Teknik Penge ndalian Penyakit Tanaman
PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
I.
PENDAHULUAN
Pengendalian penyakit tumbuhan dilakukan untuk melindungi
tanaman atau mengurangi tingkat kerusakan tanaman. Pengendalian
penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada dasarnya
adalah pengelolaan segitiga penyakit, yaitu menekan populasi
patogen serendah-rendahnya, membuat tanaman tahan terhadap
serangan
patogen,
serta
mengusahakan
lingkungan
agar
menguntungkan tanaman tetapi tidak menguntungkan kehidupan
patogen.
Cara pengendalian umumnya bertujuan untuk menyelamatkan
populasi dibandingkan menyelamatkan sedikit individu tanaman.
Umumnya, kerusakan atau kehilangan hasil dari satu atau beberapa
tanaman saja dari sekian populasi tanaman di suatu lahan dianggap
bukan masalah. Dengan demikian, pengendalian umumnya dilakukan
pada populasi tanaman pada suatu areal, walaupun pada kasus
tertentu pengendalian dapat juga dilakukan hanya pada satu atau
beberapa individu tanaman (terutama pohon, tanaman hias, dan
kadang-kadang tanaman yang terinfeksi virus).
Penyakit yang sangat serius pada tanaman tertentu biasanya dimulai
dari adanya bagian kecil dari tanaman yang terinfeksi dan menjadi
sakit, kemudian menyebar dengan cepat, dan sukar untuk
disembuhkan setelah penyakit mulai berkembang. Untuk itu, hampir
semua metode pengendalian ditujukan untuk melindungi tanaman
agar tidak menjadi sakit dari pada menyembuhkannya setelah
mereka menjadi sakit. Hanya sedikit penyakit infeksi pada tanaman
yang dapat di kendalikan dengan baik di lapang dengan cara terapi.
Banyak sekali cara-cara pengendalian yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit tumbuhan, dan cara-cara tersebut kemudian
dikelompokkan menjadi cara undang-undang, biologis, fisik, dan
kimia. Cara pengendalian dengan Undang-undang bertujuan untuk
menghilangkan patogen dari inang atau dari area geografis tertentu.
Kebanyakan metode pengendalian melalui bercocok tanam bertujuan
membantu tanaman untuk menghindari kontak dengan suatu
patogen, membuat kondisi lingkungan tidak sesuai untuk patogen
atau
menghindarkannya
untuk
mendukung
patogen,
dan
memusnahkan atau mengurangi jumlah patogen dalam tanaman,
lahan, atau area.
Metode biologi dan beberapa metode pengendalian bercocok tanam
bertujuan untuk memperbaiki resistensi tanaman atau memberikan
kondisi yang baik untuk mikroorganisme antagonis terhadap patogen.
Akhirnya, metode pengendalian kimia dan fisik bertujuan untuk
melindungi tanaman dari inokulum patogen yang telah datang disitu,
atau yang akan datang berikutnya, atau menyembuhkan infeksi yang
telah ada pada tanaman agar tidak berkembang lebih jauh. Beberapa
1
yang lebih baru (sejak tahun 1995), senyawa kimia yang masih diuji
beroperasi dengan cara mengaktifkan pertahanan tanaman (systemic
acquired resistance) melawan patogen.
Pengendalian penyakit kadang dapat ditempuh dan berhasil dengan
penerapan satu cara pengendalian saja, misalnya pengendalian bulai
pada jagung dapat diatasi dengan menggunakan perlakuan benih
menggunakan fungisida, namun seringkali pengendalian sukar
dilakukan dengan apalikasi satu cara saja, sehingga digunakan
kombinasi berbagai cara pengendalian termasuk manipulasi
lingkungan.
