Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pajak

Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pengusaha
Dalam Membayar Pajak
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Akhir Semester (UAS) Matakuliah Kadeham
Semester GanjilTahun Akademik 2013/2014

Disusun oleh
Kelompok : 7
Nadia Khairina / 052.0013.00050
Puti Larasati / 052.0013.00054
Putri Suhardi / 052.0013.00055
Rini Yulia Siregar / 052.0013.00056
Sarah Chairunnisa / 052.0013.00060
Siti Rayani / 052.0013.00064
Dosen :
Drs. K. Satata, SH.MM

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
anugerah yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pengusaha dalam Membayar Pajak”
ini.
Serta ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada :
1. Bapak Drs. K. Satata, SH.MM selaku dosen matakuliah KADEHAM kami
yang senantiasa membimbing kami dalam pengerjaan hingga penyelesaian
makalah ini.
2.

Serta tak lupa kami haturkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu
tetapi tidak mengurangi rasa hormat kami.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam diri

penulis yang menyebabkan makalah ini kurang sempurna. Maka dari itu, penulis
menerima kritik dan saran yang membangun, yang diharapkan sebagai jembatan agar

dapat membuat karya tulis dengan lebih baik dan maksimal dimasa mendatang.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf,
penulis berharap agar karya tulis ini dapat menjadi sumber refrensi bagi pihak yang
membutuhkan.

Jakarta, Oktober 2013

Tim Penyusun

Page | 2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL................................................................................................... 4
BAB I

BAB II

BAB III


PENDAHULUAN........................................................................... 5
1.1

LATAR BELAKANG......................................................... 5

1.2

TUJUAN PENULISAN....................................................... 6

1.3

METODE PENGUMPULAN DATA.................................. 6

1.4

LANDASAN TEORI........................................................... 6

1.5


SISTEMATIKA................................................................... 7

PERMASALAHAN......................................................................... 8
2.1

IDENTIFIKASI MASALAH............................................... 8

2.2

PEMBATASAN MASALAH.............................................. 8

2.3

RUMUSAN MASALAH..................................................... 8

PEMBAHASAN.............................................................................. 9
3.1

DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN................................. 9


3.2

DEFINISI PAJAK................................................................ 9

3.3

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK......................... 10
3.3.1. HAK-HAK WAJIB PAJAK..................................... 10
3.3.2. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK................................ 10

3.4

DESKRIPSI HAK DAN KEWAJIBAN PAJAK................. 11

3.5

HAK DAN KEWAJIBAN PKP........................................... 14
3.5.1. HAK PENGUSAHA KENA PAJAK...................... 14
3.5.2. KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK.....


3.6

17

JENIS-JENIS PAJAK............................................................ 21
3.5.1. BERDASARKAN SISTEM PEMUNGUTAN........ 21
3.5.2. BERDASARKAN LEMBAGA PEMUNGUTAN... 21
3.5.3. BERDASARKAN SUBJEK PAJAK....................... 22
3.5.4. BERDASARKAN ASALNYA................................ 22
3.5.5. BERDASARKAN TARIF PAJAK.......................... 23

3.7

MANFAAT PAJAK............................................................ 24

3.8

SANKSI PELANGGARAN PAJAK................................... 24

3.9


KASUS PENYELEWENGAN PAJAK............................... 27
Page | 3

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 37
4.1

KESIMPULAN..................................................................... 37

4.2

SARAN................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 40

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1

Tarif Pajak Proporsional.................................................................. 23


Tabel 3.2

Tarif Pajak Degresif......................................................................... 23

Tabel 3.3

Tarif Pajak Progresif........................................................................ 24

Page | 4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Dalam tiap-tiap masyarakat, selalu ada hubungan antara manusia dengan
manusia, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya, yaitu hukum. Hukum
mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji /
upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk
bekerja.

Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh
penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian
kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan
kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki
gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang
kepada negara.
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari
sumber lain. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan
penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam
struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk
meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara.
Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang,
penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak
lainnya.
Dalam

kasus-kasus


lain

yang

merupakan

kasus

penyelewengan/

penggelapan pajak, pemerintah harus sesrius dalam menanganinya, sehingga
tidak ada lagi oknum-oknum yang berani melakukan penggelapan pajak.
Dalam hal ini, makalah ini akan membahas tentang penyelewengan hak dan
kewajiban para pengusaha dalam membayar pajak. Disini akan di kemukakan
fakta-fakta yang ada tentang kasus penyelewengan /penggelapan pajak oleh
para pengusaha yang ada di Indonesia
Page | 5

1.2


TUJUAN PENULISAN


Memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester
(UAS) Matakuliah Kadeham Semester Ganjil Tahun Akademik
2013/2014.



