Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Dalam Bentuk Briket

  

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Dalam Bentuk

Briket

Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email:

  

ABSTRAK

  Krisis BBM harus diatasi dengan mencari bahan bakar lain yang renewable, melimpah dan murah. Sekam padi banyak terdapat di Indonesia dan memiliki potensi sebagai bahan bakar alternatif. Pada umumnya bahan bakar biomassa memiliki densitas energi yang rendah. Untuk menghilangkan kelemahan ini maka sekam padi harus dibriketkan.

  Telah dilakukan percobaan untuk membriketkan sekam padi kasar maupun lembut. Untuk memperkuat briket ditambahkan gel amilum sebagai zat pengikat dengan 4 perbandingan yaitu 2:1, 3:1, 5:1 dan 15:1. Berdasarkan analisis data awal ini kemudian diteliti komposisi yang lebih terinci yaitu 4:1, 6:1 dan 8:1. Besaran yang diamati adalah berat briket basah, panjang briket mula mula (pada saat ditekan maksimum) dan panjang briket sesaat setelah keluar dari cetakan, serta prosentase regangan. Dari percobaan ini diperoleh karakteristik fisik briket yang memuaskan. Analisis berikutnya dilakukan untuk mengetahui kandungan air pada briket.

  Selanjutnya dilakukan percobaan pembakaran terhadap briket. Dari pengamatan nampak bahwa ukuran butiran sekam padi sangat menentukan lamanya periode pembakaran briket. Meskipun demikian, laju pembakaran rata rata hampir sama. Sisa briket di akhir proses pembakaran juga menunjukkan perbedaan, di mana sekam padi lembut lebih banyak terbakar.

  Kata kunci : Briket bahan bakar, Gel amilum, Pembakaran biomassa, Sekam padi

1. PENDAHULUAN

  Isu kenaikan harga BBM menyadarkan kita bahwa konsumsi energi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun tidak seimbang dengan ketersediaan sumber energi tersebut. Kelangkaan dan kenaikan harga minyak akan terus terjadi karena sifatnya yang non-renewable. Hal ini harus segera diimbangi dengan penyediaan sumber energi alternatif yang renewable, melimpah jumlahnya, dan murah harganya sehingga terjangkau oleh masyarakat luas.

  Briket sekam padi memiliki potensi yang sangat menjanjikan di Indonesia. Bahan baku berupa limbah sekam padi terdapat dalam jumlah yang melimpah, murah, dan renewable. Dalam beberapa tahun terakhir ini produksi GKG (Gabah Kering Giling) mencapai angka 64 juta ton per tahun. Dari jumlah ini, sekitar sepuluh persen merupakan limbah yang berupa sekam padi (kulit dari biji padi). Sumber lain mengatakan bahwa limbah sekam padi kasar berjumlah 4,9

  (1) juta ton setiap tahun .

  Pembriketan sekam padi mampu mengubah limbah pertanian menjadi bahan bakar dengan efisiensi konversi cukup baik, densitas energi (kandungan energi per satuan volume) cukup tinggi, serta kemudahan dalam hal penyimpanan dan pendistribusian. Briket sekam padi digunakan sebagai bahan bakar alternatif dengan teknologi yang sederhana dan murah. Pemanfaatan briket sekam padi sangat luas, mulai dari penggunaan di industri, baik kecil

  (2) maupun menengah, sampai ke rumah tangga .

  Briket sekam padi dalam penelitian ini terbuat dari sekam padi giling yang dicampur dengan bahan pengikat berupa gel amilum dan kemudian dipadatkan pada tekanan rendah. Amilum dikenal dengan sebutan tepung kanji (cassava starch) digunakan sebagai bahan pengikat karena murah dan mudah didapat.

  Selama ini belum diketahui bagaimana pengaruh komposisi bahan pengikat berupa gel amilum tersebut terhadap proses pencetakan maupun proses pembakaran briket sekam padi. Oleh karena itu dilakukan penelitian awal terhadap pembriketan dan pembakaran sekam padi.

2. PEMBRIKETAN SEKAM PADI

  2.1. Bahan bahan Secara umum terdapat dua jenis sekam padi giling sebagai limbah penggilingan padi, yaitu : 1. Sekam padi giling lembut.

