BAB I LATAR BELAKANG (2)

BAB I
LATAR BELAKANG

1.1.

Alasan Memilih Judul
Pada umumnya dalam penyelenggaraan

pembelajaran, evaluasi

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran
secara keseluruhan. Sebagai suatu mata pelajaran di sekolah, pembelajaran
bahasa diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang
telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan kompetensi yang telah
ditentukan . Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannya melalui
serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara matang dan
saksama.
Tujuan pengajaran Bahasa Indonesia meliputi ranah pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Oleh sebab itu, model evaluasi yang diterapkan juga
mengacu pada ketiga ranah tersebut. Bila tidak demikian, pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diharapkan dari pembelajar tidak dapat diketahui

dengan pasti. Padahal, kepastian hasil evaluasi inilah yang dijadikan titik tolak
untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Bentuk alat ukur dalam evaluasi
dapat berupa tes dan nontes. Bentuk alat ukur yang berupa tes dapat digunakan
untuk menguji kompetensi (1) struktur dan ekspresi tulis, (2) kosakata dan
membaca, serta (3) menyimak.
Kosakata sebagai salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah menempati peran yang sangat penting sebagai dasar penguasaan siswa
terhadap penguasaan dalam materi mata pelajaran bahasa Indonesia dan
penguasaan mata pelajaran lainnya. Penguasaan kosakata akan mempengaruhi
cara berpikir dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran bahasa sehingga
penguasaan kosakata dapat menentukan kualitas seorang siswa dalam
berbahasa

(Kasno,

2014:1)

senada

dengan


itu

Tarigan

(1997:2)

mengungkapkan kualitas keterampilan berbahasa seseorang tergantung pada

1

kuantitas kosakata yang dimilikinya. Makin banyak kosakata yang dimiliki
seseorang, makin besar pula keterampilan berbahasanya.
Salah satu tes yang digunakan untuk mengetahui kompetensi dan
kemampuan bahasa seorang adalah tes kosakata. Sehubungan dengan itu
Djiwandono (1996) menyatakan tes bahasa yang sasarannya adalah
kemampuan berbahasa, meliputi pula tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tata
bahasa.1
Selain tes kemampuan berbahasa, tes bahasa secara umum dilakukan
dengan lima


pendekatan. Pendekatan tes bahasa secara keseluruhan dapat

dibedakan ke dalam (1) Pendekatan tradisional, (2) Pendektan diskret, (3)
Pendekatan integratif, (4) Pendekatan pragmatik. Dan (5) Pendektan
komunikatif. Terkait dengan pendekatan pragmatik Djiwandono (1996)
menyatakan, Pendekatan pragmatik mengaitkan bahasa dengan pengguna
senyatanya, yang melibatkan tidak hanya unsur-unsur kebahasaan seperti katakata, frasa, kalimat, melainkan unsur-unsur diluarnya juga, yang selalu terkait
dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.2
1.2. Pentingnya Kosakata dalam Penguasaan Bahasa
Sebagai bagian dari komponen bahasa, kosakata terdiri dari kata-kata
yang digunakan dalam komunikasi melalui bahasa, baik penggunaan bahasa
secara lisan maupun secara tertulis. Dalam komunikasi melalui bahasa,
kosakata merupakan unsur yang sangat penting. Makna suatu wacana sebagai
bentuk pengguna bahasa, sebagaian besar ditentukan oleh kosakata yang
digunakan dalam pengungkapannya. Dari kosakata itulah wacana memperoleh
sebagian besar maknanya, disamping juga dari unsur-unsur yang lain dari
wacana, seperti tekanan suara dan intonasi.3 senada dengan itu Tarigan (1997:2)
mengungkapkan kualitas keterampilan berbahasa seseorang tergantung pada
kuantitas kosakata yang dimilikinya. Makin banyak kosakata yang dimiliki

seseorang, makin besar pula keterampilan berbahasanya.

1
2
3

M. Soenardi Djiwandono. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB. Hlm 3
Ibid. Hlm 11-12
Ibid. Hlm 42-43

2

Pendapat tersebut, tentunya dapat dipahami bahwa kualitas dan kuantitas
kosakata atau pembendaharaan kata yang dimiliki siswa akan membantu siswa
tersebut dalam menyerap berbagai informasi yang disampaikan para pengajar
atau informasi dari berbagai sumber belajar lainnya. Penguasaan kosakata yang
baik sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan
maupun tulisan.
Pentingnya


pembelajaran

kosakata

terhadap

peningkatan

dan

pengembangan kemampuan berbahasa harus dilakukan secara lebih serius dan
terarah. Hal ini dikarenakan dilapangan masih banyak dijumpai siswa –siswa yang
mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran bahasa Indonesia terutama
tampak pada saat pembelajaran empat keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis). Kosakata merupakan aspek penting untuk
mempelajari. Tanpa kosakata sesorang tidak akan dapat menggunakan struktur
dan fungsi bahasa dalam berkomunikasi secara komprehensif.
Menurut Djiwandono, penguasaan kosakata dapat dibedakan dalam
penguasaan aktif-produktif dan pasif- reseptif. Pengertian penguasaan kosakata
aktif-produktif yaitu kosakata yang telah dikuasai dan dipahami dapat digunakan

oleh pembelajar bahasa secara wajar tanpa ada kesulitan dalam berkomunikasi
atau berbahasa. Penguasaan kosakata pasif-reseptif merupakan kosakata yang
telah dikuasai hanya dapat dipahami oleh pembelajar bahasa dari ungkapan bahasa
orang lain, tetapi ia tidak mampu menggunakan kosakata secara wajar dalam
berkomunikasi atau berbahasa.4
Menurut Tarigan penguasaan kosakata tidak hanya bersifat aktif dan fasif,
namun juga secara kuantitatif dan kualitatif. Tarigan (1997:3) menyatakan bahwa
keterampilan berbahasa tergantung kuantitatif dan kualitatif kosakata yang
dikuasai. Semakin baik, kauntitatif dan kualitatif kosakata yang dikuasai maka
semakin besar pula keterampilan berbahasanya. Hal ini menegaskan bahwa
kualitas kosakata yang dimiliki seseorang menjadi tolak ukur atau standar
seseorang yang dipandang memiliki potensi aktif dalam berbahasa. Hal ini juga