Menjabarkan apa saja Hak dan Kewajiban dalam membayar pajak.



Mengungkap apa saja masalah penyelewengan pajak oleh pengusaha
yang terjadi di Indonesia.



Mengetahui bangaimana proses hukum serta sanksi yang di berikan
kepada tindak penyelewengan pajak.

1.3

METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam mengumpulkan data untuk makalah ini, kami mencari referensi
dari berbagai sumber terpercaya yang ada di internet dan juga media massa.

1.4

LANDASAN TEORI
1. Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor
16 Tahun 2009.
2. Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak sebagai identitas Wajib Pajak
(PKP) Dasar : Pasal 2 Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang
KUP.
3. Undang - Undang nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
4. Undang - Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
5. Perubahan atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
6. Pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
7. Pengajuan Banding Pajak pada pasal 27 Undang-undang Nomor 6
tahun 1983 diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994.

Page | 6

1.5

SISTEMATIKA
Tema

: Hak dan Kewajiban Warga Negara

Judul

: Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pengusaha dalam
Membayar
Pajak

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2

Tujuan Penulisan

1.3

Metode pengumpulan data

1.4

Landasan Teori

1.5

Sistematika

PERMASALAHAN
2.1

Identifikasi Masalah

2.2

Pembatasan Masalah

2.3

Rumusan Masalah

PEMBAHASAN
3.1

Definisi Hak dan Kewajiban

3.2

Definisi Pajak

3.3

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

3.4

Deskripsi Hak dan Kewajiban Pajak

3.5

Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP)

3.6

Jenis-Jenis Pajak

3.7

Manfaat Pajak

3.8

Sanksi Pelanggaran Pajak

3.9

Kasus Penyelewengan Pajak

KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan

4.2

Saran

Page | 7

BAB II
PERMASALAHAN
2.1

IDENTIFIKASI MASALAH
`

Melihat maraknya kasus dalam penanganan pajak, maka kami

mengambil beberapa masalah berdasarkan pada :
1. Lemahnya penegakkan hukum di Indonesia, terutama penegakkan
hukum wajib pajak.
2. Banyaknya kasus penyelewengan pajak yang di lakukan oleh
pengusaha.
3. Belum tegasnya proses peradilan dan realisasi sanksi yang di
berikan dalam penyelesaian kasus penyelewengan pajak.
2.2

PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, kami membahas permasalahan mengenai
penyelewengan hak dan kewajiban warga negara. Kami bermaksud
memberikan batasan-batasan untuk menciptakan fokus pembahasan
masalah yang lebih akurat. Batasan masalah yang dibahas hanya sebatas
penyelewengan hak dan kewajiban di kalangan pengusaha di Indonesia.

2.3

RUMUSAN MASALAH
1. Apa hak dan kewajiban warga negara dalam membayar pajak?
2. Apa hak dan kewajiban Pengusaha dalam membayar pajak?
3. Apa manfaat pajak?
4. Apa kasus penyelewengan pembayaran pajak oleh pengusaha yang
telah terjadi?
5. Bagaimana proses hukum tindak penyelewengan pajak?
6. Apa

sanksi

yang

di

berikan

dalam

penyelesaian

kasus

penyelewengan pajak?

Page | 8

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang
semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat di
hilangkan oleh pihak manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara
paksa olehnya.
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya
dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat di hilangkan
oleh pihak manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh
yang berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan Kewajiban adalah
Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh
Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun
pengertian penduduk menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang
bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili)
dalam wilayah negara itu.
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang.
Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak
warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani
kehidupannya.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan
cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara
harus tahu hak dan kewajibannya. Wujud Hubungan Warga Negara dengan
Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa
peranan (role).

3.2

DEFINISI PAJAK
Pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib
Page | 9

membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung. Sedangkan menurut
Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.
3.3

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
3.3.1. HAK-HAK WAJIB PAJAK
Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau
membebaskan diri dari

ketetapan pajak, apabila ada kesalahan

tulis, kesalahan menghitung tarif atau kesalahan dalam
menentukan dasar penetapan pajak.
2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat
terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.
3.

Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak,
apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak
dipenuhi.

4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah
bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun
berikutnya.
5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada
petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan
rahasia perusahaan/pembukuan sehingga menimbulkan kerugian
pada wajib pajak.
3.3.2. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat
orangnya.
Misalnya : Semua orang atau badan hukum yang berdomisili di
Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.
2. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat
pada hal-hal yang dikenakan pajak.
Misalnya : Orang atau badan hukum yang memenuhi kewajiban
pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang
Page | 10

memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya
kendaraan bermotor dan sebagainya.
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan
pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan
memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah
menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya.
b. Menandatangani sendiri SPT itu.
c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka
waktu yang telah ditentukan.
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang
telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap
wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak,
dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau
pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
3.4

DESKRIPSI HAK DAN KEWAJIBAN PAJAK
Hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan
adalah sebagai berikut :
1. Hak Untuk Mendapatkan Pembinaan Dan Pengarahan Dari Fiskus
Hak ini merupakan konsekuensi logis daru sistem self assessment
yang

mewajibkan

Wajib

Pajak

untuk

menghitung,

memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Untuk dapat
melaksanakan sistem tersebut tentu hal dimaksud merupakan
prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada.
2. Hak Untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)
Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka
waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
3. Hak Untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT
Wajib

Pajak

dapat

mengajukan

permohonan

penundaan
Page | 11

penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasanalasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.
4. Hak Untuk Menunda Atau Mengangsur Pembayaran Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau
pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis
disertai alasan-alasannya. Penundaan ini tidak menghilangkan
sanksi bunga.
5. Hak Memperoleh Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat
mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi. Setelah
melalui proses pemeriksaan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB).
6. Hak Mengajukan Keberatan Dan Banding
Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah
diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di mana WP terdaftar. Jika Wajib Pajak
tidak puas dengan keputusan keberatan Wajib Pajak dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan
adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Untuk Mendaftarkan Diri
Pasal 2 Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib
Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Kewajiban Mengisi Dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam
bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib
Page | 12

Pajak terdaftar.
3.

Kewajiban Membayar Atau Menyetor Pajak
Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara
melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat
pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Kewajiban Membuat Pembukuan Atau Pencatatan
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia
diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan
pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan

kegiatan

usahanya

atau

pekerjaan

bebas

yang

diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban Menaati Pemeriksaan Pajak
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan
dalam

rangka

pemeriksaan

pajak,

misalnya

Wajib

Pajak

memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh; memberi kesempatan atau memasuki tempat ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh
pemeriksa pajak.
6. Kewajiban Melakukan Pemotongan Atau Pemungutan Pajak
Wajib

Pajak

yang

bertindak

sebagai

pemberi

kerja

atau

penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran
yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai
dengan prinsip withholding system.
7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak
Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk
setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur
Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak
yang dilakukan oleh PKP.
Page | 13

3.5

HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
Pengusaha adalah orang perorang atau badan hukum dalam bentuk
apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
menghasilkan barang, pengimpor barang, pengekspor barang, melakukan
usaha jasa atau memanfaatkan jasa. Pengusaha dapat berbentuk usaha
perorangan atau badan yang dapat berupa PT (Perseroan Terbatas),
Persekutuan Comanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun.
Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
barang kena pajak atau jasa kena pajak berdasarkan Undang-undang.
Pengusaha kecil tidak termasuk pengusaha kena pajak kecuali pengusaha
kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
Pengusha kecil, batasannya didasarkan atas jumlah omset dalam satu tahun.
Bila pengusaha kecil dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak, maka hak
dan kewajibannya seperti pengusaha kena pajak lainnya.
Pada dasarnya pengusaha kena pajak merupakan subyek pajak pertambahan
nilai.
Pengusaha kena pajak terdiri atas:
1. Pengusaha kena pajak yang otomatis yaitu pengusaha yang
melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak atau mengekspor
barang kena pajak.
2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi pengusaha
kena pajak.

3.5.1.

