilayah Islam telah menghadirkan masalah-masalah baru yang
belum muncul sebelumnya. Dan ha1 ini sangat berperan &lam memperkaya
khazanah fiqhiyah.
Namun jika ditelusuri lebih jauh, k e b u h h akan mehkukan ijtihad tidak
semata-mata untuk menjawab masalah-masalah yang baru muncul, tctapi juga

untuk memahami naeh yang ada dalarn Al-Qur'an clan sunnah. Sedang ra'yu
d a b ijtilmd pada periodc ini biasanya dipakai dalm h t u k qiyas.

Yang jelas, intensitas ijtihad sahabat perlu mendapat perhatian khusus.
Maksudnya, meskipun ijtihad itu mernbuka ruang ikhtild, tetapi karena eering

dilakukan sccara bersarna dan musyawarah, di mana pada saat itu para sahabat
belum tersebar luas, ijtihad sahabat banyak mendatangkan suatu kesepakatan

umwn diui satu generasi atau yang disebut dengan ijtihad jiunai, di siunphg itu
sikap mereka yang berbeda pcndapat tidak bisa ditlakkan lagi.

CATATAN KAKI

"

Mun'im A. Sirry, Seiarah Fiqih Ialam, Surabaya :Risalah Gusti 1995, h.33

ibid
\

Mana' Qattam, A1 TasylhWa a1 Fiah ~ i $ a l Islam, Riyadh : Dar al-Ma'arif
1989, h. 99
4'

Al-Jaudyah, Ibn Qayyirn, I'lam al-Muwaqqi'in, Beirut : Dar al-Jil, h. 66

S.

Mana' Qattam, OR cit, h. 35

6.

Muhammad al-Khudhari Bik, Tarikh a1 Tasyi' al-Islami, Jeddah : A1
Hammain, h. 106

7.

h4ana' Qattam, op cit, h. 104

8.

blun'inl

'.
''.

I\.

k d 11. 38

Sury, ov cit, 11. 37

K

Muhammad al-Hudlari o p d h. 37

"'

Kamil Mu.% A1 Madkhal ila al-'l'asyri' al-hlami Beirut : 19X9, h 98

12.

Mana' Qattam op cit h. 106

'.

H u s h Harnid Hasm, N Madkhal li Diragah al-Fiah a1 Islami, Mesir 1981, h.
100

14.

Mana' Qattam, ov cit , h. 108-109

15.

Hamid Hasan, ou cil, h. 48

16.

Mun'im A. Sirry, OP cit , 11. 45

17.

&a

h. 47

Muhammad al-Hudhi, op cit, h. 119