Optimalisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

  JIAP Vol. 4 No. 1, pp 36-40, 2018 © 2018 FIA UB. All right reserved

  ISSN 2302-2698 e-ISSN 2503-2887

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)

  

U R L :

Optimalisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan a Robi Nugrahadi  a

  Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Indonesia

  I N F O R M A S I A R T IK E L A B S T R A C T

  Article history: Since The Law of Local Tax Number 28 in 2009 apply, Property Tax become one Dikirim tanggal: 22 November 2017 of the local tax that is manage by local government. Existence opportunity of Revisi pertama tanggal: 13 Maret 2018 property tax require the local government to optimize program in order to use Diterima tanggal: 18 April 2018 budget efficiently and increase local revenue. Optimum program is the best effort Tersedia online tanggal: 26 April 2018 to increase local revenue. This research intent on make an analysis the factors which must be prepare and the strategy that is planned to increase local revenue.

  This research approach is qualitative with literature study method. The results Keywords: property tax, optimize, local indicate that any factors which must be prepare efficiently to manage property tax, revenue that is implementation regulation, human resources, infrastructure tool, and exist budget. Be sides the factor, strategy which must be done to increase local revenue, that is mapping sell value of the land object, update tax data object, giving prime service, collecting with structure, and giving information on whole a scale.

  INTISARI

  Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) murni menjadi salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/ kota. Adanya peluang penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB-P2 tersebut mengharuskan pemerintah kabupaten/ kota untuk melaksanakan langkah-langkah optimalisasi agar anggaran yang digunakan tetap efisien tetapi terdapat peningkatan dalam penerimaan PAD. Optimalisasi merupakan sebuah upaya terbaik yang harus dilakukan untuk meningkatkan realisasi PAD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang harus dipersiapkan dan strategi yang direncanakan untuk meningkatkan realisasi PBB-P2. Pendekatan yang dilakukan adalah kualitatif dengan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang harus dipersiapkan secara efektif dalam mengelola PBB-P2, yaitu peraturan daerah sebagai landasan hukum, sumber daya manusia, sarana prasarana, serta ketersediaan anggaran. Selain itu, strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan realisasi PBB-P2 adalah dengan melakukan upaya pemetaan NJOP bumi, updating data objek pajak, melaksanakan pelayanan prima, penagihan terstruktur, dan sosialisasi secara menyeluruh.

  2018 FIA UB. All rights reserved.

  ———  Corresponding author. Tel.: +62-853-2700-6585; e-mail: nugrahadirobi@gmail.com

1. Pendahuluan

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator kemampuan keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan di masing-masing daerah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur PAD terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil lain PAD yang sah. Pajak Daerah meliputi sebelas jenis pajak, dimana salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

  Selanjutnya kewenangan pemerintah kabupaten/ kota dalam mengelola PBB-P2 diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga pemerintah daerah harus menerbitkan aturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan daerah dan peraturan bupati/ walikota untuk mempertegas pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak di lapangan. Adanya pelimpahan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah dimaksudkan agar realisasi PAD semakin meningkat karena pemerintah daerah dianggap lebih mengenal potensi asli daerahnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bahl dan Martinez-Vazquez (2008) dalam Rao (2013:6) yang menyatakan bahwa pajak properti atau PBB merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi pemerintah daerah baik di negara maju maupun berkembang.

  Pemungutan PBB-P2 didasarkan pada kondisi objek berupa tanah dan bangunan. Oleh sebab itu, terdapat proses kegiatan berupa penilaian terhadap tanah dan bangunan dimana kesimpulan nilai tersebut akan dikalikan tarif maksimal 0,3% untuk mendapatkan besaran pajak yang harus dipungut kepada wajib pajak. Proses penilaian objek PBB-P2 harus dilakukan secara menyeluruh dengan metode yang tepat agar terwujud aspek keseimbangan dan keadilan dalam pemungutan PBB-P2, karena pemungutan PBB-P2 akan menjadi tidak adil bila diterapkan sistem pukul rata (Burton, 2009:21).

