Likuifaksi dan Dampak Terhadap Bangunan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar
Likuifaksi merupakan fenomena hilannya kekuatan lapisan tanah akibat getaran gempa.
Lapisan pasir berubah menjadi seperti cairan sehingga tidak mampu menopang beban
bangunan di dalam atau di atasnya, yang disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi
gempa sehinga tekanan air pori meningkat mendekatu atau melampaui tegangan vertikal.
Karena tekanan airnya meningkat, jarak antar partikel pasir menjadi semakin renggang,
sehingga kekuatan totalnya berkurang drastis. Kerugian terbanyak tejadi akibat dari
besarnya getaran yang menyebabkan runthnya bangunan dengan struktur yang lemah.
Likuifaksi adalah proses berkurangnya kekuatan geser tanah akibat beban seismik ketika
terjadi gempa bumi. Menurut Towhata (2008) likuifaksi terjadi pada tanah yang berpasir
lepas (tidak padat) dan jenuh air. Seiring naiknya tekanan air yang diakibatkan oleh
guncangan gempa, maka tegangan efektif (s’) menjadi berkurang. Kondisi ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:
s ' =s −u (2.1)
dengan,
s’ = tegangan efektif,
s = tegangan total (berat permukaan tanah)
u = tekanan air pori

Modulus geser pasir menurun bersamaan dengan turunnya tegangan efektif. Kekuatan
geser pasir menurun dengan (tegangan efektif) tan f. Dengan begitu tanah berpasir menjadi
melunak (mencair). Pada kasus yang ekstrim, tegangan efektif menjadi nol. Tegangan
efektif adalah ketika terjadi adanya gaya kontak antar butiran pasir. Tegangan efektif nol
menyatakan tidak adanya gaya kontak tersebut. Sehingga butiran pasir benar-benar
mengapung bebas dalam air. Sehingga pasirpun menjadi seperti mencair. Oleh karenanya,

ketika hal itu terjadi maka tanah tersebut tidak mampu menoppang beban diatasnya dan
menyebabkan amblasnya bangunan, miring ataupun longsor.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap potensial likuifaksi tanah adalah sebagai
berikut :
a)

Jenis tanah
Khusus untuk tanah tidak kohesif seperti pasir lepas, jika bergradasi seragam maka
kerentanan likuifaksinya besar dibandingkan dengan yang bergradasi baik. Klasifikasi
gradasi tanah ditentukan dengan mengetahui distribusi ukuran butiranyya dari sieve
analisis

b) Kerapatan relatif atau angka pori

Untuk jenis tanah dengan angka pori atau kerapatan relatif kecil maka rentan terhadap
likuifaksi. Pada gempa bumi di kota Nigata, Jepang, 1964, likuifaksi banyak terjadi
pada areal tanah berpasir dengan kerapatan relatif 50% dan tidak terjadi pada areal
dengan kerapatan relatif di atas 70%. Untuk berbagai uji laboratorium faktor tersebut
selalu digunakan sebagai parameter uji liquifaksi
c)

Tekanan batas
Potensial likuifaksi tanah menurun dengan meningkatnya tekanan batas. Sejumlah uji
laboratorium

menunjukkan

bahwa

dibtuhkan

tegangan

yang


besar

dengan

meningkatnya tekannan batas untuk menyebabkan terjadinya likuifaksi pada kondisi
pembebanan ulang alik di laboratorium.
d) Intensitas gempa
Tingkat kerentanan suatu deposit tanah mengalami likuifaksi juga tergantung kepada
magnitudo tegangan dan regangan yang diinduksikan oleh gempa bumi yang
berhubungan dengan intensitas gempa bumi
e)

Durasi gempa
Durasi gempa merupakan faktor penting untuk menentukan potensial likuifaksi tanah,
karena faktor ini menentukan jumlah ulang alik tegangan yang diberikan terhadap

tanah untuk menyebabkan liquifaksi pada kondisi pembebanan ulang alik di
laboratorium


