NILAI-NILAI PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM Sri Mawarti Pengawas Sekolah di Kota Pekanbaru puslit.lppmuin-suska.ac.id Abstrak - NILAI-NILAI PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
Sri Mawarti
Pengawas Sekolah di Kota Pekanbaru
puslit.lppm@uin-suska.ac.id
Abstrak
Toleransi merupakan satu sikap dalam menghargai perbedaan dan kerja sama untuk mencapai cita-cita mulia dalam bingkai keberagaman. Dalam pendidikan Agama Islam, Pendidikan toleransi adalah tercermin pada 4 (empat) isu pokok yang dipandang sebagai dasar pendidikan toleransi, yaitu : Pertama, kesatuan dalam aspek ketuhanan dan pesan-Nya (wahyu); Kedua, kesatuan kenabian; Ketiga, tidak ada paksaan dalam beragama; dan Keempat, pengakuan terhadap eksistensi agama lain. Namun demikian, dalam proses pelajaran Agama Islam dapat diperoleh suatu gambaran bahwa implementasi pendidikan agama Islam, jika dilihat dari segi materi yang termuat dalam buku ajar Al- Qur’an Hadits dan Fiqih, belum sepenuhnya mencerminkan visi toleransi.
Kata kunci: Toleransi, Nilai, pendidikan dan Pendidikan agama
pemangku tradisi keagamaan tertentu
Pendahuluan
dengan pemegang tradisi keagamaan Di era global, plural, multi kultural yang lain. Kontak-kontak budaya seperti sekarang, setiap saat dapat saja
semakin cepat dan pergesekan kultur terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak
serta tradisi tidak terhindarkan, yang dapat terbayangkan dan tidak terduga
bahkan tidak lagi mengenal batas-batas sama
sekali. Selain
membawa
geografis secara konvensional. Internet, kemudahan dan kenyamanan hidup umat
e-mail, faksimile, telepon, mobile manusia, kemajuan ilmu dan teknologi
phone, video dan sebagainya menjadikan juga membawa akibat pada melebarnya
anak didik memperoleh pengetahuan perbedaan tingkat pendapatan ekonomi
lebih cepat dari gurunya (Abdullah, antara negara-negara kaya dengan negara
miskin. Alat transportasi yang semakin cepat dan canggih berdampak pada
Salah satu bentuk perubahan hilangnya jarak antara satu wilayah
manusia yang bersifat global dan manusia yang bersifat global dan
(Syarbini, 2011).
lembaga keagamaan. Berbagai nilai yang Salah satu bagian penting dari
tumbuh dan berkembang dari cara konsekuensi tata kehidupan global yang
manusia merealisasi ajaran agamanya ditandai kemajemukan etnis, budaya, dan
mulai dipertanyakan fungsinya dalam agama tersebut, adalah membangun dan
modernitas kehidupan masyarakat. menumbuhkan kembali semangat ber-
Tidak dapat ditutupi oleh siapapun tasâmuh dalam masyarakat. Karena pada bahwa fenomena modernitas yang
hakikatnya kita semua adalah sebagai belakangan terjadi ternyata berbarengan
seorang ”saudara” dan ”sahabat”. dengan
Bahkan, Islam melalui Al-Qur ’an dan kebangkitan agama-agama dunia yang
munculnya
fenomena
Hadistnya juga mengajarkan sikap-sikap pada saat yang sama juga tercium aroma
toleran.
konflik antar pemeluk agama. Sebuah Dalam kaitannya yang langsung
keniscayaan bahwa dalam masyarakat dengan prinsip inilah Allah, di dalam Al-
yang multi agama seringkali timbul Qur ’an surat Yunus ayat 99, menegur pertentangan antar pemeluk agama yang
keras Nabi Muhammad SAW ketika berbeda. Secara umum konflik antar
beliau menunjukkan keinginan dan pemeluk agama tersebut disebabkan oleh
kesediaan yang menggebu untuk beberapa faktor antara lain seperti:
memaksa manusia menerima dan pelecehan
mengikuti ajaran yang disampaikanya, pemimpin spiritual sebuah agama
sebagai berikut:
tertentu, perlakuan aparat yang tidak adil
terhadap pemeluk agama tertentu, kecemburuan ekonomi dan pertentangan
kepentingan politik (Yaqin, 2005).
Ketegangan intra beragama dan
antar umat beragama senantiasa
menghiasi perjalanan bangsa ini. Sudah banyak konflik terjadi dalam satu
dasawarsa terakhir. Korban tewas dalam
konflik sudah tak terhitung. Rumah-
rumah peribadatan hancur, sebagian
Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
hangus di bakar, sebagian luluh lantak semua orang yang di muka bumi
dirobohkan, dan sebagian lainnya rusak seluruhnya. Maka Apakah kamu oleh amuk massa yang terbakar api
(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
hakekatnya pendidikan adalah suatu Menurut Shihab (2005), ayat di
proses dari "upaya memanusiakan atas telah mengisyaratkan bahwa
manusia" (Lutdijo,1996). manusia diberi kebebasan percaya atau
Ini mengandung maksud bahwa tidak. Kaum Nabi Yunus yang tadinya
tanpa adanya media berupa pendidikan enggan beriman, dengan kasih sayang maka teologi plural akan sulit Allah swt. yang telah memberi berkembang di bumi nusantara ini. peringatan kepada mereka, hingga kaum Pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah Yunus yang tadinya membangkang, sesuatu yang agung karena dengan kemudian atas kehendak mereka sendiri pendidikan kita, dapat membuka mereka sadar dan beriman. cakrawala untuk melihat kenyataan yang
Demikianlah prinsip dasar Al- terjadi dalam masyarakat. Termasuk di Qur ‟an yang berkaitan dengan masalah
dalamnya keragaman atau heterogenitas pluralisme dan toleransi. Karena Islam
Harapan dari menilai bahwa syarat untuk membuat
(kemajemukan).
pendidikan tersebut, jangan ada lagi keharmonisan
monopoli kebenaran (truth claim) atas terhadap komponen-komponen yang
adalah
pengakuan
suatu kelompok.
secara alamiah berbeda.
Pendidikan Toleransi
Salah satu
jalan
dalam
Istilah pendidikan berasal dari kata menumbuhkan dan mengkonstruksi ber-
didik yang mendapat awalan pe dan tasâmuh
tersebut
adalah melalui
akhiran an yang mengandung arti pendidikan. Karena pendidikan memiliki
perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). peranan urgen membentuk karakter anak
pendidikan merupakan didik sebagai upaya memenuhi tuntutan
Istilah
terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu era modern dan global sekarang ini,
‘ Paedagogie’, yang terdiri dari pais berarti dimana seluruh elemen masyarakat
anak dan again yang berarti membimbing, bertanggung
jawab
terciptanya
jadi paedagogie berarti bimbingan yang perdamaian abadi. Dalam hal ini
diberikan kepada anak (Ahmadi dan pendidikan agama Islam sebagai media
Uhbiyati, 1991).
penyadaran umat perlu mengembangkan nilai-nilai bertoleransi antar umat
menurut W.J.S. beragama (Ma’arif, 2005).