  2. Sekam padi giling kasar. Perbedaan kedua jenis sekam padi giling tersebut ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

  Ukuran butiran (dalam satuan Persentase massa mesh) S.PLembut S.P.Kasar > 100 23.20% 23.63%

  80-100 3.32% 2.41% 70-80 4.67% 3.94% 60-70 5.10% 5.03% 50-60 6.77% 6.13% 45-50 7.65% 6.43% 40-45 10.93% 3.23% 30-40 16.24% 13.06% 25-30 9.02% 7.45% 18-25 10.30% 19.71% 16-18 1.38% 3.91% 14-16 0.41% 1.84% < 14 1.01% 3.24%

  Dari hasil eksperimen awal diketahui bahwa sekam padi giling ukuran kasar (ukuran butiran lebih kecil dari 45 mesh) tidak dapat dicetak pada tekanan rendah dengan bahan pengikat gel amilum (lihat Tabel 2). Tabel 2. Perbandingan sebaran massa terhadap ukuran butiran sekam padi giling kasar dan lembut pada saringan berukuran 45 mesh

  

Ukuran butiran (satuan mesh) Persentase massa

Lembut Kasar 50,71% 47,57% > 45 49,29% 52,43% < 45

  Berdasarkan tekanan pencetakan, briket digolongkan menjadi:

  1. Briket tekanan tinggi

  2. Briket tekanan medium dengan alat pemanas

  3. Briket tekanan rendah dengan bahan pengikat (binder) Mekanisme pengikatan pada briket bertekanan rendah mengandalkan sifat adhesif dari binder. Selain melakukan mekanisme pengikatan kohesif-adhesif, binder juga berperan dalam penggumpalan (agglomeration) dan meningkatkan kekuatan briket setelah kering. Amilum (starch) adalah kombinasi dari dua polimer karbohidrat (polisakarida) yaitu amilosa dan amilopektin. Amilum digunakan dalam industri pembuatan perekat, kertas, dan tekstil.

  Amilopektin adalah polimer glukosa yang bercabang, amilosa adalah polimer glukosa linier. Amilum adalah zat serbaguna, murah, dan banyak digunakan sebagai pengental, bahan pengikat berbahan dasar air, penstabil emulsi, dan pembuat gel.

  Gel amilum dalam penelitian ini dibuat dari 10% massa amilum dalam 100% massa air. Pembuatannya dilakukan sebagai berikut: 1. Sedikit dari 100% massa air digunakan untuk melarutkan amilum di wadah terpisah.

  2. Sisa air dipanaskan hingga mendidih.

  3. Larutan mentah amilum-air dimasukkan dan diaduk hingga mengental menjadi gelatin. Gel amilum siap digunakan.

  2.2. Proses Pencampuran.

  Sebelum dicetak, sekam padi giling dan gel-amilum dicampur dengan komposisi tertentu. Kriteria untuk menilai ketepatan komposisi bahan pengikat dalam briket yaitu:

  1. Pada proses pencampuran, binder tercampur merata. Binder yang terlalu sedikit tidak dapat tercampur merata.

  2. Setelah tercampur dengan merata, campuran dapat digumpalkan dengan tangan.

  3. Pada proses pencetakan, air tidak merembes keluar. Air yang merembes keluar mengindikasikan jumlah binder terlalu banyak. Hal ini berlaku pada gel amilum yang sebagian besar berupa air. Pada proses pengeringan setelah keluar dari cetakan, peregangan kembali briket tidak terlalu besar. Peregangan yang terlalu besar mengindikasikan binder tidak bekerja dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh sifat bahan dasar itu sendiri. Pertama kali diuji komposisi campuran sekam padi dan gel amilum dengan perbandingan 2:1, 3:1, 5:1, dan 8:1. untuk menentukan harga optimum prosentase sekam padi. Komposisi yang diuji sekarang adalah 4:1, 6:1 dan 8:1, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Kondisi campuran saat pencampuran dan pencetakan

  Massa Kondisi bahan campuran sekam Sekam padi giling lembut Sekam padi giling kasar : massa

  Pencam- Penggum- Perembesan Pencampuran Penggumpalan Perembesan amilum

puran palan air air

4:1 Merata Dapat Ada Merata Dapat Ada

  

6:1 Merata Dapat Tidak Merata Dapat Tidak

8:1 Merata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

  2.3. Pencetakan dan Peregangan Bahan.

  Suatu bahan yang ditekan kemudian dibebaskan dari pembebanan akan mengalami dua hal: deformasi plastis dan/atau deformasi elastis. Deformasi elastis bahan ditentukan oleh regangan kembali (elongitas) bahan. Besar regangan (

  ε) bahan ditentukan dari perbandingan selisih panjang akhir (l ) dengan panjang mula (l ) terhadap panjang mulanya:

  t o

  ( 1 ) Panjang mula adalah panjang yang diukur saat briket dicetak dan mengalami tekanan maksimal. Panjang akhir adalah panjang yang diukur sesaat setelah briket keluar dari cetakan.

