BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Jenis Perbankan
Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu jenis bank yang ada di Indonesia adalah Bank Pembangunan Daerah. Bank Pembangunan Daerah (BPD) merupakan bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh perintah daerah. BPD menurut pasal 5 UU Nomor 7/1992 adalah jenis bank umum (Abdullah, 2005: 18). (Abidin dan Endri, 2009) menyatakan bahwa, “BPD adalah perbankan di mana lebih dari 50% sahamnya milik pemerintah daerah. Potensi daerah dapat diangkat melalui bantuan modal usaha dari BPD. Lingkup BPD relatif kurang luas karena umumnya hanya melayani kebutuhan dana tingkat Propinsi, Kotamadya, maupun Kabupaten dan hanya sebagian kecil saja yang mampu membuka kantor cabang di Propinsi lain.” (Endri, 2009) menyatakan bahwa:
Bank Pembangunan Daerah merupakan bagian dari sistem keuangan yang dituntut untuk dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal dan beroperasi secara efisien untuk mendukung penguatan stabilitas sistem keuangan. Hal ini dikarenakan fungsi BPD sebagai pendorong pembangunan di daerah. Sebagai bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda), BPD bisa berperan lebih besar dalam menggerakkan pembangunan ekonomi daerah melalui kegiatan pembiayaan, pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, kegiatan ekonomi dalam rangka pembangunan daerah dll, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa BPD adalah agen pembangunan Daerah. Akan tetapi, porsi tabungan dan deposito di BPD masih relatif kecil, sehingga cukup sulit bagi BPD untuk menjadi bank yang dapat membiayai kredit jangka panjang/investasi.
Peranan Bank Pembangunan Daerah (BPD), terutama dalam pengembangan ekonomi daerah memang belum optimal. Hal itu ditandai dengan indikator pertumbuhan kredit yang masih kurang dari 20%, kredit produktif kurang dari 40%, rasio LDR kurang dari 78% atau lebih dari 100% dan penghimpunan dana dari luar pemerintah daerah juga dinilai masih kurang dari 70%. Hal ini bisa saja disebabkan beberapa faktor eksternal BPD seperti regulasi, baik regulasi di sektor perbankan dan sektor keuangan lainnya yang dibuat khusus sesuai dengan keputusan pemerintah daerah. Artinya setiap BPD dalam setiap propinsi memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan peraturan pemerintah daerahnya (Abidin dan Endri, 2009) Secara umum fungsi bank menurut Dendawijaya (2004: 3) adalah: 1.
Fungsi Mobilisasi, yaitu menghimpun dana-dana kecil dan tersebar dan menyalurkannya ke dalam investasi yang lebih besar.
2. Fungsi Likuiditas, yaitu fungsi bank untuk memelihara likuiditas alat-alat finansial dan menjamin agar alat-alat finansial tersebut dapat dicairkan menjadi uang tunai. Pencairan dapat dicairkan dengan segera tanpa menunggu alat-alat tersebut jatuh tempo.
3. Fungsi Penyatuan Maturity, yaitu fungsi untuk mengharuskan penyediaan dana setiap saat, tanpa terikat pada jatuh temponya portofolio alat-alat finansial.
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
2.2 Loan to Deposit Ratio Salah satu rasio keuangan yang menganalisis tingkat kesehatan Bank adalah LDR.
LDR berkaitan dengan perhitungan rasio likuiditas, sehingga melalui rasio ini dapat diketahui tingkat likuiditas suatu bank.
(Simorangkir 2004: 142) menyatakan bahwa likuiditas dapat dibedakan dalam bentuk penarikan titipan yang dinamakan deposit liquidity dan likuiditas dalam proyeksi pemberian pinjaman yang disebut portofolio liquidity. Kedua bentuk ini sangat peka terhadap kepercayaan masyarakat. Dapat dibayangkan, jika deposan akan menarik atau menguangkan kembali titipannya dan bank tidak mampu membayarnya, maka akan timbul keresahan nasabah. Seandainya nasabah berbondong-bondong datang ke bank dan jika bank tidak mampu melunasi kewajibannya, dengan sendirinya bank tidak lagi dipercaya masyarakat. Di pihak lain, portofolio liquidity, juga tidak kalah pentingnya. Seandainya bank berjanji memberikan pinjaman tunai hari ini tetapi tidak dilaksanakan, kepercayaan akan hilang. Baik deposit liquidity maupun portofolio liquidity, keduanya sama pentingnya dan harus dikelola secara seimbang.