Sedangkan
Poerwadarminta (1985), pendidikan secara letterlijk berasal dari kata dasar didik, dan
diberi awalan men, yaitu kata kerja yang memiliki tantangan berat untuk merubah
artinya “memelihara dan memberi paradigma berpikir manusia dari
latihan (ajaran)”. Pendidikan sebagai kata eksklusif menuju inklusif. Permusuhan
benda berarti proses perubahan sikap benda berarti proses perubahan sikap
definisi yang dikemukakan oleh Ahmad manusia melalui upaya pengajaran dan
D. Marimba (1989), bahwa pendidikan latihan.
adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar
pendidik terhadap Dalam bahasa Inggris, education
oleh
perkembangan jasmani dan rohani (pendidikan) berasal dari kata educate
peserta didik menuju terbentuknya (mendidik)
artinya
memberikan
kepribadian utama”. peningkatan (to elicit, to give riset to), dan
mengembangkan (to evolve, to develop). Sedangkan pendidikan sebagai Dalam
suatu proses dalam pandangan filsafat education atau pendidikan berarti
pendidikan Islam, bagaimanapun tidak perbuatan atau proses perbuatan untuk
dapat dilepaskan dari keterikatannya memperoleh pengetahuan (Syah, 1997).
dengan fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan demikian
Terma pendidikan
secara
teriminologi pendidikan menurut Muzayyin Arifin
didefinisikan secara berbeda-
hakikatnya adalah beda oleh para ahli pendidikan.
pada
merupakan rangkaian bimbingan dan Perbedaan
ini dipengaruhi oleh pengarahan hidup manusia, yaitu berupa
welthanscauung masing-masing. Ada yang kemampuan-kemampuan dasar (potensi
melihat dari kepentingan atau aspek yang fitrah) dan kemampuan ajar (intervensi),
diembannya, dari proses ataupun dilihat sehingga terjadi perubahan di dalam
dari aspek yang terkandung di dalam kehidupan pribadinya baik dalam
pendidikan dan dari fungsi pendidikan statusnya sebagai makhluk individu,
itu sendiri. sosial serta hubungannya dengan alam Hasan
sekitarnya di mana ia hidup. misalnya, melihat arti pendidikan dari sisi Terlepas dari berbagai kontroversi
Langgulung
fungsi pendidikan, yaitu: pertama , tentang pemakaian istilah yang tepat
menyiapkan generasi muda untuk untuk pendidikan,
penulis akan memegang peranan-peranan tertentu
memaparkan beberapa pendapat ahli dalam masyarakat dimasa mendatang,
kedua pendidikan dan pendapat penulis sendiri
, mentransfer pengetahuan, sesuai tentang definisi pendidikan dilihat dari
peranan yang diharapkan, dan ketiga segi terminologi, yaitu diantaranya:
mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan
a. asy-Syaibani (1979) mengemu- masyarakat bagi kelangsungan hidup
kakan bahwa pendidikan adalah masyarakat dan peradaban.
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada
Sedangkan definisi pendidikan kehidupan pribadi, masyarakat,
yang disandarkan pada makna dan aspek yang disandarkan pada makna dan aspek
nilai etis Islam. pendidikan dan pengajaran sebagai
e. Menurut F. J. McDonald (1995) suatu aktivitas asasi dan profesi di
pendidikan adalah ”a process or an antara sekian banyak profesi asasi
activity which is directed at producting dalam masyarakat.
desireable changes in the behavior of
b. Menurut Poerbawakatja (1982), human beings ". (pendidikan adalah pendidikan
sebuah proses atau aktivitas yang perbuatan dan usaha dari generasi
berarti
semua
pada proses tua
menunjukkan
perubahan yang diinginkan di pengetahuannya, pengalamannya,
untuk
memberikan
dalam tingkah laku manusia) kecakapannyan dan keteram-
Perbedaan ataupun kontroversi pilannya kepada generasi di
tentang definisi pendidikan yang bawahnya sebagai usaha untuk
oleh para pakar menyiapkan mereka agar dapat
dikemukakan
pendidikan, oleh Azyumardi Azra (1999) memenuhi fungsi hidupnya, baik
dan Syafi’i Maarif (1999) dianggap suatu jasmaniah maupun rohaninya.
hal yang wajar karena perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh welthanscauung masing- berpendapat bahwa pendidikan
c. M. Kamal Hasan
masing dan nilai-nilai budaya yang dianut berarti
oleh para pakar tersebut. komprehensif dari pengembangan
suatu proses
yang
Dalam Konferensi Internasional kepribadian
manusia
secara
Pendidikan Islam ke -1 di Makkah tahun keseluruhan,
yang
meliputi
1977 disebutkan bahwa pendidikan intelektual, spiritual, emosi dan
mencakup tiga pengertian sekaligus, fisik, sehingga seorang muslim
yakni ta’lim, ta’dib dan tarbiyah (Toha, disiapkan dengan baik untuk
1996). Jadi ada tiga istilah yang diartikan melaksanakan
tujuan-tujuan
dengan pendidikan.
kehadirannya oleh Tuhan sebagai hamba dan wakil-Nya di bumi,
Menurut ‘Abd al Fatah Jalal (1997), istilah ta’lim lebih tepat untuk
d. Sedangkan menurut Ali Asraf (t.th) menunjuk konsep pendidikan menurut
pendidikan adalah suatu upaya Al Qur’an, karena istilah tersebut melatih perasaan muris-murid
mengandung makna lebih luas dari pada sehingga dalam sikap, tindakan,
tarbiyah .
keputusan atau pendekatan mereka Sedangkan Syed Muhammad Al
terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh
Naquid al Attas (1990) berpendapat bahwa istilah ta’dib lebih tepat untuk Naquid al Attas (1990) berpendapat bahwa istilah ta’dib lebih tepat untuk
oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk Konsep ta’dib mencakup integrasi antara
pendidikan.
mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik ilmu dan amal sekaligus.
yang tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang
Adapun istilah tarbiyah berasal dari diselenggarakannya. Disisi lain, kata Islam
tiga kata yaitu : pertama kata robba-yarbu di tempatkan sebagai sumber nilai yang
yang berarti zada wa nama atau akan di wujudkan dalam seluruh kegiatan
(bertambah dan tumbuh), seperti terdapat dalam Al Qur’an Surat Ar Rum pendidikannya.