Likuifaksi terjadi di tanah jenuh, dimana ruang antara partikel individu benar-benar penuh
dengan air. Air ini memberikan suatu tekanan pada partikel tanah yang mempengaruhi
seberapa erat partikel itu sendiri ditekan bersamaan. Sebelum gempa, tekanan air relatif
rendah. Namun, getaran gempa dapat menyebabkan tekanan air meningkat ke titik dimana
partikel tanah dengan mudah dapat bergerak terhadap satu sama lain.
Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit tanah
sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu. Jika
melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa setiap partikel berada
dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling melapisi
menghasilkan kekuatan kontak antara partikel kekuatan ini menahan partikel individu di
tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari tanah.
Likuifaksi terjadi ketika struktur pasir jenuh yang longgar rusak karena pergerakan tanah.
Sebagaimana struktur rusak, individu partikel yang longgar berusaha untuk pindah ke
konfigurasi yang padat. Dalam gempa bumi, bagaimanapun tidak ada cukup waktu untuk
air di pori-pori tanah untuk dapat diperas/ dikeluarkan dari tanah. Sebaliknya air “terjebak”
dan mencegah partikel tanah untuk bergerak lebih dekat satu sama lain. Hal uni disertai
dengan peingkatan tekanan air yang mengurangi kekuatan kontak antara individu partikel
tanah sehinggga terjadi pelunakan dan melemahnya deposit tanah.

Potensi likuifaksi pada suatu deposit tanah akan ditentukan oleh kombinasi beberapa

komponen,antara lain :
a.

Indeks properties tanah, seperti modulus dinamis, karakteristik kelembaban, berat
volume,gradasi butiran, kepadatan relatif dan struktur tanah itu sendiri.

b.

Faktor lingkungan, seperti jenis formasi tanah, sejarah seismik dan geologi, level
muka air tanah dan tegangan efektif tanah.

c.

Karakteristik gempa, seperti intensitas guncangan pada tanah dan lama guncangan
yangterjadi.

2.2 Fenomena Likuifaksi
Gempa bumi di seluruh dunia sejak 4.000 tahun yang lalu hingga kini, telah memakan
korban lebih dari 13 juta jiwa. Pusat-pusat kepadatan penduduk berada di daerah subur,
kemudahan mendapatkan air, pemandangan yang indah, kawasan tambang, perkotaan besar

serta di daerah industri. Kebanyakan dari wilayah tersebut berada atau berdekatan dengan
wilayah seismik dan sabuk api .
Negara-negara yang sering dilanda gempa bumi di antaranya India, Pakistan, Iran, Cina,
Jepang, Venezuela, Meksiko, Filipina, Indonesia, Amerika Serikat, serta beberapa negara di
Afrika dan Eropa Timur. Kerugian terbanyak terjadi akibat dari besarnya getaran yang
menyebabkan runtuhnya bangunan dengan struktur yang lemah. Peristiwa likuifaksi juga

mengakibatkan amblasnya bangunan, miring, dan melongsor, seperti yang terjadi di
Niigata, Jepang dan di Maumere, Indonesia, tahun 1994.
Gempa besar terjadi dengan besaran antara 6,2-8,9 skala Richter. Faktor lokasi lain yang
memengaruhi kerusakan akibat gempa adalah longsoran, batuan/tanah yang mengembang
(swelling), struktur geologi, seiche (goncangan air di danau atau waduk), patahan dan
likuifaksi. Akibat gempa yang besar ini dapat menimbulkan terjadinya longsoran, retakan,
patahan, likuifaksi, seiche, serta tsunami yang dahsyat pula dan banyak memakan korban
a) Padang
Daerah Padang dan sekitarnya merupakan suatu paparan endapan fluviatil, swamp dan
alluvium yang terietak pada Padang graben dimana pada bagian timur laut dibatasi oIeh
patahan segmen Singkarak-Solok yang berarah hampir barat taut -tenggara. Geologi daerah
ini dicirikan oleh endapan dataran pantai Hotosen yang berhadapan dengan endapan laut
terbuka yang dibatasi oleh graben berupa patahan-patahan yang berarah hampir barat lauttenggara. Endapan kuarter ini dicirikan oleh perulangan satuan pasir yang cukup dominan