4

Ibid. Hlm 43

3

terjadi karena kosakata seseorang tidak terlepas dari peran atau keaktifan

seseorang tersebut dalam berkomunikasi.
1.3. Mengapa Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengutamakan peran pengguna bahasa senyatanya
dalam kajian terhadap bahasa. Dalam pendektan ini, bahasa tidak ditinjau dari
strukturnya dengan menunjukan ada struktur yang berlapis dan bertingkat sampai
bagian-bagiannya yang terkecil, seperti pada pendekatan diskret. Bahasa juga
tidak didekati sebagai penggabungan bagian-bagian terkecil secara berlapis dan
bertingkat dalam mewujudkan bahasa, seperti pada pendekatan integratif.
Pendekatkan pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang
melibatkan tidak hanya unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, Frasa, atau
kalimat, melainkan unsur-unsur luarnya juga, yang terkait dalam setiap bentuk
penggunaan bahasa. (Djiwandono, 1996:12)
Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa
jenis tes tertentu. Sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk
tes bahasa itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi
ciri-ciri pragmatik.
Pendekatan pragmatik lebih menekankan antara unsur kebahasaan dan nonkebahasaan. Dapat dilihat, dalam kehidupan nyata sehari-hari nyaris tidak ada
penggunaan bahasa yang utuh dan murni tanpa adanya unsur-unsur lain lain
didalamnya sebagai kendala. Unsur- unsur itu bisa berupa unsur kebahasaan atau
non kebahasaan. Meskipun demikian bahasa yang dinilai dari pendekatan

pragmatik ini lebih menitik beratkan bagaimana suatu pesan dapat tersampaikan
kepada orang lain dengan tidak terlalu mengacu pada unsur-unsur kebahasaan
saja.
1.4. Apa Kemampuan yang Diukur
Tes kosa kata dapat dikelompokkan menjadi tes pemahaman dan tes
penggunaan. Tes pemahaman lebih ditekankan pada pengukuran kemampuan
peserta didik dalam memahami arti kosa kata, sedangkan tes penggunaan lebih
dititikberatkan pada kemampuan menggunakan kosa kata.

4

indikator kompetensi yang diukur dalam tes kosakata adalah:
1) Menunjukan benda (memberikan makna kata)
2) Memperagakan makna kata
3) Memberi padanan kata
4) Memberi kata lain (sinonim)
5) Memberi lawan kata (antonim)
6) Menyebutkan kata
7) Melengkapi kalimat.


5

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1.

Hakikat Pendektan Tes Pragmatik
Pendekatan pragmatik awalnya digunakan dalam kaitannya dengan

teori tentang kemampuan memahami berdasarkan kemampuan tata bahasa
pragmatik ( pragmatik expectancy grammar), atau kemampuan pragmatik.
Kemampuan itu merupakan kemampuan untuk memahami teks atau wacana,
tidak hanya dalam konteks linguistik melainkan juga dengan memanfaatkan
kemampuan pemahaman unsur-unsur ekstra linguistik.
Dalam memahami wacana, seseorang tidak saja mengandalkan
kemampuan linguistik dalam bentuk pemahaman terhadap bentuk dan susunan
kalimat, frasa, kata-kata, dan unsur linguistik lain yang secara eksplisit terdapat
dalam penggunaan bahasa. Pemahaman yang lebih dalam terdapat dalam
konteks


ekstra linguistik

(exstralinguistic

context),

yaitu

aspek-aspek

pemahaman bahasa di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit melalui
bahasa, dan yang meliputi segala sesuatu dalam bentuk kejadian, pikiran, antar
hubungan, perasaan, persepsi, ingatan, dan lain-lain.
Menurut Oller (1979) mendfinisikan tes pragmatik
A pragmatik tes is: it is any procedure or task that causes the learner to
process sequences of elements in a language that confrom to the normal
contextual constraints of that language, and which reqires the learner to relate
sequences of linguistic elements via pragmatic mappings to extralinguistic
context.5

tes pragmatik merupakan suatu Prosedur atau tugas yang menuntut
pembelajaran untuk mencoba memahami rangkaian elemen bahasa, yang
tersusun dalam bentuk penggunaan bahasa dengan berbagai kendala kontekstual
yang secara alamiah dan wajar terdapat dalam penggunaan bahasa, sehingga
mengharuskan peserta tes untuk mengaitkan rangkaian elemen bahasa itu
dengan konteks di luar bahasa melalui pemetaan pragmatik.
5

John W. Oller, Jr. 1979. Language Tests at School. Longman : University of New Mexico
Albuquerque. Hlm 38

6

Menurut Djiwandono (1996:35) Penggunaan tes pragmatik, titik berat
pengukurannya tidak diletakan pada penguasaan penguasaan butit-butir (yang
diskret) ataupun gabungan butir-butir (secara integratif) dari kemampuan
bahasa atau komponen bahasapendekatan tes pragmatik dimaksudkan untuk
menyedap

kemampuan

untuk

memahami

atau

menggunakan

bahasa

senyatanya, yang erat kaitannya dengan seluruh konteks penggunanya.
Sedangkan informasi yang ingin diketahui pada tes pragmatik adalah tingkat
kemampuan seseorang dalam memahami atau menggunakan bahasa seperti
yang ditemui pada penggunaan bahasa senyatanya. 6
Dari pernyataan diatas simpulkan bahwa tes pragmatik adalah tes bahasa
yang cara mengerjakannya dituntut penggunaan kemampuan pragmatik, yaitu
pemahaman wacana berdasarkan penguasaan terhadap unsur-unsur kemampuan
linguistik (dalam bentuk penguasaan bunyi bahasa, tata bahasa, kosakata dan
lain-lain) serta kemampuan ekstra linguistik (dalam bentuk pengetahuan tentang
latar belakang isi dan pokok bahasan wacana).
2.2.