39. kedua, kata robiya-yarubbu dengan Kedua , jenis pendidikan yang mengikuti wazan mada yamuddu yang
memberikan perhatian dan sekaligus berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menjadikan ajaran Islam sebagai menuntun, menjaga dan memelihara.
pengetahuan untuk program studi yang Ketiga, merujuk pada mufrodad al fadz al
diselenggarakannya. Disini, kata Islam Quran (al-Ishfahani, 1992) kata tarbiyah
ditempatkan sebagai bidang studi, merupakan akar kata robb yang berarti
sebagai ilmu dan diperlakukan seperti mengembangkan sesuatu (an-Nahlawi,
ilmu yang lain.
1992). Ketiga , jenis pendidikan yang
mencakup kedua pengertian itu. Disini, mengandung empat unsur nilai, yaitu: 1)
Kata
tarbiyah itu
sendiri
kata Islam ditempatkan sebagai sumber menjaga
nilai, juga sebagai bidang studi yang manuasia: 2) mengembangkan seluruh
dan memelihara
fitrah
ditawarkan lewat program studi. potensi; 30 mengarahkan seluruh fitrah
Dari Pengertian ini kiranya bisa dan potensi menuju kesempurnaan ; 40
lebih dipahami bahwa keberadaan dilaksanakan secara bertahap. Dari
Islam tidak sekedar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan
persoalan ciri kas, tarbiyah (pendidikan) merupakan usaha
menyangkut
melainklan lebih mendasar lagi, yaitu mengembangkan seluruh potensi anak
tujuan yang diidamkan dan di yakini didik
secara bertahap
menuju
sebagai yang paling ideal. Atau dalam kesempuraan.
pembahasan filsafatnya diistilahkan Pengertian tentang pendidikan
sebagai “insan kamil“ atau manusia yang lebih rinci sesuai dengan konteks
paripurna. Hal ini dapat terwujud dengan sekarang, diberikan oleh Zarkowi Soejati
upaya mengembangkan kepribadian sebagaimana dikutip oleh A.Malik Fajar
manusia yang bersifat menyeluruh secara (1995) bahwa pendidikan
harmonis berdasarkan potensi psikologi mempunyai pengertian :
Islam
dan fisiologis.
pertama, jenis pendidikan yang Sedangkan menurut penulis sendiri pendirian dan penyelengaraan di dorong
pendidikan adalah suatu bimbingan, pendidikan adalah suatu bimbingan,
orang lain, dengan dilakukan
menghargai
menghargai asal-usul dan latar belakang menumbuhkan dan mengembangkan
mereka. Toleransi mengundang dialog seluruh potensi peserta didik secara
untuk mengkomunikasikan adanya saling maksimal dan integral, baik aspek
pengakuan. Inilah gambaran toleransi jasmani, rohani, aspek sensual logis (ranah
dalam bentuknya yang solid (Syarbini, kognisi ),
bisa bermakna transendental (ranah afektif), baik dalam
psikomotorik ), maupun aspek moral-
Toleransi
penerimaan kebebasan beragama dan lingkungan keluarga, sekolah, maupun
perlndungan undang-undang bagi hak masyarakat sesuai dengan tujuan yang
asasi manusia dan warga negara. telah ditetapkan.
Toleransi adalah sesuatu yang mustahil untuk dipikirkan dari segi kejiwaan dan
Dictionary of English Language intelektual dalam hegemoni sistem-
sistem teologi yang saling bersikap disebutkan, bahwa toleransi berarti: "The
ekslusif (Baidhawy, 2002). capacity for or practice of allowing or respecting
Jika
pengertian ini
the nature, beliefs, or behavior or others
diimplementasikan dalam kehidupan Toleransi (tasâmuh) adalah modal utama
beragama, maka dapat berarti mengakui, dalam
menghadapikeraaman
dan
menghormati dan membiarkan agama perbedaan (yanawwu'iyyah).
atau kepercayaan orang lain untuk hidup Dalam kamus besar bahasa
dan berkembang.
Indonesia (2005) toleransi berarti
sebagai prinsip bersifat atau bersikap menghargai,
Adapun
toleransi adalah membiarkan, membolehkan pendirian
metodologis,
penerimaan terhadap yang tampak (pendapat, pandangan kepercayaan) yang
sampai kepalsuannya tersikap. Toleransi berbeda atau bertentangan dengan
relevan dengan epistemologi, juga pendirian sendiri.
relevan dengan kata etika sebagi prinsip Secara
normative,
menurut
menerima apa yang dikehendaki sampai Syarbini, dkk (2011) toleransi merupakan
ketidaklayakannya tersikap. salah satu diantara sekian ajaran inti dari
keyakinan bahwa Islam. Toleransi sejajar dengan ajaran
Sekaligus
keanekaragaman agama terjadi karena fundamental yang lain, seperti kasih
sejarah dengan semua faktor yang sayang (rahmah), kebijaksanaan (hikmah),
mempengaruhinya, kondisi ruang dan kemaslahatan universal (al-maslahah al-
ammah waktunya yang berbeda, prasangka,
), dan keadilan. keinginan dan kepentingannya. Dibalik
Menjadi toleran
adalah
keanekaragaman agama berdiri al-din al- membiarkan atau membolehkan orang
hanif , agama fitrah Allah, yang mana lain menjadi diri mereka sendiri, hanif , agama fitrah Allah, yang mana lain menjadi diri mereka sendiri,
sesama umat beragama. agama ini atau itu (al-Faruqi, 1986).
Salah satu ayat yang dijadikan Dalam hubungannya dengan ini,
dasar untuk bersikap tasamuh ini adalah : toleransi pada dasarnya adalah upaya
untuk menahan diri agar potensi konflik
dapat ditekan (Alwi Shihab, 2004).
Dan toleransi ini, adalah salah satu
ciri pokok masyarakat egalitarian, yang di
mana keanekaragaman budaya, etnis,
bahasa
menunjukkan bahwa secara kodrati, yang
dan sejenisnya
bukan
satu lebih baik dari yang lain melainkan agar masing-masing saling mengenal,
memahami, dan bekerja sama. Untuk itu
diperlukan sikap saling pengertian, saling menghormati, dan menghargai, terbuka
"Hai manusia, sesungguhnya Kami dan lapang dada (Mukti, 2002).
