LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA Di INDONESIA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA

Oleh :
IDA MARIANA

PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang
menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan,

dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor Ibu
a. Cacat bawaan
b. Preeklampsia dan eklampsia
c. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
d. Partus lama atau partus macet
e. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
g. Hipoventilasi selama anastesi
h. Penyakit jantung sianosis
i. Gagal bernafas
j. Keracunan CO
k. Tekanan darah rendah
l. Gangguan kontraksi uterus
m. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Faktor tali pusat

a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat

3. Faktor bayi
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Prematur
e. Gemeli
f. Kelainan congential
g. Pemakaian obat anestesi
h. Trauma yang terjadi akibat persalinan
i. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
j. kelainan bawaan (kongenital)
k. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil

c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
5. Factor persalinan
a. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
b. Partus lama
c. Partus tindakan
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut
pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)

8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

9. Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.


E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
(Wiknjosastro, 2007).
2. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
3. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garamgaram elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul

asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit
darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
4. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi.
5. Pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography
scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai
yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
7. USG ( Kepala )
8. Penilaian APGAR score
9. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
10. Foto polos dada
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan
seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah
alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya


diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.

2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/
mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki
sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
a. Memastikan saluran nafas terbuka
-

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.

-

Menghisap mulut, hidung dan trakhea.

-

Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.


b. Memulai pernafasan
-

Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.

-

Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan
balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)

3. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada
daerah dada
4. Pemberian obat-obatan
-

Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt
walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan

oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 –
0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui
intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal. Efek : Untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung

-

Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%,
Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau
diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi.
Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian
selama waktu 5-10 menit. Efek : meningkatkan volume vaskuler,
meningkatkan asidosis metabolik.

-

Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak
memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah

dilakukan.

Efek

:

memperbaiki

asidosis

metabolik

dengan

meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan
penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
-

Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian

narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan. Efek : antagonis
narkotik.

H. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
-

Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

-

Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.

-

Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.

-

Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
-

Berat badan : 2500-4000 gram

-

Panjang badan : 44-45 cm

-

Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestas

4. Neurosensori
-

Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

-

Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

-

Menangis

kuat,

sehat,

nada

sedang

(nada

menangis

tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
-

Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.

-

Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

-

Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan
-

Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).

-

Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5.

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

J. INTERVENSI
Diagnosa

Tujuan dan

Intervensi

Rasional

Keperawatan
Bersihan jalan nafas

Kriteria Hasil
Setelah dilakukan

1. Tentukan

1. pengumpulan

tidak efektif b.d

tindakan

kebutuhan oral/

data untuk

produksi mukus

keperawatan

suction tracheal.

perawatan optimal

banyak.

selama proses

2. Auskultasi suara 2. membantu

Tujuan : Setelah

keperawatan

nafas sebelum dan

mengevaluasi

dilakukan tindakan

diharapkan jalan

sesudah suction .

keefektifan upaya

keperawatan selama

nafas lancar.1.

3. Bersihkan

batuk klien

proses keperawatan

Tidak

daerah bagian

3. meminimaliasi

diharapkan jalan

menunjukkan

tracheal setelah

penyebaran

nafas lancar.

demam.

suction selesai

mikroorganisme

2. Tidak

dilakukan.

4. untuk

menunjukkan

4. Monitor status

mengetahui

cemas.

oksigen pasien,

efektifitas dari

3. Rata-rata repirasi status
dalam batas

hemodinamik

normal.

segera sebelum,

4. Pengeluaran

selama dan

sputum melalui

sesudah suction.

suction.

jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.

Pola nafas tidak

Setelah dilakukan

1) Pertahankan

1. untuk

efektif b.d

tindakan

kepatenan jalan

membersihkan

hipoventilasi.

keperawatan

nafas dengan

jalan nafas

selama proses

melakukan

2. guna

keperawatan

pengisapan lendir.

meningkatkan

diharapkan pola

2) Pantau status

kadar oksigen yang

nafas menjadi

pernafasan dan

bersirkulasi dan

efektif.

oksigenasi sesuai

memperbaiki status

Kriteria hasil :

dengan kebutuhan.

kesehatan

1. Pasien

3) Auskultasi jalan

3. membantu

menunjukkan pola

nafas untuk

mengevaluasi

nafas yang efektif.

mengetahui

keefektifan upaya

2. Ekspansi dada

adanya penurunan

batuk klien

simetris.

ventilasi.