Hakikat Tes Kosakata

Ada beberapa pengertian kosakata yang dikemukakan oleh beberapa ahli
bahasa. Menurut Mukidi (1994: 43) kosakata sama dengan leksikon. Di sini
leksikon diartikan sebagai perbendaharaan kata dalam suatu bahasa. Leksikon
merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna
dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2000: 597) kosakata diartikan sebagai perbendaharaan kata. Kridalaksana
(1993: 127) menjelaskan bahwa kosakata sama dengan leksikon, sedangkan
yang dimaksud dengan leksikon adalah: (1) komponen bahasa yang memuat
secara informatif tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa, (2)
kekayaan kosakata yang disusun seseorang pembicara atau penulis, (3) daftar
kata yang disusun dengan penjelasan singkat dan praktis.
uraian di atas, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan
komponen bahasa yang memuat daftar kata-kata beserta batasannya yang
penggunaannya sesuai dengan makna dan fungsinya.

6

M. Soenardi Djiwandono. Op. cit. Hlm 35

7

Kosakata mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seharihari, terutama dalam kegiatan komunikasi di masyarakat dan dalam proses
pembelajaran di sekolah. Penguasaan kosakata yang cukup akan memperlancar
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Lebih
lanjut, Nurgiyantoro (2001: 166) menyebutkan bahwa kosakata merupakan alat
utama yang harus dimiliki seseorang yang akan belajar bahasa sebab kosakata
berfungsi untuk membentuk kalimat serta mengutarakan isi pikiran dan
perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Untuk mengukur penguasan
kosakata seorang maka diberikan tes kosakata.
Tes kosakata merupakan bagian dari tes kemampuan kebahasaan. Tes
ini dilakukan untuk melakukan penilaian atau memperoleh informasi tentang
hasil belajar bahasa yang dicapai oleh anak didik, yang secara tidak langsung
akan memberikan pula informasi tentang berbagai segi penyelenggaraan
pengajaran.
Menurut Djiwandono (1996: 42) dalam kegiatan berkomunikasi
kosakata merupakan unsur yang amat penting. Makna suatu wacana sebagai
bentuk penggunaan bahasa sebagian besar ditentukan oleh kosakata yang
digunakan dalam pengungkapannya. Dengan demikian, apabila seorang anak
kurang memiliki kemampuan dalam menguasai kosakata, anak tersebut akan
mengalami kesulitan dalam memahami suatu bahasa.
Pada anak, penguasaan kosakata tidak cukup hanya memahami saja,
tetapi hal itu juga harus meliputi kemampuan penggunaan kosakata tersebut
dalam kegiatan berkomunikasi. Nurgiyantoro (2001: 196) mengemukakan
bahwa kemampuan untuk memahami kosakata merupakan penguasaan reseptif,
sedangkan kemampuan mempergunakan kosakata merupakan penguasaan
produktif. Penguasaan reseptif terlihat ketika anak mampu melakukan kegiatan
membaca dan menyimak, sedangkan penguasaan produktif terlihat dalam
kegiatan berbicara dan menulis.7
Tes kosakata dilakukan untuk mengukur kemampuan anak didik, baik
yang bersifat reseptif maupun yang bersifat produktif. Dengan demikian, dalam
tes kosakata antara kemampuan reseptif dan kemampuan produktif harus saling

7

Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta
: BPFE.

8

berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Nurgiyantoro (2001: 196)
dalam tes kosakata ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) pemilihan
kosakata yang akan diteskan, dan (b) pemilihan bentuk dan cara pengetesan
khususnya yang menyangkut penyusunan tes yang sesuai dengan tingkatantingkatan aspek kognitif tertentu.
2.3.

Materi Tes Kosakata.
Tentang tes kosakata Heaton menyatakan: the write of a vocabulari test

is to determine the degree to wich he or she wishes to concentrate on testing the
students active or passive vocabulary.8 Dalam membuat tes kosakata adalah
menentukan tingkatan kosakata untuk siswa apakah kosakata aktif atau pasif.
Djiwandono menjelaskan perihal tes kosakata aktif dan pasif ini bahwa
yang dimaksud dengan kosakata aktif yaitu kosakata yang digunakan oleh
seorang

pemakai

bahasa

secara

wajar

dan

tanpa

banyak

kesulitan

mengungkapkan dirinya. Adapun yang dimaksud dengan kosakata pasif adalah
kosa kata yang hanya dapat dipahami oleh pemakai bahasa bila kosakata
tersebut digunakan oleh orang lain tanpa mampu menggunakan sendiri secara
wajar. 9
Lebih lanjut Djiwandono menyatakan salah satu cara yang dapat
digunakan dalam penyelenggaraan tes kosakata sebagai bagian dari pengajaran
bahasa adalah menggunakan bahan-bahan pengajaran sebagai sumber bahan
tes. Dengan membedakan adanya kemampuan pasif-reseptif dan aktif produktif
dalam penggunaan bahasa, termasuk penguasaan kosakata.
Tingkatan tes penguasaan kosakata dalam penelitian ini mengacu pada
tingkatan kognitif yang biasa disebut taksonomi Bloom. Tingkatan ini terdiri
dari enam tingkatan yaitu tingkat pengetahuan/ingatan (C1), tingkat
pemahaman (C2), tingkat aplikasi (C3), tingkat analisis (C4), tingkat evaluasi
(C5), dan tingkat kreativitas (C6), (Anderson & Krathwohl (Ed.), 2001: 66).
Nurgiyantoro (2001: 209) menyatakan bahwa untuk tes penguasaan
kosakata tingkatan kognitif yang dipakai sampai pada tingkat analisis (C4).
Berdasarkan pendapat tersebut tes penguasaan kosakata dalam penelitian ini

8
9

J.B. Heaton. 1989. Writing English Language Tests. London : Longman.
M. Soenardi Djiwandono. Op. cit. Hlm 43

9

menggunakan empat tingkatan yaitu tingkat ingatan/pengetahuan (C1), tingkat
pemahaman (C2), tingkat aplikasi (C3), dan tingkat analasis (C4). Tes kosakata
tingkat kognitif yang tinggi (C5 dan C6) tidak digunakan dalam penelitian ini
karena tes dengan tingkat kognitif tersebut menuntut kemampuan yang lebih
dalam dan sekaligus dapat menilai proses berpikir. Selain itu, tes kosakata
tingkat C5 dan C6 lebih tepat apabila digunakan untuk tes bentuk esai.
2.4.

