BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Memasuki era globalisasi dimana terjadi persaingan yang semakin ketat dan terbuka, perusahaan harus mampu memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya. Secara garis besar sumber daya yang dimilikinya. : (1) finansial, (2) fisik, (3) manusia, (4) teknologi. Karena jumlah sumber daya yang dimiliki perusahaan terbatas jumlahnya, maka perusahaan dituntut mampu memberdayakan dan mengoptimalkan untuk mencapai tujuan perusahaan.

  Dari berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan, sumber daya manusia (SDM) menempati tempat strategis dan penting diantara sumber daya lainnya. Bahkan pada organisasi yang tidak mencari laba, seperti pelayanan pemerintah atau sosial harus mengelola sumber daya manusia mereka sebagai sesuatu yang berharga dan menjadi titik pusat usaha. Arti penting sumber daya manusia itu sendiri terhadap organisasi terletak pada kemampuan manusia untuk bereaksi positif terhadap sasaran pekerjaan atau kegiatan yang mengarah pada pencapaian organisasi. Dengan demikian faktor manusia merupakan faktor penentu bagi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan justru ditentukan oleh manusia. Pada era teknologi dimana pekerjaan manusia sudah dipermudah dan bahkan sudah ada yang diganti oleh mesin-mesin namun unsur manusia tetap menjadi unsur yang paling penting dan pada akhirnya paling menentukan dalam organisasi apapun juga.

  Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001:17), berhasil tidaknya suatu organisasi dalam pencapaian tujuan akan banyak ditentukan oleh keberhasilan individu-individu dalam menjalankan tugas yang diembannya, sebab manusia merupakan pelaksana kegiatan dalan rangka pencapaian tujuan. Oleh sebab itu patut disadari, karena begitu pentingnya peranan manusia seperti diuraikan diatas, maka setiap perilaku karyawan dalam suatu perusahaan tidak boleh dibiarkan seenaknya. Sebab bagaimanapun juga dalam sebuah perusahahan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka perilaku karyawan dituntut harus sesuai dengan aturan maupun batasan yang ada.

  Manusia merupakan unsur terpenting dalam organisasi tersebut berfungsi seperti yang diharapkan, maka dalam melaksanakan pekerjaannya harus disertai dengan meningkatkan produktivitas kerja. Di dalam meningkatkan produktivitas kerja kerja harus berdasarkan pada peraturan yang dimiliki perusahaan, tujuannya agar pelaksanaan kerja senantiasa terarah pada pencapaian tujuan yang ditetapkan perusahaan. Salah satu yang menjadi tujuan perusahaan adalah produktuvitas kerja karyawan. Banyak faktor yang mendorong dan mempengaruhi sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan agar bergerak ke arah positif. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan akan berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan. Motivasi, kedisiplinan, etos kerja, keterampilan, dan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

  Produktivitas adalah kemampuan dalam memproduksikan barang atau jasa secara efisien dan efektif. Naiknya produksi tidaklah selalu diikuti oleh naiknya produktivitas, karena produksi sebagai aktivitas untuk menghasilkan barang atau jasa memerlukan masukan yang berkenaan dengan efisiensi penggunaan sumber- sumber dalam menghasilkan barang atau jasa. Oleh karena itu bertambah besarnya produksi tidaklah selalu berarti bahwa produktivitasnya naik. Disamping meningkatkan produktivitas kerja karyawan perlu juga diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan agar mereka terus dapat meningkatkan dan menjaga kualitas dan kuantitas kinerja mereka bagi perusahaan.

  Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih serta munculnya inovasi-inovasi baru mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusianya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Kemajuan teknologi serta pemikiran mengenai pentingnya keselamatan sumber daya manusia, dalam hal ini perusahaan ataupun instansi pemerintah memiliki peran yang sangat penting di dalam pemeliharaan karyawan. Dan hampir tiap perusahaan telah menerapkannya suatu pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau sering disebut dengan K3.

  Dengan adanya program ini keselamatan karyawan tetap terjamin dan terjaga dari dampak kecelakaan yang kemungkinan terkadang sering terjadi.