  Akibat dari besarnya regangan kembali terhadap briket adalah penurunan densitas energi dan penurunan kekuatan. Panjang briket sewaktu pemadatan dan sesaat setelah pemadatan tercantum dalam Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Perubahan panjang briket saat pemadatan dan sesaat setelah dicetak

  Sekam padi Panjang dan Perbandingan massa giling regangan sekam padi dengan gel amilum 4:1 6:1 8:1 Lembut Mula mula (cm) 1,26 1,21 1,21 akhir (cm) 1,75 1,70 1,75 regangan 38,89% 40,50% 44,63%

  Kasar mula mula (cm) 1,23 1,19 1,19 akhir (cm) 1,81 1,82 1,86 regangan 47,15% 52,94% 56,30% Untuk lebih mempermudah dalam menganalisis pengaruh penambahan gel amilum terhadap peregangan kembali bahan briket sekam padi disertakan Grafik 1. Melihat kecenderungan grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin banyak gel amilum dalam briket sekam padi akan mengurangi besarnya peregangan kembali bahan. Sebab bahan amilum sebagai adhesif akan mengikat butiran butiran dan serat serat sekam padi. Hal ini mencegah struktur untuk meregang kembali setelah pencetakan. Semakin besar komposisi gel amilum dalam briket menyebabkan semakin banyak butiran dan serat yang merekat dan besarnya regangan kembali pun akan semakin berkurang. Jadi penambahan prosentase gel amilum dalam briket sekam padi akan mengurangi regangan kembali bahan tersebut.

  Air merupakan salah satu komponen dari bahan bakar padat. Kandungan air akan

  (4) dan (5)

  berpengaruh negatif terhadap karakteristik pembakaran . Penambahan gel amilum yang berbahan dasar air (water based) menyebabkan penambahan kandungan air pada briket. Besarnya penambahan massa air akibat penambahan gel (m ) dapat ditentukan dari massa gel

  air-gel

  tertambahkan (m ) dikalikan perbandingan massa air terhadap campuran air-amilum :

  gel

  m = m x 100/110 (2)

  air-gel gel

  Setelah briket mengalami pengeringan dalam suhu kamar, tersisa kandungan air dalam briket akibat penambahan gel-amilum (m ) yang besarnya dapat ditentukan dari besarnya

  moisture gel

  penambahan massa air akibat penambahan gel (m ) dikurangi selisih massa briket basah

  air gel

  (m ) dan massa briket kering (m ):

  basah kering

  m = m – (m – m ) (3)

  moisture gel air gel basah kering

  Persentase dari massa air tertambahkan tersebut terhadap briket kering besarnya ditentukan sebagai berikut: % moisture gel = m / m x 100% (4)

  moisture gel kering

  Hasil pengukuran dan perhitungan terhadap kadar air dalam briket yang telah dicetak dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Tabel 5. Perhitungan teoritis terhadap penambahan kadar air

  Massa (gram) Perbandingan massa 4:1 6:1 8:1 Massa sekam

  3

  3

  3 m 0,75 0,5 0,375 gel m 0,682 0,455 0,341 air-gel Massa briket teoritis 3,750 3,500 3,375

  Tabel 6. Perkiraan jumlah kadar air dalam briket

  Massa Perbandingan massa sekam padi giling kasar sekam padi giling lembut 4:1 6:1 8:1 4:1 6:1 8:1

m (gr) 3,474 3,376 3,246 3,511 3,330 3,255

basah

m (gr) 2,915 2,955 2,957 2,888 2,891 2,978

kering

m (gr) 0,123 0,034 0,052 0,059 0,016 0,064

moisture gel

% moisture gel 4,21% 1,14% 1,76% 2,04% 0,54% 2,15%

  Komposisi 6:1 kadar air dari kedua jenis briket menunjukkan jumlah yang lebih sedikit daripada komposisi 4:1 dan 8:1. Kecenderungan grafik tidak menunjukkan perubahan linier namun parabola yang terbuka ke atas. Sebab penambahan gel amilum di dalam briket yang terlalu banyak akan menyebabkan pori (jarak antar partikel sekam padi) terlalu besar. Besarnya pori pada briket memudahkan air yang terkandung untuk keluar, sehingga dengan semakin besarnya komposisi gel amilum dalam briket akan menyebabkan semakin banyak air keluar melalui pori. Namun di sisi lain, jumlah air tertambahkan yang terikat di dalam struktur briket dipengaruhi pula oleh besarnya komposisi gel amilum terhadap briket sekam padi. Semakin banyak komposisi gel amilum mengakibatkan semakin banyak pula air yang turut terikat di dalam struktur dalam briket.

  Kedua hal yang kontradiktif tersebut menyebabkan proses pengeringan alami berlangsung paling baik pada perbandingan optimum. Dari data di dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa perbandingan gel amilum-sekam padi giling optimum didapat pada komposisi 6:1.

3. PEMBAKARAN SEKAM PADI

  3.1. Metode Sebelum pengujian pembakaran perlu diketahui data massa briket sebelum masuk tungku, lama proses pembakaran, jangka waktu pengambilan data, temperatur kerja, kecepatan aliran, dan data lain sebagai pendukung dengan melakukan pengujian awal.

