Fatm at zd NRS Sabtu 28 Agustus 2010 Ask

Fatm@zd_NRS
Sabtu, 28 Agustus 2010
Askep Trachoma
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN TRACHOMA
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Trachoma adalah sebuah penyakit mata menular, dan penyebab utama kebutaan akibat infeksi
di dunia. Secara global, 84 juta orang menderita infeksi aktif dan hampir 8 juta orang menjadi
tunanetra sebagai akibat dari penyakit ini.
Trakoma adalah salah satu bentuk radang konjungtiva (selaput lendir mata) yang berlangsung
lama dan disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Infeksi ini menyebar melalui kontak
langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan
sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan
biasanya menyerang kedua mata. Bila ditangani secepatnya, trakoma dapat disembuhkan
dengan sempurna. Namun bila terlambat dalam penanganannya, trakoma dapat menyebabkan
kebutaan.
B. Etiologi
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan disebarkan melalui kontak langsung
dengan mata, hidung, dan tenggorokan yang terkena cairan (yang mengandung kuman ini)

dari pengidap, atau kontak dengan benda mati, seperti handuk dan / atau kain lap, yang
pernah kontak serupa dengan cairan ini. Lalat juga dapat menjadi rute transmisi. Jika tidak
diobati, infeksi trachoma berulang dapat mengakibatkan entropion yang merupakan bentuk
kebutaan permanen dan disertai rasa nyeri jika kelopak mata berbalik ke dalam, karena ini
menyebabkan bulu mata menggaruk kornea. Anak-anak yang paling rentan terhadap infeksi
ini karena kecenderungan mereka untuk dengan mudah menjadi kotor, tetapi efek-efek
pengihatan kabur dan gejala lebih parah lainnya sering tidak terasa sampai dewasa.
C. Klasifikasi
Mac Callan : Berdasarkan pada gambaran kerusakan konjungtiva, dibagi dalam 4 stadium
yaitu :
1. Stadium Insidious : folikel imatur kecil-kecil pada konj palp sup, jar parut.
2. Stadium akut (trakoma nyata) : terdapat hipertrofi papil & folikel yang masak pada palp
sup.
3. Stadium sikatriks : sikatriks konj, bentuk garis-garis putih halus disertai folikel dan
hipertrofi.
4. Stadium penyakitembuhan : trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan.
Klasifikasi Menurut WHO
1. Trakoma Inflamasi-Folikuler (TF)
2. Trakoma Inflamasi – Intense (TI)
3. Trakoma Sikatriks (TS)

4. Trakoma Trikiasis (TT)

5. Kekeruhan kornea (CO)
D. Tanda dan gejala
Bakteri ini memiliki masa inkubasi dari 5 sampai 12 hari setelah seseorang mengalami gejala
konjungtivitis atau iritasi mirip dengan “mata merah muda.” Endemik kebutaan trakoma
merupakan hasil dari beberapa episode reinfeksi yang menghasilkan peradangan terusmenerus pada konjungtiva. Tanpa reinfeksi, peradangan akan berangsur-angsur mereda.
Peradangan konjungtiva disebut “trachoma aktif” dan biasanya terlihat pada anak-anak,
terutama anak-anak pra sekolah (dasar). Hal ini ditandai dengan benjolan putih di permukaan
bawah tutup mata atas (conjunctival folikel atau pusat-pusat germinal limfoid). Nonperadangan dan penebalan tertentu sering dikaitkan dengan papila. Folikel mungkin juga
muncul di persimpangan kornea dan sclera (limbal folikel). Trakoma aktif akan sering
menjengkelkan dan memiliki cairan berair. Infeksi sekunder bakteri dapat terjadi dan
menyebabkan discharge purulen.
Perubahan-perubahan struktural trakoma disebut sebagai “cicatricial trakoma”. Ini termasuk
jaringan parut di tutup mata (konjungtiva tarsal) yang mengarah pada distorsi tutup mata
dengan tekuk dari tutup (Tarsus) sehingga muncul bulu mata gosok pada mata (trichiasis).
Bulu mata ini akan mengakibatkan kekeruhan kornea dan bekas luka dan kemudian mengarah
ke kebutaan. Bekas luka linear hadir dalam sulkus subtarsalis disebut ‘garis Arlt’s’. Selain
itu, pembuluh darah dan jaringan parut dapat menyerang bagian atas kornea (pannus).
Lebih lanjut gejala termasuk:

