KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA “RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN” UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING

  Yogyakarta, 3- 5 O ktober 2001

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA

“RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN”

UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING

  Sugihardjo

  1 , Edward Tobing

  

1

, Sucahyo Wahyu Pratomo

  2

  1 PPPTMGB “LEMIGAS”,

  2 PERTAMINA Divisi Produksi Hulu Kata kunci : kelakuan fasa, fluida reservoar-injeksi-surfaktan ABSTRAK

  Studi laboratorium tentang kelakuan fasa campuran fluida reservoar dan fluida injeksi dilakukan dengan menggunakan beberapa

jenis bahan kimia surfaktan diantaranya ABS (Alkyl Benzene Sulfonate), RSPO10, Emulgen, FAEL (Fatty Alcohol Ethoxylated), Fatty

Alcohol, Polyethylene Glycol, dan SLS (Sodium Ligno Sulfonate), serta beberapa jenis co-surfaktan alkohol yaitu: IPA, IBA, dan IAA.

Surfaktan dan co-surfaktan tersebut di atas masing-masing dilarutkan pada beberapa jenis air injeksi dengan berbagai variasi

konsentrasi, yang kemudian masing-masing dicampur dengan fluida reservoar (minyak dan air formasi). Beberapa formula campuran

telah dibuat untuk memperoleh rancangan fluida injeksi yang optimal untuk dapat diimplementasikan di sebuah lapangan minyak yang

telah dilakukan injeksi air. Rancangan tersebut diutamakan dapat menurunkan tegangan antar muka (ultra-low interfacial tention)

antara fluida pendorong dan minyak, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pengurasan minyak.

  Berdasarkan pengamatan terhadap kelakuan fasa campuran antara fluida reservoir dan fluida injeksi, maka dapat

diklasifikasikan sebagai: emulsi fasa bawah, mikroemulsi (emulsi fasa tengah), emulsi fasa atas, makrooemulsi, dan endapan. Dalam

fasa campuran yang membentuk mikroemulsi, merepresentasikan kondisi pendesakan terbaur (miscible displacement). Sedangkan

dalam fasa campuran yang membentuk emulsi fasa atas atau fasa bawah, merepresentasikan kondisi pendesakan tak terbaur

(immiscible displacement). Kelakuan fasa campuran tersebut, sangat dipengaruhi oleh: salinitas air pelarut, jenis dan konsentrasi

alkohol, suhu, jenis dan konsentrasi surfaktan serta jenis minyak.

1. PENDAHULUAN

  2. KELAKUAN FASA

  Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar muka (IFT) minyak-air ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan campuran surfaktan-air-minyak dapat membentuk emulsi fasa bawah (larut dalam air), emulsi fasa tengah (disebut mikroemulsi, larut dalam fasa minyak dan air) dan emulsi fasa atas (larut dalam minyak). Yang menjadi perhatian dalam kegiatan EOR injeksi surfaktan adalah terbentuknya mikroemulsi akibat proses emulsifikasi atau percampuran. Pada kondisi mikroemulsi, salah satu fasa menjadi fasa kontinyu (fasa external) dan yang lain membentuk butiran (fasa diskontinyu). Dua sifat penting dari mikroemulsi tersebut adalah :

  2.1 Keseimbangan Fasa dan Proses Kelarutan.

  Keseimbangan fasa dan proses kelarutan dapat digambarkan dalam Diagram Terner yang terdiri dari tiga komponen yaitu: minyak, surfaktan dan larutan garam. Sebagai contoh, diagram terner yang sederhana terdiri dari sistem tiga komponen (pseudoternary diagram): surfaktan-minyak-air Dalam proses EOR, bagian penting Diagram Terner adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram terner tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II(-), yaitu emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa minyak; tipe II (+), yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa air; dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa tengah.