Bentuk Tes
Bentuk tes yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi dua,

yaitu tes objektif dan tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem
penskorannya, yaitu siapa saja yang memeriksa lembar jawaban tes akan
menghasilkan skor yang sama. Tes non-objektif adalah tes yang sistem
penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif, sedang tes
non-objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektivitas pemberi skor.
Jenis-Jenis tes dilihat dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan
menjadi tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Tes tulisan bisa berupa tes esai
dan tes objektif. Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta untuk
menjawab pertanyaan secara terbuka yaitu menjelaskan atau menguraikan
melalui kalimat yang disusun sendiri. Sementara tes objektif adalah bentuk tes
yang mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan, contoh;
BS, tes pilihan ganda, menjodohkan, dan bentuk melengkapi. Tes perbuatan
adalah tes dalam bentuk peragaan.
2.4.1. Karakteristik Bentuk Tes
2.4.1.1. Jenis Bahasa Berdasarkan Tes Bahasa Khusus
Menurut Djiwandono, di samping tes bahasa yang telah
diuraikan secara khusus sudah dikenal, terdapat pula tes bahasa
khusus yang tidak mudah dan konsisten digolongkan ke dalam salah
satu tes bahasa yang telah dikupas. Kedua jenis tes bahasa itu adalah
dikte dan tes cloze.

10

a. Tes Dikte
Tes dikte menyangkut lebih dari satu jenis kemampuan tau
komponen bahasa dan menugaskan peserta tes untuk menulis suatu
wacana yang dibacakan oleh seorang penyelenggara tes. Dalam
penyelenggaraan tes dikte, seorang peserta tes hanya dapat
menuliskan apa yang didengarkan dari pemberi dikte dengan benar
apabila dia mampu mendengar dan memahami dengan baik wacana
yang didiktekan (kemampuan menyimak). Apabila peserta tidak
mendengarkan secara utuh, ada kalanya peserta tes menggunakan
kemampuan bahasa yang lain berupa kemampuan tata bahasa dan
kosakata.
b. Tes Cloze
Cloze merupakan bentuk tes bahasa yang tidak secara khusus
terkait dengan salah satu aspek kemampuan berbahasa atau
komponen bahasa. Heaton menyatakan bahwa : The principle of
cloze testing is based on the Gestalt theory of ‘closure’ (closing gaps
in patterns subconsciously). Thus, cloze test measure the reader’s
ability

to

decode

‘interrupted’

or

‘mutilated’

messages’.10

Maksudnya, Kemampuan untuk mengenali dan mengembalikan
kata-kata yang telah dihilangkan itu secara tepat, menunjukkan
tingkat kemampuan berbahasa, dan yang merupakan sasaran tes
cloze. Jadi, penghilangan kata-kata dari suatu wacana tulis
merupakan ciri khas pokok dari tes cloze.
Tes cloze bertujuan untuk mengukur tingkat penguasaan
kemampuan pragmatik, yaitu kemampuan memahami wacana atas
dasar penggunaan kemampuan linguistik dan ekstralinguistik.
Pengukuran

tingkat

penguasaan

kemampuan

pragmatik

itu

dilakukan dengan menugaskan peserta tes untuk mengenali, dan
untuk mengembalikan seperti aslinya, bagian-bagian suatu wacana
yang telah dihilangkan.

10

J.B. Heaton.1989. Writing English Language Tests. London : Longma. Hlm.16.

11

2.4.1.2. Jenis Tes Berdasarkan Bentuk Soal dan Kemungkinan
Jawaban
Jenis Tes berdasarkan segi bentuk soal dan kemungkinan
jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian yakni :
a. Tes Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan
terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban
tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat
bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan
atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
Subino menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan
jawaban yang dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir
soal dalam ini dapat dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut
jawaban bebas. Butir-butir soal dengan jawaban terikat cenderung
akan membatasi, baik isi maupun bentuk jawaban; sedangkan butir
soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi, baik isi
maupun jawaban.11
Gronlund menyatakan tes uraian merupakan tes yang tertua,
namun bentuk ini masih digunakan secara luas di Amerika Serikat
hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang yang juga masih
digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya.
Tes bentuk uraian memiliki ciri-ciri tertentu, seperti yang
dikemukakan oleh Wirasasmita yaitu (a) hendaknya setiap
pertanyaan merupakan suatu perumusan yang jelas, definitif, dan
pasif, (b) tiap pertanyaan hendaknya disertai petunjuk yang jelas
tentang jawaban yang dikehendaki oleh oleh peserta, (c) hendaknya
pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup semua bahan yang
terpenting serta komprehensif, (d) perbandingan soal sukar, sedang,
dan mudah harus seimbang, walaupun belum ada patokan yang
pasti. Sebaiknya perbandingannya, sukar = 30% – 25%, sedang =
50%, dan mudah = 20% – 25%, dan setelah soal disusun segera

11

Subino. 1987. Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan
Pengukuran). Jakarta : Depdikbud. Hlm. 2.

12

susun

kunci

jawabannya,

dengan

memperhatikan

berbagai

kemungkinan jawaban.12
b. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah
disediakan alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam
bentuk, antara lain ;
1)

Tes Betul-Salah (TrueFalse)

2)

Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)

3)

Tes Menjodohkan (Matching)

4)

Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai

kelemahan dan kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif
dapat menteskan semua bahan yang telah diajarkan, sedangkan
bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua bahan yang sudah
diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat sempit.
Gronlund menyatakan bahwa : objective test items are not
limited to the measurement of semple learning outcome. The
multiple-choice item can maesure both the knowledge and
understanding levels and is free of many of the limitations of other
forms of objective item. 13
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa Item tes objektif tidak
dibatasi terhadap pengukuran hasil belajar. Sementara item pilihan
ganda dapat mengukur pengetahuan dan pemahaman dan ini terlepas
dari banyaknya item tes objektif.
Pendapat lain yang berbeda, yakni Lado mengemukakan bahwa The
usual objectians to objective test are that they are too simple, that
they do not require real thinking but simple memory, and that they
do not test the ability of the student to organize his thought. 14
Pendapat Lado menunjukan bahwa keberatan tes objektif adalah
12

Sutardi Wirasasmita. 1998. Tehnik Penyusunan dan Analisis Tes Prestasi Belajar
dengan Pengembangan Tes Prestasi Belajar Bahasa Indonesia. Bandung: IKIP. Hlm. 24.
13
Robert L. Linn and Norman E. Gronlund. 1995. Measurement and Assessment in
Teaching. London : Prentice-Hall, Inc. Hlm 173.
14
Robert Lado. 1961. Language Testing. London: Longman Group Limited. Hlm. 201.

