LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA Di INDONESIA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA
Oleh :
IDA MARIANA
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang
menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan,
dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor Ibu
a. Cacat bawaan
b. Preeklampsia dan eklampsia
c. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
d. Partus lama atau partus macet
e. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
g. Hipoventilasi selama anastesi
h. Penyakit jantung sianosis
i. Gagal bernafas
j. Keracunan CO
k. Tekanan darah rendah
l. Gangguan kontraksi uterus
m. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Prematur
e. Gemeli
f. Kelainan congential
g. Pemakaian obat anestesi
h. Trauma yang terjadi akibat persalinan
i. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
j. kelainan bawaan (kongenital)
k. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
5. Factor persalinan
a. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
b. Partus lama
c. Partus tindakan
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut
pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
(Wiknjosastro, 2007).
2. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
3. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garamgaram elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul
asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit
darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
4. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi.
5. Pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography
scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai
yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
7. USG ( Kepala )
8. Penilaian APGAR score
9. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
10. Foto polos dada
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan
seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah
alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya
diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/
mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki
sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
a. Memastikan saluran nafas terbuka
-
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
-
Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
-
Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
b. Memulai pernafasan
-
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
-
Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan
balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada
daerah dada
4. Pemberian obat-obatan
-
Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt
walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan
oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 –
0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui
intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal. Efek : Untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
-
Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%,
Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau
diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi.
Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian
selama waktu 5-10 menit. Efek : meningkatkan volume vaskuler,
meningkatkan asidosis metabolik.
-
Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak
memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah
dilakukan.
Efek
:
memperbaiki
asidosis
metabolik
dengan
meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan
penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
-
Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian
narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan. Efek : antagonis
narkotik.
H. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
-
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
-
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
-
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
-
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
-
Berat badan : 2500-4000 gram
-
Panjang badan : 44-45 cm
-
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestas
4. Neurosensori
-
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
-
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
-
Menangis
kuat,
sehat,
nada
sedang
(nada
menangis
tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
-
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
-
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
-
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
-
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
-
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
J. INTERVENSI
Diagnosa
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
1. Tentukan
1. pengumpulan
tidak efektif b.d
tindakan
kebutuhan oral/
data untuk
produksi mukus
keperawatan
suction tracheal.
perawatan optimal
banyak.
selama proses
2. Auskultasi suara 2. membantu
Tujuan : Setelah
keperawatan
nafas sebelum dan
mengevaluasi
dilakukan tindakan
diharapkan jalan
sesudah suction .
keefektifan upaya
keperawatan selama
nafas lancar.1.
3. Bersihkan
batuk klien
proses keperawatan
Tidak
daerah bagian
3. meminimaliasi
diharapkan jalan
menunjukkan
tracheal setelah
penyebaran
nafas lancar.
demam.
suction selesai
mikroorganisme
2. Tidak
dilakukan.
4. untuk
menunjukkan
4. Monitor status
mengetahui
cemas.
oksigen pasien,
efektifitas dari
3. Rata-rata repirasi status
dalam batas
hemodinamik
normal.
segera sebelum,
4. Pengeluaran
selama dan
sputum melalui
sesudah suction.
suction.
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.
Pola nafas tidak
Setelah dilakukan
1) Pertahankan
1. untuk
efektif b.d
tindakan
kepatenan jalan
membersihkan
hipoventilasi.
keperawatan
nafas dengan
jalan nafas
selama proses
melakukan
2. guna
keperawatan
pengisapan lendir.
meningkatkan
diharapkan pola
2) Pantau status
kadar oksigen yang
nafas menjadi
pernafasan dan
bersirkulasi dan
efektif.
oksigenasi sesuai
memperbaiki status
Kriteria hasil :
dengan kebutuhan.
kesehatan
1. Pasien
3) Auskultasi jalan
3. membantu
menunjukkan pola
nafas untuk
mengevaluasi
nafas yang efektif.
mengetahui
keefektifan upaya
2. Ekspansi dada
adanya penurunan
batuk klien
simetris.
ventilasi.