HAK-HAK PENGUSAHA KENA PAJAK
Hak-hak pengusaha kena pajak antara lain :
1. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan.
a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan
dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.Pajak
masukan yang telah dibayar oleh pengusaha kena pajak
pada waktu perolehan atau impor barang kena pajak dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran pada waktu penyerahan
barang atau jasa kena pajak.
b. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar
dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan pajak
Page | 14

pertambahan nilai yang harus dibayar oleh pengusaha kena
pajak ke Kas Negara.
c. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dikompensasikan pada masa pajak berikutnya.
d. Apabila dalam suatu masa pajak pengusaha kena pajak di
samping melakukan penyerahan yang tentang pajak, juga
melakukan penyerahan yang tidak tentang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembuktiannya maka jumlah
pajak yang dikreditkan adalah pajak masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang tentang pajak.
e. Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena pajak di
samping melakukan penyerahan yang tentang pajak, juga
melakukan penyerahan yang tidak tentang pajak,
sedangkan pajak masukan yang tentang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak yang
dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman yang
ditetapkan oleh menteri keuangan.
f. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh
pengusaha yang kena pajak penghasilan adalah
menggunakan norma penghasilan netto sebagaimana
pedoman penghitungan pengkreditan pajak yang ditetapkan
menteri keuangan. Menteri keuangan dapat melimpahkan
wewenang untuk menetapkan pedoman penghitungan
pengkreditan pajak masukan kepada Direktorat Jendral
Pajak.
g. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang
sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya
selambat-lambatnya bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Ketentuan
ini memungkinkan pengusaha kena pajak untuk
Page | 15

mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam
masa pajak yang tidak sama, yang disebabkan oleh faktur
pajak terlambat diterima dan hanya dapat dilakukan bila
tidak melampaui bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
buku yang bersangkutan.
2. Kompensasi dan Restitusi
Apabila setelah dilakukan penghitungan ternyata terdapat
kekeliruan pembayaran pajak, maka:
a. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan masih
mempunyai hutang pajak, kelebihan pembayaran pajak
tersebut dapat dikompensasikan/ diperhitungkan dengan
hutang pajaknya.
b. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan tidak
mempunyai hutang pajak, maka kelebihan pembayaran
pajak itu dapat dimintakan pengembaliannya atau restitusi.
c. Kelebihan pembayaran pajak yang akan dikembalikan
apabila ada permohonan dari wajib pajak dan Dirjen Pajak
setelah melakukan pemeriksaan akan
menerbitkan surat ketetapan lebih bayar selambatlambatnya dua bulan sejak surat permohonan diterima
kecuali kegiatan ditentukan lain.
d. Dalam hal surat ketetapan lebih bayar terlambat diterima,
maka pada wajib pajak diberi imbalan bunga sebesar 2%
per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai
diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.
3. Keberatan dan Banding
a. Keberatan
Dasar hukum untuk pengajuan keberatan pajak
pertambahan nilai adalah pasal 25 dan pasal 26 Undangundang Nomor 6 tahun 1983 diubah dengan Undangundang Nomor 9 tahun 1994.
Wajib pajak dapat melakukan keberatan pada Dirjen Pajak
melalui kepala kantor pelayanan pajak atas:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Page | 16

2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
4) Surat Ketetapan Pajak Kurang Nihil.
5) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan perpajakan
yang berlaku.
b. Banding
Dasar hukum untuk pengajuan banding pajak pertambahan
nilai adalah pasal 27 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994.
Permohonan banding diajukan pada Badan Peradilan Pajak
oleh wajib pajak yang merasa tidak puas atas keputusan
dari Kepala Kantor Pajak. Apabila pengajuan keberatan
atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga 2% sebulan selamalamanya dua puluh empat bulan.
3.5.2.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK
1. Pelaporan Usaha
Semua pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak.
Pelaporan pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan
dengan permintaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP adalah :
a. Untuk wajib pajak perorangan
 Foto copy KTP atau SIM atau Kartu Keluarga
 Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat
usaha.
b. Untuk wajib pajak badan usaha
 Foto copy akte pendirian.
 Foto copy KTP salah seorang pengurus
 Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat
ijin usaha dari instansi yang berwenang.
Page | 17

Pelaksanaan pelaporan harus dilakukan:
a. Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
b.

Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan
pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.

2. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha kena pajak karena penyerahan barang atau jasa kena
pajak.
Dalam hal impor barang, faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea
Cukai. Ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak adalah :
a. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap
penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena faktur
pajak merupakan bukti yang menjadi sarana
pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
b. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada
pembeli barang kena pajak yang sama selama sebulan
takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang
diserahkan pada pembeli yang sama disebut Faktur
Pajak Gabungan, serta tidak memerlukan ijin Dirjen
Pajak.
c. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan
barang, maka faktur pajak dibuat setelah pembayaran.
d. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian dan
tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen
Pajak.
e. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan
tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena
pajak yang meliputi:

Page | 18

 Nama, alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib
pajak dan nama pembeli barang kena pajak atau jasa
kena pajak.
 Macam, jenis, harga dan potongan harga.
 Pajak pertambahan nilai yang dipungut.
 Tanggal penyerahan atau pembayaran.
 Nomor dan tanggal pembuatan faktur pajak.
 Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak
menandatangani faktur pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk
mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak
harus benar baik secara formal maupun material. Faktur pajak
yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan
pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan. Faktur pajak yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan disebut dengan “Faktur Pajak Standar”
3. Nota Retur
Dalam hal barang kena pajak yang diserahkan ternyata
dikembalikan (diretur) oleh pembeli, maka harus dibuat nota
retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang diretur dapat
dikurangkan terhadap:
a. Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha kena
pajak.
b. Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal pajak
masukan atas barang kena pajak yang dikembalikan
tersebut telah dikreditkan.
c. Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal pajak atas
barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah
dibebankan dalam harga perolehan harta tersebut.
4. Pembukuan
Pengusaha kena pajak sebagai wajib pajak diwajibkan membuat
pembukuan segala kegiatan usahanya, kecuali mereka yang

Page | 19

dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
sebenarnya.
5. Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa
Penyetoran PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank
yang ditunjuk untuk menerima setoran pajak.
Ketentuan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai :
a. Disetorkan selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
b.

Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat
pembayaran bea masuk.

c. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea
Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak.
d. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambatlambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.
e. PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri
oleh pengusaha kena pajak sebelum surat perintah
pengeluaran barang.
Surat pemberitahuan masa adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak terhutang
dalam suatu masa pajak. Surat Pemberitahuan masa pajak PPN
berfungsi sebagai sarana bagi pengusaha kena pajak untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah PPN dan pajak penjualan atas barang mewah yang
sebenarnya terhutang.
Tempat, cara dan saat penyampaian SPT masa PPN adalah
sebagai berikut :
 Tempat pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor
Pelayanan Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan tempat
lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
Page | 20

 Tempat penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor
Pelayanan Pajak di tempat pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP.
Cara penyampaian SPT masa PPN adalah :
a. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima
tanda terima.
b. Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro,
dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal
penerimaan SPT.
3.6

JENIS-JENIS PAJAK
3.6.1. BERDASARKAN SISTEM PEMUNGUTANNYA
1. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain atau orang
lain
Contoh Pajak Langsung :
 Pajak Penghasilan (PPh)
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 Pajak Tidak Langsung
2. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya bisa
dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh Pajak Tidak langsung :
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
 Bea Materai
 Cukai
 Bea Impor
 Ekspor
3.6.2. BERDASARKAN LEMBAGA PEMUNGUTAN
1. Pajak Pusat
Page | 21

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
yang pemungutan didaerah dilakukan oleh kantor pelayanan pajak.
Pajak yang termasuk pajak Pusat :
 Pajak Penghasilan (PPh)
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
 Bea Materai
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
 Pajak Migas
 Pajak Ekspor
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan
dilakukan pemerintah daerah.
Contoh Pajak Daerah :
 Pajak Kendaraan Bermotor
 Pajak Reklame
 Pajak Tontonan
 Pajak Radio
 Pajak Hiburan
 Pajak Hotel
 Bea Balik nama
3.6.3. BERDASARKAN SUBJEK PAJAK
1. Pajak Perseorangan
Pajak Perseorangan yaitu pajak yang harus dibayar oleh diri wajib
pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Badan
Pajak Badan yaitu pajak yang harus dibayar oleh badan atau
organisasi. Contohnya pajak atas laba perusahaan.
3.6.4. BERDASARKAN ASALNYA
1. Pajak Dalam Negeri
Page | 22

Pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap warga Negara
Indonesia) yang tinggal di Indonesia.
2. Pajak Luar Negeri
Pajak yag dipungut terhadap orang – orang asing yang mempunyai
penghasilan di Indonesia.
3.6.5. BERDASARKAN TARIF PAJAK
1. Tarif Pajak Proporsional (Sebanding)
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%)
yang tetap, berapapun jumlah yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak.
Tabel 3.1 Tarif Pajak Proporsional
Jumlah Nilai
Penyerahan
Barang/Jasa
200,000
300,000
1,000,000