Studi epidemiologis, yang mengkaji perkembangan penyakit dalam
suatu area selama waktu tertentu, dapat juga menolong untuk
menentukan seberapa efektif berbagai cara pengendalian untuk
penyakit tertentu. Pada umumnya, pengurangan atau peniadaan
inokulum awal adalah sangat efektif untuk pengelolaan patogen
monosiklik. Pengendalian seperti penggunaan rotasi tanaman,
penghilangan inang alternatif, dan fumigasi tanah dapat mengurangi
inokulum awal. Pada patogen polisiklik, inokulum awal dapat berlipat
setiap saat selama musim pertumbuhan. Untuk itu, pengurangan
inokulum awal biasanya harus digabungkan dengan tipe lain cara
pengendalian (seperti cara perlindungan kimia atau ketahanan
horizontal) yang juga mengurangi laju infeksi. Banyak pengendalian,
sebagai contoh, peniadaan patogen dari suatu area, sangat berguna
baik untuk patogen monosiklik maupun polisiklik.
II. DASAR-DASAR PERTIMBANGAN
PENYAKIT TANAMAN
DALAM
PENGENDALIAN
1. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengendalian penyakit tanaman adalah untuk
memperbaiki kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman yang kita
usahakan; dengan arti yang lebih luas lagi, adalah untuk
memaksimalkan penggunaan lahan pertanian secara efisien dan
efektif, atau juga mengoptimasikan produktifitas lahan pertanian
tersebut, guna mendapatkan hasil produksi untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan, sandang, serta kebutuhan lain yang
memintanya terus semakin meningkat diseluruh dunia.
Tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut adalah untuk
mencegah terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil
produksi dari tanaman yang kita usahakan. Oleh karena itu, pada
umumnya kita hanya memperhatikan dan mengendalikan penyakit
tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang berarti jelas.
Biasanya usaha pengendalian itu hanya perlu dilaksanakan apabila
biaya yang dikeluarkan (diperlukan) untuk pengendalian lebih kecil
dari pada kerugian yang terjadi sebagai akibat dari penyakit kalau
tidak dilakukan pengendalian. Ini berarti nilai akibat dari
2
pengendalian tersebut, haruslah lebih besar daripada nilai biaya yang
dikeluarkan untuk pengendaliannya.
Pengendalian penyakit tanaman adalah salah satu aspek dari banyak
hal yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan sesuatu tanaman.
Oleh karena itu, kita perlu memecahkan usaha pengendalian
penyakitnya, dalam suatu program penanaman tanaman yang kta
usahakan, agar dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya, baik
kuantitas maupun kualitas dari hasiltersebut. Bahkan kalau mungkin
didalam satu tindakan tersebut secara operasionalnya dapat
sekaligus dilakukan pengendalian terhadap beberapa penyakit, hama
dan gangguan lainnya.
Sering kali suatau anjuran tentang pengendalian suatu penyakit
tanaman tak dapat dilakukan dengan tepat untuk semua daerah atau
lokasi. Oleh karena itu, masalah pengendalian setiap macam penyakit
tersebut perlu diperhatiakn sendiri-sendiri untuk setiap daerah sesuai
dengan tempat serta lokasinya.
Cara pengendalian yang paling tepat mungkin akan berbeda antara
satu daerah dengan daerah yang lain, atau antara petani yang satu
dengan petani yang lain, bahkan juga tergantung pada cuaca,
tempat, dan lahan pertaniannya, keadaan serta jenis maupun tipe
tanaman, cara bercocok tanam, nilai hasil tanaman, dan lain
sebagainya.
Jelaslah bahwa maksud dan tujuan dari pengendalian penyakit
tanaman tersebut ialah untuk mempertahankan tingkat produksi
yang tinggi, mantab dan berkesinambungan, tetapi secara ekologis
dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan; bahkan sekarang ini
perlu pertimbangan terhadap kelestarian lingkungan.