4. perubahan AGD

3. Tidak ada bunyi

4) Kolaborasi

dapat mencetuskan

nafas tambahan.

dengan dokter

disritmia jantung.

4. Kecepatan dan

untuk pemeriksaan

5. terapi oksigen

irama respirasi

AGD dan

dapat membantu

dalam batas

pemakaian alat

mencegah gelisah

normal.

bantu nafas

bila klien menjadi

5) Berikan

dispneu, dan ini

oksigenasi sesuai

juga membantu

kebutuhan.

mencegahedema
paru.

Kerusakan

Tujuan : Setelah

1) Kaji bunyi paru, 1. . membantu

pertukaran gas b.d

dilakukan tindakan

frekuensi nafas,

mengevaluasi

ketidakseimbangan

keperawatan

kedalaman nafas

keefektifan upaya

perfusi ventilasi.

selama proses

dan produksi

batuk klien

keperawatan

sputum.

2. . membantu

diharapkan

2) Auskultasi

mengevaluasi

pertukaran gas

bunyi nafas, catat

keefektifan upaya

teratasi.

area penurunan

batuk klien

Kriteria hasil :

aliran udara dan /

3. perubahan AGD

1. Tidak sesak

bunyi tambahan.

dapat mencetuskan

nafas

3) Pantau hasil

disritmia jantung.

2. Fungsi paru

Analisa Gas Darah

dalam batas normal

Risiko cedera b.d

Tujuan : Setelah

1. Cuci tangan

1. untuk mencegah

anomali kongenital

dilakukan tindakan

setiap sebelum dan infeksi nosokomial

tidak terdeteksi atau

keperawatan

sesudah merawat

2. untuk mencegah

tidak teratasi

selama proses

bayi.

infeksi nosokomial

pemajanan pada

keperawatan

2. Pakai sarung

3. untuk mencegah

agen-agen infeksius.

diharapkan risiko

tangan steril.

keadaan yang

cidera dapat

3. Lakukan

kebih buruk.

dicegah.

pengkajian fisik

4. untuk

Kriteria hasil :

secara rutin

meningkatkan

1. Bebas dari

terhadap bayi baru

pengetahuan

cidera/ komplikasi.

lahir, perhatikan

keluarga dalam

2. Mendeskripsikan

pembuluh darah

deteksi awal suatu

aktivitas yang tepat

tali pusat dan

penyakit.

dari level

adanya anomali.

perkembangan

4. Ajarkan

anak.

keluarga tentang

3. Mendeskripsikan

tanda dan gejala

teknik pertolongan

infeksi dan

pertama

melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari

Risiko

Tujuan : Setelah

vaksin hepatitis
1. Hindarkan

1. untuk menjaga

ketidakseimbangan

dilakukan tindakan

pasien dari

suhu tubuh agar

suhu tubuh b.d

keperawatan

kedinginan dan

stabil.

kurangnya suplai O2 selama proses

tempatkan pada

2. untuk

dalam darah.

keperawatan

lingkungan yang

mendeteksi lebih

diharapkan suhu

hangat.

awal perubahan

tubuh normal.

2. Monitor gejala

yang terjadi guna

Kriteria Hasil :

yang berhubungan

mencegah

1. Temperatur

dengan hipotermi,

komplikasi

badan dalam batas

misal fatigue,

3. peningkatan

normal.

apatis, perubahan

suhu dapat

2. Tidak terjadi

warna kulit dll.

menunjukkan

distress pernafasan.

3. Monitor TTV.

adanya tanda-tanda

3. Tidak gelisah.

4. Monitor adanya

infeksi

4. Perubahan warna bradikardi.

4. penurunan

kulit.

5. Monitor status

frekuensi nadi

5. Bilirubin dalam

pernafasan.

menunjukkan

batas normal.

terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.