13

karena tes itu terlalu mudah, tidak menuntut pemikiran yang nyata,
dan tidak menguji kecakapan siswa dalam mengorganisasikan
pikirannya.
2.4.2. Prinsif Penyusunan Bentuk Tes
1. Tes Dikte
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a)

Dikte standar, teks biasanya dibacakan tiga kali. Bacaan pertama
dilakukan terhadap seluruh teks untuk memberikan kesan dan
gambaran umum tentang teks yang digunakan. Ini dilakukan
dengan kecapatan membaca biasa. Bacaan kedua dilakukan bagian
demi bagian, masing-masing diikuti dengan jeda yang cukup bagi
peserta dikte untuk menuliskannya. Bagian-bagian itu harus
merupakan wacana yang wajar, dengan panjang yang cukup untuk
diingat dan dipahami sebagai bahan ingatan jangka pendek. Bacaan
ketiga dilakukan kembali terhadap seluruh teks menjelang akhir
dikte, dengan kecepatan biasa. Maksud pekerjaan terakhir ini
adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
melakukan pemeriksaan akhir terhadap pekerjaannya.

b)

Dikte sebagian, pada teks yang dibacakan guru, siswa hendaknya
memiliki teks tertulis yang pada dasarnya sama dengan teks yang
dibacakan, kecuali untuk beberapa bagian yang telah dihilangkan.
Bagian-bagian yang harus dihilangkan itulah yang harus
didengarkan baik-baik, dan dituliskan selengkapnya. Bagian-bagian
itu telah dipilih berdasarkan suatu kriteria yang dianggap penting
untuk dijadikan bahan tes.

2.

Tes Cloze
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a. Pada format aslinya penghilangan kata-kata itu dilakukan secara
sistematis, dengan menggunakan rumus yang dikenal sebagai
penghilangan kata ke-n. Maksudnya, bahwa pada suatu teks yang
telah dipilih, kata yang ke-sekian (misalnya ke-5, ke-6, atau ke-7

14

dan sebagainya) dihilangkan dengan cara menghapuskannya,
sehingga meninggalkan suatu tempat kosong,
b. Tes cloze menghubungkan antar bagian dalam wacana merupakan
unsur yang penting. Untuk itu dibutuhkan wacana yang cukup
panjang, dan bukan sekedar kumpulan kalimat-kalimat lepas seperti
yang mungkin digunakan pada bentuk tes melengkapi,
c. Wacana

yang

utuh

dan

cukup

panjang

sekaligus

juga

memungkinkan penghilangan kata-kata dalam jumlah yang layak
untuk menyusun satu tes yang utuh, yang terdiri dari kira-kira 50
butir soal.
3. Tes Esai
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a) Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan
yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya
komprehensif,
a) Hendaknya soal-soal tes tidak mengambil kalimat-kalimat yang
disalin langsung dari buku atau catatan,
b) Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan
kunci jawaban serta pedoman penilaiannya,
c) Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara
“Jelaskan”, “Mengapa”, “Bagaimana”, “Seberapa jauh”, agar
dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan,
d) Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah dipahami oleh siswa,
e) Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki
oleh penyusun tes. Untuk itu pertanyaan tidak boleh terlalu
umum, tetapi harus spesifik.
4. Tes benar-salah
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a. Buatkanlah petunjuk cara mengerjakan soal benar-salah yang
sejelas-jelasnya,

15

b. Hindarkan pernyataan yang mengandung data yang meragukan
(bersifat

umum)

atau

sebaliknya

pernyataan

yang

menunjukkan jawaban yang dikehendaki,
c. Hindarkan pernyataan yang mengandung negatif/negatif
ganda,
d. Hindarkan pernyataan yang panjang-panjang dan kompleks,
e. Hindarkan

pernyataan-pernyataan

yang

masih

dapat

dipersoalkan,
f. Jumlah soal yang benar hendaknya disamakan dengan jumlah
soal yang salah,
g. Penempatan soal yang benar dan yang salah harus diatur secara
acak,
h. Setiap satu soal hanya mengandung satu gagasan
i. Setiap soal hendaknya berdiri sendiri, tidak bergantung pada
soal lainnya,
j. Hindarkan dengan pernyataan yang langsung mengutip kalimat
dari buku,
k. Gunakan bahasa yang baku,
l. Hindarkan

hal-hal

yang

kurang

perlu

atau

bersifat

teka-teki/tebak-tebakan untuk ditanyakan karena hal ini dapat
menjerumuskan pemikiran siswa,
m. Kalimat tanya, kalimat perintah hendaknya dihindarkan,
n. Hindarkan pernyataan yang berarti ganda atau lebih,
o. Bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan jenjang
pendidikan yang bersangkutan,
p. Apabila soal itu menanyakan pendapat, maka perlu disertakan
sumber yang mengemukakan pendapat itu.
5. Tes pilihan ganda
Dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda ada 4 hal pokok yang perlu
diperhatikan dan dipahami oleh para penulis soal. Empat hal itu adalah
penulisan dasar pertanyaan, pokok soal, pilihan jawaban, dan
bahasa/budaya.
16

a. Dasar pertanyaan/stimulus (bila ada atau diperlukan), syaratsyaratnya adalah:
1) Dasar pertanyaan harus dapat memberikan informasi yang
diperlukan guna menjawab pertanyaan,
2) Dasar pertanyaan yang berbentuk grafik, diagram, tabel, peta,
atau alat bantu lainnya harus diberi label atau tanda-tanda secara
jelas,
3) Dasar pertanyaan harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa
yang diuji,
4) Dasar

pertanyaan

yang

dipergunakan

harus

dipilih

bentuk/jenisnya yang paling tepat,
5) Alat bantu yang dijadikan dasar pertanyaan hendaknya dapat
memberikan keterangan yang singkat dan jelas,
6) Dasar pertanyaan harus dapat membantu proses komunikasi,
tidak menghambat/membuat bingung peserta ujian,
7) Dasar pertanyaan harus sesuai dengan tujuan yang hendak
ditanyakan atau sesuai dengan permintaan dalam rumusan
indikator,
8) Hindarkan kata ganti saya, kamu, dan lain sebagainya dalam
dasar pertanyaan yang dapat menyebabkan jawaban peserta ujian
tergantung pada situasi, latar belakang, dan pengalaman pribadi
setiap peserta ujian,
9) Hindarkan hal-hal yang dapat menyebabkan peserta ujian dapat
salah menginterpretasikan terhadap kata, ungkapan, gambar,
atau keterangan lainnya yang disajikan di dalam dasar
pertanyaan.
b. Pokok soal (stem), syarat-syaratnya adalah:
1) Pokok soal harus dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas,
2) Perumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan
pernyataan yang diperlukan saja,
3) Pokok soal tidak mengandung pernyataan yang bersifat negatif
ganda,