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
Dengan demikian, yang dimaksud menjadikan kamu berbangsa-bangsa
konsep toleransi di sini adalah suatu dan bersuku-suku supaya kamu sikap saling mengerti, memahami, dan
saling kenal-mengenal. Sesung- menghormati
adanya
perbedaan-
guhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
perbedaan demi tercapainya kerukunan orang yang paling taqwa diantara antar umat beragama. Dan dalam
kamu. Sesungguhnya Allah Maha berinteraksi dengan aneka ragam agama
Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S Al-Hujurat : 13)
tersebut, diharapkan masih memiliki
komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing.
Ada beberapa prinsip toleransi
(Tasâmuh) yang dapat ditelusuri dalam al- Qur'ân, yaitu pengakuan adanya
pluralitas dan berlomba dalam kebajikan,
interaksi dalam beragama, serta keadilan dan persamaan dalam perlakuan.
Menjaga hubungan baik dan kerjasama
antar umat beragama yang terdiri dari
menjaga hubungan baik antar sesama
Kepada Allah-lah tempat kalian
semua kembali, maka Ia akan
menjelaskan kepadamu sekalian
tentang perkara yang pernah kamu perselisihkan." (Q.S Al-Maidah : 48)
dengan jelas
menganjurkan suatu interaksi ko-
eksistensi yang konstruktif dan penuh
kedamaian, atau bahkan ayat ini
mendesak kita untuk dengan segera
menciptakan suatu masyarakat global
yang terintegrasi (Alwi Shihab, 2004).
Selanjutnya, didalam al-Qur'ân
diyatakan bahwa pluralitas adalah salah satu kenyataan objektif komunitas umat
manusia, sejenis hukum Allah atau
sunnah Allah, dan bahwa hanya Allah yang tahu dan dapat menjelaskan, di hari
akhir nanti, mengapa manusia berbeda
satu dari yang lain.
Dan Kami telah menurunkan al- Muhammad Asad, sebagaimana Qur'ân kepadamu dengan membawa
dikutip oleh Nurcholish Madjid (1998), kebenaran, mengkonfirmasi dan
salah seorang penafsir Al-Qur'ân dalam menjadi batu ujian terhadap kitab-
kitab yang ada sebelumnya; maka tafsirnya atas ayat di atas menyatakan: putuskan perkara mereka menurut
"Pernyataan "masing-masing dari apa yang diturunkan Allah dan
kamu" di atas menunjuk kepada janganlah engkau mengikuti hawa
berbagai komunitas yang membentuk nafsu mereka dengan mengikuti
umat manusia secara keseluruhan. hawa nafsu mereka dengan
Kata syir'ah (atau syari'ah) secara meninggalkan kebenaran yang telah
harfiah berarti "jalan menuju kepada datang kepadamu. Untuk masing-
sumber air" (dari mana manusia dan masing dari kamu (umat manusia)
binatang memperoleh unsur yang telah Kami tetapkan hukum
tidak dapat dipisahkan dari hidup (syariah) dan jalan hidup (minhaj).
mereka), dan dalam Al-Qur'ân Jika Allah menghendaki, maka
digunakan untuk menunjuk ke sistem tentulah Ia jadikan kamu sekalian
hukum yang harus ada untuk umat yang tunggal (monolitik).
mencapai kebaikan sosial dan spiritual Namun Ia hendak menguji kamu
sebuah komunitas. Kata minhâj, pada sekalian berkenaan hal-hal yang
sisi lain menunjuk kepada "jalan yang telah dikaruniakan-Nya kepada
terbuka", khususnya kata dalam kamu. Maka berlombalah kamu
pengertian abstrak: yakni, jalan hidup. sekalian untuk berbuat kebajikan.
Dua Ayat tersebut di atas, tetapi dalam kenyataannya menunjukkan setidaknya mengandung tiga rinsip utama
bahwa manusia sebagai individu secara berkaitan
fitrah memiliki perbedaan. Selain itu keragaman dan perbedaan, yaitu
perbedaan tersebut juga terdapat kadar (Baidhawy, 2002):
kemampuan yang dimiliki masing-masing Pertama, Prinsip plural is usual.
individu. Jadi secara fitrah, manusia Yakni, kepercayaan dan praktek
memiliki perbedaan individu (individual kehidupan bersama yang menandaskan
differential ) yang unik (Jalaluddin, 2001). kemajemukan sebagai sesuatu yang
Sehubungan dengan itu, maka lumrah dan tidak perlu diperdebatkan
tujuan pendidikan diarahkan pada usaha apalagi dipertentangkan.
membimbing dan mengembangkan Kedua, Prinsip equal is usual. Ayat
potensi anak didik secara optimal, tersebut merupakan normatifitas bagi
dengan tidak mengabaikan adanya faktor kesadaran baru bagi manusia mengenai
perbedaan individu serta menyesuaikan realitas dunia yang plural. Kesadaran ini
dengan kadar bukan hanya karena manusia telah
pengembangannya
kemampuan yang dimiliki masing-masing mampu melihat jumlah etnis dan bangsa
individu.
yang sangat beragam di dunia ini. Perbedaan individu inilah yang
Namun kesadaran itu telah mengalami memunculkan sikap toleransi, karena
perkembangan sesuai dengan episteme adanya perbedaan individu tersebut
zamannya. maka manusia bisa mengambil hikmah
Ketiga, Prinsip sahaja dalam dari perbedaan tersebut yaitu dengan
keragaman (modesty in diversity). Bersikap menghargai perbedaan dan mampu
dewasa dalam merespon keragaman bekerja sama dengan orang lain yang
menghendaki kebersahajaan; yakni sikap berbeda karakter, sikap, aliran, suku,
moderat yang menjamin kearifan agama, dan lain-lain. Jadi toleransi dalam
berpikir (open mind) dan bertindak; jauh Pendidikan Islam adalah bagaimana
dari fanatisme yang sering melegitimasi seorang guru mampu berperan diantara
penggunaan instrumen kekerasan dan para siswa yang berbeda dan
membenarkan dirty hands (tangan
mengakomodasikannya sehingga diantara berlumuran darah dan air mata orang tak
para siswa tersebut mampu saling berdosa) untuk mencapai tujuan apapun;
menghargai, menghormati, toleran dan mendialogkan berbagai
pandangan
mampu bekerja sama. Ini merupakan keagamaan dan kultural tanpa diiringi
indikasi adanya nilai-nilai toleransi dalam tindakan pemaksaan.
Pendidikan Islam yang bertujuan sosial Salah satu dimensi dari tujuan
dalam aktualisasi diri manusia dengan Pendidikan Islam adalah perbedaan
masyarakat di sekitarnya. individu, walaupun ada persamaannya
Nilai-nilai Pendikan Toleransi
pertimbangan kritis tentang pengertian, estetika, kewajiban moral, dan religius.
Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan suatu pilihan
Jadi, nilai-nilai pendidikan adalah (Mulyana, 2004). Oleh karena nilai
nilai-nilai yang harus ditanamankan dan sebagai rujukan dalam bertindak, maka
dikemmbangkan pada diri seseorang. setiap orang harus memperhatikan lebih
Mardiatmaja (t.th) mengemukakan nilai- mendalam agar hati-hati dan berpikir
nilai pendidikan sebagai bantuan rasional sebelum mengambil tindakan.
terhadap peserta didik agar menyadari Seseorang yang bertindak tanpa dasar
nilai-nilai serta rujukan yang kuat dapat dianggap tidak
dan
mengalami
menempatkannya secara integral dalam memiliki dan memahami nilai moral.
keseluruhan hidupnya. Menurut Judy Lawly (2001), nilai
demikian, nilai-nilai merupakan pedoman kepercayaan yang
Dengan
pendidikan tidak hanya merupakan mendalam mengenai suatu hal yang
program khusus yang diajarkan melalui penting.
pelajaran, tetapi mempengaruhi perilaku dan tertanam
mencakup pula keseluruhan proses kuat dalam kebudayaan masyarakat dan
pendidikan. Dalam hal ini, yang latar belakang keluarga.
menanamkan nilai kepada peserta didik bukan saja guru pendidikan nilai dan
Schwartz (dalam L. Myyry & K. moral serta bukan saja pada saat
Helkama, 2002) mendefinisikan “values as mengajarkannya, melainkan kapan dan di
goals and motivations which serve as guiding principles in people’s lives”. Artinya, nilai manapun, nilai harus menjadi bagian
integral dalam kehidupan. sebagai tujuan dan motivasi yang
berperan sebagai
Dari definisi di atas dapat ditarik petunjuk dalam kehidupan manusia.
prinsip-prinsip
suatu definisi nilai-nilai pendidikan toleransi mencakup keseluruhan aspek
Apabila nilai telah mempribadi pengajaran atau bimbingan kepada
dalam kehidupan seseorang, maka akan peserta didik agar memiliki modal nilai
tampak dalam pola-pola sikap, niat dan yang menjadi prinsip dan petunjuk dalam
perilakunya. Menurut Merril (dalam
kehidupannya.
Koyan, 2000), nilai adalah patokan atau standar pola-pola pilihan yang dapat
demikian, mereka membimbing seseorang atau kelompok
Dengan
menyadari nilai kebenaran, kebaikan, ke arah “satisfaction,fulfillment, and
kebersamaan, dan keindahan melalui meaning”.
proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.
Patokan, kriteria, prinsip-prinsip, Penekanannya terletak pada peran
dan ukuran yang memberi dasar pendidikan sebagai transformasi nilai dan ukuran yang memberi dasar pendidikan sebagai transformasi nilai
kemampuan batin bersama orang lain memiliki nilai moral, maka segala
yang berbeda secara hakiki, meskipun tindakan peserta didik akan terkontrol
terhadap konflik dengan pemahaman karena dilakukan dengan pertimbangan
kita. Pendidikan agama Islam dengan nilai yang matang.
menekan kan nilai-nilai toleransi dirancang,
di desain untuk Adapun nilai-nilai pendidikan
nilai-nilai sebagai toleran yang perlu dikembangkan adalah:
menanamkan
berikut:
a. Belajar dalam perbedaan
1) sikap toleransi dari tahap yang Pendidikan yang menopang
minimalis, dari yang sekadar proses dan produk pendidikan
dekoratif hingga yang solid. nasional hanya bersandar pada tiga
pilar utama yang menopang proses klasifikasi nilai-nilai kehidupan
bersama menurut perspektif dan produk pendidikan nasional, yaitu
how to know, how to do agama-agama.
, dan how to be.
Pada pilar ketiga How to be pendewasaan emosional.
menekankan pada cara “menjadi
4) kesetaraan dan partisipasi. orang” sesuai dengan karakteristik
5) kontrak sosial baru dan aturan dan kerangka pikir anak didik. Dalam
kehidupan bersama konteks ini, how to life and work together
main
antaragama.
with others pada kenyataannya belum
b.
Membangun saling percaya. sekaligus menanamkan ketrampilan
secara mendasar
mengajarkan
Rasa saling percaya adalah salah hidup bersama dalam komunitas yang
satu modal sosial terpenting dalam plural secara agama, cultural, ataupun
penguatan masyarakat etnik.
c. Memelihara saling pengertian. Selanjutnya pilar keempat
Memahami bukan serta sebagai suatu jalinan komplementer
menyetujui. Saling memahami adalah terhadap tiga pilar lainnya dalam
kesadaran bahwa nilai-nilai mereka praktik pendidikan meliputi proses:
dan kita adalah berbeda, dan mungkin pertama,
pengembangan
sikap
saling melengkapi serta memberi toleran, empati, dan simpati, yang
kontribusi terhadap relasi yang merupakan prasyarat esensial bagi
dinamis dan hidup. Agama mempu- keberhasilan dan proeksistensi dalam
nyai tanggung jawab membangun keragaman agama.
landasan etnis untuk bisa saling memahami diantara entitas-entitas landasan etnis untuk bisa saling memahami diantara entitas-entitas
dan sikap toleran bisa berlangsung secara koinsiden, dimana agama bukan
d. Menjunjung tinggi sikap saling merupakan sebab melainkan digunakan
menghargai. untuk menciptakan muatan moral Pendidikan
Agama
Islam
terhadap tindakan tersebut (Adjie, didesain
2005). Dengan artian agama menjadi semacam ini, diharapkan akan tercipta
proses
pembelajaran
penopang dan menjadi pembenaran dari sebuah proses pembelajaran yang
kepentingan pelaku, ini merupakan mampu menumbuhkan kesadaran
konsekwensi logis dari agama sebagai pluralis dikalangan anak didik. Jika
sistem nilai yang universal. desain
Pemahaman atas agama secara terimplementasi dengan baik, harapan
radikal dan distorsif (ideologi teroris) terciptanya kehidupan yang damai,
semakin menjadi bahaya laten yang terus penuh toleransi, dan tanpa konflik
merongrong pola pikir dan pola sikap lebih cepat akan lebih terwujud.
generasi bangsa Indonesia. Hal itu Sebab pendidikan merupakan media
sangat beralasan, jika melihat fakta dengan kerangka yang paling
tragedi bom JW Marriott yang kedua sistematis, paling luas penyebarannya,
kalinya pada beberapa waktu yang lalu, dan paling efektif
kerangka
dengan pelaku bom bunuh diri (suicide, implementasinya.
