Prinsip prinsip Hukum Perikatan dan Perj

Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian
A. Ketentuan Umum Tentang Perikatan
Perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan
tersebut, (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, p. 17). Istilah perikatan ini
diambil dari istilah obligation dalam Code Civil Perancis. Jika dilihat dari unsur-unsurnya, unsur
Perikatan terdiri dari:
a. perikatan merupakan suatu hubungan hukum
b. hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih orang (pihak)
c. hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta
kekayaan
d. hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam
perikatan.
Pihak yang memiliki kewajiban dalam suatu perikatan disebut dengan debitor. Kewajiban
ini merupakan utang atau prestasi bagi debitor. Disisi lain, pihak yang memiliki yang memiliki
hak atas perikatan yang disepakati disebut dengan kreditor, yaitu yang memeliki hak atas
pelaksanaan prestasi oleh debitor. Perikatan dapat dibagi dalam beberapa pembagian, antara lain
menurut sumber hukum, menurut isi perikatan, menurut sifat keutamaan perikatan, dan
kewajiban pihak dalam perikatan untuk melakukan prestasi (Muljadi & Widjaja, Perikatan
Pada Umumnya, 2004). Pembagian menurut sumber perikatan dapat dibagi lagi menjadi:
a. Perikatan yang bersumber dari Perjanjian; Dalam perjanjian, salah satu atau lebih
pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban

sebagaimana yang dijanjikan. Prestasi yang timbul dari perjanjian tidak saja yang
telah ditentukan untuk dipenuhi salah satu pihak dalam perjanjian, tetapi juga prestasi
yang ditentukan oleh undang-undang dan dilakukan secara timbal balik antara kedua
belah pihak dalam perjanjian.
b. Perikatan yang bersumber pada Undang-Undang; Undang-Undang Hukum Perdata
membagi lagi perikatan ini menjadi perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan
perikatan yang lahir dari undang-undang yang disertai perbuatan manusia, baik yang
1

diperbolehkan maupun yang bertentangan dengan hukum. Peristiwa hukum
merupakan contoh dalam perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
Kegagalan debitor didalam memenuhi prestasinya dapat menimbulkan perikatan lainnya,
yaitu berupa kewajiban untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga. Kewajiban ini timbul
apabila kreditor telah melakukan teguran terhadap debitor tetapi tetap tidak dapat melaksanakan
prestasinya atau diistilahkan dengan wanprestasi. Bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah :
a. debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;
b. debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/melaksanakan
kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya;
c. debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya
d. debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan


B. Ketentuan Umum Tentang Perjanjian
Perikatan menunjukkan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara
dua atu lebih orang atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada
salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut. Perikatan yang lahir dari
perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Eksitensi
perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 1233 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) yang menyatakan “Tiap-tiap perakitan dilahirkan, baik
karena perjanjian baik karena undang-undang”. Kemudian dipertegas dengan ketentuan Pasal
1313 KUHP yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang
atau lebih mengikatkan diri pada satu orang atau lebih”. Dengan kata lain suatu perjanjian adalah:
a. suatu perbuatan;
b. antara sekurang-kurangnya dua orang (jadi dapat lebi dari dua orang);
c. perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.
Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsesuil, perjanjian formil dan
perjanjian riil.

2

1. Dalam perjanjian konsesuil, kesepakatan dicapai oleh para pihak secara lisan, melalui

ucapan saja telah memihak para pihak. Contoh: perjanjian jual beli.
2. Dalam perjanjian formil, kesepakatan atau perjanjian lisan semata-mata antara para pihak
yang berjanji belum melahirkan kewajiban pada pihak yang berjanji untuk menyerahkan
sesuatu, melakukan atau berbuat sesuatu atau utuk tidak melakukan atau tidak berbuat
sesuatu. Contoh: perjanjian hibah.
3. Perjanjian riil menunjukkan adanya suatu perbuatan nyata yang harus dipenuhi agar
perjanjian yang dibuat tersebut mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian.
Contoh: penitipan barang.
Asas-asas hukum perjanjian:
1. Asas personalia, Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat
untuk dirinya sendiri. Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab Undanng-Undang
Hukum Perdata.
2. Asas konsesualitas, Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua
atau lebih orang yang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi
salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah pihak-pihak tersebut
mencapai kesepakatan atau consessus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai
secara lisan semata-mata. Ketentuan yang mengatur mengenai konsesualitas mengacu
pada rumusan Pasal 1320 KUHP.
3. Asas kebebasan berkontrak, Para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian

diperbolehkan untuk menyusun dan membuat

kesepakatan

atau

perjanjian

yang

melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan
tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Dasar hukum asas ini mengacu pada rumusan
angka 4 Pasal 1320 KUHP.
4. Perjanjian berlaku sebagai undang-undang (pasca sunt sevande), Perikatan dapat lahir
dari undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian sumber dari perikatan.
Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela,
maka segala sesuatu yanng telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus

3


dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Asas ini
mengacu pada Pasal 1338 ayat (1).
Tiga unsur dalam perjanjian:
1. Unsur esnsialia, Unsur ini dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa
prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih, yang
mencerminkan sifat dan perjanjian tersebut, dan yang membedakan secara prinsip dari
jenis perjanjian lainnya. Pada umumnya dalam memberikan rumusan, definisi atau
pengertian dari suatu perjanjian umumnya unsur ini digunakan.
2. Unsur naturalia, Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian
tertentu, setelah unsur esensialia-nya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian
yang mengandung unsur esensilia jual beli, akan terdapat unsur naturalia berupa
kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat
tersembunyi.
3. Unsur aksedentalia, Unsur aksedentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian,
yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para
pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang
ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.

C. Kontrak Bisnis
Peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya dibuat secara tertulis. Para pihak yang bersepakat
mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya,
sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbitenis).
Kontrak akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut,
karena itu kontrak yang mereka buat merupakan sumber hukum formal selama kontrak tersebut
merupakan kontrak yang sah. Syarat kontrak yang sah sebagai berikut (Saliman, 2006):
1. Syarat subyektif : apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan
a. kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan)
4

b. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Syarat obyektif : apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum
a. suatu hal (obyek) tertentu
b. sesuatu sebab yang halal ( kausa)
Asas lain dakam kontrak selain asas-asas hukum dalam perjanjian :
a. kepercayaan
b. persamaan
c. keseimbangan
d. moral
e. kepatutan

f. kebiasaan
g. kepastian hukum
Sumber hukum kontrak :
a. Persetujuan para pihak (kontrak)
b. Undang-undang:
c. Undang-undang saja
d. UU karena suatu perbuatan : yang diperbolehkan (zaakwaarnaming) yang berlawanan
dengan hukum
Resiko merupakan kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam kontrak . Kondisi dari
wanprestasi :
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d. melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan
kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara, namun demikian masih dapat
membela diri dengan alasan :
5


a. keadaan memaksa (overmacht / force majeure)
b. kelalaian pihak lain
c. pihak lain telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
Oleh karena itu dalam setiap kontrak bisnis yang dibuat dapat dicantumkan mengenai
risiko, wanprestasi dan keadaan memaksa. Keadaan memaksa merupakan kondisi dimana di luar
kekuasaannya, memaksa dan tidak dapat diketahui sebelumnya. Keadaan memaksa ada yang
bersifat mutlak (absolute) seperti bencana alam dan bersifat tidak mutlak (relative) yaitu berupa
keadaan di mana kontrak tersebut masih dapat dilaksanakan namun dengan biaya yang sangat
tinggi.
Macam-macam kontrak bisnis:
1. Perjanjian kredit, Kredit atau credere (bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan
merupakan dasar dari setiap perjanjian. Unsur kredit adalah :
a. adanya dua pihak
b. kesepakatan pinjam meminjam
c. kepercayaan
d. prestasi
e. imbalan
f. jangka waktu tertentu dengan obyeknya benda
Dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perjanjian
kredit diatur dalam pasal 1 ayat 11, yang berbunyi: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan

yan

bisa

dipersamakan

dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank (kreditor) dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Terdapat 2
kelompok perjanjian kredit yaitu: perjanjian kredit uang dan perjanjian kredit barang
1. Perjanjian kredit uang
a. Para Pihak : Setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari
masyarakat wajib memiliki ijin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat, persyaratan tersebut adalah: susunan organisasi dan pengurusan, permodalan,

6


kepemilikan, keahlian dalam bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain
yang ditetapkan Bank Indonesia
b. Bunga, Meskipun menurut UU tidak boleh lebih dari 6%, tetapi dalam praktek
bisnis kesepakatan antara kreditor dan debitor biasanya boleh lebih dari yang
ditentukan, yang penting bunga itu ada.
c. Batas maksimum pemberian kredit, Menurut UU, tidak boleh melebihi 30% dari
modal bank sesuai dengan ketentuan BI. BI menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum

pemberian

kredit,

pemberian jaminan penempatan investasi surat

berharga atau hal lain yang serupa dapat dilakukan oleh bank tidak boleh melebihi
10% dari modal bank kepada:
-

pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetorkan bank


-

anggota dewan komisaris

-

anggota direksi

-

keluarga dari pemegang saham yang memiliki ≥ 10% dari modal yang disetorkan
bank, anggota dewan komisaris, dan direksi.