17

4) Pokok soal tidak mengandung ungkapan/pernyataan yang
bersifat tidak pasti,
5) Hindarkan penggunaan kata ganti saya, kamu, dan lain-lain
dalam pokok soal yang dapat menyebabkan jawaban peserta
ujian tergantung pada situasi, latar belakang, dan pengalaman
pribadi setiap siswa,
6) Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
c. Pilihan jawaban (option), harus memperhatikan dua hal yaitu kunci
jawaban soal dan pengecohnya:
1) Kunci jawaban:
a) Kunci jawaban harus benar-benar betul,
b) Untuk setiap soal hanya ada satu kunci jawaban,
c) Penempatan kunci jawaban (untuk satu perangkat tes) harus
disusun secara menyebar dan acak,
d) Hindarkan penggunaan kata, kelompok kata, ungkapan, atau
istilah yang sama persis dalam pilihan jawaban atau sama persis
dengan pernyataan yang ada pada akhir pokok soal,
e) Kunci jawaban soal atau butir soal tidak bergantung pada
jawaban soal sebelumnya.
2) Pengecoh (distracters):
a) Pengecoh harus homogen, logis, dan berfungsi,
b) Hindarkan pernyataan “semua jawaban salah/benar”,
c) Pengecoh

harus

disusun

atau

dirumuskan

relatif

sama

panjangnya, tingkat kerumitannya, dan susunan kalimat/katanya
dengan pola rumusan kunci jawaban,
d) Pengecoh/pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau secara kronologis.
d. Bahasa/budaya, syarat-syaratnya adalah:
1) Para penulis soal harus menggunakan dengan benar kaidah
bahasa Indonesia dalam penulisan soal, bentuk pilihan ganda,
terutama dalam hal struktur/tatabahasa dan pemakaian: kalimat,
kata, dan ejaan dalam soal,

18

2) Para penulis soal di dalam menulis soal perlu menghindarkan
penggunaan kata, kelompok kata, nama, atau gambar yang
diperkirakan dapat menyebabkan bias budaya dalam soal.
4. Tes Isian
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a. Tiap satu pernyataan yang berisi tempat kosong yang harus dijawab
siswa harus hanya berisi satu kemungkinan jawaban yang benar,
b. Kutipan dari buku yang bersifat verbatim hendaknya dihindari
karena hal itu akan menimbulkan sikap menghafal siswa tanpa
disertai pengertian,
c. Pemberian tempat kosong atau titik-titik hendaknya sama panjang
agar tidak menimbulkan penafsiran tertentu pada pihak siswa.
Titik-titik di tengah kalimat sebaiknya berjumlah empat, sedang di
akhir kalimat lima buah karena yang sebuah berlaku sebagai titik
akhir kalimat,
d. Tempat kosong sebaiknya tidak ditempatkan di awal kalimat
karena hal itu kurang mendorong lancarnya pemikiran siswa.
6. Tes Penjodohan
Prinsip penyusunannya adalah sebagai berikut :
a. Lingkup bahan yang akan diteskan dalam satu unit tes penjodohan
hendaknya bahan yang sejenis.
b. Butir-butir jawaban di lajur sebelah kanan harus pendek-pendek,
tidak bersifat tumpang tindih, satu butir jawaban hanya tepat
dihubungkan dengan satu pernyataan yang ada di lajur kiri,
c. Jumlah butir jawaban di lajur kanan hendaknya lebih banyak
daripada jumlah pernyataan di lajur kiri, misalnya 8 : 5,
d. Jumlah butir soal untuk satu unit tes penjodohan jangan terlalu
banyak atau sedikit karena hal itu akan menyebabkan tes menjadi
terlalu sulit atau terlalu mudah.
2.4.3. Langkah – langkah Pengembangan Tes Hasil
Belajar
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh
tes yang baik,yaitu:
19

Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan
kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan
dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
2.4.3.1.

Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik
hendaklah

berorientasi

kepada

peserta

didik,

bersifat

menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat dimengerti,
mengandung kata kerja yang jelas, serta dapat diamati dan dapat
di ukur.
2.4.3.2.

Menyusun kisi-kisi soal bertujuan untuk merumuskan setepat
mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi
penyusun tes.

2.4.3.3.

Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu
diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan
evaluasi, riteri, pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan tes,
serta ketersediaan dana dan kepraktisan.

2.4.3.4.

Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif
dapat diketahui melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan
berdasarkan berat ringannya beban penyeleaian soal tersebut

2.4.3.5.

Merencanakan banyak soal:

a. Merencanakan jadwal penerbitan soal
b. Penulisan soal
c. Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk
mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk
mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari
segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
d. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting
jika soal yang dibuat akan dibakukan.
e. Penganalisisan hasil uji coba.
f. Pengadministrasian soal

20

BAB III
RANCANGAN TES
3.1.

Rumusan Tujuan Pembelajaran

Tes kosakata ini mengunakan pendekatan pragmatik yang cara mengerjakannya
dituntut penggunaan kemampuan pragmatik, yaitu pemahaman wacana
berdasarkan penguasaan terhadap unsur-unsur kemampuan linguistik. Adapun
rumusan tujuan dari tes ini adalah:
3.2.1. Standar kompetensi:
Mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato
a. Kompetensi dasar:
Menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk
Paragraf argumentatif
b. Indikator:
1) Menggunakan kata penghubung (oleh karena itu dengan denikian, oleh
sebab itu, dll.) dalam paragraph argumentatif
2) Menggunakan kata baku, kata serapan dalam paragraf argumentatif
3.3.

