BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Prarancangan Pabrik Biometana Dari Palm Oil Mill Effluent (Pome) Kapasitas 3.530.000 Nm3/Tahun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara kepulauan yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi energi listrik, sehingga masih banyak daerah belum mendapatkan pasokan listrik. Usaha pemerintah dalam pemecahan masalah tersebut adalah melalui program penyediaan 10 GW listrik pada tahun 2010 dengan berbagai macam cara terutama pendirian pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Tetapi cadangan bahan bakar batubara tersebut semakin menipis sehingga diperlukan pemecahan salah satunya dengan substitusi sumber energi fosil (misalnya: batubara) dengan sumber energi terbarukan khususnya biomassa, tenaga air dan tenaga angin. Salah satu contoh pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi terbarukan adalah dengan mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi biometana yang dapat digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik menggantikan batu bara dan gas alam (Affandi, 2008).

  Selain itu, penggunaan bahan bakar minyak bumi selama ini menyebabkan tingginya tingkat pencemaran lingkungan melalui emisi yang dihasilkan, seperti CO

  2 , NO x , SO x , dll. Hal ini terkait langsung dengan isu dunia mengenai pemanasan global sebagai akibat dari efek rumah kaca.

  Untuk itu, diversifikasi dan penguasaan teknologi merupakan yang faktor penting disamping kesadaran akan kelestarian lingkungan (Witono, 2009).

  Biogas adalah gas produk akhir pencernaan atau degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Salah satu bahan organik yang dapat difermentasi menjadi biogas adalah Limbah Cair Kelapa Sawit (POME). Komponen terbesar (penyusun utama) biogas dari POME adalah metana (CH , 54 – 70

  4

  %-vol), karbon dioksida (CO

  2 , 31 – 46 %-vol), dan sebagian kecil H

  2 S (670- 2500ppmv) (Tong & Jaafar, 2005).

  Produksi biometana dengan bahan limbah cair pabrik kelapa sawit memberikan berbagai keuntungan diantaranya pengurangan jumlah bahan organik yang menjadi indikator pencemaran lingkungan, serta mengurangi kandungan racun dalam limbah.

  Selama ini biometana hanya dikenal sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga khususnya memasak saja. Padahal biometana juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik. Kebutuhan biometana akan semakin meningkat seiring dengan konsumsi listrik di Indonesia yang setiap tahunnya terus meningkat karena peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu pendirian pabrik biomethana sangat diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan listrik industri dan sebagai sumber energi yang diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru. Listrik yang dihasilkan selain bisa digunakan untuk kepentingan industri juga bisa digunakan untuk listrik rumah tangga karena sebagian besar listrik rumah tangga di sekitar pabrik kelapa sawit masih disuplai dari generator dengan bahan bakar solar.

1.2 Kapasitas Pabrik

  Dalam pemilihan kapasitas pabrik biometana ada pertimbangan yang perlu diperhatikan yaitu ketersediaan bahan baku yang berupa limbah cair pabrik kelapa sawit. Limbah cair ini diperoleh dari hasil pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII), pabrik kelapa sawit (PKS) Kertajaya, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang merupakan salah satu sentra pengembangan kelapa sawit nasional di Indonesia. Pada tahun 2013 PTPN VIII PKS Kertajaya mengolah Tandan Buah Segar kelapa sawit sebanyak 80 tonTBS/jam (www.industri.kontan.co.id). Kapasitas pabrik pengolahan limbah cair kelapa sawit yang pernah ada di Indonesia untuk produksi listrik sebesar 45 ton TBS/jam di PTPN V Tandun, Riau (www.riaupos.co.id).

  3 Untuk 1 TBS kelapa sawit dapat dihasilkan sekitar 0,56 m Limbah Cair

  3

  3 Kelapa Sawit (LCKS). Sedangkan dari 1 m LCKS dapat dihasilkan 28,3 m biogas dengan kandungan metana sebesar 62,5% (Tong & Jaafar, 2005).