1. Keluarnya cairan kotor dari mata – bukan air mata (emisi atau sekresi cairan yang
mengandung lendir dan nanah dari mata)
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Trichiasis (berbalik-nya bulu mata)
4. Pembengkakan kelenjar getah bening di depan telinga
5. Munculnya garis parutan pada kornea
6. Komplikasi pada telinga, hidung dan tenggorokan.
Komplikasi utama atau yang paling penting adalah ulkus (luka/iritasi) pada kornea karena
infeksi bakteri.
E. Patofisiologi
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau
dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang
terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang dicemari discharge
nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan
spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit.
Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring
dan rektum. Namun didaerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan
reservoir genital.
Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat. Penyakit ini
termasuk penyakit mata yang sangat menular.

Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium :
1. Stadium I; disebut stadium insipien atau stadium permulaan, didapatkan terutama folikel di
konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga terdapat folikel, tetapi ini
tidak merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di daerah limbus superior terdapat
keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea lebih jelas apabila diperiksa dengan
melakukan tes fluoresin, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.

2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di
konjungtiva tarsal superior,beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu. Pada
kornea selain keratitis pungtata superficial, juga terlihat adanya neovaskularisasi, yaitu
pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus ke arah kornea bagian atas. Susunan keratitis
pungtata superfisial dan neovaskularisasi tersebut dikenal sebagai pannus.
3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbentuknya sikatriks pada folikel konjungtiva
tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata. Tidak
jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai penyakit. Pada stadium ini masih
dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal superior.
4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada konjungtiva
tarsal superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea bagian atas pannus tidak
aktif lagi. Pada stadium ini dijumpai komplikasi-komplikasi seperti entropion sikatrisiale,
yaitu pinggir kelopak mata atas melengkung ke dalam disebabkan sikatriks pada tarsus.

Bersamaan dengan enteropion, bulu-bulu mata letaknya melengkung kedalam menggosok
bola mata (trikiasis). Bulu mata demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang
mudah terkena infeksi sekunder, sehingga mungkin terjadi ulkus kornea. Apabila penderita
tidak berobat, ulkus kornea dapat menjadi dalam dan akhirnya timbul perforasi.
F. Pencegahan dan pengobatan/perawatan
Meskipun trakoma dihapuskan dari banyak negara maju dalam abad terakhir, penyakit ini
bertahan di banyak bagian dunia berkembang khususnya di masyarakat tanpa akses yang
memadai terhadap air dan sanitasi. Dalam banyak masyarakat ini, wanita tiga kali lebih besar
daripada laki-laki akan dibutakan oleh penyakit ini,karena peran mereka sebagai pengasuh
dalam keluarga.
Tanpa intervensi, trakoma keluarga tetap bertahan dalam lingkaran kemiskinan, karena
penyakit dan efek jangka panjang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pencegahan yang penting meliputi:
• Pembedahan: Bagi individu dengan trichiasis (berbaliknya arah lengkungan bulu mata ke
arah dalam), sebuah prosedur rotasi bilamellar tarsal dibenarkan untuk mengarahkan bulu
mata menjauh dari bola mata.
• Terapi antibiotik : Pedoman WHO merekomendasikan jika terjadi endemik massa (sekitar
10 % dari populasi suatu daerah) maka perawatan/pengobatan dengan antibiotik tahunan
harus terus dilakukan sampai prevalensi turun di bawah lima persen. Jika prevalensi lebih
rendah dari itu maka pengobatan antibiotik harus berbasiskan keluarga.

• Pilihan antibiotik: oral dosis tunggal 20 mg / kg atau topical tetracycline (satu persen salep
mata dua kali sehari selama enam minggu). Azitromisin lebih disukai karena digunakan
sebagai oral dosis tunggal.
• Kebersihan: Anak-anak dengan hidung terlihat terlalu berair, okular discharge, atau lalat di
wajah mereka paling tidak dua kali lebih mungkin untuk memiliki trakoma aktif dibanding
anak-anak dengan wajah yang bersih. Intensif kesehatan berbasis masyarakat untuk
mempromosikan program pendidikan muka-cuci dapat secara signifikan mengurangi
prevalensi trachoma aktif.
• Perbaikan lingkungan: Modifikasi dalam penggunaan air, kontrol lalat, penggunaan jamban,
pendidikan kesehatan dan kedekatan dengan hewan peliharaan semuanya telah diusulkan
untuk mengurangi penularan dari C. trachomatis. Perubahan-perubahan ini menimbulkan
banyak tantangan untuk pelaksanaannya. Agaknya perubahan lingkungan ini pada akhirnya
berdampak pada penularan infeksi okular melalui wajah kurangnya kebersihan.
G. Prognosis