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, formula penghitungan PBB-P2 adalah: Tarif x (NJOP-NJOPTKP).

  NJOP merupakan nilai jual objek pajak, yaitu harga rata-rata jual beli properti yang terjadi secara wajar antara penjual dan pembeli, bila tidak terdapat transaksi jual beli maka dapat menggunakan nilai properti lain yang sebanding (Hartoyo dan Supardi, 2010:44). NJOP diperoleh dari sebuah proses pendataan dan penilaian terhadap properti yang dinilai. Disamping NJOP, terdapat NJOPTKP sebagai faktor pengurang, yaitu nilai jual objek pajak tidak kena pajak yang ditetapkan paling rendah Rp.10.000.000,- sesuai Undang-Undang Nomor

  28 Tahun 2009. Dengan formula tersebut, dapat diketahui bahwa faktor NJOP merupakan unsur paling utama yang menentukan tinggi rendahnya besaran PBB-P2. Demikian juga disampaikan Hartoyo dan Supardi (2010:30), bahwa penilaian objek bumi dan bangunan adalah sebuah proses yang harus dilakukan untuk menentukan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2.

  Permasalahan secara empiris cukup kompleks dalam pengelolaan PBB-P2, misalnya Widari (2016) dalam penelitian di Kota Surabaya menemukan fakta bahwa realisasi PBB-P2 selama tahun 2011-2013 tidak pernah mencapai target. Realisasi tertinggi dalam kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 2013 sebanyak 86,52%, yaitu dari target Rp.732.456.308.000,- tercapai realisasi sebesar Rp.633.727.929.627,-. Lebih lanjut Widari memberikan saran agar Pemerintah Kota Surabaya lebih berperan aktif memberikan sosialisasi dan pelayanan terbaik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Di Kota Tomohon, Utiarahman (2016) melakukan penelitian terkait kontribusi PBB-P2 terhadap penerimaan PAD. Hasilnya antara tahun 2011- 2015 besarnya kontribusi PBB-P2 terhadap penerimaan PAD justru semakin menurun, yaitu dari 22,97% pada tahun 2011 berangsur turun menjadi sebesar 10,84% pada tahun 2015. Menurut Utiarahman, kondisi ini disebabkan tidak adanya tim penilai NJOP dan kurangnya sosialisasi untuk memberikan kesadaran tentang perpajakan kepada masyarakat Kota Tomohon.

  Hampir sama dengan kedua kasus di atas, di Kabupaten Blora rasio NJOP bumi terhadap harga jual beli properti semakin turun dari tahun ke tahun. Pada kawasan perumahan di wilayah perkotaan, diuraikan rasio NJOP sebagai berikut:

  Tabel 1 Rasio NJOP terhadap Nilai Transaksi Tahun NJOP/ meter Transaksi/ meter Rasio 2014 Rp.64.000,- Rp.333.333,- 19%

  2015 Rp.64.000,- Rp.666.667,- 10% 2016 Rp.128.000,- Rp.1.000.000,- 13% Sumber: Hasil Analisis, 2017

  Turunnya rasio NJOP terhadap harga transaksi menunjukkan besarnya potensi yang hilang karena tidak dapat dipungut, hal ini disebabkan terlambatnya proses updating data dan tidak adanya proses pemetaan ulang (Nugrahadi, 2017).

  Banyaknya kondisi yang serupa dengan fenomena diatas, dimana pengelolaan PBB-P2 belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh pemerintah kabupaten/ kota telah memperlihatkan betapa daerah belum mempersiapkan secara matang proses pelimpahan PBB- P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah. Hambatan dan tantangan ke depan seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah daerah sehingga potensi yang ada dapat sepenuhnya direalisasikan ke dalam PAD.

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diajukan yaitu: a) Faktor pendukung apa saja yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan pengelolaan PBB-P2?; dan b) Bagaimanakah strategi yang dilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan PBB-P2?.