  Dengan mempertimbangkan faktor - faktor diatas pabrik Biometana direncanakan hanya mengolah POME dari hasil pengolahan 45 ton TBS/jam, dengan kebutuhan bahan baku Limbah Cair Kelapa Sawit dari PTPN VIII

3 PKS Kertajaya sebesar 25,2 m /jam sehingga di dapatkan kapasitas pabrik

  3 Biometana sebesar 3.530.000 Nm /tahun.

1.3 Lokasi Pabrik

  Penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kemajuan dan yang akan datang karena hal ini berpengaruh terhadap faktor produksi dan distribusi dari pabrik yang didirikan. Pemilihan yang tepat mengenai lokasi pabrik harus memberikan suatu perhitungan biaya produksi dan distribusi yang minimal serta pertimbangan sosiologi, yaitu pertimbangan dalam mempelajari sikap dan sifat masyarakat di sekitar lokasi pabrik.

  Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka pabrik pembuatan biometana sebagai sumber energi listrik ini direncanakan berlokasi di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik ini adalah: a. Bahan Baku

  Suatu pabrik sebaiknya berada di daerah yang dekat dengan sumber bahan baku. Bahan baku berupa POME direncanakan diperoleh dari pabrik kelapa sawit milik PTPN VIII PKS Kertajaya di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten yang menghasilkan POME sebanyak 44,8 m

  3 /jam.

  Kebutuhan POME untuk pabrik biometana ini sebanyak 25,2 m

  3

  /jam sehingga dapat tercukupi.

  b. Transportasi Bahan Baku Lokasi yang dipilih dalam rencana pendirian pabrik ini merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit dan bersebelahan dengan pabrik kelapa sawit, sehingga distribusi bahan baku dapat berjalan dengan lancar yaitu dengan menggunakan pompa yang akan terhubung dengan pabrik pengolahan limbah cair kelapa sawit. c. Kebutuhan Tenaga Listrik dan Bahan Bakar Dalam pendirian suatu pabrik, tenaga listrik dan bahan bakar adalah faktor penunjang yang paling penting. Kebutuhan tenaga listrik untuk operasi awal pabrik dapat diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah Banten. Sedangkan untuk seterusnya pabrik akan menggunakan listrik yang akan dihasilkan sendiri.

  d. Kebutuhan air Air merupakan kebutuhan penting bagi suatu pabrik kimia, baik untuk keperluan proses maupun untuk keperluan lainnya. Sumber air proses dapat diperoleh dengan mengambil air dari sungai Ciujung di dekat PKS Kertajaya.

  e. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan modal untuk pendirian suatu pabrik.

  Dengan ditambahnya plant di PTPN VIII diharapkan dapat menyerap tenaga kerja potensial yang cukup banyak di daerah tersebut. Tenaga kerja di daerah ini meliputi tenaga kerja terdidik maupun tidak terdidik serta tenaga kerja terlatih maupun tidak terlatih.

  f. Pemasaran Produk Biometana yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Tabel 1.1 memperlihatkan proyeksi kenaikan kebutuhan listrik di Jawa dan Sumatera. Dengan pertimbangan tersebut pabrik biometana lebih menjanjikan untuk didirikan di Pulau Jawa.

Tabel 1.1 Proy

  70 180

  17

  16

  14

  12

  Lainnya h Tangga (TWh) Pulau Sumatera

Gambar 1.1 Lokasi Pabrik Biometana

  omethana PKS Kertajaya

  80 (Muchlis & lokasi pendirian pabrik :

  39

  36

  Tahun Pula

  60 170

  34

  55 160

  30

  50 150

  29

  royeksi Kebutuhan Listrik di Pulau Jawa dan La Sektor Industri (TWh) Sektor Rumah T ulau Jawa Pulau Sumatera Pulau Jawa Pul 145

  Lokasi Pabrik Biom

  Berikut peta loka

  2014 2015 2016 2017 2018

  19 & Permana, 2004)

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Limbah cair

  Limbah cair yang dihasilkan oleh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone, dan air pencucian. Jumlah air pembuangan tergantung pada system pengolahan, kapasitas olah pabrik dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair PMKS mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak (Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian DITJEN PPHP, 2006)

Tabel 1.2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

  Parameter Nilai pH 4,5

  o

  Suhu (

  C)