  Dalam penerapan teknologi canggih, suatu perusahaan maupun instansi pemerintah telah menerapkan beberapa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menghindari bencana yang tidak diinginkan, memperkecil kecelakaan dan penyakit kerja. Dalam penggunaan peralatan canggih tersebut sebagai alat bantu manusia dalam melakukan pekerjaannya dapat menghasilkan dampak positif dan dapat pula menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak positif dalam penggunaan peralatan tersebut adalah membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaan secara efisien, sedangkan dampak negatifnya adalah kemungkinan bahaya atau kecelakaan yang dtimbulkan dari penggunaan alat tersebut.

  Riset yang dilakukan badan dunia International Labour Organization (ILO) menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibandingkan wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun.

  Data Kemnakertrans (Kementrian Tenaga Kerja dan Trans) tahun 2010 menyebutkan terjadinya penurunan kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dibanding tahun sebelumnya. Sampai akhir 2010, tercatat 65.000 kasus kecelakaan kerja. Sedangkan pada 2009 tercatat 96.314 kasus dengan rincian 87.035 sembuh total, 4.380 cacat fungsi, 2,713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2.144 meninggal dunia. Pada tahun 2008 tercatat 58.600 kasus kecelakaan kerja dan pada tahun 2007 tercatat 83.714 kasus. Penurunan kasus kecelakaan kerja ini cukup signifikan, mengingat bahaya kecelakaan kerja yang dialami oleh sumber daya manusia cukup berbahaya. Data tersebut diyakini masih banyak kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan, sehingga data kecelakaan di atas merupakan fenomena "gunung es" akses pada tanggal 02 Maret 2012 pukul 09.52 WIB).

  PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan merupakan salah satu perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang penyalur listrik. Kegiatan perusahaan ini adalah menyalurkan energi listrik bagi setiap pelanggan khususnya didaerah Medan. PT. PLN (Persero) ini melayani masyarakat yang membutuhkan daya listrik dan melayani keluhan masyarakat terhadap listrik yang disalurkannya. Misalnya terputusnya aliran listrik atau terputusnya kabel listrik yang mengalirkan daya listrik. Dalam kegiatannya, pegawai PT. PLN (Persero) terutama bagian lapangan adalah orang yang paling membutuhkan jaminan keselamatan dan kesehatan, karena kondisi tempat kerja mereka yang berbahaya dan pekerjaan mereka yang beresiko tinggi. Seperti memasang ataupun memperbaiki tiang listrik yang ada di jalan raya, selain beresiko terjatuh dari ketinggian mereka juga beresiko terkena tegangan listrik yang tinggi.

  Mengatasi agar tidak terjadi kecelakaan kerja, maka karyawan dianjurkan mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam perusahaan seperti pada saat bekerja karyawan harus menggunakan alat pelindung seperti helm, masker, sarung tangan dan tali pengaman yang diikat di pinggang jika melakukan pekerjaan diatas tiang listrik. Selain itu, karyawan juga harus fokus terhadap pekerjaan yang sedang dilakukannya, dengan kondisi seperti ini, PT. PLN (Persero) lebih mengedepankan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya agar karyawan tersebut dapat bekerja secara maksimal. Keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh langsung terhadap produktivitas.

  Pemerintah turut pula mengatur tentang keselamatan kerja, melalui Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa, Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan Undang-Undang nomor 1 tahun 1970 yang menyatakan bahwa, Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah memiliki perhatian yang besar terhadap perlindungan tenaga kerja, melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja pada tenaga kerja di Indonesia.

  Keselamatan kerja para karyawan PT. PLN (Persero) perlu diperhatikan, karena terdapat banyak kecelakaan yang terjadi setiap tahunnya di tempat kerja.

  Kecelakaan tersebut menimbulkan berbagai akibat yang merugikan perusahaan dan tenaga kerja. Kerugian bagi perusahaan adalah menurunnya produktivitas, sedangkan bagi tenaga kerja menimbulkan kerugian yang bervariasi misalnya cacat ringan, cacat permanen bahkan kematian. Oleh karena itu pencegahan terhadap kecelakaan kerja merupakan tugas penting perusahaan.