dengan ukuran butiran mulai halus hingga kasar dengan sisipan lanau dan lempung.
Kedalaman endapan ini mencapai hingga kedalaman kurang lebih 150 -200 meter
(Soebowo, E dkk, 2006). Gambaran geologi pesisir dicirikan oleh endapan pasir yang lepas
(unconsolidated). kerikiI dengan ketidakmenerusan lapisan tanau dan lempung dan
beberapa tempat jenuh air. Kondisi geologi ini menyebabkan beberapa wilaya.h di daerah
Padang dan sekitarnya mudah mengalami kerusakan akibat likuifaksi selama gempabumi
2009.
Hasil peninjauan pasca gempabumi 2009 di daerah Padang beberapa lokasi
mengindikasikan bahwa likuifaksi menghasilkan penurunan pada lapisan tanah bervariasi
antara 5 -10 cm, 20 -50 cm dan 50 -100 cm, terutama di kawasan Purus, Air Tawar, Pasir
Kandang, Pasir Gurun, Pasir Jambak dan tokasi lainnya (TIm Geoteknologi-LlPI, 2009).
Selain itu, fenomena likuifaksi terkonsentrasi pada zona endapan pematang pantai, sungai,
swamp, aluvial pada jatur gempa bumi yang berarah hampir barat laut tenggara yang
dikontrol oleh muka air tanah dangkal, kekuatan lapisan tanah bawah permukaan yang
rendah atau dangkal dan material yang lepas. Namun hasil kajian ini masih bersifat lokal
dan betum dapat mengambarkan secara keseluruhan kerentanan likuifaksi di wilayahwilayah bahaya gempabumi di Padang. Akibat gempabumi Padang 2009, fenomena

likuifaksi berupa semburan pasir terjadi melalui rekahan-rekahan yang memotong badan
jatan dan perpindahan lateral di kawasan pesisir.
Meskipun bukti-bukti di lapangan telah menggambarkan keterdapatan potensi bahaya

likuifaksi akibat gempa bumi besar di wilayah Padang dan sekitamya, penelitian-penelitian
selama ini belum memfokuskan pada behaya likuifaksi di wilayah ini. Sebaran dan luasan
geologi bawah permukaan yang berpotensi likuifaksl belum diteliti sehingga daerah-daerah
di wilayah Padang yang rentan terhadap likuifaksi tinggi belum dapat diketahui dipahami
secara menyeluruh.

Likuifaksi

b) Aceh

Bengkulu

Padang

dan

c)

Jepang


Jepang sering dilanda gempa dengan kekuatan yang cukup besar. Dua diantaranya adalah
gempa Nigata 1964 dan gempa Kobe 1995. Kedua gempa itu mengakibatkan kerusakan
yang cukup parah pada bangunan sipil di Jepang. Gempa Nigata menyebabkan runtuhnya
jembatan Showa, Gempa Kobe menyebabkan runtuhnya Hanshin Expressway dan Subway
Station. Runtuhnya bangunan-bangunan sipil ini disebabkan oleh likuifaksi yang terjadi
akibat guncangan gempa yang begitu besar.

Runtuhnya Jalan Tol Hanshin (Hanshin Expressway)
Jalan tol Hanshin atau jalan raya Hanshin adalah jalan raya yang melintasi kota Kobe.Jalan
ini merupakan jalan arteri yang sangat penting bagi transportasi di dalam kota dan
antar kota, karena hampir 22% dari pengguna jalan di seluruh Jepang melaluainya. Pada
1995 gempa dengan kekuatan besar mengguncang wilayah ini. Gempa ini menyebabkan
runtuhnyajalan tol Hanshin. Sepanjang 1 km atau sepuluh spans dari jalan raya Hanshin
Rute 43 di tigalokasi di Kobe dan Nishinomiya terguling. Runtuhnya jalan ini

menyebabkan kerugian yangcukup besar. Reruntuhan jalan ini memblokir empat
puluh persen lalu lintas jalan Osaka-Kobe. Renovasi jalan ini pun membutuhkan
waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari setahun. Jalan tol Hanshin ini baru bisa
dibuka dan kembali digunakan oleh umum pada tanggal 30 September 1996.
Likuifaksi pada bangunan initmenyebabkan pergerakan tanah semakin terasa dan

semakin besar sehingga tiang penyangga jalan tol Hanshin tidak mampu menahan dan pada
akhirnya tiang itu runtuh