  2.2 Tegangan Antarmuka.

  Tegangan antar muka (interfacial tension, IFT) antara minyak dan mikroemulsi merupakan salah satu paremeter utama dalam EOR. Tegangan antar muka tersebut harus dikontrol dan ditentukan sebelum slug mikroemulsi digunakan untuk proses EOR. Healy dan Reed (1974) mempelajari pengaruh konsentrasi garam NaCl terhadap tegangan antar muka

  γ mo

  Peningkatan Perolehan Minyak atau Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan penerapan teknologi yang memerlukan biaya, teknologi dan resiko yang tinggi. Untuk itu, sebelum mengimplementasikan EOR di suatu lapangan harus mengevaluasi dengan teliti baik secara teknik maupun ekonomi. Untuk mendapatkan addition recovery melalui salah satu cara EOR tersebut, yaitu dengan injeksi surfaktan, maka parameter yang diperbaiki adalah tegangan antar muka (IFT) air dan minyak. Dengan bercampurnya surfaktan, air dan minyak, maka terjadi emulsifikasi yang dapat menurunkan tegangan antar muka air-minyak, maka gaya kapiler pada daerah penyempitan pori-pori yang merupakan penghambat aliran minyak dapat dikurangi, sehingga sisa minyak yang terperangkap dalam pori-pori dapat didesak dan diproduksikan. Pendesakan surfaktan tersebut dapat berupa slug dan biasanya dilakukan setelah injeksi air yang sudah mencapai breakthrough dan tidak dapat memproduksikan minyak secara memadai.

  Beberapa lapangan minyak di Indonesia yang telah menerapkan teknologi injeksi air, saat ini kinerja produksinya mempunyai water cut yang sangat tinggi. Untuk memperbaiki tingkat pengurasan pada kondisi tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan surfaktan dengan konsentrasi rendah ke dalam air injeksi., yang dapat memperbaiki mekanisme pendesakan. Untuk menentukan keberhasilan operasi injeksi surfaktan perlu dilakukan penelitian yang intensif di laboratorium melalui beberapa tahap. Sebagai tahap awal untuk dapat mengimplementasikan metoda injeksi surfaktan dari injeksi air tahap lanjut (Enhanced Water Flooding), maka perlu melakukan studi laboratorium untuk merancang fluida injeksi yang optimal, yaitu melakukan kajian kelakuan fasa campuran antara fluida reservoar, injeksi dan surfaktan.

  (mikroemulsi– minyak) dan

  γ mw (mikroemulsi–air), serta

  pengaruh terhadap parameter kelarutan (solubilization paremeter) V o /V s dan V w /V s . V s adalah volume surfaktan dalam mikroemulsi, sedangkan V

  o

  dan V

  w

  masing-masing adalah volume minyak dan volume air dalam fasa menunjukkan pengaruh konsentrasi garam dalam air terhadap tegangan antar muka dan proses kelarutan dalam system minyak-air-surfaktan/cosurfaktan. Pada gambar tersebut terdapat hubungan antara konsentrasi larutan NaCl terhadap IFT. Pada sumbu mendatar terdapat tiga bagian yang terdiri dari l, m dan u. Bagian “l” menunjukkan kondisi emulsi fasa bawah, bagian “m” kondisi emulsi fasa tengah dan bagian “u” kondisi emulsi fasa atas.

  C) yang menggunakan tetesan minyak sebanyak 1 mikro liter dan dilakukan 2 kali atau lebih untuk memperoleh ketelitian hasil percobaan.

  o

  Campuran surfaktan/co-surfaktan, air injeksi atau larutan NaCl, dan minyak dapat membentuk fasa “mikroemulsi- minyak”, “mikroemulsi-air”, atau keduanya. Pengukuran tegangan antar muka fasa “mikroemulsi-minyak” dan “mikroemulsi-air” diukur dengan menggunakan alat Spining Drop Interfacial Tensiometer. Seluruh pengukuran tegangan antar muka dilakukan pada suhu ruang (25

  3.3 Pengamatan Tegangan Antar Muka.

  padatan yang sangat lunak. Bentuk endapan dapat dilihat pada

  Endapan: tidak berbentuk emulsi, tetapi terjadi

3. STUDI LABORATORIUM

  API pada kondisi 60

  

  s

  . Foto bentuk mikroemulsi terdapat pada Emulsi fasa

  atas: emulsi yang terbentuk di fasa minyak, dalam kondisi

  dua fasa, berwarna jernih, pada kadar salinitas tinggi cenderung membentuk emulsi di fasa atas, V w /V s <V o /V s . Foto bentuk emulsi fasa atas dapat dilihat pada