Bank yang terlalu berhati-hati dalam menjaga likuditasnya akan cenderung memelihara alat likuid yang relatif besar dari yang diperlukan dengan maksud untuk menghindari risiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga dihadapkan kepada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat likuid yang berlebihan. Oleh karenanya, dalam manajemen likuiditas diperlukan adanya keseimbangan antara dua kepentingan di atas (Muljono 2003: 430).
Secara umum kekurangan likuiditas diakibatkan oleh penarikan deposito secara tiba-tiba yang memaksa bank untuk meminjam dana dengan bunga yang tinggi dari bank lain (Rose 2004: 184), untuk itu diperlukan cara untuk menjaga likuiditas Bank dalam berbagai kondisi.
Koch (2003: 551) mengungkapakan bahwa ada berbagai teori untuk mengelola likuiditas, antara lain: a.
Commercial loan theory, yang menitik beratkan pada kemampuan sisi aktiva bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dengan demikian likuiditas pendek yang dapat digunakan sebagai sumber pelunasan.
b.
Doctrine of asset shifability bertitik tolak dari asumsi bahwa bank akan dapat segera memenuhi kebutuhan likuiditasnya apabila bank memberikan kredit dalam bentuk shiftable loan yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan pemberitahuan sebelumnya disertai jaminan surat-surat berharga.
c.
Theory of shiftability to the market yang menyebutkan bahwa likuiditas akan terjamin apabila bank memiliki portofolio surat-surat berharga yang berkualitas tinggi dan dapat segera dicairkan. d.
The anticipated income theory yang menyatakan bahwa sumber pemenuhan likuiditas bank dapat diperoleh dari kemampuan nasabah secara teratur mengangsur atas pokok dan bunga kredit yang diperoleh dari sistem perbankan.
Menurut SE No.6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004, LDR dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Melalui rasio LDR kita dapat mengetahui seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi LDR maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).
Komponen-komponen LDR yang berlaku di setiap bank antara lain (Simorangkir, 2004: 145):
Pinjaman (loans) dapat mencakup pinjaman umum dalam rupiah, pinjaman dalam valas (apabila bank pemberi kredit bank devisa). Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain.
2. Dana Pihak ketiga yang didapat dalam bentuk: a.
Giro Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnnya atau dengan cara pemindahbukuan. b.
Deposito atau simpanan berjangka Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
c.
Tabungan masyarakat Tabungan masyarakat adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
d.
Melalui pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinas), deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, modal pinjaman dan modal inti. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang tertulis pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19 /PBI/2010 besarnya standar nilai LDR adalah antara 78%- memiliki LDR yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank yang lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena pinjaman yang diberikan bukan hanya dibiayai dari dana deposito berjangka tetapi juga berasal dari dana current account. Sifat current
account yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh pemiliknya dapat mengakibatkan
masalah likuiditas dalam suatu bank karena dana masih tertanam di pinjaman yang belum jatuh tempo.
(Sutojo, 2000: 177) mengungkapkan Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah atau deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank. (Dendawijaya, 2004: 147) mengungkapkan rasio yang tinggi menunjukkan bahwa bank meminjamkan seluruh dananya atau relatif tidak likuid. Sebaliknya, rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat digunakan untuk memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau sebaliknya dibatasi. Jika bank memiliki LDR yang terlalu kecil maka bank akan kesulitan untuk menutup simpanan nasabah dengan jumlah kredit yang ada, sehingga bank akan dibebani dengan bunga simpanan yang besar sementara bunga dari pinjaman yang telah diterima oleh bank terlalu sedikit. Jika bank mempunyai LDR yang sangat tinggi, maka bank akan mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi pada titik tertentu bank akan mengalami kerugian (Siamat, 2000: 46). Selanjutnya LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi memiliki LDR yang relatif rendah. Sebaliknya bila LDR melebihi batas toleransi dapat dikatakan manajemen bank yang bersangkutan sangat ekspansif atau agresif (Sutojo, 2000: 177).