Jika tidak diobati dengan baik dengan antibiotik oral, gejalanya dapat meningkat dan
menyebabkan kebutaan, yang merupakan hasil dari ulkus (luka/iritasi) dan jaringan parut
pada kornea. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelainan bentuk kelopak
mata.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN TRACHOMA
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan geajala yang ditimbulkan, meliputi gatal dan
rasa terbakar / sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut da infeksi virus, nyeri dan
fotofobia, keluhan peningkatan produksi air mata, pada anak – anak dapat disertai dengan
demam dan keluhan pada mulut dan tenggorokan. Kaji riwayat detail tentang masalah
sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih. (Indriana N.
Isitiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
Kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang
menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.
b. Kaji rasa nyeri
Terjadi rasa tidak nyaman ringan sampai berat.
c. Kesimetrisan kelopak mata
Terjadi gangguan kesimetrisan kelopak mata akibat timbulnya jaringan parut pada kelopak
mata yang berakibat entropen dan trikiasis (inversi bulu mata).
d. Reaksi mata terhadap cahaya / gerakan mata
Timbul fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)

e. Kemampuan membuka dan menutup mata
Timbul gangguan penutupan kelopak mata secara efektif.
f. Pemeriksaan fisik (inspeksi)
Infeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan
akibat inflamasi. (Brunner dan Suddart, 2001)
3. Pemeriksaan penunjang
Inkulasi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan giemsa,
namun tidak selalu ada. Inklusi ini tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap
yang sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes
immuno – assay enzim tersedia dipasaran dan banyak di pakai di klinik laboratorium. Tes
bari tu menggantikan pulasan giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen
clamidial dalam biakan sel.
B. Analisa Data
1. Data objectif
Gatal – gatal
Nyeri (ringan sampai berat)
Lakrimasi (mata selalu berair)
Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
2. Data subjectif
 Klien mengeluh gatal – gatal pada bagian mata

Klien mengeluh nyeri pada bagian konjungtiva

Klien mengeluh matanya mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya
klien mengatakan mengalami reaksi sensitif terhadapcahaya.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening
(edema), fotofobia dan inflamasia.
2. Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau orang lain berhubungan dengan
keterbatasan pengetahuan
3. Resiko tinggii cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang.
D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening
(edema), fotofobia dan inflamasia.
Tujuan : nyeri hilang / terkontrol, ketidaknyamanan hilang / terkontrol
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan tulang terkontrol
Pasien tampak rileks dan tenang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk mengetahui kemajuan / terjadinya komplikasi.

b. Beri kompres hangat
Rasional : untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membersihkan mata
c. Anjurkan klien menggunakan kacamata hitam pada cahaya kuat
Rasional : cahaya yang kuat dapat menyebabkan rasa tak nyaman.
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Gangguan penglihatan / persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan kornea
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.

Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan kebutaan.
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.

Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata
dan salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya
sesaat setelah penggunaan obat mata.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.Jakarta:EGC
Marlyn,E Doenges.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta:EGC
Http://[email protected]/trachoma.html
PATHWAY
Diposkan oleh Wie2_F@[email protected] di 08.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Askep Trachoma
2 komentar:

1.
Akatsuki Org14 Desember 2010 01.07
Makin sukses y...
Thanks postingannya..jadi bahan rekomendasi untuk blog_ku..mari sharing dan
bernagi ilmu.. n_n
Balas

2.
RUMAH ASISTEN APOTEKER16 Desember 2010 22.28
ijin copas ya
Balas
Muat yang lain...
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
Arsip Blog
 ▼ 2010 (23)
o ► Desember (3)
o ▼ Agustus (9)
 Askep Perawatan Luka Selulitis
 Askep Anosmia
 Askep Agnosia
 Askep Trachoma
 Askep Glaukoma
 Askep Asfiksia Neonatorum
 Askep Infark Miokardium
 Askep Appendicitis
 Askep Peritonitis
o ► Juli (11)

Mengenai Saya

Wie2_F@[email protected]
Kusandarkan hidup dan matiku pada Allah...
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.