  Makroemulsi: emulsi yang terbentuk kental, berwarna putih

  susu (milky), ukuran makroemulsi sangat besar (2000 – 100.000 A). Foto bentuk makroemulsi dapat dilihat pada

  ). Perconto minyak diambil dari reservoar yang telah dilakukan injeksi air, mempunyai gravity sekitar 43.8

  , dan Mg

  o

  

  Percobaan untuk mengamati kelakuan fasa campuran surfaktan/co-surfaktan, air injeksi dan minyak dilakukan dengan menggunakan air injeksi dengan salinitas 30479.8 mg/L eq. NaCl (selanjutnya disebut AI, air injeksi), air formasi, dan larutan AI mengandung beberapa jenis ion divalen (Ca

  3.1 Material Percobaan

  Percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai kombinasi jenis larutan surfaktan, injeksi air dan minyak, maupun kombinasi berbagai konsentrasi, maka hasil pengukuran tegangan permukaan dapat diperoleh. Bila diplot antara tegangan antar muka (IFT) terhadap konsentrasi AI untuk fasa “mikroemulsi-minyak” dan fasa “mikroemulsi-air”, maka grafik yang diperoleh dapat dilihat pada untuk campuran air injeksi dengan konsentrasi/ABS-2,25%/IAA- 0.75%/minyak. hal yang sama untuk campuran air injeksi dengan konsentrasi/ABS-1,875%/IAA- 0.75%/minyak.

  4. PEMBAHASAN

  Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) merupakan satu-satunya jenis surfaktan yang telah diuji, yang mampu membentuk fasa tengah pada konsentrasi yang cukup tinggi. Akan tetapi ABS hanya dapat larut pada air dengan kadar garam yang rendah. Selain itu, ABS dapat larut pada larutan NaCl, namun hasil pencampurannya selalu membentuk makroemulsi. Oleh karena itu apabila air injeksi yang tersedia hanya AI, atau larutan NaCl saja , maka sudah dapat dipastikan bahwa ABS tidak dapat digunakan. Sodium Ligno Sulfonate (SLS) merupakan jenis surfaktan non petroleum base, yang larut dalam air AI maupun larutan NaCl. Namun jika dilihat berdasarkan kelakuan fasanya , SLS selalu membentuk endapan atau makroemulsi. Dengan demikian SLS bukan jenis surfaktan yang memadai untuk diaplikasikan. Ketiga jenis surfaktan: V-surfaktan, PG12-surfaktan dan H- surfaktan larut dalam air AI maupun larutan NaCl. Dari ketiga surfaktan tersebut berdasarkan kelakuan fasanya, jenis V- surfaktan memberikan hasil yang cukup baik dibandingkan dua jenis surfaktan lainnya , karena tidak tampak membentuk makroemulsi atau endapan. Namun demikian, V-surfaktan tidak mampu membentuk fasa tengah. Sehingga jika akan digunakan sebagai fluida injeksi, rancangan pendesakan yang akan terjadi membentuk proses pendesakan tidak terbaur (immiscible displacement).

  Surfaktan yang mempunyai komponen fatty alcohol terdiri dari Dehypon LS-45, Dehypon LS-54 dan FAEL (Fatty Alcohol Ethoxylated). Beberapa literature mengatakan surfaktan jenis ini sangat baik digunakan untuk pelarut air dengan kadar garam yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataannya, surfaktan tersebut walaupun dapat larut dalam air AI, akan tetapi jika didiamkan akan terpisah dan berada

  /V

  =V

  o

  s

  F dan viskositas sebesar 0.6273 cp pada 150

  o

  F (suhu reservoir), serta tegangan antar muka antara minyak dan AI sekitar 6.64 dyne/cm. Sedangkan larutan surfaktan yang digunakan adalah: Alkyl Benzen Sulfonat (ABS), RSPO10, Emulgen, FAEL (Fatty Alkohol Ethoxylated), Fatty Alcohol, Polyethylene Glycol, dan SLS (Sodium Ligno Sulfonate), V- surfaktan, H-surfaktan, dan PG12-surfaktan. Serta Co- Surfaktan yang digunakan adalah IPA (isopropil alkohol), IBA (isobutil alkohol) dan IAA (isoamil alkohol).