  55 BOD (g/l)

  25 COD (g/l) 56,635 Minyak (g/l) 4,330 Total Suspended Solid/ C

50 H

  90 O 6 (g/l) 19,610

  Air (% wt) 95,5

  (Arthur & Glover, 2012)

Tabel 1.3 Komposisi Fatty Acid Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

  Fatty Acid % massa Capric acid

  4,29 Lauric acid

  9,22 Myristic acid

  12,66 Palmitic acid

  29,38 Heptadecanoid acid 1,39 10-heptadecanoic acid 1,12 Stearic acid

  11,41 Oleic acid

  8,54 Lenoleic acid

  4,72 Linolenic acid

  4,72 Arachidic acid

  7,56 Eicosatrienoic acid 1,49 Arachidonic acid

  1,12 Eicosapentaeonic acid 0,36 Behenic acid

  2,62 (Ahmad et al., 2011)

1.4.2 Biometana

  Biometana merupakan biogas dengan kadar metana (CH

  4 ) yang

  tinggi, sedangkan karbondioksida (CO ) terdapat dalam jumlah yang

  2

  sedikit. Biogas didapat dari hasil penguraian material organik seperti metanogen pada sebuah biodigester. Proses penguraian material organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Sedangkan untuk mendapatkan biometana perlu dilakukan proses pemurnian.

  Bakteri yang berperan dalam pembentukan biogas adalah bakteri pendegradasi, bakteri pembentuk asam, bakteri asetogen dan bakteri pembentuk gas metana. Bakteri pendegradasi terdiri atas bakteri

  selulolitik , bakteri proteolitik, dan lipolitik. Bakteri-bakteri ini akan

  mengubah protein, selulosa, dan lemak menjadi asam amino, glukosa, dan asam lemak. Bakteri pembentuk asam akan berperan dalam fermentasi hasil hidrolisis menjadi asam-asam lemak volatil, seperti asam butirat, propionat, laktat, asetat, dan alkohol. Bakteri asetogen berperan dalam mengoksidasi hasil fermentasi asam menjadi asam asetat, CO

  2 , dan

  hidrogen yang menjadi substrat bakteri metana. Bakteri pembentuk gas metana berperan dalam merombak asam asetat menjadi metan dan CO

  2

  oleh kelompok bakteri metanogen asetotrofik, serta hidrogen dan CO

  2

  menjadi metana dan air oleh kelompok bakteri metanogen hidrogenotrofik (Fitria, 2011).

1.4.3 Langkah-Langkah Pembentukan Biogas

  Secara umum, langkah-langkah pembentukan biogas ada 3 yaitu :

  1. Hidrolisis Pada langkah pertama, bahan organik secara enzimatis diuraikan oleh enzim ekstraselular (selulosa, amilase, proteinase, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino.

  2. Asidogenesis Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam

  • – asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat.

  3. Asetogenesis Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen.

  Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja.

  4. Pembentukan Metana Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada reaktor biogas adalah

  Methanobacterium , Methanothermobacter , Methanobrevibacter , Methanosarcina, dan Methanosaeta

  (Deublien & Steinhauser, 2008)

1.4.4 Parameter Fermentasi

  Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam- asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia.

  1. Alkalinitas Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat

  2- -

  (CO

  3 ) dan bikarbonat (HCO 3 ) yang berikatan dengan kalsium,

  magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam satuan mg/L CaCO 3 .

  2. pH Konsentrasi ion-hidrogen merupakan kualitas parameter yang penting di dalam limbah cair. pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya bernilai 6 - 9). Limbah cair memiliki pH yang sulit diatur karena adanya proses pengasaman pada limbah cair.