  Kecelakaan bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja atau karena persoalan nasib. Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tak terencanakan, dan untuk setiap peristiwa tentulah ada penyebabnya, yang akan berakibat terjadinya kerusakan baik pada barang maupun pada personalianya.

  Penyebab terjadinya kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi dua sebab utama, yaitu sebab teknis dan sebab-sebab manusia (human error). Sebab-sebab teknis biasanya menyangkut masalah keburukan pabrik, peralatan yang digunakan, penerangan yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara, pengguna warna yang kurang kontras, ventilasi yang buruk, dan buruknya lingkungan kerja. Untuk mencegahnya perlu dilakukan perbaikan teknis.

  Perusahaan perlu mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja yang diharapkan dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan produktivitas kerja karyawan. Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja perlu dan sangat penting, karena membantu terwujudnya pemeliharaan karyawan yang baik, sehingga mereka menyadari arti penting dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja bagi diri masing- masing karyawan maupun perusahaan.

  Dengan adanya pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja ini, karyawan akan merasa aman, terlindungi dan terjamin keselamatannya, sehingga diharapkan dapat mencapai efisiensi baik dari segi biaya, waktu dan tenaga serta dapat meningkatkan produktivitas kerja. Berdasarkan uraian diatas dan mengingat sangat pentingnya pelaksanaa program K3 ini, maka peneliti tertarik untuk judul “Seberapa besar Pengaruh Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan”.

I.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan pokok yang ingin dibahas di dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan?

2. Seberapa besar Pengaruh Pelaksanaan Program Keselamatan dan

  Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di PT. PLN

I.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang hendak dicapai.

  Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini adalah: 1.

  Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Trasmisi Medan.

2. Untuk mengetahui Seberapa besar Pengaruh Pelaksanaan Program

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan.

I.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari penelitan ini antara lain : a. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  b.

  Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi PT. PLN (Persero) dan perkembangan instansi.

  c.

  Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.

1.5 Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

  Setelah masalah penelitian di rumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian (Sugiyono, 2005 : 55).

  Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai berikut:

1.5.1 Kebijakan Publik

  Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat dan bertanggungjawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian

  

public itu sendiri dalam Bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat

atau umum (Abidin, 2004:17).

  Menurut Carl. I. Friedrich dalam Dwijowijoto (2004:4) mendefenisikan kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatan, yang diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu. Sedangkan menurut Dimock, kebijakan publik adalah perpaduan dan kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan banyak orang atau golongan dalam masyarakat (Soenarko, 2003:42-43).

  Dalam melakukan kebijakan publik terlebih dahulu harus mengetahui proses kebijakan publik. James Anderson dalam Subarsono (2005:12-13) sebagai pakar publik menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut: 1.

  Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya, apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan, dan bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah.

  2. Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan- pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dan siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan.

  3. Penentuan kebijakan (adaption): Bagaimana alternatif ditetapkan, persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi, siapa yang akan melaksanakan kebijakan, bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan, dan apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan.

4. Implementasi (implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, apa yang mereka kerjakan dan apa dampak dari isi kebijakan.

  5. Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan dikur, siapa yang mengevaluasi kebijakan, apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan, dan adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan.

  Proses kebijakan ini berperan untuk memastikan bahwa kebijakan yang hendak diambil benar-benar dilandaskan atas manfaat optimal yang akan diterima oleh publik dan bukan asal menguntungkan pengambil kebijakan.

1.5.2. Implementasi Kebijakan

1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

  Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu, implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik (Tangkilisan, 2003:17).

  James E. Anderson menjelaskan implementasi adalah menyangkut Siapa dan Apa (apa yang dilakukan dan apa dampaknya) serta sebagai aplikasi dari kebijakan oleh pelaksana administrasi. Sedangkan Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan- kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Wahab, 2001:65).

  Jones dalam Tangkilisan (2003:18), implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu:

  1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan

  2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan

  3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya. Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terliobat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif (Tangkilisan, 2003:19).

1.5.2.2 Model Implementasi Menurut Para Ahli

  Model implementasi dapat digunakan untuk memudahkan pelaksana kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.

  a. Model Gogin

  Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin, maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun intensif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

  b. Model Grindle

  Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari : (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi. (2) jenis atau tipe manfaat yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.

  c. Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

  Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, (3) komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program, (5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6) sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.