Materi Tes kosa kata

Materi tes yang akan diujikan pada tes kosakata ini sebagai berikut:
3.3.1. Materi tes mengunakan kosakata yang tepat dalam paragraf
a. Menetukan makna kata
b. Penggunaan kata penghubung yang tepat untuk melengkapi kalimat
c. Penggunaan Ungkapan yang tepat untuk melengkapi kalimat
d. Kata berimbuhan yang tepat untuk melengkapi kalimat
e. Penggunaan kata serapan
f. Penggunaan kata baku
g. Penggunaan padanan kata
3.4.

Bentuk Tes

a. Jenis tes : Cloze tes

21

Cloze merupakan bentuk tes bahasa yang tidak secara khusus terkait dengan
salah satu aspek kemampuan berbahasa atau komponen bahasa. Maksudnya,
Kemampuan untuk mengenali dan mengembalikan kata-kata yang telah
dihilangkan itu secara tepat, menunjukkan tingkat kemampuan berbahasa,
dan yang merupakan sasaran tes cloze. Jadi, penghilangan kata-kata dari
suatu wacana tulis merupakan ciri khas pokok dari tes cloze.
b. Bentuk tes : tes Objektif – Pilihan ganda 10 soal
3.5.

Kisi-kisi

Satuan pendidikan

: SMA

Program/Jurusan

: IPS/IPA

Bidang Studi

: Bahasa Indonesia

Kurikulum

: KTSP

Standar Kompetensi

: Mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf
dan teks pidato

Kelas/Semester

: X (sepuluh)/Genap

Alokasi Waktu

: 20 Menit

Jumlah soal

: 10 Pilhan Ganda

Kompetensi Dasar
1. Menulis gagasan
untuk

mendukung

suatu

pendapat

Indikator soal
 Siswa
lengkapi

Ranah

tes

Kognitif
C2

dapat
paragraf

dengan

dalam bentuk

penghubung

Paragraf

kalmat

argumentatif

Bentuk

 siswa

kata

Pilihan
ganda

antar
dapat

C2

menemukan makna
kata
 siswa

dapat

C2

menemukan
padanan kata yang
tepat

C2
22

 siswa

dapat

2.Menulis gagasan

menggunakan kata

untuk meyakinkan

baku

atau mengajak

serapan

pembaca

tepat

bersikap atau

dan

kata
dengan
C2

 siswa

dapat

melakukan

melengkapi

sesuatu dalam

paragraf

bentuk paragraf

kata

persuasif

antar klausa

dengan

penghubung

 siswa

C2
dapat

memilih ungkapan
yang tepat untuk
mengisi

teks

rumpang
3.6.

Komponen Tes

Komponen tes atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas :
a. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang
harus dikerjakan oleh siswa.
b. Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilaian bagi
testee untuk mengerjakan tes.
c. Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki.
d. Pedoman penilaian, berisi rancangan perincian tentang skor atau angka yang
diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan

23

BAB IV
WUJUD TES
4.1.

Identifikasi Tes

Tes ini adalah tes kosakata dengan pendekatan pragmatik. Tes ini diajukan
untuk kelas X (sepuluh) semester genap.
4.2.

Petunjuk Tes

Jawablah soal di bawah ini dan berilah tanda silang (x) pada jawaban yang
tepat! (siswa diberi soal pilihan ganda yang terdiri dari 10 soal)
4.3.

Soal

Jawablah soal di bawah ini dan berilah tanda silang (x) pada jawaban yang
tepat!
1. Bacalah paragraf berikut untuk soal No 1dan 2!
Humor atau lelucon merupakan kennyataan universal karena digunakan
oleh setiap orang. Dalam komunikasi, lelucon dapat berfungsi

sebagai

bumbu percakapan. Dalam suasana kaku, lelucon berfungsi sebagai
pemecah ketegangan. Dalam konteks sosial politik, lelucon berfungsi untuk
kontrol sosial. Surat kabar, majalah, atau buletin sering memunculkan
gambar komikal lucu ... menyampaikan keritik kepada pihak tertentu.
Dalam dunia pendidikan, humor digunakan sebagai variasi pembelajaran
untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran itu. ... adakalanya
lelucon juga mengundang kemarahan .... seseorang tersinggung karena
olok-olok temannya, maka dapat dikatakan sesungguhnya lelucon dapat
diibatkan bilah pisau bermata dua.
Kata penghubung yang tepat untuk melengkapi paragraf tersebut adalah...
a. Untuk, lagi pula, atau
b. Sebagian, meskipun, dan
c. Dari, tetapi, serta
d. Untuk, namun, ketika
e. Untuk, atau, serta.

24

2. Makna kata Variasi pada paragraf di atas adalah ...
a. Selingan
b. Bentuk
c. Perubahan rupa
d. Tambahan
e. Model
3. Bacalah teks berikut dengan cermat!
“Tidak sempat” adalah alasan yang paling sering dikemukan oleh orang
yang malas berolahraga. ... hal ini tidak berlaku untuk semua orang. Mereka
yang sibuk masih tetap berolahraga. ..., kata “tidak sempat” jangan
dijadikan alasan untuk malas berolahrga.
Kata penghubung antarkalimat yang tepat untuk melengkapi paragraf
tersebut adalah ...
a. Oleh karena itu, dengan demikian
b. Meskipun demikian, hanya saja
c. Oleh karena itu, selain itu
d. Dengan demikan, mungkin saja
e. Akan tetapi, oleh karena itu
4. Padanan kata bercetak miring yang sesuai dengan konteks bacaan nomor 3
adalah ...
a. Lalai
b. Enggan
c. Tidak suka
d. Alfa
e. Sungkan
5.

Cermati paragraf berikut! Untuk soal nno 5 dan 6
Campur bahan hingga merata dan simpan dalam bejana kaca yang tertutup
rapat. ... ambil 1/5 bagian scub. Kemudian masukan ke dalam sebuah
mangkuk dangkal. Campur bahan dengan minyak almond sampai menjadi
pasta. Oleskan scrub tadi di seluruh tubuh sambil dipijat dengan lembut.
Berikan perhatian khusu pada area kulit kering ... keras deperti sikut, lutut,
tumit. Bersihkan sisa-sisa scrub ... merendam atau menyiram.