Jadi penyakit tanaman tersebut haruslah ditekan atau dikurangi
sampai dibawah ambang ekonomi. Sifatnya adalah dinamis dan
regional sebab yang dihadapi adalah proses yang berubah-ubah dari
interaksi yang kompleks antara patogen penyebab penyakit,
lingkungan, tanaman inang, keadaan sosial dan ekonomi
pertaniannya. Oleh karena itu, konsep pengendalian ini berdasarkan
pada ekologi, yaitu suatu ilmu yang mempelajari hubungan
fungsional timbala balaik antara komponen-komponen ekosistem.
2.
Kerugian Akibat Penyakit Tanaman
1.
Mengurangi Kuantitas Hasil
Penyakit tanaman dapat mengurangi kuantitas tanaman yang
diusahakan. Misalnya, karena rusaknya pangkal batang atau akar
tanaman, maka ia dapat mati. Kerusakan atau sakitnya daun akan
mengurangi fotosintesis. Karena penyakit, tanaman akan merana
tumbuhnya, maka produksinya tentulah akan berkurang pula,
demikian seterusnya. Penyakit dapat pula memperpendek umur
ekonomis produktif tanaman, tentu juga akan mengurangi
3
produktifitasnya. Parasit-parasit sering pula menghasilkan toksin,
sehingga kerugian yang dialami akan jauh lebih besar lagi dari yang
kita duga.
Sehubungan dengan hal ini, maka dapat dikemukakan bebrapa angka
sebagai akibat penyakit, antara lain sebagai berikut. Penyakit ”hoya
blanca” pada padi di Cuba, Venezuela, dan panama dapat
menurunkan hasil padi 25-50 %. Penyakit karat daun yang
disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora, dapat menurunkan
hasil jagung di Afrika barat sampai 40%. Kerugian karena penyakit
busuk/hawar daun dan umbi pada kentang oleh Phythopthora
infestans, pernah ditaksir sampai 10% untuk seluruh dunia, yang
berarti hilangnya sampai 22,5 juta ton kentang setiap tahunnya. Di
Afrika pertanaman ubi kayu yang sehat memberikan hasil 14 ton/ha,
sedangkan yang sakit mosaic oleh virus Ruga bemisiae, hanya
menghasilkan 2 ton/ha. Di Uganda penyakit bakteri pada kapas
oleh Xanthomonas malvacearum dapat dikendalikan, maka produksi
serat kapas akan naik sampai sekitar 100%, dan lain-lain.
2. Menurunkan Kualitas Hasil
Penyakit tertentu akan menurunkan mutu atau kualitas dari hasil
tanaman, tanpa mengurangi kuantitas hasilnya. Misalnya, penyakit
kudis pada kentang yang disebabkan oleh Streptomyces scabies,
praktis tidak menurunkan timbangan atau kuantitas hasil kentang,
bahkan umbi yang berkudis pun, sebenarnya tidak mempunyai
kejelekan untuk dikonsumsi. Tetapi, karena umbi yang berkudis
tersebut kelihatannya tidak baik, maka kurang menarik bagi para
konsumen, sehingga harganya rendah.
Kerusakan pada tanaman hias, pada umumnya sangat merugikan dan
mengurangi nilai tanamn tersebut. tetapi sebaliknya kalau sesuai
dengan selera konsumen, maka penyimpangan oleh penyakit justru
dapat mempertinggi nilai tanaman tersebut. misalnya, menjadi
belangnya daun tanaman Abutilon atau daun keladi hias, begitu pula
menjadi pecahnya bunga tulips yang diserang virus, menjadi sangat
indah dan menarik, sehingga harganya menjadi mahal. Banyak lagi
penyakit atau gangguan oleh penyakit seperti pada buah-buahan dan
sayur-sayuran yang menyebabkan menurunnya kualitas dan
harganya, bahkan tak berharga sam sekali.
