PENGEMBANGAN INSTRUMENT BERPIKIR KREATIF SISWA DITINJAU ADVERSITY QUOTIENT DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

  

PENGEMBANGAN INSTRUMENT BERPIKIR KREATIF

SISWA DITINJAU ADVERSITY QUOTIENT DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Indra Kurniawan

  

Universitas Indraprasta PGRI ; Jl Nangka No 58 C Jagakarsa, Jakarta Selatan

em

Abstrak

  Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan berpikir kreatif siswa AQ kategori

  

quiter dan camper dalam penyelesaian masalah matematika. Instrument yang harus

dikembangkan dalam pembelaran adalah sintaks dan sistem sosial antara guru dan siswa.

  Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan kualitatif metode study kasus dan referensi dari toeri-teori yang mendukung. Dengan menerapkan pengembangan pada dua instrument tersebut diharapkan siswa AQ kategori quiter dan camper dapat mengembangkan berpikir kreatif dalam penyelesaian masalah matematika.

  Kata kunci: Pengembangan Instrument, Berpikir kreatif dan AQ

Abstract

The purpose of this study is to develop thinks creative AQ's student category quiter and

camper in mathematics problem solving. Instrument who shall be developed deep learning is

sintax and social system among learns and student. Data collecting in observational it did by

kualitatif methodics study case and reference from toeri supportive theory. By applying

development on two instrument student expects that AQ category quiter and camper can

develop to think creative deep mathematics problem solving.

  Keywords: Instrument Development, creative thinking, and AQ 1.

   Pendahuluan

  Pengembangan instrument bertujuan untuk meningkatkan kualitas peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki. Hal ini sesuai dalam penelitian Anwar (2012(a)) menyatakan bahwa Creative thinking is viewed as crucial for

  

educated persons to cope with a rapidly changing world. Dengan mengembangkan berpikir

  kreatif khususnya dalam bidang pengetahuan diharapkan seorang peserta didik mampu untuk menciptakan atau menemukan hal baru dari suatu permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dalam penelitian Anwar (2012(b)) mengatakan bahwa Education is not to train individuals

  

who repeat the previous generations, but to train inventors who have the skill of producing

new things and who are creative. Untuk mencapai proses mencipta atau menemukan

  diperlukan kemampuan berpikir kreatif dari peserta didik dalam setiap pemecahan masalah.

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  Hal ini sesuai dalam penelitian Wang (2009) yang menyatakan Creativity is the intellectual ability to make creations, inventions.

  Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Hal ini sesuai dalam penelitian Wang (2011) yang menyatakan Creative thinking is related to all of the perspectives, and a strong belief in any

  

particular perspective may result in a tendency . Kemapuan berpikir kreatif peserta didik akan

  dapat berkembang dengan baik jika peserta didik tersebut mampu mengeluarkan atau mengaktualisasikan diri sesuai dengan daya kreasinya sehingga akan mendapatkan sesuatu cara yang baru. Hal ini sesuai penelitian Awang&Ramly (2008) yang menyatakan bahwa berpikir kreatif akan dapat mendorong siswa untuk menggerakan pada konsep atau cara yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan. Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir kreatif untuk menyelesaikan masalah karena semakin kreatif maka akan semakin banyak alternatif penyelesaiannya yang didapatkan. Hal ini sesuai dalam penelitian Eragamreddy (2013) yang menyatakan bahwa Creativity can arise from a combination of conscious

  

thinking and the unconscious thinking that occurs during a non-working period of

incubation .