2.3 Capital Adequacy Ratio
Menurut Harahap (2008: 303), “Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya (jangka panjang dan jangka pendek) dengan kekayaan yang dimilikinya apabila perusahaan tersebut dikuidasi”. Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya penggunaan modal sendiri memiliki kelebihan, yaitu mudah diperoleh, dan beban pengambilan yang relatif lama. Disamping itu dengan menggunakan modal sendiri tidak ada beban untuk membayar angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya kekurangan modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif terbatas, terutama pada saat menjatuhkan dana yang relatif besar. Semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya Penilaian kesehatan solvabilitas didasarkan pada perbandingan modal sendiri dengan kebutuhan modal berdasarkan perbandingan Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio permodalan ini merupakan teknik pokok dalam melakukan analisis kecukupan modal. Rasio permodalan memberikan informasi mengenai apakah modal bank cukup mendukung operasi bank dan mampu menyerap kerugian- kerugian bank yang terjadi dalam melakukan penanaman dana atau akibat penurunan aktiva (Dendawijaya, 2004: 123).
(Sinungan, 2000: 15) mengungkapkan bahwa modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung risiko kerugian. Besarnya modal suatu bank berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien menjalankan kegiatannya dan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat (khususnya untuk masyarakat peminjam) terhadap kinerja bank. Penggunaan modal bank juga dimaksudkan untuk memenuhi segala kebutuhan bank guna menunjang kegiatan operasi bank dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. (Koch, 2003: 299) juga menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro, deposito, dan tabungan yang melebihi jumlah setoran modal dari para pemegang sahamnya.
Unsur kepercayaan ini merupakan masalah penting dan merupakan faktor keberhasilan pengelolaan suatu bank.
Mengingat kegiatan perbankan di Indonesia telah mengikuti globalisasi perbankan, maka masalah penyediaan modal bank juga perlu disesuaikan dengan
Internasional Settlements (BIS) dengan pertimbangan agar perbankan Indonesia
dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan Internasional. Salah satu rasio yang diterapkan oleh BIS terkait dengan permodalan adalah CAR (Capital Adequacy Ratio). Rasio ini digunakan sebagai indikator terhadap kemampuan bank menutupi penurunan aktivanya akibat terjadinya kerugian-kerugian atas aktiva bank, dengan menggunakan modal sendiri. Kerugian-kerugian tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya modal bank. Selain itu CAR juga memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.
Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh pemimpin moneter yang biasanya merupakan wewenang Bank Sentral. Lembaga ini memiliki tanggungjawab dan menyamakan sistem perbankan secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan antara lain ketentuan permodalan, likuditas wajib dan ketentuan lain yang bersifat prudensial (Siamat, 2003: 22). Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang. Menurut (Abdullah, 2005: 31) faktor permodalan ini juga memegang bobot 25% dalam penilaian tingkat kesehatan suatu Bank. (Simorangkir, 2004: 157-158) menyebutkan bahwa kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank Indonesia menetapkan bahwa CAR adalah kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva menurut risiko (ATMR). Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang berupa, modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan pinjaman subordinasi. Sedangkan yang dimaksud dengan ATMR adalah aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat dan beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat. ATMR diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva dengan bobot risiko. Semakin likuid aktiva risikonya nol dan semakin tidak likuid bobot risikonya 100, sehingga risiko berkisar antara 0 - 100%.
Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit sehingga meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI 2001 besarnya CAR perbankan untuk saat ini minimal 8% dan menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor CAR = x 100%
NPL (Non Performing Loan) / Kredit bermasalah
2.4 Salah satu kegiatan utama lembaga keuangan termasuk bank adalah menyalurkan
dana kepada masyarakat. Penerimaan yang utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Mengingat penyaluran kredit ini tergolong aktiva produktif atau tingkat penerimaanya tinggi, maka sebagai konsekuensinya penyaluran kredit juga mengandung risiko yang relatif lebih tinggi dari pada aktiva lain. Aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, sehingga kredit merupakan salah satu bentuk dari aktiva produktif (Sinungan, 2000: 67). Salah satu risiko yang dihadapi suatu bank ialah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan atau yang disebut dengan risiko kredit.
NPL adalah perbandingan total pinjaman yang diberikan bermasalah dengan total pinjaman diberikan pada Dana Pihak Ketiga (DPK) (tidak termasuk pada bank lain).
ℎ = 100% Risiko kredit umumnya timbul dari berbagai kredit masuk yang tergolong kredit bermasalah. Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak memberikan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Oleh sebab itu, bank dituntut untuk selalu menjaga kreditnya agar tidak masuk dalam golongan kredit bermasalah (NPL). Risiko yang dihadapi bank merupakan risiko tidak terbayarnya kredit yang disebut dengan default risk atau risiko kredit. Meskipun risiko kredit tidak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3%-5% dari total kreditnya. Kredit yang termasuk dalam kategori NPL adalah kredit kurang lancar (sub standart), kredit diragukan (doubtfull) dan kredit macet (loss).
(Simorangkir, 2004: 148) menyebutkan beberapa penyebab terjadinya Non
Performing Loan atau kemacetan fasilitas kredit adalah:
1. Faktor intern bank:
a. Penyelenggaraan analisis kredit yang kurang mampu atau karena pimpinan bank mendapat tekanan dari pihak luar.
b. Pimpinan bank terlalu agresif untuk menyalurkan kredit.
c. Campur tangan para pemegang saham yang berlebihan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit.
2. Ketidaklayakan debitur: a. Debitur menderita sakit berat, kecelakaan atau meninggal dunia.
b. Penghasilan tetap terganggu.
3. Pengaruh faktor ekstern:
a. Penurunan kondisi ekonomi b.
Bencana alam c. Peraturan Pemerintah
Dampak dari keberadaan Non Performing Loan dalam jumlah besar tidak hanya nasional apabila tidak dapat ditangani dengan tepat. Dendawijaya (2004: 113) mengemukakan dampak Non Performing Loan yang tidak wajar sebagai berikut:
1. Hilangnya kesempatan memperoleh kesempatan pendapatan (income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit.
2. Rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar yang menggambarkan situasi memburuk.
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besar modal bank.
4. Menurunkan tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan kesehatan bank dengan analisis CAMELS.
Rasio NPL menunjukkan tingkat kredit bermasalah yang dimiliki bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar dan likuiditas memburuk atau menurun. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP/2001 kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Sedangkan kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
Kriteria Kredit bermasalah
No Klasifikasi Kredit Kriteria
1. Lancar Angsuran pokok dan bunga lancar, mutasi rekening aktif
dan tersedia agunan tunai yang cukup
2. Dengan perhatian terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga kurang dari
Khusus 90 hari, mutasi rekening relatif aktif dan didukung pinjaman baru.
3. Kurang Lancar Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-
180 hari, mutasi rekening relatif tidak aktif dan ada indikasi masalah keungan.
4. Diragukan Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-
270 hari, terdapat cerukan permanen dan terjadi kapitalisasi bunga.
5. Macet Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga lebih dari
270 hari, terdapat cerukan permanen dan kerugian yang terjadi ditutup dengan pinjaman baru.Sumbe
2.5 Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Operating
efficiency ratio) Rasio Rentabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas bank memperoleh laba.