No
1
2
3

Tarif Pajak (%) Besarnya Pajak
10%
10%
10%

20,000
30,000
100,000

2. Tarif Pajak Degresif (Tarif Pajak dengan Presentase semakin
Menurun)
Tarif pajak dengan menggunakan presentase (%) yang menurun
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak
Tabel 3.2 Tarif pajak Degresif
No
1
2
3
4

Jumlah Nilai Penyerahan
Tarif Pajak (%) Besarnya Pajak
Barang/Jasa
100,000
10%
10,000
300,000
8%
24,000
500,000
6%
30,000
700,000
5%
35,000

3. Tarif pajak Progresif
Tarif pajak dengan presentase yang semakin naik dengan semakin
besarnya jumlah yang dikenakan pajak.
Tabel 3.3 Tarif Pajak Progresif
Page | 23

No
1
2
3
4
5
3.6

Lapisan Kena Pajak
Sampai dengan Rp25 juta
Diatas Rp25 Juta s/d Rp50 Juta
Diatas Rp50 Juta s/d Rp100 juta
Diatas Rp100 juta s/d Rp200 juta
Diatas Rp200 Juta

Tarif Pajak (%)
5%
10%
15%
25%
35%

MANFAAT PAJAK
Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
Jadi hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini
tidak dapat kita rasakan secara langusng. Karena prestasi yang diberikan
oleh pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan
umum yang manfaatnya baru dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti
sekolah-sekolah negeri, sekolah gratis, biaya kesehatan murah dan
sebagainya.
Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak
sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam
membiayai rumah tangga negara dan pembangunan negara.

3.7

SANKSI PELANGGARAN PAJAK
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena
pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam
rangka

pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib

Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap
Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan
maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan
sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan ramburambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur
pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka
ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut
adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Page | 24

Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami
sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa
yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan
gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai
sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi
perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan, yaitu :
1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari :
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak
ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya
denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase
dari

jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari

jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan
ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga
dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya
alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam
tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi
administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan
besarnya denda.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas
pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih
besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu
menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima
dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga
utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan
bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk
(bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam
Page | 25

ketentuan

pajak

tidak

dihitung

berdasarkan

bunga

majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok
pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib
Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar
sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak
yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat
ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya
adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada
dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain,
bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak
dihitung secara harian.
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi
berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh
wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut,
jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat
ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung
dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang
tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya
dikenakan

karena

Wajib

Pajak

tidak

memberikan

informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung
jumlah pajak terutang.
2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan
umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU
KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana
merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam
pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak
yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB
Page | 26

tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT
atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran
dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang
perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu
tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan
kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan
dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini
dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak,
berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini
disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen
perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang
terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi
pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai
hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat
juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan
sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada.
3.8

KASUS PENYELEWENGAN PAJAK
A. Kasus pajak PT Mutiara Virgo oleh Dhana Widyatmika
Kasus :