-

Pejabat bank lainnya

-

Perusahaan-perusahaan yang
pemegang

di

dalamnya

terdapat

kepentingan

dari

saham yang memiliki ≥ 10% dari modal yang disetorkan bank,

anggota dewan komisaris, dan direksi.
Dalam pemberian kredit, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah, tentunya lepas dari indikasi paktek kolusi, korupsi dan
nepotisme.
d. Jaminan, Biasanya kredit yang diberikan mengandung risiko sehingga dalam
memberikan kredit bank harus memperhatikan dasar perkreditan yang sehat
agar

debitor

bisa mengembalikan segala pinjamannya dengan teratur dan lancar.

Dalam hal ini, seringkali untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor yang
perlu diperhatikan adalah studi kelayakan kerja dan prospek bisnis dari debitur di
samping melakukan penilaian aspek watak, kemampuan, modal, agunan serta
kecenderungan yang sering dilakukan oleh debitor, termasuk mencari informasi dari
sumber lainnya. Mengenai agunan yang dijadikan jaminan perlu mendapat perhatian
7

khusus, mengingat banyak sekali dalam praktek proyek dijadikan jaminan, bila perlu
ditambahkan dengan jaminan hipotik, gadai, dan fidusia, atau tanggunan personal dan
corporate guarantee.
e. Jangka waktu, Dalam perjanjian kredit perlu diatur jangka waktunya mengingat kredit
adalah kontrak yang suatu waktu harus dikembalikan. Jika setelah jatuh tempo debitor
masih belum memenuhi kewajibannya apalagi dengan indikasi sengaja atau lalai,
perlu dicantumkan sanksi atas kelalaian tersebut termasuk waktu maksimal yang
ditentukan sehingga debitor tidak berlarut-larut.
2. Perjanjian leasing
a. Perngertian Leasing adalah perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya
lunas dibayar.
b. Ciri-ciri pokok
-

Hak milik atas barang baru beralih setelah pembayaran lunas, berarti selama
kurun waktu kontrak berjalanhak milik masih menjadi hak lessor, hal ini berbeda
dengan perjanjian pembiayaan untuk jual beli barang.

-

Sewaktu-waktu lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai

-

Leasing bukan perjanjian kredit murni, namun cenderung perjanjian kredit dengan
jaminan terselubung.

-

Ada registrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari
perjanjianjaminan.

3. Perjanjian keagenan dan distributor
a. Pengertian keagenan, Agen adalah perusahaan nasional yang menjalankan keagenan.
Keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merek (principal) dan suatu
perusahaan dalam penunjukkan untuk melakukan perakitan/pembuatan/manufaktur
serta penjualan/distribusi barang modal atau produk industri tertentu. Jasa keagenan
adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu yang
menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak.
b. Hubungan hukum keagenan, Hubungan hukum antara agen dengan principal
merupakan hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, di sini
hak milik atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal
8

melainkan sudah berpindah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah membeli
produk dari principal.
c. Status hukum keagenan, Hukum keagenan hanya diatur oleh Keputusan Menteri saja,
hal ini menyebabkan:
-

lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan
banyak terjadi praktik-praktik penyimpangan.

-

Kontrak harus ditandatangani secara langsung antara principal dan agen.

-

Kontrak antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, kalau tidak berarti batal demi hukum.

d. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut Instruksi
Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun 1985:
-

Surat permohonan dari perusahaan yang berbentuk badan hukum.

-

Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

-

Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya

-

Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku.

-

Fotokopi surat penunjukan (letter of appointment) atau kontrak (agreement) yang
telah dilegalisir oleh notaris dan perwakilan RI di luar negeri di negara domisili
principal (dokumen aslidiminta diperlihatkan).

-

Surat perjanjian atau

penunjukkan

dari produsen kepada supplier, apabila

penunjukan dilakukan oleh supplier , dan harus dilampirkan surat persetujuan dari
produsen barang sehubungan dengan penunjukkan tersebut.
-

Leaflet, brosur, katalog asli dari produk atau jasa yang hendak yang akan
dijadikan agen.

-

Surat pernyataan dari principal dan agen yang ditunjuk yang menyatakan bahwa
barang atau jasa tersebut belum ada perusahaan lain yang ditunjuk sebagai agen
atau distributor.

9

REFERENSI
Muljadi, K., & Widjaja, G. (2004). Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: Rajawali Pers.
Saliman, A. S. (2006). Hukum bisnis untuk perusahaan: teori dan contoh kasus. Jakarta:
Kencana.

10