Rasio-rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank (Siamat, 2003: 197). Analisis rasio rentabilitas bank menurut Dendawijaya (2004: 146) adalah “alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.” Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya merupakan hubungan timbal balik antarpos yang terdapat pada laporan laba rugi dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Harahap (2008: 304) juga menambahkan bahwa “Rasio rentabilitas adalah rasio yang menggambarkan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dsb”. Pada penelitian ini, rasio rentabilitas yang digunakan adalah BOPO. Bank dalam usahanya memakasimalkan profitabilitas dan nilai dari penanam saham harus menggunakan kosep efisiensi pada setiap kegiatannya. Ini berarti mengurangi beban operasional dan meningkatkan profitabilitas pekerjanya melalui pengadaan peralatan otomatis dan pelatihan terhadap karyawan (Rose, 2004: 188). Operating Expense to Operating Income dihitung dengan menggunakan perbandingan antara Beban Operasi dengan Pendapatan Operasi atau yang biasa disingkat dengan BOPO di Indonesia (Siamat, 2003: 119). Seperti yang kita ketahui kegiatan utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana, maka biaya bunga dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan pedapatan bunga. Biaya bunga adalah semua biaya atas dana-dana yang berasal dari bank Indonesia, bank lain, dan pihak ketiga bukan bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Dendawijaya, 2004: 147). Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, BOPO diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional : BOPO = x 100% Biaya operasional merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan lain-lain). Pendapatan operasional merupakan penjumlahan seluruh pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya.
Tabel 2.3 Peringkat Bank berdasarkan Rasio BOPOPeringkat Predikat Besaran nilai BOPO
Sumber : SE BI
1 Sangat Sehat 50-75%
2 Sehat 76-93%
3 Cukup Sehat 94-96%
4 Kurang Sehat 96-100%
5 Tidak Sehat >100%
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
2.6 Pengaruh CAR terhadap LDR
Fungsi utama modal adalah memenuhi kebutuhan minimum dan untuk menunjang aktiva yang mangandung atau menghasilkan risiko (Siamat, 2003). CAR atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Masyarakat pastinya lebih nyaman menyimpan dana di bank yang tingkat kecukupan modalnya baik. Demikian juga sebaliknya, masyarakat juga mengajukan kredit pada bank-bank yang dianggap tingkat kecukupan modalnya baik dan pihak bank memiliki dana cadangan jika sewaktu-waktu terjadi masalah kredit macet. Bank yang memiliki kecukupan modal yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan diri dalam menyalurkan kredit, sehingga apabila CAR meningkat maka akan meningkatkan LDR.
2.7 Pengaruh NPL terhadap LDR
NPL adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Dendawijaya, 2004). Semakin tinggi rasio NPL, semakin rendah dana yang dapat disalurkan. Hal ini tentu akan mengancam likuiditas Bank. Sehingga Bank mengambil tabungan sementara masyarakat dan deposito yang bunganya belum memenuhi target.
2.8 Pengaruh BOPO terhadap LDR
Operating Expense to Operating Income dihitung dengan menggunakan
perbandingan antara Beban Operasi dengan Pendapatan Operasi atau yang biasa disingkat dengan BOPO di Indonesia. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamamnya adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana yang kesemuanya itu didominasi oleh penerimaan dan pembayaran bunga. Biaya bunga adalah semua biaya atas dana-dana yang berasal dari bank Indonesia, bank lain dan pihak ketiga bukan bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank mengalami masalah likuiditas semakin kecil (Dendawijaya, 2004: 120).
2.9 Penelitian Terdahulu
Peneliti-peneliti terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini adalah : Fitria dan Raina (2012) melakukan penelitian berjudul “Analisis Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan to Deposit Ratio Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang ( Periode 2007-2011)”. Variabel dependen yang digunakan adalah Loan
to Deposit Ratio (LDR) dan variabel independennya adalah Non Performing Loan
(NPL). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR.
Nasiruddin (2005) melakukan pelitian berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio di BPR di Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang.” Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah CAR, NPL dan Suku Bunga Kredit. Metode analisis yang dipakai adalah metode analsis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR, sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR.