4. perubahan AGD
3. Tidak ada bunyi
4) Kolaborasi
dapat mencetuskan
nafas tambahan.
dengan dokter
disritmia jantung.
4. Kecepatan dan
untuk pemeriksaan
5. terapi oksigen
irama respirasi
AGD dan
dapat membantu
dalam batas
pemakaian alat
mencegah gelisah
normal.
bantu nafas
bila klien menjadi
5) Berikan
dispneu, dan ini
oksigenasi sesuai
juga membantu
kebutuhan.
mencegahedema
paru.
Kerusakan
Tujuan : Setelah
1) Kaji bunyi paru, 1. . membantu
pertukaran gas b.d
dilakukan tindakan
frekuensi nafas,
mengevaluasi
ketidakseimbangan
keperawatan
kedalaman nafas
keefektifan upaya
perfusi ventilasi.
selama proses
dan produksi
batuk klien
keperawatan
sputum.
2. . membantu
diharapkan
2) Auskultasi
mengevaluasi
pertukaran gas
bunyi nafas, catat
keefektifan upaya
teratasi.
area penurunan
batuk klien
Kriteria hasil :
aliran udara dan /
3. perubahan AGD
1. Tidak sesak
bunyi tambahan.
dapat mencetuskan
nafas
3) Pantau hasil
disritmia jantung.
2. Fungsi paru
Analisa Gas Darah
dalam batas normal
Risiko cedera b.d
Tujuan : Setelah
1. Cuci tangan
1. untuk mencegah
anomali kongenital
dilakukan tindakan
setiap sebelum dan infeksi nosokomial
tidak terdeteksi atau
keperawatan
sesudah merawat
2. untuk mencegah
tidak teratasi
selama proses
bayi.
infeksi nosokomial
pemajanan pada
keperawatan
2. Pakai sarung
3. untuk mencegah
agen-agen infeksius.
diharapkan risiko
tangan steril.
keadaan yang
cidera dapat
3. Lakukan
kebih buruk.
dicegah.
pengkajian fisik
4. untuk
Kriteria hasil :
secara rutin
meningkatkan
1. Bebas dari
terhadap bayi baru
pengetahuan
cidera/ komplikasi.
lahir, perhatikan
keluarga dalam
2. Mendeskripsikan
pembuluh darah
deteksi awal suatu
aktivitas yang tepat
tali pusat dan
penyakit.
dari level
adanya anomali.
perkembangan
4. Ajarkan
anak.
keluarga tentang
3. Mendeskripsikan
tanda dan gejala
teknik pertolongan
infeksi dan
pertama
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
Risiko
Tujuan : Setelah
vaksin hepatitis
1. Hindarkan
1. untuk menjaga
ketidakseimbangan
dilakukan tindakan
pasien dari
suhu tubuh agar
suhu tubuh b.d
keperawatan
kedinginan dan
stabil.
kurangnya suplai O2 selama proses
tempatkan pada
2. untuk
dalam darah.
keperawatan
lingkungan yang
mendeteksi lebih
diharapkan suhu
hangat.
awal perubahan
tubuh normal.
2. Monitor gejala
yang terjadi guna
Kriteria Hasil :
yang berhubungan
mencegah
1. Temperatur
dengan hipotermi,
komplikasi
badan dalam batas
misal fatigue,
3. peningkatan
normal.
apatis, perubahan
suhu dapat
2. Tidak terjadi
warna kulit dll.
menunjukkan
distress pernafasan.
3. Monitor TTV.
adanya tanda-tanda
3. Tidak gelisah.
4. Monitor adanya
infeksi
4. Perubahan warna bradikardi.
4. penurunan
kulit.