Menerima gratifikasi
Page | 27

Menurut majelis hakim, Dhana terbukti melakukan tiga perbuatan
pidana. Pertama, menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75
miliar berkaitan dengan kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo.
Dhana bersama rekannya, Herly Isdiharsono, mengurus penyelesaian
pajak kurang bayar PT Mutiara Virgo tahun pajak 2003 dan 2004.
Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya
membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar. Pada 11 Januari
2006, Herly mentransfer uang Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana, lalu
Dhana mentransfer Rp 1,4 miliar ke rekening Nenny Noviadini. Sisa
Rp 2 miliar digunakan Dhana. Adapun Herly ikut dijadikan tersangka
dalam kasus ini. "Selain itu, Dhana dianggap terbukti menerima cek
perjalanan Bank mandiri senilai Rp 750 miliar yang dianggap
gratifikasi," kata hakim.
Melakukan Pemerasan
Kedua, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pemerasan
terhadap PT Kornet Trans Utama. Sebagai ketua tim pemeriksa
khusus wajib pajak PT Kornet, Dhana dan rekannya Salman Magfiron
meminta kepada PT Kornet Trans Utama agar mau memberikan uang
Rp 1 miliar supaya dibantu menurunkan kurang bayar pajak PT
Kornet sebesar Rp 3,2 miliar. "Akan tetapi, PT Kornet tidak bersedia
sehingga diperhitungkan nilai kurang bayar pajak Rp 3,9 miliar.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud menguntungkan diri
sendiri, orang lain, dengan melawan hukum," kata hakim Sudjatmiko.
Pencucian Uang
Selain itu, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana
pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 11,41 miliar dan 302.000
dollar AS di rekeningnya. Pun mengenai harta kekayaan Dhana yang
dianggap nilainya tidak wajar jika melihat posisi Dhana sebagai
pegawai negeri golongan III C. Harta Dhana yang dipermasalahkan di
antaranya kepemilikan logam mulia seberat 1.100 gram yang
disimpan dalam save deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri
Plaza, Jakarta. Majelis hakim menilai kalau Dhana tidak dapat
membuktikan asal-usul uang dalam rekening dan SDB tersebut
kecuali dengan mengatakan bahwa uang itu merupakan warisan
Page | 28

orangtua. Bukti-bukti foto, surat-surat, ataupun saksi meringankan
yang dihadirkan Dhana dalam persidangan, menurut hakim, tidak
cukup membuktikan kalau kepemilikan uang berasal dari sumber
yang sah.
Proses Hukum :
Majelis

hakim

Pengadilan

Tindak

Pidana

Korupsi

Jakarta

menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta
subsider tiga bulan kurungan terhadap pegawai Direktorat Jenderal
Pajak, Dhana Widyatmika. Menurut majelis hakim, Dhana terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima pemberian uang
terkait

posisinya

sebagai

pegawai

Ditjen

Pajak,

melakukan

pemerasan, dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Putusan
tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko dalam
persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat
(9/11/2012). "Menyatakan terdakwa Dhana terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti yang diatur
dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 ke-KUHP dan Pasal 12 Huruf
e UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan melakukan
tindak pidana pencucian uang yang diancam pidana sesuai dengan
Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 Ayat 1
KUHP," kata Hakim Sudjatmiko. Putusan ini lebih ringan daripada
tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis 12 tahun
penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Hakim tidak sependapat dengan jaksa dalam penerapan pasal pada
dakwaan kedua.
Naik banding
Mendengarkan putusan ini dibacakan, Dhana yang duduk di kursi
persidangan itu tampak tenang. Melalui tim kuasa hukumnya, Dhana
menyatakan akan banding. "Tanpa keraguan sedikit pun kami akan
banding," kata pengacara Dhana, Daniel Alfredo.

B. Kasus Pajak PT. Asian Agri Group
Page | 29

Kasus :
Terpidana pencucian uang PT Asian Agri Group (AAG), Vincentius Amin
Susanto, menjadi saksi dalam kasus penggelapan pajak dengan terdakwa
Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut. Dalam kesaksiannya, Vincent
mengatakan, setiap tahunnya, Asian Agri selalu melaksanakan pertemuan
perencanaan untuk menghemat pembayaran pajak yang harus dibayarkan.
Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan selalu
terlihat kurang mendapatkan untung.
Suwir Laut didakwa telah membuat laporan yang keliru tentang SPT
perusahaan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara dari penerimaan
pajak senilai Rp 1,259 triliun.
Suwir disebut merekayasa harga jual yang mengakibatkan keuntungan
perusahaan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya. Adanya rekayasa ini,
diperkuat dengan adanya pertemuan tertanggal 4,5 Agustus, 2 September, 18,
19 September 2002 antara Suwir Laut, Vincentius Amin Sutanto dan temantemannya. Pertemuan tersebut dengan agendatax planning meeting membahas
pengecilan

jumlah

pajak

perusahaantersebut.

Selain itu dilakukan pula pembiayaan fiktif dengan menciptakan kerugian.
Cara ini dilakukan dengan cara perusahaan yang bernaung di bawah AAG,
seolah membuat kontrak ekspor penjualan minyak kelapa sawit mentah ke
perusahaan di Hongkong yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa
waktu kemudian.
Proses Hukum :
Namun, sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan, perusahaan yang
tergabung dalam AAG melakukan pembelian kembali oleh dengan harga yang
lebih tinggi. Perbuatan Suwir laut tersebut melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf C
junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dan Pasal 38 huruf b junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun
1983

tentang

Ketentuan

Umum

dan

Tata

Cara

Perpajakan.