  Pembahasan rumusan masalah menggunakan teori tersebut di atas, sehingga akan diperoleh sebuah kesimpulan dari penelitian ini. Perencanaan yang baik menurut Syamsi (1993:194) dalam Nugroho dan Suhadak (2007:3) mengarah pada beberapa aspek, yaitu

  d) Where Pemilihan sasaran tempat untuk melaksanakan kegiatan. Kegiatan pemetaan dilaksanakan bagi daerah yang telah mengalami perkembangan secara ekonomi. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat di suatu wilayah, maka kemampuan membayar pajak akan meningkat dan perlu adanya pemetaan ulang sehingga potensi pajak dapat dirumuskan atau disusun.

  c) How and How Much Tahap ini berisi detail rencana kerja untuk mempersiapkan pelaksanaan, termasuk jumlah anggaran yang dibutuhkan. Untuk melakukan pemetaan objek pajak, maka detail persiapan berupa tenaga pendata dan penilai objek pajak, teknis pembagian tugas dan wilayah, teknis analisis data, peralatan yang diperlukan, transportasi ke lokasi pemetaan, serta anggaran harus disediakan. Semua unsur secara rinci harus sudah dipersiapkan sebelum melaksanakan kegiatan pemetaan.

  Kegiatan pemetaan objek pajak didasari alasan bahwa pemungutan PBB-P2 tidak selalu berorientasi pada berapa dana yang masuk ke kas daerah, tetapi bagaimana mewujudkan keseimbangan NJOP antar wilayah dan keadilan sosial bagi wajib pajak. Hasil pemungutan pajak dari masyarakat yang mampu akan didistribusikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan gratis bagi warga tidak mampu, serta kegiatan sosial lain dari pemerintah.

  b) Why Sebuah alasan patut dikemukakan untuk memperkuat pelaksanaan kegiatan di lapangan.

  a) What Berisi rencana kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan akhir yang telah ditetapkan. Demi meningkatkan realisasi PBB-P2 dan menciptakan pemungutan PBB-P2 yang adil, maka kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan updating data dengan cara memetakan ulang objek dan wilayah PBB-P2, meningkatkan kompetensi petugas penilai, memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, memberikan sosialisasi kepada masyarakat, serta melakukan penegakan hukum secara tegas bagi pelanggar peraturan di bidang perpajakan.

  Dengan dasar tersebut, maka persiapan pengelolaan PBB-P2 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  what, why, how and how much, where, when, dan who.

  4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

   Teori

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kepustakaan. Sumber data yang dikumpulkan merupakan data sekunder, baik berupa laporan penelitian ilmiah, jurnal penelitian, skripsi, buku, dan tesis peneliti.

  3. Metode Penelitian

  d) Dimana (where); pemilihan tempat yang strategis untuk pelaksanaan kegiatan; e) Kapan (where); pemilihan waktu harus tepat dalam pelaksanaan kegiatan; dan f) Siapa (who); yakni menentukan siapa orang yang akan melaksanakan kegiatan sebagai subjek pelaksana.

  c) Bagaimana dan berapa (how and how much); yakni mengenai cara dan teknis pelaksanaan serta mempertimbangkan dana yang tersedia;

  b) Mengapa (why); alasan mengapa memilih dan menetapkan kegiatan tersebut dan mengapa diprioritaskan;

  a) Apa (what); yakni mengenai materi kegiatan apa yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan;

  Faktor pendukung pengelolaan PBB-P2 dan strategi yang harus dilakukan dalam rangka optimalisasi PBB- P2 erat kaitannya dengan proses perencanaan. Halim (2016:18) menyimpulkan bahwa proses perencanaan meliputi menetapkan tujuan dan menyusun strategi atau rencana untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Demi menyusun strategi yang optimal untuk mencapai tujuan, maka perencanaan harus dibuat sebaik mungkin. Nugroho dan Suhadak (2007:3) mengutip pernyataan Syamsi (1993:194) bahwa perencanaan yang baik dan lengkap harus memenuhi enam unsur pokok sebagai berikut:

  e) When Waktu yang tepat untuk melaksanakan sebuah kegiatan. Idealnya waktu yang tepat untuk melakukan pemetaan adalah sebelum penetapan masal dan pencetakan surat ketetapan pajak. Kegiatan pemetaan objek pajak juga harus disaksikan oleh wajib pajak atau perwakilan wajib pajak, bahkan oleh camat dan kepala desa atau lurah setempat. f) Who Menentukan subjek pelaksana kegiatan. Tidak semua orang dapat melakukan proses pemetaan objek pajak karena proses pemetaan memerlukan kemampuan untuk menghitung nilai tanah dan bangunan. Oleh karena itu kegiatan pemetaan harus dilakukan oleh seorang petugas penilai PBB-P2.