  3.2 Pengamatan Kelakuan Fasa

  Pengamatan di laboratorium terhadap kelakuan fasa fluida cair campuran antara surfaktan/cosurfaktan, air injeksi dan minyak dilakukan dengan cara uji tabung, yaitu mencampurkan masing-masing fluida tersebut kedalam tabung reaksi dengan perbandingan volume dan kombinasi konsentrasi tertentu. Campuran yang terbentuk tersebut dikocok dan kemudian dipanaskan dalam oven hingga mencapai suhu reservoar, sehingga terbentuk fasa yang stabil, yang kemudian diamati kondisi fasanya. Secara umum kondisi fasa campuran yang terbentuk dan setelah dilakukan pengamatan secara kasat mata dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori. Emulsi fasa bawah: emulsi yang terbentuk dalam fasa air, dalam kondisi dua fasa, berwarna translucent (jernih tembus cahaya) pada umumnya terbentuk pada kadar salinitas rendah, dan V

  w

  /V

  >V

  s

  o

  /V

  o

  . Foto bentuk emulsi fasa bawah terdapat pada atau emulsi fasa

  tengah: emulsi terbentuk di fasa tengah, dalam kondisi tiga

  fasa (air-mikroemulsi-minyak), berwarna translucent , terbentuk pada kadar salinitas optimum, V

  w

  /V

  s pada lapisan atas. Kelakuan fasa yang dihasilkan pada DAFTAR PUSTAKA. umumnya membentuk makroemulsi dengan air AI. Khusus untuk Dehypon pada kadar garam yang rendah dapat

  1. Wellington, Scott L. and Richardson, Edwin.A (1997) membentuk fasa atas. Sedangkan fasa bawah terbentuk pada Low Surfactant Concentration Enhanched kadar garam yang sangat rendah. Waterflooding. SPE Journal, Volume 2, pp 389-405. Pada surfaktan jenis Emulgen dan RSPO10, fasa yang

  2. Salager, J.L., Morgan, J.C., Schechter, R.S., Wade, W.H terbentuk adalah makroemulsi pada air pelarut dengan kadar and Vasquez, E. (1979) Optimum Formulation of garam yang tinggi. Pada kadar garam yang rendah, beberapa Surfactant/Water/Oil Systems for Minimum Interfacial campuran dapat membentuk fasa bawah. Tention or Phase Behavior. SPE Journal, pp107-115.

  3. Prince, L.M. (1977) Microemulsions – Theory and

5. KESIMPULAN

  Practice”, Consulting Surface Chemist, West field, New Berdasarkan studi laboratorium kalakuan fasa campuran Jersey, pp 148-167 fluida reservoar dan fluida injeksi dapat disimpulkan bahwa: V-surfaktan dapat diapliksikan pada Enhanced Water

  4. Robbin, Max.L., (1977) Theory for The phase Behavior Flooding dengan konsentrasi yang rendah yaitu 2 %. Pada of Microemulsions, SPE 5839, pp 539-551 campuran tersebut tidak terbentuk kondisi 3 fasa (mikroemulsi), akan tetapi terbentuk emulsi fasa bawah. Maka

  5. Healy, R.H, Reed, R.L. (1974) Immiscible dapat digunakan untuk rancangan fluida injeksi yang Microemulsion Flooding. SPE 5817, pp 129-139. merupakan system pendesakan tak terbaur (immiscible displacement) pada proses enhanced water flooding.

  Dengan adanya kandungan ion divalen pada air injeksi dan air

  Tabel-1

  formasi, maka cenderung emulsi yang terbentuk akan semakin Kandungan Garam Air Formasi/Injeksi sulit, disamping kadar garam yang tinggi.