  Proses berfikir kreatif siswa tergantung pula pada kemampuan dan kemauan masing- masing individu dalam berjuang menghadapi suatu masalah. Menurut Stoltz, (2000) adalah kemampuan seseorang dalam berjuang menghadapi dan mengatasi masalah, hambatan atau kesulitan yang dimilikinya serta akan mengubahnya menjadi peluang keberhasilan dan kesuksesan. Seseorang yang mampu untuk mengubah suatu permasalah menjadi keberhasilan berarti sudah dapat mengembangkan proses berpikir kreatif dalam dirinya akan tetapi kemapuan itu akan dapat terwujud dengan baik jika seseorang mempunyai kemauan (AQ) yang tinggi dalam menghadapai permasalahan. Dengan demikian AQ sangat berperan penting dalam memecahakan suatu permasalahan, hal ini sesuai dengan pendapat Nina (2012) menyatakan bahwa this is where the role of Adversity Quotient (the ability to

  

withstand adversities) plays an important role in one’s life. Stoltz (2000) menggolongkan AQ

menjadi tiga kelompok, yaitu : Golongan quitter, camper dan climber.

  kategori quiter adalah siswa cenderung menyerah saat diberi masalah sebelum mencoba menyelesaikannya, kategori camper adalah siswa saat diberi masalah ia mau mengerjakan tetapi saat mengerakan ada kesusahan siswa ini akan berhenti dan tidak mencari solusi pada permasalahan, sedangankan pada kategori climber, dimana siswa pada kategori ini memiliki keinginan untuk selalu berkembang menjadi lebih baik dan cenderung melatih diri untuk meningkatkan kemampuannya. Hal ini sejalan dalam penelitian Kurniawan (2015) proses berpikir kreatif siswa climber dalam pemecahan masalah matematika adalah: (1) pada tahap persiapan, siswa semangat pada saat diberikan TPM. Siswa menyampaikan hal yang diketahui dan ditanyakan secara lengkap dan benar, yang disertai dengan: (a) menuliskan langkah-langkah pengerjaan, (b) mengubah hal yang diketahui ke dalam bentuk pemisalan, (c) menuliskan langkah-langkah dan mengubah ke dalam bentuk pemisalan; (2) pada tahap inkubasi, pada saat memahami peluang suatu kejadian, ada siswa yang: (a) fokus, (b) kurang fokus, (c) mempraktekkan peluang tersebut. Selanjutnya siswa mendapatkan ide dengan membuat diagram lengkap kemudian mengalikan kemungkinan yang terjadi pada pengambilan pertama dan kedua; (3) pada tahap iluminasi, siswa menghitung nilai peluang yang ditanyakan berdasarkan cara diagram lengkap dengan menjumlahkan kemungkinan peluang yang sesuai. Siswa mendapatkan cara baru, yaitu dengan: (a) diagram tidak lengkap, (b) rumus peluang, (c) diagram tidak lengkap dan rumus peluang. Siswa menjelaskan asal

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 mula cara baru yang didapat. Siswa menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara baru; (4) pada tahap verifikasi, siswa menguji kembali semua hal yang telah dikerjakan dan memeriksa nilai peluang yang telah didapat dengan cara lama dan cara baru didapat hasil jawaban dari kedua cara itu sama dan benar.

  Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengembangkan instrument berpikir kreatif siswa AQ quiter dan

  

camper dalam pemecahan masalah matematika. Manfaat dari penelitian ini adalah siswa AQ

quiter dan camper dapat mengembangkan berpikir kreatif seperti siswa AQ climber dalam

  pemecahan masalah matematika.

2. Metode Penelitian

  Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan kualitatif metode study kasus dari referensi toeri-teori yang mendukung. Adapaun teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

  a) Adversity Quotient (AQ)

  Menurut Stoltz (2000) AQ merupakan kecenderungan seseorang untuk mengatasi kesusahan dan masalah. Sedangkan Shivaranjani (2014) AQ adalah kemampuan bagaimana seseorang menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah tersebut. Dari definisi para ahli di atas dapat disimpulkan AQ adalah daya juang seseorang ketika menghadapi suatu masalah. Stoltz (2000) menawarkan empat dimensi dasar yang akan menghasilkan kemampuan adversity quotient yang tinggi, yaitu: kendali, Daya tahan, jangkauan, dan kepemilikan.

  b) Berpikir kreatif

  Menurut Wheeler (2002 ) “creative thinking is one of the most important skills

  

children can acquire and develop whilst in their early years. Creative thinking can be used

within a number of learning contexts to enrich the acquisition of knowledge and skills”.