  Dari keenam aspek tersebut, dapat terlihat beberapa faktor pendukung yang harus dipersiapkan dalam pengelolaan PBB-P2, yaitu:

  a) Peraturan Pelaksanaan Landasan hukum pengelolaan PBB-P2 berdasarkan

  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Dalam pelaksanaan di daerah, diperlukan aturan lebih detail yang mengatur tata cara pemungutan PBB-P2 yaitu dalam bentuk peraturan daerah dan peraturan bupati/ walikota. Peraturan daerah mengatur tentang tarif yang dikenakan dalam pemungutan PBB-P2, sedangkan peraturan bupati/ walikota mengatur tentang tata cara secara teknis segala urusan pengelolaan PBB-P2 seperti pendataan, permohonan pelayanan, keberatan, keringanan, proses penetapan, sampai dengan tata cara penagihan dan pelaporan.

  b) Sumber daya manusia Kebutuhan sumber daya manusia yang utama adalah tenaga penilai PBB-P2 sebagai seseorang yang bertugas melakukan analisis NJOP. Disamping itu tenaga pendukung lainnya juga sangat diperlukan, misalnya petugas pendata, pelayanan, input data, pemeliharaan basis data, serta petugas penagihan.

  Jumlah tenaga penilai pada khususnya harus disesuaikan dengan jumlah objek pajak sehingga upaya updating data dapat dilakukan secara cepat mengikuti perkembangan wilayah.

  c) Sarana dan Prasarana Dalam melaksanakan segala kegiatan yang berkaitan dengan PBB-P2 harus didukung dengan peralatan memadai seperti komputer yang kompetibel, server, sistem operasional komputer, GPS-tracking untuk pendataan, disto meter, kamera, mesin pencetak Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), serta mesin pencetak peta. Disamping itu, dibutuhkan juga ruangan kerja yang nyaman meliputi ruang pelayanan, ruang server, ruang pencetakan, serta ruang rapat.

  Tersedianya sarana prasarana yang lengkap dapat memudahkan proses pelayanan kepada wajib pajak dan pengolahan data objek pajak secara cepat.

  d) Ketersediaan Anggaran Basis data PBB-P2 yang terdiri dari data atribut

  (nama wajib pajak, alamat, lokasi, besaran ketetapan) dan data spasial (peta) membutuhkan banyak kegiatan untuk merealisasikannya. Tentunya kegiatan yang dilakukan harus didukung dengan dana yang tersedia dalam satu tahun anggaran.

  Selain faktor-faktor pendukung yang harus tersedia, beberapa strategi harus dilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan PBB-P2, yaitu:

  a) Pemetaan Objek Pajak Kegiatan pemetaan objek pajak dilakukan terhadap wilayah yang telah mengalami perkembangan dan perubahan fungsi tanah, misalnya daerah persawahan yang telah berubah menjadi kawasan perumahan, pusat perbelanjaan, atau industri. Dalam kondisi seperti ini, perlu dilakukan pemetaan ulang untuk menentukan zona nilai tanah terbaru dan menghitung besarnya NJOP bumi dan bangunan.

  b) Updating Data Objek Pajak Upaya updating data objek pajak merupakan kegiatan untuk menyesuaikan data objek pajak yang telah terdaftar dalam basis data dengan kondisi terkini objek tersebut. Misalnya data yang telah terdaftar hanya berupa tanah kosong, padahal secara nyata telah berdiri sebuah bangunan di lokasi tersebut. Menindaklanjuti hal ini, penilai PBB-P2 harus melakukan pengumpulan data lapangan dan menganalisis besaran NJOP bangunan.