bomber ) bernama Dani Dwi Permana Selain itu, perlu juga dipahami
yang diketahui masih berusia remaja. bahwa nilai-nilai agama memiliki
Dengan bungkus semangat jihad di jalan pengaruh kuat terhadap pemahaman
Allah (jihâd fî sabîlillâh), rupanya para seseorang atas perilakunya. Setidaknya
teroris sengaja membidik para remaja ada dua kemungkinan hubungan antara
memuluskan agendanya sikap toleran dengan pemahaman
untuk
(Abimanyu, 2006).
agama. Di tangan teroris, Islam yang Pertama, agama menjadi sumber
semula merupakan kepercayaan open dari terorisme apabila tindakan teror itu
minded dan inklusif yang mengajarkan merupakan perwujudan dari perintah
kedamaian (rahmatan lil âlamîn), digeser agama, baik secara langsung maupun
ke arah intepretasi teks keagamaan yang tidak langsung (Adjie, 2005). Yang
berdimensi sosial-politik. demikian, biasanya terjadi akibat dari Hal inilah yang menyebabkan
pemahaman atas ajaran agama secara leterlek
agama Islam dihadirkan dengan wajah (tekstual).
yang menakutkan bagi kehidupan politik dan tidak menawarkan ajaran-ajaran yang menakutkan bagi kehidupan politik dan tidak menawarkan ajaran-ajaran
ketimpangan nalar atau berfikir. meliputi, menjadi tereduksi fungsinya
Dengan demikian, anak didik sebagai ideologi gerakan politik dan
selalu diposisikan sebagai objek digunakan sebatas sebagai langkah
pendidikan, bukan sebagai subjek pembelaan kelompok-kelompok muslim
pendidikan. Implikasinya, pendidikan parsial.
hanyalah menciptakan manusia robot Melihat
yang tidak punya jati diri selayaknya para pendidikan seharusnya ikut bertanggung
teroris yang bertebaran dimana-mana. jawab atas persoalan nalar berfikir yang
Dan yang menarik, terorisme dalam melahirkan terorisme. Maka sebagai
klasifikasi dominan itu banyak dilakukan lokus transfer of knowledge pendidikan
oleh orang Islam yang mengenal mempunyai peranan penting dalam
pendidikan, baik formal maupun non proses
pengetahuan, termasuk pengetahuan
Implementasi Pendidikan Toleransi
agama toleran dan inklusif.
dalam Pendidikan Agama Islam
Dalam beberapa hal, terdapat keberagamaan
tersendiri dalam menjadi pemicu terjadinya terorisme,
Pendidikan Agama Islam, yang terkait pada sebagian kelompok tertentu teks
dengan sisi aqidah. Sebagaimana telah dijadikan
banyak diketahui, bahwa istilah aqidah kebenaran pengetahuan. Pemahaman
satu-satunya
otoritas
berasal dari bahasa Arab yang berarti yang demikian pada tahap selanjutnya
“kepercayaan”, maksudnya adalah hal- mengantarkan
hal yang diyakini oleh seluruh umat pengetahuan yang eksklusif. Paradigma
salah dan benar (beener opposition) selalu Dalam Islam, aqidah selalu berujung pada pilihan-pilihan yang
berhubungan dengan iman. Aqidah bersifat hitam putih dan sempit.
adalah ajaran sentral dalam Islam dan Diakui atau tidak, pendidikan
menjadi inti risalah Islam melalui sebagai sebuah lokus tranformasi nilai-
Muhammad. Tegaknya aktivitas ke- nilai (transfer of values) juga berkontribusi
Islaman dalam hidup dan kehidupan terhadap pola bernalar yang demikian
itulah yang dapat eksklusif. Sebab pendidikan yang pada
seseorang
menerangkan bahwa orang tersebut hakikatnya adalah sebagai lumbung
memiliki akidah (Muhaimin, 2002). produksi dan reproduksi pengetahuan
Masalahnya adalah karena iman itu ternyata, pendidikan hanya menjadi
bersegi teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah bersegi teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah
untuk memonopoli kebenaran secara tersendiri ketika harus berhadapan
keliru.
dengan “keimanan” dari orang yang Celakanya, kognisi social seperti
beragama lain. itu merupakan hasil dari “pendidikan Apalagi persoalan iman ini, juga
agama”. Pendidikan agama dipandang merupakan inti bagi semua agama, jadi
masih banyak memproduk manusia yang bukan hanya milik Islam saja. Maka, tak
memandang golongan lain (tidak heran jika kemudian muncul persoalan
seakidah) sebagai musuh. Maka di truth claim dan salvation claim diantara
perlunya menampilkan agama-agama, yang sering berakhir
sinilah
pendidikan agama yang fokusnya adalah dengan tindakan kekerasan sebagaimana
bukan semata kemampuan ritual dan terorisme (Yaqin, 2005).
keyakinan tauhid, melainkan juga akhlak sosial dan kemanusiaan.
Untuk mengatasi persoalan seperti itu, pendidikan agama Islam melalui
Pendidikan agama, merupakan ajaran aqidahnya, perlu menekankan
sarana yang sangat efektif untuk pentingnya
nilai-nilai anti beragama. Pelajaran aqidah, bukan
terorisme dengan cara mentranfor- sekedar menuntut pada setiap peserta
masikan aqidah inklusif pada peserta didik untuk menghapal sejumlah materi
didik. Perbedaan agama dan identitas yang berkaitan denganya, seperti iman
lainnya yang dimiliki peserta didik kepada Allah swt, nabi Muhamad saw,
bukanlah menjadi penghalang untuk bisa dll. Tetapi sekaligus, menekankan arti
bergaul dan bersosialisasi diri. pentingnya penghayatan keimanan dalam
Justru pendidikan agama dengan kehidupan sehari-hari. Intinya, aqidah
peserta didik berbeda agama, dapat harus berbuntut dengan amal perbuatan
dijadikan sarana untuk menggali dan yang baik atau akhlak al-Karimah pada
menemukan nilai-nilai keagamaan pada peserta didik. Memiliki akhlak yang baik
agamanya masing-masing sekaligus dapat pada Tuhan, alam dan sesama umat
mengenal tradisi agama orang lain. manusia.