2.3 Dampak Likuifaksi Pada Bangunan Sipil
Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh air, sehingga kedalaman muka air tanah akan
mempengaruhi potensi terhadap likuifaksi. Potensi terhadap likuifaksi akan menurun
dengan bertambah dalamnya muka air tanah. Fenomena likuifaksi terjadi seiring terjadinya
gempa bumi. Secara visual peristiwa likuifaksi ini ditandai munculnya lumpur pasir di
permukaan tanah berupa semburan pasir (sand boil), rembesan air melalui rekahan tanah,
atau bisa juga dalam bentuk tenggelamnya struktur bangunan di atas permukaan,
penurunan muka tanah dan perpindahan lateral. Evaluasi potensi likuifaksi pada suatu
lapisan tanah dapat ditentukan dari kombinasi sifat-sifat tanah (gradasi butiran dan ukuran
butir), lingkungan geologi (proses pembentukan lapisan tanah, sejarah kegempaan,
kedalaman muka air tanah).
Likuifaksi telah banyak menjadi penyebab dari hancurnya bangunan struktur di beberapa
kejadian gempa bumi. Berdasarkan simulasi yang dilakukan di Jepang, goncangan akibat
gempa, membuat bangunan diatasnya ambles, sedangkan benda di dalam tanah seperti
tangki minyak muncul ke permukaan. Seperti yang terjadi di Kota Cilacap, yang
berdekatan dengan pantai, yaitu tangki Pertamina dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang muncul ke permukaan tanah pasca kejadian gempa.

Selain hal di atas, beberapa fenomena likuifaksi yang pernah ditemui di Indonesia di
kawasan pasca gempa, diantaranya berupa semburan pasir yang menyumbat sumur
artesis/gali seperti di Bantul, dan perpindahan lateral pada permukaan datar yang berupa
retakan seperti di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Ada pula longsoran lereng tanah,

kegagalan pondasi jembatan (loss of bearing capacity), dan bangunan ambles (ground
settlement).
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa perilaku likuifaksi pada tanah bersifat merusak
dan menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap stabilitas tanah dan bangunan sipil
diatasnya. Adapun dampak yang ditimbulkan dari perilaku likuifaksi adalah :
1.

Terjadinya penurunan tanah hingga 5 % ketebalan lapisan tanah terlikuifaksi.

2.

Terjadinya kehilangan daya dukung lateral tanah.

3.

Terjadinya kehilangan daya dukung tanah.

4.

Terjadinya pengapungan struktur yang dibenamkan dalam tanah, seperti tanki di
bawah tanah.

5.

Meningkatkan tekanan lateral tanah yang dapat menyebabkan kegagalan pada
struktur penahan tekanan lateral tanah, seperti quay walls.

6.

Terjadinya lateral spreading (limited lateral movements)

7.

Terjadinya lateral flow (extensive lateral movements).

Contoh lain dampak likuifaksi

2.4 Metode Identifikasi Likuifaksi
Indeks Potensi Likuifaksi atau Liquefaction Potential Index (LPI) adalah suatu indeks yang
digunakan untuk estimasi potensi likuifaksi yang menyebabkan kerusakan fondasi. Metode
ini pertama kali dikembangkan oleh Iwasaki dkk. (1978). LPI menganggap bahwa
kerusakan likuifaksi adalah sebanding terhadap kondisi berikut :
(1) Ketebalan lapisan yang terlikuifaksi (liquefied layer),
(2) Jarak lapisan terlikuifaksi terhadap permukaan tanah, dan
(3) Jumlah lapisan dengan nilai faktor keamanan kurang dari satu (FSL < 1).
Anggapan tersebut dirumuskan dalam persamaan

dengan,
F = 1 – FS untuk FS 1,
F = 0 untuk FS > 1, dan
w(z) merupakan fungsi bobot (weighting) yang bergantung pada kedalaman, yaitu w(z) =
10 – 0,5 z, dengan z adalah kedalaman lapisan pasir (m). Berdasarkan definisi yang
diberikan dalam persamaan 2.7, nilai LPI dapat berkisar dari 0 untuk suatu lokasi dimana
tidak terjadi likuifaksi hingga 100 untuk lokasi dimana faktor keamanan sama dengan nol
di seluruh kedalaman 20 m. Iwasaki dkk. (1982) dan Toprak dan Holzer (2003) melakukan
kompilasi rekaman kasus likuifaksi dan membandingkan LPI dengan tingkat kerusakan
akibat likuifaksi. Iwasaki dkk. (1982) menyimpulkan bahwa likuifaksi dengan tingkat