25

Kata penghubung yang tepat untuk melengkapi paragraf tersebut adalah...
a. Karena itu, juga, bila
b. Sebab itu, atau, supaya
c. Selain itu, serta, jika
d. Sementara itu, atau, sehingga
e. Setelah itu, dan, sebelum
6. Cermati pargraf berikut!
Ekosistem di sejumlah kawasan wisata Taman Nasional Bunaken (TLNB)
di Manado, Sulawesi utara, keindahannya sudah kesohor sejad raya. Saat ini
tempat ini terancam rusak. Pasalnya, sampah yang semakin hari semakin
numpuk dari sejumlah muara sungai yang sengaja dibuang oleh orang yang
tidak bertanggung jawab di kota Manado, mengalir ke Teluk Manado.
Akibatnya karang laut yang indah bersama pemandangan di dalam laut yang
tidak kalah menakjubkan itu dikuatirkan akan punah. Tidak Cuma itu, objek
wisata ini akan sepi dari pengunjung.
Perbaikan kata bercetak miring (tidak baku) dalam paragraf tersebut
adalah..
a. Menumpuk, dikhawatirkan, hanya
b. Bertumpuk, dikuatirkan, cuman
c. Ditumpuk, khawatir, hanya
d. Bertumpuk, khawatir, cuman
e. Ditumpuk, khawatir, hanya
7. Cermati paragraf berikut!
Mencegah urbanisasai merupakan persoalan pelik ... untuk jangka panjang
kita harus berani menghubungkan kebijakan pembangunan kita. Sangatlah
perlu mengurangi kesenjangan keseimbangan kota ... desa.
Kata penghubung untuk melengkapi paragraf tersebut adalah...
a. Tetapi, atau
b. Karena, bahkan
c. Sehingga, dan
d. Agar, dan
e. Juga, serta

26

8. Cermati bacaan berikut!
Akhir-akhir ini grup band asal Korea sedang digandrungi oleh para remaja
di dunia. Grup band tersebut juga menggelar konser di Jakarta untuk
mempromosikan album terakhirnya. Remaja di Jakarta menyambutnya
dengan penuh antusias karena grup band itu memang sedang ... Banyak
remaja yang menonton konsernya terpukau oleh penampilan mereka.
Ungkapan yang tepat untuk melengkapi paragraf tersebut adalah ...
a. Jantung hati
b. Jatuh hati
c. Anak emas
d. Naik daun
e. Buah bibir
9. Cermati paragraf berikut
Kita sudah tidak asing lagi mendengar pemain sepak bola mancanegara
mendapat gaji sangat tinggi. Bahkan, akhir-akhir ini terdengar berita yang
sangat ... dunia olahraga bahwa ada seorang pemain musim panas yang
pindah tim dengan harga hampir satu triliun. Pemain sepak bola tersebut
sangat bangga dengan ... ke salah satu klub besar tersebut. Hal ini membuat
dia bermain lebih baik lagi untuk ... potensinya dalam memainkan si kulit
bundar.
Kata berimbuhan yang tepat untuk melengkapi paragraf di atas adalah...
a. Dikejutkan, berpindah, berkembang
b. Dikejutkan, berpindahnya, berkembangnya
c. Mengejutkan, kepindahannya, mengembangkan
d. Mengejutkan, dipindahkannya, dikembangkan
e. Terkejut, dipindahkan, perkembangan
10. Cermati paragraf berikut!
Kesuksesan orang tidak datang begitu saja ... seseorang akan maju bila mau
bekerja keras. Hal ini terlihat dari ... yang tidak dilakukannya. Disamping
itu ia harus berani melakukannya.
Kata serapan yang tepat untuk melengkapi paragraf tersebut adalah...
a. Karier, aktivitas, motivator
b. Karier, aktivitas, inovasi
27

c. Karier, aktivis, inovasi
d. Karir, aktifitas, inovatif
e. Karir, aktipitas, motivasi
4.4.

Lembar jawaban

Berikut lemabar jawaban siswa

Lembar Jawaban
Mata Pelajaran

: ....................................................................

Hari/tanggal

: ....................................................................

Nama

: ....................................................................

Kelas

: ....................................................................

N0
1

A

B

C

D

E

2
3
4
5
6
7
8
9
10

28

4.5.

Cara Penilaian

Adapun cara penilaian tes ini adalah setiap soal skornya 1. Soal dalam tes ini
sebanyak 10 maka skor maksimalnya 10.
4.6.

Kunci Jawaban

N

Jawaban

o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

D
A
E
B
E
A
C
D
C
B

REKOMENDASI

29

Tes ini menggunakan pendekatan pragmatik. Tes ini baik dan cocok
dilakukan sebab peserta didik dituntut kemampuan pragmatik, yaitu pemahaman
wacana berdasarkan penguasaan terhadap unsur-unsur kemampuan linguistik
(dalam bentuk penguasaan bunyi bahasa, tata bahasa, kosakata dan lain-lain) serta
kemampuan ekstra linguistik (dalam bentuk pengetahuan tentang latar belakang isi
dan pokok bahasan wacana).
Tes ini cocok digunakan untuk siswa kelas siswa kelas X semester II.
Karena terdapat kesesuaian antara kompetensi dasar, standar kompetensi, dan
indikator.

DAFTAR PUSTAKA

30

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Reneke Cipta.
Djiwandono, Soenardi M. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.
Linn, Robert L. and Norman E. Gronlund. Measurement and Assessment in
Teaching. London : Prentice-Hall, Inc., 1995.
Lado, Robert. (1961). Language Testing. London: Longman Group Limited.
Heaton, J.B. 1989. Writing English Language Tests. London : Longman.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi
Ketiga. Cet. Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Oller, Jr, John W.1979. Language Tests at School. Longman : University of New
Mexico Albuquerque, 1979.
Subino. 1987. Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan
Pengukuran). Jakarta : Depdikbud
Wirasasmita, Sutardi. 1998. Tehnik Penyusunan dan Analisis Tes Prestasi Belajar
dengan Pengembangan Tes Prestasi Belajar Bahasa Indonesia. Bandung:
IKIP.

31