  Daskolia (2011) menyatakan “creative thinking is, according to disinger and howe, the

  essential genre of thinking for exploring alternat ive ways”. Sedangkan menurut Meintjes and

  Grosser (2010) “creative thinking in academic context assumes, among other things, the

  

ability to generate a variety of original ideas, to see different viewpoints and elaborate on

ideas”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah gabungan dari

  berpikir divergen dan lateral yang mengarahkan untuk melepaskan diri dari pola yang sudah ada sehingga dapat mencipatakan pola baru dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi.

  Berpikir kreatif siswa yang digunakan dalam penelitian menggunakan teori dari Wallas karena teori ini merupakan teori yang paling umum digunakan untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa. Adapaun tahap-tahap proses berpikir kreatif tersebut sebagai berikut: 1)

  Persiapan Untuk mengetahui tahap persiapan yang dilakukan adalah dengan melihat: (a) bagaimana respon siswa ketika mempersiapakan diri untuk menyelesaiakan permasalahan, (b) bagaimana cara siswa memahami informasi yang ada pada TPM, yaitu bagaimana siswa dalam memahami hal-hal yang diketahui dan hal-hal yang ditanyakan pada TPM.

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  2) Inkubasi

  Untuk mengetahui tahap inkubasi yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana awal proses timbulnya suatu inspirasi yang merupakan titik awal terbentuknya suatu kreasi baru. 3)

  Iluminasi Untuk mengetahui tahap iluminasi yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana cara siswa mendapatkan suatu pemecahan masalah yang disertai dengan mendapatkan ide-ide baru dan menerapkannya untuk menyelesaikan TPM. 4)

  Verifikasi Untuk mengetahui tahap verifikasi yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana cara siswa menguji dan memeriksa kembali pemecahan masalah tersebut.

  c) Pengembangan Instrument

  Menurut Plomp (1999) ada lima tahapan yang harus dilalui dalam mengembangkan model pembelajaran, yaitu: a). Fase investigasi awal, b). Fase desain, c). Fase realisasi/konstruksi, d). Fase tes, evaluasi dan revisi, dan e). Fase implementasi. Sedangkan menurut Sedangkan menurut Borg dan Gall dalam Sukma (2011) terdapat hal yang penting dalam strategi penelitian dan pengembangan yaitu Penelitian dan pengumpulan data (dilakukan analisis kebutuhan perlunya pengembangan seperti FGD (Focus Group

  

Discussion ). Pada penelitian ini, bentuk pengembangan model mengacu pada perpaduan

  antara model yang dikemukakan oleh Plomp dan Borg & Gall. Hal tersebut disebabkan karena tahap kelima Plom yaitu tahap implementasi tidak bisa dilaksanakan karena keterbatasan waktu peneliti. Oleh karena itu ditambahkan tahap yang dikemukakan oleh Borg dan Gall yaitu tahap FGD (Focus Group Discussion). Dengan tahap FGD ini diharapkan agar mendapat saran-saran untuk membangun atau melengkapi pengembangan instrument berpikir kreatif.

  Untuk mendapatkan data yang digunakan adalah instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang mengumpulkan data secara langsung dengan sumber data, sedangkan instrumen bantu dalam penelitian ini adalah berupa teori yang digunakan. Tahap analis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu: a) membagi dalam sintak pembelajaran dalam beberapa fase, b) mengelompokkan data ke dalam tahapan proses berpikir kreatif, yaitu: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi, kemudian mereduksi data yang tidak termasuk dalam tahapan tersebut; c) penarikan kesimpulan tentang pengembangan pada dua instrument tersebut diharapkan siswa AQ kategori quiter dan camper dapat mengembangkan berpikir kreatif dalam penyelesaian masalah matematika.

3. Hasil dan Pembahasan

  Komponen-komponen pengembangan instrument berpikir kreatif siswa quiter dan

  camper dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  a.) Sintaks Berikut sintaks model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran

  Tes, Evaluasi Dan Revisi Setelah kegiatan berkelompok selesai, secara individual siswa diberikan permasalahan nyata seperti LTS atau Lembar Tugas Siswa untuk dikerjakan dan guru membimbing siswa dengan langkah-langkah berikut ini : a.