1.5.3 Keselamatan Kerja

1.5.3.1 Pengertian Keselamatan Kerja

  Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celakaan (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan.

  Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara. Tempat- tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dan lain-lain. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja, mengingat risiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir.

1.5.3.2 Kecelakaan kerja

  Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Kansil, 1997:26). Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa, kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini, kecelakaan yang terjadi merupakan akibat langsung dari pekerjaaan atau terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja atau perbuatan yang tidak selamat. Dengan kata lain kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja kadang-kadang diperluas, sehingga melingkupi juga kecelakaan yang terjadi saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja.

  Faktor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari dimensi pokok, yaitu: 1. Berkaitan dengan sistem kerja yang merupakan penyebab utama dan kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor maupun di pabrik atau ditempat kerja lainnya.

  2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa yang dalam hal akibat dan sistem kerja, tetapi bisa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja.

  Pencegahan yang harus dilakukan untuk menghindari kecelakaan antara lain mencakup tindakan: a.

  Memperhatikan faktor-faktor keselamatan kerja b. Melakukan pengawasan yang teratur c. Melakukan tindakan koreksi terhadap kejadian d. Melaksanakan program diklat keselamatan kerja dan menghindari cara kecelakaan dan menghadapi kemungkinan timbulnya kecelakaan

  (Abdurrahmant, 2006:109).

1.5.3.3 Tujuan Keselamatan Kerja

  Adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja antara lain :

  • Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi secara produktifitas nasional
  • Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
  • Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien.

  Di dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yakni:

  • Mencegah dan mengurangi kecelakaan
  • Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

  • Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
  • Memberi kesempatan, atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
  • Memberi pertolongan pada kecelakaan
  • Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
  • Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan getaran
  • Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan
  • Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
  • Menyelenggarakan udara yang cukup
  • Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
  • Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
  • Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
  • Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang
  • Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
  • Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang
  • Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
  • bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (UU No.1 Pasal 3 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja).

  Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

1.5.4 Kesehatan Kerja

1.5.4.1 Pengertian Kesehatan Kerja

  Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif. Di dalam Undang-Undang N0. 36 Tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

  Bidang kesehatan kerja mempunyai implikasi luas baik secara mikro maupun makro. Potensi munculnya berbagai penyakit akibat kerja yang dialami pekerja akan merugikan perusahaan dari segi biaya kesehatan, absen kerja yang pada ujungnya mengganggu produktivitas kerja. Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam Undang-Undang N0. 23 tahun 1992 pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja.

  Perusahaan yang mempunyai banyak pegawai, apalagi yang memukimkan karyawannya di suatu daerah, sebaiknya menentukan jenis atau bentuk pelayanan kedokteran (medical services) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health

  

services ). Pelayanan kesehatan (health services) adalah upaya yang

  diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan perorangann, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

  Di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/MEN/1982 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan kerja bahwa pelayanan kesehatan adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan :

1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.

  2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerrja

  3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga kerja

  4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit Suatu pelayanan kesehatan perusahaan dapat dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

  1. Tersedia (available), perusahaan harus menyediakan pelayanan kesehatan untuk karyawannya dengan cara mempunyai poliklinik atau rumah sakit, bila tidak menyerahkannya kepada pihak ketiga.

  2. Wajar (appropriate), pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan, misalnya suatu perusahaan tambang haruslah menyediakan pelayanan bedah, karena kemungkinan akan sering terjadi kecelakaan akibat bekerja dengan alat-alat berat (dozer, crane, shovel, excavator).

  3. Berkesinambungan (continue), pelayanan kesehatan yang memerlukan kelanjutan harus diberikan berkesinambungan. Pemeriksaan kesehatan berkala harus dilakukan secara periodik sehingga keadaan kesehatan karyawan bisa dipantau terus-menerus.

4. Dapat diterima (acceptable), suatu perusahaan besar dengan laba yang besar tentu saja tidak layak bila memberikan fasilitas kesehatan yang minimal.