5. Monitor status
frekuensi nadi
5. Bilirubin dalam
pernafasan.
menunjukkan
batas normal.
terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
ASFIKSIA
Oleh :
IDA MARIANA
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang
menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan,
dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor Ibu
a. Cacat bawaan
b. Preeklampsia dan eklampsia
c. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
d. Partus lama atau partus macet
e. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
g. Hipoventilasi selama anastesi
h. Penyakit jantung sianosis
i. Gagal bernafas
j. Keracunan CO
k. Tekanan darah rendah
l. Gangguan kontraksi uterus
m. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Prematur
e. Gemeli
f. Kelainan congential
g. Pemakaian obat anestesi
h. Trauma yang terjadi akibat persalinan
i. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
j. kelainan bawaan (kongenital)
k. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
5. Factor persalinan
a. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
b. Partus lama
c. Partus tindakan
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut
pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
(Wiknjosastro, 2007).
2. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
3. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garamgaram elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul
asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit
darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
4. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi.
5. Pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography
scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai
yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
7. USG ( Kepala )
8. Penilaian APGAR score
9. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
10. Foto polos dada
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan
seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah
alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya
diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/
mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki
sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
a. Memastikan saluran nafas terbuka
-
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
-
Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
-
Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
b. Memulai pernafasan
-
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
-
Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan
balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada
daerah dada
4. Pemberian obat-obatan
-
Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt
walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan
oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 –
0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui
intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal. Efek : Untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
-
Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%,
Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau
diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi.
Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian
selama waktu 5-10 menit. Efek : meningkatkan volume vaskuler,
meningkatkan asidosis metabolik.
-
Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak
memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah
dilakukan.
Efek
:
memperbaiki
asidosis
metabolik
dengan
meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan
penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
-
Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian
narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan. Efek : antagonis
narkotik.
H. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
-
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
-
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
-
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
-
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
-
Berat badan : 2500-4000 gram
-
Panjang badan : 44-45 cm
-
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestas
4. Neurosensori
-
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
-
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
-
Menangis
kuat,
sehat,
nada
sedang
(nada
menangis
tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
-
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
-
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
-
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
-
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
-
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
J. INTERVENSI
Diagnosa
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
1. Tentukan
1. pengumpulan
tidak efektif b.d
tindakan
kebutuhan oral/
data untuk
produksi mukus
keperawatan
suction tracheal.
perawatan optimal
banyak.
selama proses
2. Auskultasi suara 2. membantu
Tujuan : Setelah
keperawatan
nafas sebelum dan
mengevaluasi
dilakukan tindakan
diharapkan jalan
sesudah suction .
keefektifan upaya
keperawatan selama
nafas lancar.1.
3. Bersihkan
batuk klien
proses keperawatan
Tidak
daerah bagian
3. meminimaliasi
diharapkan jalan
menunjukkan
tracheal setelah
penyebaran
nafas lancar.
demam.
suction selesai
mikroorganisme
2. Tidak
dilakukan.
4. untuk
menunjukkan
4. Monitor status
mengetahui
cemas.
oksigen pasien,
efektifitas dari
3. Rata-rata repirasi status
dalam batas
hemodinamik
normal.
segera sebelum,
4. Pengeluaran
selama dan
sputum melalui
sesudah suction.
suction.
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.
Pola nafas tidak
Setelah dilakukan
1) Pertahankan
1. untuk
efektif b.d
tindakan
kepatenan jalan
membersihkan
hipoventilasi.
keperawatan
nafas dengan
jalan nafas
selama proses
melakukan
2. guna
keperawatan
pengisapan lendir.
meningkatkan
diharapkan pola
2) Pantau status
kadar oksigen yang
nafas menjadi
pernafasan dan
bersirkulasi dan
efektif.
oksigenasi sesuai
memperbaiki status
Kriteria hasil :
dengan kebutuhan.
kesehatan
1. Pasien
3) Auskultasi jalan
3. membantu
menunjukkan pola
nafas untuk
mengevaluasi
nafas yang efektif.
mengetahui
keefektifan upaya
2. Ekspansi dada
adanya penurunan
batuk klien
simetris.
ventilasi.