3. Peningkatan Biaya Produksi untuk Pengendalian
Adakalanya bahwa untuk melakukan pengendalian diperlukan biaya,
yang sering kali tidak sedikit. Misalnya penyakit cacar teh yang
disebabkan oleh Exobasidium vexans, yang biasanya hanya dapat
dikendalikan dengan penyerbukan atau embusan sebanyak 1-1,5 kg
tembaga yang dicampur dengan 10-15 kg talk per hektarnya, dan
4
harus dilakukan beberapa kali dalam musim penghujan. Begitu pula
penyakit RBL pada cengkeh, berhasil baik dikendalikan dengan
system infuse memakai “tetracycline tree injection” yang harus
diimpor dan terbatas penyebarannya, serta harganya mahal. Hal ini
tak terjangkau oleh petani yang serba terbatas keadaaanya.
Pemakaian terusi (sulfat tembaga) untuk fungisida di Amerika Serikat
tiap tahunnya rata-rata 72,5 ribu ton . untuk mengendalikan penyakit
sigatoka pada piang di Amerika Tengah, yang disebabkan
oleh Cercospora
musae/Mycosphaerella
musicola, diperlukan
sebanyak 22,5 ribu ton tiap tahunnya.
Tidak boleh pula melupakan bahwa fungisida dapat membahayakan
kesehatan. Memang pada umumnya fungisida agak kurang
berbahaya dibandingkan dengan insektisida, nematisida, atau
pestisida lainnya, tetapi dengan bertambahnya pemakaian fungisida
yang banyak mengandung air raksa (Hg), seperti Tillex, maka perlu
perhatian yang serius.
Usaha-usaha pengendalian yang lain pun memerlukan biaya pula.
Misalnya pada pengendalian cendawan akar putih (Fomes lignosus =
Leptoporus lignosus= Rigidoporus lignosus) pada karet dan tanaman
keras lainnya, diperlukan pembongkaran tunggul-tunggul, penggalian
selokan isolasi serta pembukaan atau penelanjaran leher akar, yang
semuannya ini memrlukan biaya yang banyak.
Sehubungan dengan biaya yang cukup banyak, maka untuk
mengendalikan suatu penyakit tertentu, kita perlu dan terpaksa
memilih dan menanam varietas atau mengalihkan tanaman yang
tahan atau kuarang dirusak oleh suatu penyakit, meskipun kuantitas
dan kualitas hasilnya agak rendah. Misalnya kita terpaksa menanam
kopi robutsa karena adanya serangan penyakit karat daun
kopi Hemileia vastatrix, dimana kopi robutsa ini kualitasnya lebih
rendah dari kopi arabica. Begitu pula terpaksa mengganti kopi
dengan teh atau kina karena kopi Arabica habis diserang penyakit
karat ini, terutama di Ceylon.
4. Menyebabkan
Kerusakan
Hasil
Pengangkutan dan Penyimpanan
Panen
Selama
Penyakit tertentu pada buah, biji, atau pada hasil sayur-sayuran
dapat mulai timbul semenjak dilapangan, kalau tidak dikendalikan
sejak dini, penyebab penyakit (patogen) dapat meneruskan
perkembangan serta seranganya selama dalam pengangkutan dan
setelah penyimpanan hasil panen tersebut. ada diantara penyakit ini
yang timbul setelah tanaman dipanen. Buah jeruk yang disimpan
sering diserang oleh cendawan Glocosporium musarium. Buah cabai
atau
Lombok (Capsicum
annuum)sering
diserang
oleh
cendawan Colletotrichum piperatum. Buncis dalam penyimpanan
menjadi busuk berlendir serta berbau tidak enak karena diserang
olehErwinia caratovora.
5
Tidak hanya buah-buahan segar yang dapat diserang atau dirusak
dalam penyimpanan, hasil-hasil pertanian dalam bentuk yang kering
pun, dalam udara biasa bisa terserang oleh cendawan dan bakteri.
Apalagi sayur-sayuran yang berbentuk daun, umbi, dan buah seperti
kubis, bayam, tomat, kangkung, kentang, dan sebagainya, sering
membusuk oleh saprofit dan parasit, sehingga dalam ilmu penyakit
tanaman kita kenal dengan penyakit gudang/bahan simpan (storage
diseases), dan penyebabnya disebut pathogen penyimpanan (storage
pathogens).