  Karyawan tidak akan menerimanya. Itu berarti pelayanan tidak acceptable. Sedangkan perusahaan yang belum mampu memberikan layanan kesehatan yang lengkap sesuai standar, bisa memberikan pelayanan yang minimal tetapi dengan memberikan penjelasan kepada karyawannya bahwa perusahaan belum mampu. Apabila alasan ini masuk akal, maka karyawan akan bisa menerima layanan tersebut dengan ikhlas. Jadi walaupun layanannya minimal, tetapi tetap acceptable.

  5. Dapat tercapai (accessible), pelayanan kesehatan yang diupayakan harus mudah dicapai. Karyawan yang lokasi kerjanya jauh dari tempat fasilitas kesehatan harus mendapat jemputan untuk pemeriksaan kesehatan, atau apabila ada kecelakaan harus bisa cepat dijemput dengan ambulan untuk medical

  evacuation .

  6. Terjangkau (affordable), perusahaan bisa memilih layanan kesehatan yang sesuai standard dan harganya terjangkau oleh perusahaan. Banyak cara untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, namun tidak setiap cara cocok untuk suatu perusahaan.

1.5.5 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

1.5.5.1 Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari dibuatnya program K3 adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

  Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah usaha perlindungan, pencegahan dan penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan sebagai berikut: a.

  Perlindungan terhadap kecelakaan yang dapat menimpa:

  • Tenaga kerja (pegawai dan bukan pegawai) dan orang lain yang berada di tempat kerja/berhubungan dengan kegiatan Perseroan (umum dan pelanggan)
  • Sumber produksi seperti material, peralatan, bangunan, instalasi, dan asset perseroan lainnya
  • Proses produksi, seperti pembangunan, pembangkitan, penyaluran, dan distribusi tenaga listrik
  • Hasil produksi, seperti pemanfaatan tenaga listrik oleh pelanggan
b.

  Pencegahan timbulnya kecelakaan, seperti:

  • Kecelakaan dinas yang menimpa pegawai (kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan dinas lainnya)
  • Kecelakaan masyarakat umum yang ada hubungannya dengan perseroan
  • Kerugian aset Perseroan akibat kecelakaan (kecelakaan dinas, kecelakaan tenaga kerja bukan pegawai, kecelakaan masyarakat umum, kebakaran ledakan, kerusakan/gangguan, bencana alam dan kehilangan) c.

  Penyelesaian bila terjadi kecelakaan dan kerugian Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktivitas kerja.

  Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singakatan K3L yang artinya keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Aspek lingkungan dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja juga merupakan hal yang sangat penting, namun dalam pembahasan berikut yang akan menjadi fokus utamanya adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suria, 2011:130).

  Menurut Sedarmayanti (2000), mengemukakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap manusia, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar karyawan tidak mengalami cedera. Keselamatan dan kesehatan kerja juga memiliki sasaran yang hendak dicapai

1. Timbulnya motivasi untuk bekerja secara aman 2.

  Terciptanya kondisi yang tertib, aman dan menyenangkan 3. Mengurangi tingkat kecelakaan di lingkungan tempat kerja 4. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya makna keselamatan kerja 5. Meningkatkan produktifitas kerja (Sedarmayanti, 2000:145)

  Pada prinsipnya dasar keselamatan dan kesehatan kerja menekankan beberapa hal, yaitu: a.

  Setiap karyawan berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan b.

  Setiap karyawan yang berada di tempat kerja harus dijamin keselamatannya c.

  Tempat pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan aman (Sedarmayanti, 2007:208)

1.5.5.2 Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

  Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

  Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a.

  Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.

  c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

  d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

  e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

  f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

  g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

  da 05 Maret 2012 pukul 11.30 WIB) Dengan demikian maksud dan tujuan tersebut adalah bagaimana melakukan suatu upaya dan tindakan pencegahan untuk memberantas upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan gizi serta bagaimana mempertinggi efisiensi dan produktivitas manusia sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik dengan tidak meninggalkan masalah perlindungan terhadap masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan agar terbebas dari polusi dan limbah industri.

  Apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat- manfaat sebagai berikut: a.

  Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang b.

  Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen c.

  Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim e.

  Fleksibelitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan rasa kepemilikan f.

  Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan g.