Suwir Laut didakwa dengan dakwaan primair Pasal 39 Ayat (1) huruf C UU
Nomor 16 Tahun 2000 tentang tata cara prosedur pembayaran pajak,
ancamannya enam tahun penjara dan denda empat kali kerugian pajak.

Page | 30

C. “Dugaan Kasus Penggelapan Pajak Perusahaan Bakrie Group”
Tiga perusahaan Grup Bakrie yang dilaporkan telah lalai membayar
pajak sebesar Rp2,1 triliun. Perusahaan itu adalah PT Bumi Resource, PT
Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia. Bumi menunggak pajak
sebesar Rp376 miliar, KPC sebesar Rp1,5 triliun, dan Arutmin senilai Rp300
miliar.
Kasus itu sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan surat
pemberitahuan tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas
menyelesaikan kasus itu sehingga kini muncul kembali dengan spectrum
persoalan yang lebih kompleks. Lebih kompleks karena urusan pajak itu
dikait-kaitkan dengan kasus Bank Century, yaitu ditengarai memengaruhi
sikap Golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie. Setidaknya kasus Bank
Century di satu pihak, dan kasus pengemplangan pajak itu di lain pihak, telah
memunculkan ke permukaan penilaian bahwa ternyata ada perseteruan yang
keras antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie. Sebuah
perseteruan yang disebut-sebut menyulut adanya kehendak kuat untuk
menggusur Sri Mulyani dari kabinet.
Dalam kasus dugaan pengemplangan pajak Grup Bakrie, pemerintah
seharusnya lebih berani. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, telah menolak
gugatan praperadilan PT Kaltim Prima Coal yang memerkarakan Ditjen Pajak.
Itu seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk memulai sikap lebih
tegas, lebih keras, dan lebih adil. Jangan sampai pemerintah dinilai
diskriminatif terhadap wajib pajak. Wajib pajak skala kecil dan perorangan
dikejar-kejar, sementara wajib pajak skala besar yang nakal dibiarkan, bahkan
dimanjakan.
Sudah tepat langkah Ditjen Pajak untuk memidanakan Grup Bakrie dalam
kasus dugaan pengemplangan pajak itu. Tunggakan pajak sebesar Rp2,1
triliun itu adalah jumlah yang sangat bernilai bagi rakyat. Sebuah jumlah bisa
membeli 4,2 miliar kilogram beras.
Karena itu, jangan sampai kasus ini dipetieskan seperti tahun lalu.
Peristiwa jatuhnya harga saham Perusahaan dibawah naungan Bakri Group,
telah membuka mata para investor pasar modal dan memberikan pelajaran
berharga, bahwa penerapan Etika Bisnis sangatlah penting untuk menghindari
terjadinya skandal dan berbagai bentuk pelanggaran pada perusahaan.
Page | 31

Kejadian tersebut tidak saja berdampak pada perusahaan, melainkan turut
menimbulkan ketidak percayaan publik terhadap para profesional yang turut
menyusun laporan keuangan yang menyesatkan publik tersebut. Sekali
pencipta pasar seperti PT. Bumi Resouces Tbk. Kehilangan kredibilitasnya
dimata pembeli dan penjual potensialnya, maka pembeli dan penjual tersebut
akan secara cepat memindahkan bisnis mereka kepihak lain yang bisa
diandalkan. Menurut Direktorat Pajak, tiga perusahaan milik grup Bakrie
diduga menggelapkan pajak sebesar Rp 2,1 triliun. Rinciannya, PT Bumi
Resources sebesar Rp 376 miliar, PT Kaltim Prima Coal sebesar Rp 1,5
triliun, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 39 juta
DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK OLEH PERUSAHAAN BAKRIE
GROUP
Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak
seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah
satu produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia ini sedang pusing
lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun. LSM Indonesian
Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi Rp11,426
triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode 20032008.
Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk,
termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal
(KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan
penggelapan pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel
menyelidiki dugaan penggelapan pajak Arutmin.
Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas
mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie
itu didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan keuangan
perusahaan, prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi serta
penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit BPK.
Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan
yang dilakukan perseroan. Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil
Penjualan Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta.
Page | 32

“Tetapi, angka itu belum disesuaikan dengan laporan keuangan perse