  3. Nutrisi Nutrisi bagi pertumbuhan mikroba dalam limbah cair umumnya adalah nitrogen dan fosfor (NP). Untuk mendapatkan sludge yang kecil pada proses anaerobik, maka diperlukan kadar NP yang cukup. Oleh karena itu, penambahan N dan/atau P yang dibutuhkan tergantung dari substrat dan nilai dari SRT (Solid Retention Time). Biasanya jumlah nutrisi yang dibutuhkan seperti NP dan sulfur (S) pada rentang 10-13, 2- 2,6 dan 1-2 mg/100 mg limbah. Namun, agar metanogenesis yang terjadi maksimum, konsentrasi NPK biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan N dapat diperoleh dari berbagai macam senyawa, salah satunya

  2

2 CO(NH ) (Urea).

  (Deublien & Steinhauser, 2008)

1.4.5 Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit (POME)

  Proses pengolahan POME menjadi biogas biasanya memakai proses fermentasi anaerob dan aerob. Fermentasi anaerob berarti selama proses fermentasi tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Sedangkan fermentasi aerob berarti selama proses fermentasi ada udara yang masuk di dalam reaktor. Fermentasi anaerob dan aerob memiliki beberapa keuntungan dan kerugian, yang ditunjukkan pada tabel 1.4 :

Tabel 1.4 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik

  Biogas yang bebas pengotor (H

  2 O, H

  2 S, CO

  2

  , dan partikulat lainnya) dan telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di

  Fermentasi Anaerob Fermentasi Aerob Keuntungan Penggunaan energi rendah (tidak ada aerasi)

  Proses relative cepat Menghasilkan produk metana (CH

  4 ) lebih banyak.

  Efektif untuk menangani limbah beracun

  Kerugian Pengolahan memerlukan waktu yang lama

  Memerlukan energi yang besar (perlu proses aerasi)

  Start up lambat Produk metana (CH 4 )

  yang dihasilkan sedikit

1.4.6 Nilai Potensial Biogas

  karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain ditunjukkan pada tabel 1.5 :

Tabel 1.5 Kesetaraan Biogas dengan sumber lain

  Bahan Bakar Jumlah

3 Biogas 1 m

  Elpiji 0,46 kg Minyak tanah 0,62 liter Minyak solar 0,52 liter Bensin 0,8 liter

3 Gas kota 1,5 m

  Kayu bakar 3,5 kg

Tabel 1.6 menunjukan perbandingan penggunaan biomethana dan bahan bakar lain untuk bahan bakar pembangkit listrik.Tabel 1.6 Konversi energi listrik biomethana dengan sumber lain

  Bahan Bakar Jumlah Konversi ke listrik (kWh)

  

3

Biomethane (97% methane)

  1 Nm 9,67

  

3

Gas Alam

  1 Nm

  11 Bensin 1 liter 9,06 Diesel 1 liter 9,8

  1.4.7 Macam – macam Proses Pembuatan Biogas

  Macam – macam proses pembuatan biogas ada tiga, yaitu :

  1. Proses Phsycrophillic Proses pembuatan biogas secara Phsycrophilic berjalan pada suhu rendah

  o

  yaitu 10

  C. Bakteri yang bekerja pada proses ini ditemukan di daerah subtropis.

  2. Proses Mesophillic Proses pembuatan biogas secara Mesophillic berlangsung pada suhu 10-

  o

  50 C. Bakteri yang bekerja pada proses ini ditemukan di daerah tropis.

  3. Proses Thermophilic Proses pembuatan biogas secara Thermophilic berlangsung pada suhu 50-

  o

  80 C. Bakteri yang bekerja pada proses ini ditemukan di daerah tambang minyak yang berasal dari perut bumi.

  (Siregar, 2009)

  1.4.8 Pemilihan Proses

  Proses yang dipilih dalam pembuatan biomethana pada pabrik ini adalah proses Thermophilic. Pemilihan proses ini didasarkan pada jika sistem tangki tertutup dan proses biologis menggunakan bakteri thermophilic reaksi biologis akan berlangsung lebih cepat bila dibandingkan dengan menggunakan bakteri mesophilic (Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian DITJEN PPHP, 2006).

  1.5 Kegunaan Produk

  Komponen utama dari biometana adalah metana (CH

  4 ) sehingga

  dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Contohnya untuk bahan bakar memasak dan pembangkit listrik. Selain itu limbah dari pembuatan biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik baik cair maupun padat.