Bukan malah sebaliknya, perbedaan yang Pendidikan Islam harus sadar,
ada menjadi titik tolak konflik antara bahwa kasus-kasus kekerasan dan
yang satu dengan yang lain (Mulkhan, terorisme yang sering terjadi di
Indonesia ini adalah akibat ekspresi Target Pendidikan Agama Islam
keberagamaan yang salah dalam harus berorientasi pada akhlak. Bahkan
masyarakat kita, seperti ekspresi dalam pengajaran akidahnya, kalau perlu
keberagamaan yang masih bersifat semua peserta didik disuruh merasakan keberagamaan yang masih bersifat semua peserta didik disuruh merasakan
salah satunya bisa diajarkan lewat dalam rangka agar mereka memper-
pendidikan akidah yang inklusif. Dalam tahankan iman. Sebab, akidah itu harus
pembelajaranya, tentu saja memberikan dipahami sendiri, bukan dengan cara
perbandingan dengan akidah yang taklid, taklid tidak dibenarkan dalam
dimiliki oleh orang lain. Meminjam persoalan akidah.
akidah seperti itu Melalui suasana pendidikan seperti
pendidikan
mensyaratkan adanya fairly and sensitively itu, tentu saja akan terbangun suasana
dan bersikap terbuka (open minded). Tentu saling menenami dalam kehidupan
saja, pengajaran agama seperti itu, beragama secara dewasa, tidak ada
sekaligus menuntut untuk bersikap perbedaan yang
berarti diantara
“objektif” sekaligus “subjektif”. “perbedaan” manusia yang pada
realitasnya memang berbeda. Tidak Objektif, maksudnya adalah sadar dikenal superior ataupun inferior, serta
bahwa membicarakan banyak iman memungkinkan terbentuknya suasana
secara fair itu tanpa harus meminta dialog yang memungkinkan untuk
mempertanyakan membuka wawasan spritualitas baru
pertanyaan
atau
mengenai benar atau validnya suatu tentang keagamaan dan keimanan
agama. Sedangkan Subjektif, berarti masing-masing.
sadar bahwa pengajaran seperti itu sifatnya hanyalah untuk mengantarkan
Pendidikan Agama Islam harus memandang “iman”, yang dimiliki oleh setiap peserta didik memahami dan
merasakan sejauh mana keimana tentang setiap pemeluk agama, bersifat dialogis
suatu agama itu dapat dirasakan oleh artinya iman itu bisa didialogkan antara
orang yang mempercayainya. Tuhan dan manusia dan antara sesama
manusia. Iman merupakan pengalaman Melalui pengajaran akidah inklusif kemanusiaan ketika berinteraksi dengan-
seperti itu, tentu saja bukan untuk Nya (dengan begitu, bahwa yang
membuat suatu kesamaan pandangan, menghayati dan menyakini iman itu
apalagi keseragaman, karena hal itu adalah manusia, dan bukanya Tuhan),
adalah sesuatu yang absurd dan sangat dan pada tingkat tertentu iman itu bisa
naïf, yang dicari adalah mendapatkan didialogkan oleh manusia, antar sesama
titik-titik pertemuan yang dimungkinkan manusia dan dengan menggunakan
secara teologis oleh masing-masing bahasa manusia (Mulkhan, 2003).
agama. setiap agama mempunyai sisi ideal secara filosofis dan teologis, dan
Tujuan untuk menumbuhkan inilah yang dibanggakan penganut suatu
saling menghormati kepada semua agama, serta yang akan menjadikan
manusia yang memiliki mazhab atau manusia yang memiliki mazhab atau
cinta damai.
mereka.
Kesimpulan
Paradigma inklusif merupakan Nilai-nilai pendidikan toleransi
model pembelajaran yang senantiasa dalam pendidikan Agama Islam,
menekankan pada penerimaan atas setidaknya didasakan pada pada; Pertama,
perbedaan, perbedaan pendapat, cara Falsafah pendidikan toleransi, yaitu
pandang, dan latar belakang. Bahkan, proses pengenalan dan pemberian
perbedaan agama yang dipahami sebagai informasi akan nilai-nilai toleransi,
sebuah keniscayaan dalam hidup. dengan harapan membantu peserta didik
Pemberian ruang yang sama atas entitas untuk menjadi manusia yang bermoral,
yang plural merupakan aspek terpenting berwatak serta bertanggung jawab dalam
dalam pendidikan anti terorisme. Pola rangka membangun hidup bermasyarakat
pendidikan dengan paradigma inklusif
dan berbangsa.
akan menghasilakan out-put pendidikan atau peserta didik yang mempunyai Kedua, Aqidah Inklusif Sebagai
Pijakan Pendidikan toleransi, yaitu pengetahuan, mental dan perilaku
toleran. Dalam prakteknya pendidikan menumbuhkan saling menghormati kepada semua manusia yang memiliki
anti terorisme dapat diartikan sebagai mazhab atau keyakian yang berbeda
proses pembelajaran dimana mata pelajarana agama atau kelompok mata
dalam beragama. Adapun nilai-nilai pendidikan toleransi adalah Toleransi,
pelajaran agama (Aqidah, Akhlak, fiqih, Al-
Qur’an–Hadits) senantiasa dikon- Nirkekerasan, dan Pluralisme. tekstualisasikan dengan nilai-nilai lokal
terhadap (local wisdom) dengan mengedepankan
Pandangan
Islam
Pendidikan toleransi adalah tercermin semangat kemanusiaan.
pada 4 (empat) isu pokok yang Kemudian setidaknya ada tiga
dipandang sebagai dasar pendidikan toleransi, yaitu :
fungsi dari implementasi pendidikan toleransi ini, yaitu; Pertama, sebagai
Pertama, kesatuan dalam aspek ikhtiar dalam membentuk akhlaq mulia
ketuhanan dan pesan-Nya (wahyu); peserta didik yang terejawantahkan
Kedua, kesatuan kenabian; Ketiga, tidak dalam
ada paksaan dalam beragama; dan ketaqwaannya. Kedua, sebagai ikhtiar
Keempat, pengakuan terhadap eksistensi dalam menekan, membatasi, serta
agama lain. Namun demikian, dalam menghilangkan ruang gerak para pelaku
proses pelajaran Agama Islam dapat aksi terorisme. Ketiga, sebagai ikhtiar
diperoleh suatu gambaran bahwa untuk menguatkan kembali umat Islam
implementasi pendidikan agama Islam, 121 implementasi pendidikan agama Islam, 121
DAFTAR PUSTAKA
hubungannya
dengan Sikap
di SMA Abdul Wahid, “Tendensi Antipluralisme
Berprilaku
Muhammadiyah Pekanbaru”, Tesis, dalam Pendidikan Islam ; Kritik
PPs. UIN Suska Riau, 2010. Teks Buku Ajar PAI SMU/SMK”, dalam Jurnal, Ulumuna, Vol. VII,
Dawn Perlmutter, Investigating Religious Edisi 12, No. 2, Juli-Desember
Terrorism and Ritualistic Crimes , 2003.