  Dalam penelitian awal ini, diuji bahan berupa briket sekam padi dari sekam padi giling lembut dan kasar dengan komposisi 4 : 1. Peralatan yang digunakan adalah burning bench dengan ketelitian pengukuran massa mencapai 0,001 gram. Kondisi tungku disetarakan untuk setiap pengujian, yaitu yang terkait dengan suhu dinding ruang bakar (dipertahankan konstan

  o o

  300

  C) dan suhu gas di posisi sekitar 1,5 cm di belakang bahan bakar (sekitar 130 C). Pengujian dilakukan pada kondisi aliran alami dimana tidak ada udara yang disuplai secara paksa (misalnya dengan bantuan blower) ke bahan bakar.

  Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan laju pembakaran sesaat (v) atau laju pengurangan massa (Δm) per satuan waktu (Δt). v =

  Δm / Δt (5) Waktu pembakaran (t ) dapat dihitung dari jumlah pengambilan data (n) dikalikan dengan

  total

  interval pengambilan data ( Δt) : t

  = n x Δt (6)

  total

  3.2. Hasil dan Analisis Hasil dari pengujian laju pembakaran dapat dilihat dalam sajian grafik 3 dan 4 berikut ini. Kedua grafik tersebut memperlihatkan perbedaan lama periode pembakaran dari kedua jenis briket dengan butiran penyusun yang berbeda. Briket dengan penyusun dari sekam padi giling kasar lebih awal terbakar, meskipun juga lebih awal mengalami reaction termination (setelah 70 detik). Tampak pula dari grafik pengurangan massa di mana briket dari sekam padi giling lembut lebih banyak terbakar dan menghasilkan lebih sedikit sisa pembakaran (tinggal 0,5 gram). Meskipun demikian, melihat kecenderungan pada grafik tersebut tampak bahwa laju pembakaran rata-rata kedua jenis briket hampir sama.

  Gambar1. Perubahan massa pada uji pembakaran briket sekam padi Tampak juga dalam gambar1 bahwa ukuran butiran penyusun sangat berpengaruh dalam proses pembakaran briket. Hal ini disebabkan karena pengaruh porositas bahan yang dihasilkan akibat sebaran ukuran butiran partikel. Briket dari sekam padi lembut lebih padat, memiliki permukaan yang lebih rapat dan porositas lebih kecil dibandingkan dengan briket dari sekam padi kasar. Besarnya porositas pada bahan bakar padat mempermudah proses drying, pelepasan volatile matter, dan difusi oksigen ke dalam struktur dalam bahan bakar. Akibatnya briket sekam padi kasar lebih mudah dan lebih awal terbakar dibanding briket sekam padi lembut. Nampaknya briket sekam padi kasar ini tidak sempat mengalami proses char combustion seperti halnya briket sekam padi lembut sehingga massa sisa akhir lebih besar. Kemungkinan besar hal mempertahankan reaksi.

4. KESIMPULAN

  Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan :

  1. Komposisi gel amilum yang terlalu banyak akan merugikan sebab air hanya akan bocor keluar selama proses pembriketan, sedangkan sisa amilum tertinggal yang terlalu banyak akan menurunkan nilai kalor.

  2. Komposisi gel amilum yang terlalu sedikit juga akan merugikan sebab pencampuran tidak merata dan bahan sulit menggumpal.

  3. Terdapat suatu komposisi gel amilum optimum yang membuat kadar air minimum, nilai kalor maksimum dan briket mudah terbakar.

  4. Bahan sekam padi kasar tidak dapat dicetak dengan gel amilum dan tekanan rendah sebab peregangan kembali akan besar. Peregangan kembali akan menurunkan densitas energi dan meningkatkan kerapuhan briket.

  5. Briket sekam padi kasar lebih awal / mudah terbakar karena porositasnya lebih besar untuk memudahkan drying, devolatilization dan difusi oksigen ke bagian dalam.

  6. Briket sekam padi lembut lebih banyak terbakar karena waktu pembakarannya lebih panjang dan mengalami char burning.

  7. Laju pembakaran kedua macam briket tersebut hampir sama.

DAFTAR PUSTAKA

  [1] Anonim, Mengekspor Sampah, Kenapa Tidak?, Harian Suara Pembaruan, edisi 22 Februari (2005). [2] Ibnu Rois, Pemanfaatan Limbah Sekam Padi sebagai Bahan Bakar dalam Bentuk Briket, Esai, KINas MIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, (2005). [3] Grover dan Mishra, Biomass Briquetting: Technology and Practices, FAO RWEDP, Bangkok, Thailand, hal 7, (1996). [4] Borman dan Ragland, Combustion Engineering, McGraw Hill Publishing Co, New York, (1998).

  [5] Turns, An Introduction to Combustion, McGraw Hill Inc, Singapore, (1996).