  c) Pelayanan Prima Sistem pelayanan yang diberikan harus memberikan kemudahan kepada masyarakat dan bersifat transparan. Model pelayanan seperti ini dapat diakomodasi dengan memanfaatkan jaringan informasi teknologi bersifat online. Wajib pajak tidak perlu datang langsung ke tempat pelayanan, tetapi dengan mengirimkan data permohonan secara online maka petugas pajak dapat langsung memproses berkas pengajuan wajib pajak. Apabila masyarakat puas dengan pelayanan pajak, maka akan meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya.

  d) Penagihan Terstruktur Penagihan terstruktur adalah melaksanakan kegiatan penagihan kepada wajib pajak dengan memprioritaskan wajib pajak bernilai besar. Tentunya hal ini harus didahului dengan proses pemetaan tunggakan wajib pajak. Pemetaan tunggakan juga dilakukan untuk mengidentifikasi titik persoalan munculnya tunggakan pajak, sehingga dapat disusun sebuah strategi untuk mengurangi jumlah tunggakan PBB-P2. Apabila wajib pajak enggan untuk membayar langsung, petugas pajak harus mendatangi wajib pajak untuk melakukan penagihan ditempat. Apabila terindikasi setoran pajak disalahgunakan oleh petugas pemungut desa/kelurahan, maka harus dilakukan upaya teguran, peringatan, sampai dengan upaya hukum, tergantung pada skala pelanggaran yang dilakukan.

  e) Sosialisasi Menyeluruh Sosialisasi menyeluruh dilakukan dengan sasaran wajib pajak seluruh wilayah kabupaten/ kota. Tujuan dari kegiatan ini untuk memberikan kesadaran dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2. Materi sosialisasi meliputi peraturan perundangan, sanksi pidana bagi pelanggar undang- undang, serta tata cara permohonan pelayanan PBB-P2 dan insentif pelunasan bagi pemungut PBB-P2.

5. Kesimpulan

  Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Nugroho, Trilaksono, dan Suhadak. (2007). Paradigma

  Widari, Berliana Esti, (2016.) Analisis Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Surabaya. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, Vol. 5(10), pp.1-17.

  Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Vol. 16(2), pp.1-11.

  Mei 2017]. Utiarahman, Nur Riza. (2016). Analisis Efektivitas dan

  [Diakses 01

  pada

  Problems and Prospects of Reform. Dapat diakses

  Bayumedia Publishing. Rao, Govinda. (2013). Property Tax System in India:

  Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Penyusunan APBD di Era Otonomi. Malang:

  Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a) Terdapat faktor-faktor yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan pengelolaan PBB-P2 demi mencapai tujuan kemandirian daerah, yaitu peraturan pelaksanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta ketersediaan anggaran;

  b) Selain faktor yang harus tersedia, dibutuhkan penyusunan strategi untuk mencapai realisasi PBB- P2 yang optimal, meliputi: pemetaan objek pajak, updating data objek pajak, pelayanan prima, penagihan terstruktur, dan sosialisasi secara menyeluruh; dan c) PBB-P2 memiliki basis data yang luas, sehingga faktor pendukung yang tersedia harus dimanfaatkan secara efektif agar tujuan pengelolaan PBB-P2 tercapai, yaitu menciptakan kemandirian keuangan daerah serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

  Nugrahadi, Robi. (2017). Perencanaan Pengelolaan

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta.

  Jakarta: Mitra Wacana Media. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, t.t.

  Empat. Hartoyo, Harry., & Supardi, Untung, (2010). Membedah Pengelolaan Administrasi PBB dan BPHTB.

  Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah. Jakarta: Salemba

  Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta. Halim, Abdul. (2016). Manajemen Keuangan Sektor

  Jakarta: Salemba Empat. Direktorat Jenderal Pajak, t.t. Undang-UndangRepublik

  Daftar Pustaka Burton, Richard. (2009). Kajian Aktual Perpajakan.

  Pendapatan Asli Daerah Sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Studi Pada Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Blora). Tesis Magister