kerusakan yang tinggi terjadi di lokasi yang memiliki LPI > 15, dan sebaliknya tingkat
kerusakan karena
Likuifaksi tidak terjadi di lokasi dengan LPI < 5. Toprak dan Holzer (2003) membuat
korelasi penampakan permukaan karena likuifaksi dengan LPI untuk gempa Loma Prieta,
California pada tahun 1898, dan menyimpulkan bahwa sand boiling dan deformasi lateral
terjadi di lokasi yang memiliki nilai LPI > 5 dan 12. Hayati dan Andrus (2008)
menggunakan nilai LPI untuk membuat peta potensi likuifaksi di Charleston, South
Carolina berdasarkan riwayat gempa bumi tahun 1886. Hasil kajiannya menyimpulkan
bahwa kerusakan berat akibta likuifaksi terjadi bila nilai LPI > 15 prosedur evaluasi
potensial likuifaksi, yaitu dengan melakukan uji beban siklik pada sampel tanah tak
terganggu atau bisa juga dengan cara pengukuran karakteristik likuifaksi pada tanah
menggunakan beberapa prosedur pengujian di lapangan. Pada dasarnya, prosedur standar
evaluasi likuifaksi, antara lain,
a.

Menentukan besaran tegangan siklik yang muncul akibat pergerakan tanah pada saat
gempa bumi, pada setiap kedalaman deposit tanah dan mengkonversi bentuk tegangan
yang tidak beraturan tersebut kemudian sehingga memiliki besaran yang sama dalam
bentuk tegangan siklik. Dengankata lain, intensitas guncangan, lama guncangan dan
variasi guncangan yang terjadi akibat tegangan pada setiap kedalaman diubah menjadi
suatu besaran yang dapat dihitung. Penentuan besaran tegangan siklik yang terjadi
dapat dilakukan dengan cara menganalisarespon tanah terhadap tegangan yang terjadi
dengan melibatkan berat sendiri tanah, modulusdinamik dan karakteristik kelembaban.

b.

Menentukan besaran tegangan siklik dengan cara uji pembebanan di laboratorium
yangdiwakili oleh sampel tak terganggu yang dilakukan dengan variasi tekanan bebas
yang telahditentukan atau dengan cara mengkorelasikan properties tanah dengan
karakteristik tanah dilapangan.

c.

Membandingkan antara tegangan geser yang terjadi akibat gempa bumi dengan hal-hal
yang dapat menyebabkan terjadinya likuifaksi untuk menentukan apakah deposit tanah
berada dalam zona likuifaksi atau tidak.

Analisa Potensi Likuifaksi Berdasarkan Data Pengujian Sondir
Parameter likuifaksi merupakan parameter yang digunakan sebagai dasar dalam
menentukan kriteria likuifaksi yang terjadi pada deposit tanah. Dimana dalam hal ini,
perilaku likuifaksi pada tanah dipengaruhi oleh dua parameter utama, yaitu perlawanan
terkoreksi dan rasio tegangan siklik (CSR). Perhitungan nilai perlawanan terkoreksi,
dirumuskan oleh Seed dan Idriss (1971)sebagai berikut :

Untuk faktor koreksi ditentukan hubungan antara tengangan efektif tanah dan CN pada
gambar.Seed dan Idriss (1971) merumuskan persamaan perhitungan nilai CSR tanah, yaitu

METODOLOGI
1. Investigasi Lapangan
Investigasi lapangan dilakukan untuk mengambil data tanah di lapangan, dengan pengujian
sondir dan menggunakan standar pengujian ASTM D 3441-86.
2. Perhitungan Potensi Likuifaksi
a. Menentukan Jumlah Lapisan dan Penomoran Lapisan
Jumlah dan penomoran lapisan ditentukan berdasarkan bentang kedalaman tertentu,
yang bertujuanuntuk mempermudah dalam melakukan analisa dan perhitungan.
b. Mengestimasi Berat Volume Tanah