London: CRC PRESS, 2004 ___________, dkk. Kejahatan Terorisme:
Pendidikan dan Perspektif Agama, HAM dan
Departemen
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Hukum , Bandung: PT. Refika
Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, Aditama, 2004
Adjie S. Terorisme, Jakarta: Surya Multi Dwi Hendro Sunarko, Ideologi Teroris Grafika, 2005
Indonesia , Jakarta: Grafindo Indah, 2006
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam , Jakarta: Sinar Grafika, 1999
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan Jakarta; Rineke Cipta, 2001, Ali Khan, A Legal Theory of International Terrorism ,
F. Budi Hardiman dkk., Terorisme, Review, 1982
Connecticut
Law
Definisi, Aksi dan Regulasi, Jakarta: Imparsial, 2005.
Ali Muthohar, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2005
Hamid Algar, Wahabisme; Sebuah Tinjauan Kritis , Jakarta: Paramadina, 2008
A. Graner, Black’s Law Dictionary Eighth Edition , St. Paul: West Thomson,
Hari Setiawan, Kamus Bahasa Indonesia, 2004
Surabay: Karya Gemilang Utama, 1996
Bambang Abimanyu, Teror Bom Azhari- Noor Din , (Jakarta: Republika,
H. A. R. Tilar, Manajemen Pendidikan 2006)
Nasional , Bandung; PT Remaja Rosada karya, 1999)
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik; Dasar-dasar Ilmu Mendidik , Jakarta:
___________, Paradigma Baru Pendidikan Rineke Cipta, 1997
Nasional , Jakarta; Rineka Cipta, 2000
Burhan Bungin, Metodologi Penelitan Kualitatif , Jakarta: Raja Grafindo
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Bairud: Persada, 2006
Dar Shadir, 1998 Bryan A. Graner, Black’s Law Dictionary
Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Eighth Edition, St. Paul: West
Solo: Jazera, 2004 Thomson, 2004
J.H. Lauba, Psychological Study Of Religion, B.N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta:
(New York: Macmillan, 1912 Pustaka Sinar Harapan, 2003
Jamil Salmi, “Violence and Democratic Dahlius, “Persepsi Siswa terhadap Nilai
Society”, Yogyakarta: Pilar Media, Moral Pendidikan Agama Islam
dan Kemuhammadiyahan dan
Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Noor Huda Ismail, Temenku Teroris? Saat Pengantar Teori dan Metodologi ,
Dua Santri Ngruki Menempuh Jalan Jakarta: Rajawali Pres, 1991
yang Berbeda , (Jakarta; PT Mizan Republika, 2010), hlm. 98
Luqman Hakim, Terorisme di Indonesia, Surakarta: Forum Studi Islam
Novita, “Pendidikan Multikultural Dan Surakarta, 2004,
Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam”, Tesis, PPs. UIN Suska
Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, Riau, 2009Peter Rösler-Garcia,
Anak Kandung Mirra Noor Mila, Mengapa Memilih Jalan
Jakarta: Hida Karya Agung, 1989
”Terorisme,
Ekstremism e”, Teror; Analisi Psikologis Pelaku Teror,
<http://www.kompas.com/komp Yogyakarta
: Gajah Mada
as-
University Press, 2010 cetak/0210/15/opini/tero30.htm >, diakses 20 November 2013.
Mohd. Said Ishak, Hudud dalam Fiqh Islam , Johor: Universiti Teknologi
Rita Samela, “Orentasi Fiqhiyah dalam Malaysia: 2003
Pembelajaran PAI di SMP Pekanbaru”, Tesis, PPs. UIN Suska
Muhammad Asfar (ed.), Islam Lunak
Riau, 2008.
Islam Radikal; Pesantten , Terorisme dan Bom Bali, Surabaya: JP Pres,
Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana 2003
Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi Hukum Pidana Islam , Semarang:
Munawir Aziz, “Relasi Islam-Terorisme; Rasail Media Grup, 2009 Subjek dan Objek”, dalam Abdul Wachid (ed.), Islam dan Terorisme,
Samuel P. Huntington, “Konflik Yogjakarta: Grafindo Litera Media,
dalam Francis 2010
Peradaban?,”
dan Samuel P. Huntington, The Future of The Nasir Abas, Membongkar Jamaah Islamiyah,
Fukuyama
World Order; Masa Depan Peradaban Pengakuan Mantan Anggota JI ,
dalam Cengkraman Demokrasi Liberal Jakarta: 2006
virsus
Pluralism , (Yogyakarta: Ircisod, 2005),
Neil J. Smelser and Faith Mitchell, (Ed), Terrorism Perspectives From The
Saidurrahman, “FIQH JIHAD DAN Behavioral And Social Sciences ,
TERORISME ; Perspektif Tokoh Washington, DC: The National
Ormas Islam Sumatera Utara” Academies Press, 2001.
dalam Asy- Syir’ah, Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, Vol. 46 No. I,
Newbigin,Lesslie, Injil Dalam Masyarakat Januari-Juni 2012, Majemuk . BPK: Gunung Mulia,
1993 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Noorhaidi Hasan, “The Salafi Madrasas Jakarta: Rineka Cipta, 1993
of Indonesia”, dalam The Madrasas Suparlan suhartono, Filsafat Pendidikan, in Asia, Political Activism and
Jogyakarta, Ar-Ruzz Media Group, Transnational Lingkages , ed Farish
A Noor, Yoginder Sikand, dan Martin
Solahudin, NII Sampai JI, Salafy Jihadi di (Amsterdam: Asterdam University Indonesia , Jakarta:
van
Bruinessen
Komunitas Press, 2008),
Bambu, 2011
Syed Hasim Ali, Islam and Pluralism, www.ipsi.usa.org/currentarticles/ pluralism (diakses pada taggal 30 November 2013)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan
Bahasa
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Gita Media Press, Edisi
Terbaru The Britanica On-line Encyclopedia,
<http://www.britannica.com/eb/ article-9071797/terrorism>,
UURI no. 15 Th 2003 ttg PP pengganti UU no. 1 Th 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bab III pasal 6.
Widipedia
Indonesia
http/id.wikipedia.org/wiki/teroris me, hlm. 1.
William G. Cunningham et. al., Terrorism: Concepts, Causes, and Conflict Resolution Virginia: Defense Threat Reduction Agency Fort Belvoir, 2003
W. J. S. Poerwodarminta, Kamus Bahasa Indonesia , Jakarta; PN Balai
Pustaka, 1985 Yudhie Haryono, Melawan Dengan Teks,
Yogyakarta: Resist Book, 2005 Z.A. Maulana, Islam dan Terorisme; dari
Minyak Hingga Hegemoni Amerika , Yogyakarta: 2005