Pramono (2006), meneliti mengenai pengaruh modal, likuiditas, dan efisiensi terhadap LDR pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., periode 2001- 2005. Hasil penelitian menunjukkan CAR, GWM, BOPO secara parsial berpengaruh negatif terhadap LDR dan secara simultan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Vadov ả (2011) melakukan penelitian berjudul “Liquidity of Czech Commercial
Banks and its Determinants”. Studi kasus pada Bank Umum di Republik Ceko
periode 2001-2009. Pada penelitian ini, Likuiditas diukur dengan menggunakan 4 rasio dan salah satunya dengan menggunakan LDR. Hasilnya, NPL dan CAR mempunyai pengaruh positif terhadap LDR. Prayudi melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net ini menunjukkan bahwa CAR, NPL dan BOPO secara parsial tidak berpengaruh terhadap LDR. Utari (2011) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy
Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset dan BOPO terhadap Loan to
Deposit Ratio (Studi Kasus pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di
Indonesia Periode 2005-2008)”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah CAR, NPL, ROA dan BOPO. Metode analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis serta analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel independen CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR. ROA berpengaruh negatif tidak sigifikan terhadap LDR dan BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap LDR. Amriani (2012) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO Dan NIM terhadap LDR pada Bank BUMN Persero Di Indonesia Periode 2006-2010.” Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Loan
to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah
CAR, NPL, BOPO dan NIM. Penelitiaan ini Metode analisi yang digunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variable CAR berpengauh positif signifikan terhadap LDR. Variabel NPL berpengaruh negatif terhadap LDR dan variabel BOPO berpengaruh positif terhadap LDR tetapi tidak signifikan. mempengaruhi Kebijakan penyaluran kredit perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia periode 2005 - 2009). Variabel dependen yang digunakan adalah DPK (Dana Pihak Ketiga), CAR, NPL, dan suku bunga. Dan Variabel dependennya adalah Penyaluran Kredit. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit, Variabel NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR.
Lestari (2007) melakukan penelitian berjudul “Analisis pengaruh Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL) terhadap tingkat
penyaluran kredit pada Bank-bank Umum di Indonesia.” Variabel dependen yang digunakan adalah tingkat penyaluran kredit dan varibel independennya adalah CAR dan NPL. Penelitian ini menggunakan metode model kuadrat terkecil biasa
(Ordinary Least Square/OLS) . Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa CAR
berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit dan variabel NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.
Nandadipa (2010) melakukan penelitian berjudul ”Analisis Pengaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate terhadap LDR (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia periode 2004-2008).” Variabel dependen yang digunakan adalah CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK, Exchange rate, sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian secara simultan variabel- dengan uji F, berpengaruh signifikan terhadap LDR. Hasil secara parsial dengan uji t, variabel CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR sedangkan variabel pertumbuhan DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap LDR.
Secara ringkas, penelitian-penelitian diatas dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini:
- CAR
- NPL
- Suku bunga kredit Regresi Berganda
- CAR
- GWM
- BOPO Regresi Berganda
- Liquid asset /total asset
- Liquid
asset/deposit+short
term borrowing - Loan/ total asset
- LDR Independen: CAP, NPL, ROE, TOA, FIC, GDP,
- CAR
- NPL
- BOPO
- ROA
- NIM Regresi Berganda CAR, NPL, dan BOPO tidak berpengaruh terhadap LDR
Independen:
1.CAR berpengaruh positif terhadap LDR
INF, IRB, IRL, IRM,
MIR, UNE Regresi BergandaDependen:
Liquidity of Czech Commercial Banks and its Determinants
4. Pavla Vodová (2011)
2.GWM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. negatif dan signifikan terhadap LDR.
1.CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR.
3. Pramono (2006) Pengaruh modal, likuiditas, dan efisiensi terhadap Pemberian kredit pada PT Bank Rakyat Indonesia Periode 2001-2005 Dependen: LDR
Tablel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Metode Analisis Hasil Penelitian
2.NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR
1.CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR
Dependen :LDR Independen:
2. Nasiruddin (2005) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio di BPR di Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang.
NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR
Dependen: LDR Independen: NPL Regresi sederhana
Analisis Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan to Deposit Ratio Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang. ( Periode 2007- 2011)
1. Nurul Fitria dan Raina Linda Sari (2012)
2.NPL berpengaruh positif terhadap LDR
- CAR
- NPL
- ROA
- BOPO Regresi Berganda
4.BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap LDR.