  Jenis Air Air Formasi Air Injeksi UCAPAN TERIMAKASIH Kation mg/L mg/L

  Sodium 5763 9862 Penulis mengucapkan terimakasih kepada PERTAMINA yang

  Kalsium 296.6 256.5 telah mendukung penelitian ini dan memberikan izin untuk Magnesium 41.3 1079.8 mempublikasikannya. Ferrum

  6.7

  6.7 Anion

DAFTAR SIMBOL

  Klorida 9041.5 17019.4

3 Bikarbonat 842 134.2

  V = Volume fluida, cm

  • Sulfat 2317.3

  Subscrip

  karbonat - - m = mikroemulsi o = minyak

  Total 15,991.10 30,675.90

  s = surfaktan w = air

  

Gambar-1

  Diagram Pseudoterner Brine-Surfaktan-Minyak

  Gambar-2

  Hubungan Kadar Garam dan Tegangan Antarmuka

  Gambar-6

  IFT mo

  Gambar-9

  Hubungan Tegangan Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 2.25 %-IAA-0.75 %)

  Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 1,875%-IAA-0.75%) Gambar-8

  Gambar-8: Hubungan Tegangan Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 2,25%-IAA-0.75%) Gambar-9: Hubungan Tegangan

  10000 15000 20000 25000 30000 35000 Air Injeksi (ppm) Tegangan Antarmuka (dyne/cm) IFT mo IFT mw

  IFT mw 1.000E-05 1.000E-04 1.000E-03 1.000E-02 1.000E-01 1.000E+00

  IFT mo

  10000 15000 20000 25000 30000 35000 Air Injeksi (ppm) Tegangan Antarmuka (dyne/cm)

  Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 1,875%-IAA-0.75%) 1.000E-05 1.000E-04 1.000E-03 1.000E-02 1.000E-01 1.000E+00

  Gambar-8: Hubungan Tegangan Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 2,25%-IAA-0.75%) Gambar-9: Hubungan Tegangan

  10000 15000 20000 25000 30000 35000 Air Injeksi (ppm) Tegangan Antarmuka (dyne/cm) IFT mo IFT mw

  IFT mw 1.000E-05 1.000E-04 1.000E-03 1.000E-02 1.000E-01 1.000E+00

  10000 15000 20000 25000 30000 35000 Air Injeksi (ppm) Tegangan Antarmuka (dyne/cm)

  Foto Mikroemulsi Campuran Brine-30.000 ppm/ABS- 7.5 % IBA-3.0 % minyak (400 X)

  1.000E-05 1.000E-04 1.000E-03 1.000E-02 1.000E-01 1.000E+00

  5.06 %/IBA-2.25 %/Minyak (400X)

  Foto Emulsi Fasa Atas Campuran Brine-30.000 ppm/ABS-

  Gambar-5

  7.5 %/Minyak (400X)

  Foto Mikroemulsi Fasa Tengah Campuran Brine-27.500 ppm/ABS-7.5 %/IBA-

  Gambar-4

  0.75 %/Minyak (400X)

  Foto Emulsi Fasa Bawah Campuran Brine-20.000 ppm/ABS-1.5 %/IAA-

  Gambar-3

  Foto Mikroemulsi Campuran Brine-27.500 ppm/ABS- 1.125 % IBA-0.375 % minyak (400 X)

  Gambar-7

  Hubungan Tegangan Antarmuka dan Kadar Garam Air Injeksi (ABS 1.875 %-IAA-0.75 %)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN IBU, UMUR IBU, DAN JUMLAH ANAK SEKARANG DENGAN JUMLAH ANAK YANG DIINGINKAN DI INDONESIA (Analisis Hasil SDKI 2012)

0 1 12

PERBEDAAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN I DENGAN KADAR HEMOGLOBIN II SETELAH PEMBERIAN 90 TABLET ZAT BESI PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS GANDUS PALEMBANG TAHUN 2009

0 0 9

IMPLEMENTASI PROGRAM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ISLAM DI DESA PEMATANG TENGAH KECAMATAN TANJUNG PURA

0 0 84

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN - Repository UIN Sumatera U

0 0 19

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 22

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum 1. Sejarah Berdiri Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan - IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI

0 5 157

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 10

BAB 8 SEJARAH NABI MUHAMMAD : KERASULANNYA UNTUK SEMUA MANUSIA DAN BANGSA - 08 sejarah Nabi Muhammad 1

1 1 6

CONTOH DOKUMEN 1 KURIKULUM 2013 UNTUK SDN MLARAK, BAJANG 1 DAN SIWALAN 1 rev

6 20 53

PEMBAGIAN BUKU PIP MTS DAN MA UNTUK KECAMATAN YANG BELUM DIJADWALKAN - .

1 7 9