4. perubahan AGD
3. Tidak ada bunyi
4) Kolaborasi
dapat mencetuskan
nafas tambahan.
dengan dokter
disritmia jantung.
4. Kecepatan dan
untuk pemeriksaan
5. terapi oksigen
irama respirasi
AGD dan
dapat membantu
dalam batas
pemakaian alat
mencegah gelisah
normal.
bantu nafas
bila klien menjadi
5) Berikan
dispneu, dan ini
oksigenasi sesuai
juga membantu
kebutuhan.
mencegahedema
paru.
Kerusakan
Tujuan : Setelah
1) Kaji bunyi paru, 1. . membantu
pertukaran gas b.d
dilakukan tindakan
frekuensi nafas,
mengevaluasi
ketidakseimbangan
keperawatan
kedalaman nafas
keefektifan upaya
perfusi ventilasi.
selama proses
dan produksi
batuk klien
keperawatan
sputum.
2. . membantu
diharapkan
2) Auskultasi
mengevaluasi
pertukaran gas
bunyi nafas, catat
keefektifan upaya
teratasi.
area penurunan
batuk klien
Kriteria hasil :
aliran udara dan /
3. perubahan AGD
1. Tidak sesak
bunyi tambahan.
dapat mencetuskan
nafas
3) Pantau hasil
disritmia jantung.
2. Fungsi paru
Analisa Gas Darah
dalam batas normal
Risiko cedera b.d
Tujuan : Setelah
1. Cuci tangan
1. untuk mencegah
anomali kongenital
dilakukan tindakan
setiap sebelum dan infeksi nosokomial
tidak terdeteksi atau
keperawatan
sesudah merawat
2. untuk mencegah
tidak teratasi
selama proses
bayi.
infeksi nosokomial
pemajanan pada
keperawatan
2. Pakai sarung
3. untuk mencegah
agen-agen infeksius.
diharapkan risiko
tangan steril.
keadaan yang
cidera dapat
3. Lakukan
kebih buruk.
dicegah.
pengkajian fisik
4. untuk
Kriteria hasil :
secara rutin
meningkatkan
1. Bebas dari
terhadap bayi baru
pengetahuan
cidera/ komplikasi.
lahir, perhatikan
keluarga dalam
2. Mendeskripsikan
pembuluh darah
deteksi awal suatu
aktivitas yang tepat
tali pusat dan
penyakit.
dari level
adanya anomali.
perkembangan
4. Ajarkan
anak.
keluarga tentang
3. Mendeskripsikan
tanda dan gejala
teknik pertolongan
infeksi dan
pertama
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
Risiko
Tujuan : Setelah
vaksin hepatitis
1. Hindarkan
1. untuk menjaga
ketidakseimbangan
dilakukan tindakan
pasien dari
suhu tubuh agar
suhu tubuh b.d
keperawatan
kedinginan dan
stabil.
kurangnya suplai O2 selama proses
tempatkan pada
2. untuk
dalam darah.
keperawatan
lingkungan yang
mendeteksi lebih
diharapkan suhu
hangat.
awal perubahan
tubuh normal.
2. Monitor gejala
yang terjadi guna
Kriteria Hasil :
yang berhubungan
mencegah
1. Temperatur
dengan hipotermi,
komplikasi
badan dalam batas
misal fatigue,
3. peningkatan
normal.
apatis, perubahan
suhu dapat
2. Tidak terjadi
warna kulit dll.
menunjukkan
distress pernafasan.
3. Monitor TTV.
adanya tanda-tanda
3. Tidak gelisah.
4. Monitor adanya
infeksi
4. Perubahan warna bradikardi.
4. penurunan
kulit.
5. Monitor status
frekuensi nadi
5. Bilirubin dalam
pernafasan.
menunjukkan
batas normal.
terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.