Estimasi berat volume tanah dilakukan dengan menggunakan grafik perilaku tanah
berdasarkan data sondir
c. Menentukan Tegangan Over Burden Tanah
d. Menentukan tegangan efektif tanah
e. Menentukan perlawanan konus terkoreksi (qc1)
f. Menentukan Magnitude dan percepatan tanah maksimum (amax)
Magnitude gempa dan percepatan tanah maksimum digunakan dalam perhitungan cyclic
stressratio.
g. Menentukan faktor reduksi tegangan (rd)
h. Menghitung nilai Cyclic Stress Ratio (CSR)

2.5 Metode Penanggulangan
Langkah-langkah untuk mengurangi potensi likuifaksi
a.

Pemadatan
Salah satu penyebab terjadinya likuifaksi adalah banyaknya rongga atau pori tanah
yang dapat diisi oleh air, sehingga air yang mengisi rongga tersebut akan mendesak
butiran tanah pada saat mengalami getaran.
Apabila tanah semakin padat maka rongga atau pori pada tanah semakin berkurang
maka semakin berkurang pula jumlah air yang dapat menyebabkan likuifaksi tersebut.

b. Drainase
Pada lahan yang tidak memiliki saluran drainase yang memadai, air akan terus
tergenang atau minimal sekali terus berada dalam pori-pori tanah. Air yang berada
dalam pori-pori tanah ini sangat berbahaya dalam meningkatkan potensi likuifaksi
pada tanah ketika terjadinya gempa.

Oleh karena itu pada lahan yang akan dibangun sangat penting diberikan saluran
drainase yang memadai untuk mengalirkan air agar tidak tergenang atau terus berada
dalam pori tanah.
c.

Mengurangi beban bangunan
Mengurangi beban bangunan dapat dilakukan dengan cara mengganti bahan bangunan
yang berat menjadi bahan yang ringan. Saat ini sudah banyak diproduksi bahan
bangunan ringan. Bata ringan, baja ringan, sampai dengan genteng ringan sangat baik
digunakan untuk pencegahan likuifaksi.

Adapun untuk Mitigasi Likuifaksi, beberapa peneliti telah melakukan investigasi untuk
perbaikan tanah berpasir yang memiliki potensi likuifaksi. Tanaka dkk (1991) menjelaskan
pada prinsipnya bahaya likuifaksi dapat ditanggulangi dengan dua teknik, yaitu :
1. Memperbaiki sifat-sifat tanah
2. Memperbaiki kondisi yang berkaitan dengan tegangan, deformasi, dan tekanan air pori.
Secara umum penanganan likuifaksi dapat dilakukan dengan cara memadatkan tanah di
lapangan yang memakai teknik antara lain teknik getaran (vibro-compaction), perbaikan
tanah dengan cara deep soil mixing atau pemadatan dinamis (dynamic compaction). Pada
kebanyakan penelitian, teknik perbaikan tanah (ground improvement) yang sering
digunakan adalah teknik kolom-batu (stone-column) atau tiang-batu (stone-piers).
Teknik ini mampu mengurangi resiko kerusakan struktur akibat likuifaksi (Mitchell, dkk,
1995; Martin, 2000). Selain itu, teknik kolom ini juga dapat digunakan sebagai fondasi
untuk bangunan gedung (Kempfert, 2003). Teknik grouting dan deep mixing adalah teknik
yang lebih efektif mengurangi deep mixing yang biasa dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik kolom dapur, kolom semen atau kolom kapur-semen. Teknik kolomkapur atau kolom-semen untuk mengurangi resiko likuifaksi ini oleh Callagher dan
Mitchell dikategorikan sebagai perbaikan tanah pasif. Liao dkk 92004) melakukan
investigasi penggunaan gel colloid silica guna mengurangi potensi likuifaksi pada tanah
berpasir pasca gempa Chi-chi yang terjadi di Taiwan 1999. Metode grouting digunakan
untuk melakukan proses stabilisasi sedangkan proses pengujian dilakukan pada masa
perawatan 7, 14, dan 28 hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa regangan yang
ditimbulkam akibat adanya likuifaksi pada atanah yang tidak distabilisasi adalah 1,6 kali
lebih besar dibanding dengan tanah yang di stabilisasi dengan gel colloid silica.