  Dan kemudian perusahaan juga dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial (Sculler dan Jackson, 1999).

1.5.6 Produktivitas

1.5.6.1 Pengertian Produktivitas

  Produktivitas berasal dari kata “produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegitan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan penghidupannya.

  Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan pemasukan (input), sedangkan menurut Sulistiani dan Rosidah (2003:126) mengemukakan bahwa produktivitas adalah menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi, dalam hal ini adalah efisiensi dan efektivitas.

  Karyawan yang merasa puas secara ilmiah akan berusaha meningkatkan hasil kerja mereka (output). Meningkatnya ouput kerja merupakan istilah lain dari apa yang disebut produktivitas kerja. Dengan demikian, produktivitas menyangkut hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh di dalam proses produksi (Sulastini dan Rosidah, 2003).

  Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (sri budi cantika, 2005:203).

  Muchdarsyah (2000), mengartikan produktivitas sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Produktivitas juga dapat diartikan sebagai tindakan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Dalam hal ini produktivitas mengutarakan cara-cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang.

  Dari beberapa pendapat tersebut diatas sebenernya produktivitas memiliki dua dimensi, pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu. Kedua yaitu efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingakan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

  Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi. Sedangkan efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang dicapai. Apabila kedua tersebut dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan selalu menjamin meningkatnya efesiensi.

  • akses pada 07 maret 2012 pukul 13.25 wib).

  Dengan demikian, produktivitas dapat disimpulkan sebagai perbandingan antara besarnya input yang dilibatkan dalam kegiatan produksi terhadap hasil akhir (output) yang dihitung berdasarkan nilai unit atau rupiah barang dan jasa yang dihasilkan. Pengertian ini mengandung arti bahwa produktivitas kerja karyawan dapat dinilai dari hasil perbandingan antara input terhadap output, dan harus dapat di ukur berapa besarnya (sri budi cantika, 2005:203).

1.5.6.2 Manfaat Produktivitas.

  Terdapat beberapa manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu organisasi perusahaan, antara lain:

  1. Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya, agar dapa meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber-sumber daya itu.

  2. Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien melalui pengukuran produktivitas, baik perencanaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

  3. Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat di organisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas tertentu yang dipandang dari sudut produktivitas.

  4. Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasi kembali berdasarkan indormasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang.

  5. Strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas (productivity gap) yang ada diantara tingkat produktivitas yang direncanakan dan tingkat produktivitas yang diukur, dalam hal ini pengkuran produktivitas akan memberikan informasi dalam mengidentifikasi masalah-masalah atau perubahan-perubahan yang terjadi sehingga tindakan korektif dapat diambil.

  6. Pengukuran produktivitas perusahaan akan menjadi informasi yang bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas diantara organisasi perusahaan industri sejenis serta bermanfaat pula untuk informasi produktivitas industri pada skala nasional maupun global.

  7. Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan dari perusahaan itu.

  8. Pengukuran produktivitas akan menciptakan tindakan-tindakan kompetitif berupa upaya-upaya peningkatan produktivitas terus-menerus.

  9. Pengukuran produktivitas terus-menerus akan memberikan informasi yang bermanfaat untuk menentukan dan mengevaluasi kecenderungan perkembangan produktivitas perusahaan dari waktu ke waktu.

  10. Pengukuran produktivitas akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan dan efektivitas dari perbaikan terus-menerus yang dilakukan perusahaan.

  11. Pengukuran produktivitas akan memberikan motivasi kepada orang-orang untuk secara terus-menerus melakukan perbaikan dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja.

  12. Aktivitas perundingan bisnis secara kolektif dapat diselesaikan secara rasional, apabila telah tersedia ukuran-ukuran produktivitas.

   diakses pada 05 Maret 2012 pukul 15.35 WIB)

1.5.6.3 Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja

  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Soedirman (1986) dan Tarwaka (1991) merinci faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum.

1. Motivasi

  Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya. Karyawan didalam proses produksi adalah sebagai manusia (individu) sudah barang tentu memiliki identifikasi tersendiri.

2. Kedisplinan

  Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Disiplin dapat pula diartikan sebagai pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah dan moral Pancasila. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1.

  Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat

2. Adanya prilaku yang dikendalikan 3.

  Adanya ketaatan (obedience)

3. Etos Kerja

  Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas, karena etos kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Usaha untuk mengembangkan etos kerja yang produktif pada dasarnya mengarah pada peningkatan produktivitas yang banyak produktivitas individu melainkan juga produktivitas masyarakat secara keseluruhan.

  4. Keterampilan

  Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama dalam perubahan teknologi mutakhir.

  Seseorang dinyatakan terampil dan produktif apabila yang bersangkutan dalam satuan waktu tertentu dapat menyelesaikan sejumlah hasil tertentu. Dengan demikian menjadi faktor penentu suatu keberhasilan dan produktivitas, karena dari waktu itulah dapat dimunculkan kecepatan dan percepatan yang akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan termasuk kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

  5. Pendidikan

  Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal.

  Disamping faktor tersebut diatas, manuaba (1992) mengemukakan bahwa faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.

   pada tanggal 2 maret 2012 pukul 10.15 wib).

  Produktivitas pegawai menjadi pusat perhatian dalam upayanya untuk meningkatkan kinerja yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi.

  Analisis yang lebih mengkonsentrasikan pada kinerja akan lebih memberikan penekanan pada dua faktor utama yaitu: 1) motivasi pegawai, 2) kemampuan dari pegawai untuk bekerja. Pendelegasian wewenang, pengendalian dan pengarahan anak buah perlu disertai dengan motivasi. Hal ini dilakukan agar tindakan perilaku sikap pegawai terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sehubungan dengan aspek pentingnya pemberian motivasi kepada bawahan, pemimpin hendaknya dapat memberikan motivasi searah dengan karakteristik bawahan.

1.5.7 Motivasi

1.5.7.1 Pengertian Motivasi

  Motivasi dari kata motif yang artinya sesuatu yang mendorong dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu (gerak), sedangkan motivasi adalah sesuatu yang membuat orang untuk bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu yang didasarkan dari motif. Motivasi secara singkat dapat diartikan adalah proses menggerakkan manusia, dan memberikan motivasi artinya proses untuk menggerakkan orang ain agar mau melakukan sesuatu sebagaimana yang diharapkan oleh penggeraknya atau yang mengarahkannya. Beberapa pakar yang mengemukakan tentang pengertian motivasi dalam hubungannya dengan aktivitas manusia, yaitu menurut Beredoom dan Garry A. Stainer yang dikutip Juwono (1985) mengemukakan: Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberik kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.

  Sedangkan Winardi (1990) memberikan pengertian tentang motivasi adalah sebuah konteks organisasi merupakan proses dengan apa seseorang manajer merangsang pihak lain untuk bekerja dalam rangka upaya mencapai sasaran-sasaran organisasi sebagai alat untuk memuaskan keinginan-keinginan pribadi mereka sendiri. Dengan demikian, motivasi merupakan daya dorong untuk bergerak, dan motivasi yang berasal dari kata motif berarti penggerak. Sehingga pengertian motivasi dapat dikatakan suatu keadaan yang menggerakkan atau mengarahkan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan tertentu.

  Keberhasilan dari hasil motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki.

  Pencapaian tujuan motivasi kerja sebagaimana diharapkan menghasilkan efektivitas, produktivitas, dan hasil kerja yang efisien, baik bagi diri individu yang bersangkutan maupun bagi organisasi (Abdurrahmant,2006:80).

  Menurut Wahjosumidjo untuk memberikan motivasi yang tepat, pimpinan hendaknya secara terus menerus: a.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan

6 119 144

Pengaruh Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan

9 130 77

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Efektivitas Pemimpin Terhadap Kinerja Karyawan di PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan II Medan

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektifitas Program Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Balita Medan

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja PT. X 2015

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja dan Pemberdayaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Pertamina (Persero) Marketing Operation Region I Medan

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Pada Dinas Kebersihan Kota Medan (Studi Kasus Pada Pasukan Bestari Melati Wilayah Medan Ii)

0 2 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Gaji Terhadap Motivasi Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Udiklat Tuntungan Medan

0 1 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Komunikasi dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 0 7