  Implementasi a.

  Tahap verifikasi, siswa memverifikasi jawaban, sehingga siswa yakin akan jawaban yang diberikan. Guru memandu siswa bila masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah.

  d.

  Tahap iluminasi, siswa menuliskan atau menyampaikan ide atau gagasan untuk menyelesaikan masalah, mungkin ide yang dituliskan dapat lebih dari satu, kemudian siswa diminta untuk menyelesaikan masalah dengan ide atau gagasan yang ada sampai diperoleh jawaban. Langkah (b.) dan (c.) dapat

berlangsung berulang-ulang.

  c.

  Tahap inkubasi, siswa mendalami permasalahan dan memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut

dengan cara berpikir sejenak.

  b.

  Tahap persiapan, siswa memahami masalah yang diberikan.

  d. Mengkomunikasikan, siswa dalam setiap kelompok mengemukakan hasil kesimpulan permasalahan dalam LKS tersebut.

  Fase Aktivitas Guru Investivigasi Awal a.

  c. Mengeksplorasi dan Mengasosiasi, siswa dalam setiap kelompok memahami masalah yang ada dalam LKS.

  b. Menanya, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan yang terkait dengan LKS. Siswa yang lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan.

  Mengamati, siswa diarahkan untuk membaca/ mempelajari LKS yang diberikan.

  (Kegiatan 5 M terdapat dalam tahap ini yaitu: a.

  Desain Membagi siswa secara heterogen berkelompok dua orang. Realisasi/Konstruksi Memberikan LKS mengenai materi kepada setiap kelompok untuk didiskusikan dan tanya jawab dalam kelompok.

  c. menyampaikan motivasi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

  Sebagai apersepsi, siswa diajak mengingat kembali materi sebelumnya.

  b.

  Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

  Membuat rangkuman tentang berbagai cara dalam

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  Berdasarkan hasil pengembangan instrumet berpikir kreatif siswa AQ quiter dan

  b.

  strategi menyelesaikan masalah nyata pada materi.

  maka harus dilakukan dengan mengamati perkembangan siswa pada tiap tiap tahap sehingga dapat memantau apakah siswa tersebut sehingga dengan siswa aktif dalam

  camper adalah cenderung yang sering putus asa dalam menyelesaikan permasalahan,

  Pada sintaks, pada tahap ini guru berperan penting dalam proses pembelajaran khususnya pada tahap memasuki langkah berpikir kreatif karena siswa quiter dan

  lebih sebagai berikut, yaitu: 1)

  camper dalam pemecahan masalah matematika, selanutnya dilakukan pembahasan yang

  Berperan aktif dalam memecahkan masalah pada soal- soal yang open ended atau yang diberikan guru dengan melakukan tahapan-tahapan

  Berdasarkan langkah-langkah pada sintaks model tersebut, terdapat kerja sama yang erat antara alam pikiran sadar yang berpikiran rasional (pada tahap persiapan dan verifikasi) untuk membantu pemecahan masalah yang kreatif. Tahapan-tahapan yang digagas oleh Graham Wallis tersebut dapat mengembangkan beripikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika dan diharapkan bisa meningkatkan tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa.

  Tes, Evaluasi Dan Implementasi Memberi fasilitas terhadap siswa dengan melakukan tahapan-tahapan pada kegiatan persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi dalam memecahkan masalah matematika sehingga dapat memunculkan intuisi dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

  M yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengeksplorasi, dan mengkomunikasikan dalam proses pembelajaran.

  Sebagai moderator bagi siswa dalam proses pembelajaran b. Sebagai jembatan bagi siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran Berperan aktif dalam kegiatan 5

  Realisasi/Konstruksi a.

  Sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses pembelajaran berperan aktif dalam mengkontruksi pengetahuannya pada kegiatan pembelajaran

  Tabel 2 Sistem Sosial Dalam Pembelajaran

Fase Aktifitas Guru Aktifitas Siswa

Investivigasi Awal dan Desain

  b.) Sistem Sosial Sistem sosial dalam pembelajaran secara rinci harus menjelaskan peranan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pada pengembangan instrumen berpikir kreatif yang dikembangkan peranan guru dan siswa dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

  Memberikan tugas rumah beberapa soal dan mengakhiri kegiatan belajar dengan salam dan memberikan pesan untuk selalu belajar dan pantang menyerah dalam belajar proses pembelaran diharapkan siswa quiter dan camper mampu mengembangkan proses bepikir kreatifnya. 2)

  Pada Sistem sosial, pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator sedangkan siswa

  quiter dan camper harus aktif pada masing-masing tahapan. Jika hubungan sosial

  tersebut diterapkan dengan baik dimungkinkan siswa quiter dan camper akan percaya diri dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi setiap permasalahan sehingga akan mampu untuk mengembangkan proses berikir kreatif.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan hasil pengembangan instrumet berpikir kreatif siswa AQ quiter dan

  

camper dalam pemecahan masalah matematika, dapat disimpulkan instrument yang perlu

dikembangkan adalah sintak pembelajaran dan hubungan sosial antara guru dan siswa.

  Beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) bagi Guru, memilih strategi dan metode pembelajaran yang akan dilakukan dikelas agar siswa dapat mengembangkan proses berpikir kreatif dalam setiap pemecahan masalah; (2) bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis terkait dengan pengembangan instrument berpikir kreatif siswa AQ agar dapat mengembangkan penelitian ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan terhadap penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  Anwar, M.N. 2012(a). Relationship of Creative Thinking With the Academic Achievements of Secondary School Students. International Interdisciplinary Journal of Education, vol.

  1, issue 3, hal. 44-47. Anwar, M.N. 2012(b). A Comparison of Creative Thinking Abilities of High and Low

  Achievers Secondary School Students. International Interdisciplinary Journal of Education, vol. 1, issue 1, hal. 1-6. Awang, H and Ramly, I. 2008. Creative Thinking Skill Approach Through Problem-Based

  Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. International Journal

  of Social, Education, Economics and Management Engineering . vol. 2, no. 4, hal. 26- 31.

  Daskolia, M. 2011. Secondary Teachers’ Conceptions of Creative Thinking Within the Context of Environmental Education. International Journal of Environmental & Science

  Education . vol. 7, hal. 270-290 .

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460

  Eragamreddy, N. 2013. Teaching Creative Thinking Skills. International Journal of English Language & Translation Studies vol. 1, issue 2, hal. 124-145. Kurniawan, I. 2015. Proses Berpikir Kreatif Siswa Climber Dalam Pemecahan Masalah

  Matematika Pada Materi Peluang. Journal Elektronik Pembelajaran

  Matematika . Vol. 3. No. 6

  Meintjes, H and Grosser, M. 2010. Creative Thinking in Prospective Teachers: the Status Quo and the Impact of Contextual Factors. South African Journal of Education. vol.

  30, hal. 361-386 . Nina. 2012. The Significance Of High School Teacher's Creativity For Innovative Pedagogical Practice. Journal of International Scientific Publications. vol. 12, hal. 607-614.

  Plomp, Tj. 1999. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds) Educational & Training System Design; Introduction. Design of Education and Training (in Dutch).

  Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland. Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente. Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan menjadi Peluang. Jakarta: PT Gramedia Widiasarna. Sukmana, A. 2011. Profil Berpikir Intuitif Matematik. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Volume 1, Tahun 2011.

  Bandung: STKIP Siliwangi. Wang, A.Y. 2011. Contexts of Creative Thinking: A Comparison on Creative Performance of

  Student Teachers in Taiwan and the United States. Journal of International and Cross- Culltural Studies. vol. 2, hal. 1-14. Wheeler, S. 2002. Promoting creative thinking through the use of ICT. Journal of Computer Assisted Learning . vol. 18, hal. 367-378.