  1.6 Sifat Fisis dan Kimia

1.6.1 Bahan Baku Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Karakteristik Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit :

  Parameter : Nilai pH : 4,5

  o

  Suhu (

  C) : 55 BOD (g/l) : 25 COD (g/l) : 56,635 Minyak (g/l) : 4,330 Total Suspended Solid (g/l) : 19,610 Air (%wt) : 95,5

  (Arthur & Glover, 2012) Asumsi yang dipakai:  Minyak yang terdapat dalam POME merupakan CPO.

   Sumber bahan organik yang terdegradasi menghasilkan metana dianggap sebagai total suspended solid.

1.6.2 Produk

  Karakteristik kandungan Biomethana

  a. Gas Metana (CH

  4 )

  Sifat Fisis : 16,04 g/mol

   Berat molekul

  o

   Titik didih : -161,4 C

  o

   Titik leleh : -182,6 C

  

o

   Suhu Swanyala : 537 C (Perry, 2007) Sifat Kimia

   Reaksi pembakaran sempurna gas metana menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air CH + O CO + H O

  4

  2

  

2

  2

   Reaksi halogenasi gas metana menghasilkan klorometan dan HCl CH

  4 + Cl

2 CH

  3 Cl + HCl

  (Fessenden, 1989)

  b. Gas Karbon Dioksida (CO

  2 )

  Sifat Fisis  Berat molekul : 44,01 g/mol

  Titik didih : -78,5 C

   o

   o

  Titik leleh : -56,6 C pada 5,2 atm (Perry,2007) Sifat Kimia  Karbon dioksida bereaksi dengan natrium hidroksida membentuk natrium karbonat NaOH + CO

2 Na

  2 CO 3 + H

  2 O

  (Vogel,1985)

1.6.3 Bahan Pembantu

1.6.3.1 Ferro Klorida (FeCl 2 )

  Sifat Fisis  Berat molekul : 126,7 gr/mol

  

o

   Titik lebur : 677 C

  o

   Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 C

  o

  105,7 gr/100 ml pada 100 C

  3

   Densitas : 3,16 gr/cm  Specific gravity : 2,7

  (Perry,2007) Sifat Kimia  Larut dalam aseton  Tidak larut dalam etil eter  Bahan yang korosif sehingga harus disimpan dalam ruang tertutup  Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan

  (Perry,2007)

  1.6.3.2 Natrium Hidroksida (NaOH)

  Sifat Fisis  Berat Molekul : 40 gram/mol

  o

   Titik didih : 1390 C pada tekanan 1 atm

  o

   Titik leleh : 318,4 C

  o

  : -85 C  Titik beku  Densitas : 2,13 gram/mL  Berwarna putih

  (Perry,2007) Sifat Kimia  Mudah larut dalam air.

   Tidak larut dalam aseton.  Higroskopis

  (Perry, 2007)

  1.6.3.3 Nickel (II) Chloride (NiCl )

2 Sifat Fisis

   Berat molekul : 129,599 gr/mol

  O

   Titik lebur : 973 C (1.246,15 K)  Specific gravity : 3,544  Kelarutan dalam air : 87,6 g / 100 ml pada 100 C  Berwarna padatan kuning

  (Perry,2007) Sifat Kimia  Tidak tahan panas karena akan terdekomposisi  Reaktif terhadap asam  Bahan tidak korosif

  (Vogel,1985)

  1.6.3.4 Cobalt (II) Chloride (CoCl 2 )

  Sifat Fisis  Berat molekul : 129,839 gr/mol

  O

   Titik lebur : 1049 C ( 1.322,15 K)  Specific gravity : 3,356  Kelarutan dalam air : 105 g / 100 ml pada 96 C  Berwarna padatan biru

  (Perry,2007) Sifat Kimia  Tidak larut dalam ammonia  Bersifat higroskopis  Tidak bersifat korosif

  (Perry,2007)

  1.6.3.5 Urea (H NCONH )

  2

2 Sifat Fisis

  : 60,07 gr/mol  Berat molekul  Titik lebur : 132,7 C

  3

   Kelarutan dalam air : 100 gr/100 ml pada 17 C  Tingkat keasaman (pKa) : 0,18  Berupa padatan berwarna putih

  (Perry,2007) Sifat Kimia  Bersifat higroskopis  Larut dalam metanol  Tidak korosif terhadap stainless steel 304 dan 316

  (Vogel,1985)