1.CAR bepengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit
Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan penyaluran kredit perbankan (studi pada bank umum di indonesia periode tahun 2005
8. Billy Arma Pratama (2010) Analisis Faktor -
4.NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR
3.BOPO berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR.
2.NPL berpengaruh negatif dan Signififikan terhadap LDR.
1.CAR berpengaruh positif signifikan terhadap LDR.
Dependen: LDR Independen:
CAR, NPL, BOPO Dan NIM Terhadap LDR Pada Bank Bumn Persero Di Indonesia Periode 2006-2010
7. Fitri Riski Amriani (2012) Analisis Pengaruh
3.ROA berpengaruh negatif tidak sigifikan terhadap LDR
2.NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR.
1.CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR.
Dependen: LDR Independen:
CAR, NPL, ROA dan BOPO terhadap LDR (Studi Kasus pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia Periode 2005-2008)
6. Mita Puji Utari (2011) Analisis Pengaruh
Independen:
Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Studi kasus (10 Bank dengan aset terbesar di Indonesia periode 2006-2010) Dependen: LDR
5. Arditya Prayudi, S.E (2012) Pengaruh Capital
Lanjutan Tabel 2.4
- CAR
- NPL
- BOPO
- NIM Regresi Berganda
2.NPL bepengaruh negatif dan signifikan
- DPK
- CAR
- NPL
- Suku Bunga Regresi Berganda
- 2009) Dependen: LDR Independen:
Lanjutan Tabel 2.4
9. Indah Analisis pengaruh Dependen: LDR model kuadrat
1.CAR bepengaruh lestari terkecil biasa positif dan signifikan
Capital Adequacy (2007) Ratio (CAR) dan Independen: (Ordinary Least terhadap penyaluran ). kredit
Non Performing Square/OLS Loan (NPL)
2.NPL bepengaruh
- CAR terhadap tingkat
negatif dan signifikan
- NPL penyaluran kredit pada Bank-Bank umum di Indonesia
10. Seandy Analisis Pengaruh Dependen: LDR Regresi
1.CAR, NPL, Inflasi, Nandadipa CAR, NPL, Inflasi, Berganda Pertumbuhan DPK dan (2010) Pertumbuhan DPK Independen: Exchange Rate dengan dan Exchange Rate menggunakan uji F terhadap LDR berpengaruh signifikan
- CAR (Studi Kasus pada terhadap LDR
- NPL Bank Umum di
2.dengan uji t, variabel
- Inflasi Indonesia periode CAR, NPL, Inflasi,
- Pertumbuhan DPK 2004-2008)
Pertumbuhan DPK dan
- Exchange rate
Exchange Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR sedangkan variabel pertumbuhan DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap LDR.
2.10 Kerangka Konseptual
Nasiruddin (2005) menyatakan bahwa tingkat kecukupan modal bank sangat penting bagi BPD dan berpengaruh positif terhadap LDR bank untuk menyalurkan kreditnya. Bila tingkat kecukupan modal BPD baik, maka masyarakat akan tertarik untuk mengambil kredit dan pihak BPD mempunyai cukup dana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kredit macet sehingga tidak mengganggu kinerja BPD. Oleh karena itu, tingkat kecukupan modal bank berpengaruh positif pada kenaikan LDR.
Nasiruddin (2005) mengungkapkan bahwa kredit macet berpengaruh negatif signifikan terhadap likuiditas bank. Semakin banya kredit yang macet maka akan semakin sedikit dana yang dapat disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, tingkat Non Performing Loan berpengaruh negatif terhadap LDR bank. Pramono (2006) menyatakan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap tingkat likuiditas Bank. Semakin besar biaya yang dikeluarkan, jika tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan operasional yang bertambah, maka akan berpengaruh buruk terhadap LDR. Oleh karena itu, tingkat Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif terhadap LDR bank. Dalam penelitian ini digunakan rasio-rasio keuangan perbankan yaitu CAR, NPL, dan BOPO. Adapun kerangka konseptual tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
CAR
NPL LDR
BOPOGambar 2.1. Kerangka Konseptual2.11 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian ini adalah: Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.