5.
Menimbulkan Gangguan Pada Manusia dan Hewan yang
Memakannya
Kerugian yang disebabkan oleh gangguan pada manusia dan hewan
yang memakainya ini tidak banyak diberitakan. Pada prinsipnya
penyakit tanaman dapat menimbulkan gangguan pada manusia dan
hewan yang memakannya. Contohnya Claviceps purpurea dapat
membentuk racun yang berbahaya dalam trigu yang diserangnya dan
menyebabkan
penyakit “Ergotisme”. Penyakit
etogisme
ini
menyebabkan jari tangan, kaki dan bahkan hidung serta telinga
penderita bengkak-bengkak dan dapat menyebabkan putusnya
bagian-bagian tersebut, hingga akhirnya penderita mati.
Karena penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian melalui
berbagai cara dan peristiwa maka menentukan besarnya kerugian
karena suatu penyakit bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang
mudah. Kerugian akibat penyakit tanaman yang sering diperhatikan
adalah berkurangnya kuantitas hasil. Namun, kerugian semacam ini
pun tidak disebutkan dengan teliti, karena belum adanya cara-cara
tertentu yang dapat dipakai untuk memperhitungkan besarnya
kerugian itu, apalagi kerugian secara tak langsung serta kualitasnya.
III. PERKEMBANGAN PENYAKIT
Ilmu yang mempelajari tentang perkembangan penyakit di dalam
suatu populasi tanaman disebut Epidemiologi. Ilmu ini merupakan
bagian dari Ilmu Penyakit Tanaman dan menjadi dasar pengendalian
suatu patogen. Hal-hal yang dipelajari dalam epidemiologi adalah
proses yang berkaitan dengan perkembangan penyakit. Dalam bab
ini akan diuraikan tentang bagaimana timbulnya suatu penyakit,
sumber inokulum dan penyebarannya serta lingkungan yang
mendukung perkembangan penyakit.
1. Timbulnya Penyakit
Suatu penyakit dapat timbul apabila ada interaksi dari faktor-faktor
penyebab penyakit. Dari adanya faktor-faktor penyebab timbulnya
penyakit tersebut, maka muncul adanya konsep tentang timbulnya
suatu penyakit dan konsep ini sangat bervariasi.
6
Konsep yang pertama yaitu apabila suatu penyakit terjadi dan hanya
disebabkan oleh tiga faktor yaitu patogen (P), inang (I) dan
lingkungan (L), maka konsep tersebut disebut dengan konsep segitiga
penyakit (plant disease triangle).
Sedangkan apabila faktor
penyebab terjadinya penyakit terdiri dari ketiga faktor di atas
ditambah faktor manusia (M) maka konsepnya disebut dengan
konsep segiempat penyakit (plant disease square).
Pada konsep segitiga penyakit, apabila salah satu faktor penyebab
tidak ada, maka tidak akan ada suatu kejadian penyakit. Contohnya
apabila ada satu faktor yaitu patogen tidak ada, yang ada hanya
tanaman inang yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak optimal
untuk pertumbuhannya, maka kemungkinan tidak akan terjadi
penyakit. Sebaliknya, apabila dalam kondisi pertumbuhan tanaman
tersebut di atas dan ada patogen di sekitar tanaman tersebut serta
lingkungan mendukg pertumbuhan patogen, maka kecenderungan
untuk terjadinya infeksi penyakit pada tanaman tersebut cukup besar.
Apabila ada suatu tanaman inang ditanam pada lingkungan yang baik
yaitu tanah yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian
pupuk yang cukup dan seimbang, makaakan menjamin pertumbuhan
tanaman yang sehat. Dalam kondisi pertumbuhan tanaman yang
sehat, walaupun ada patogen dan lingkungan mendukung
pertumbuhannya, maka kecil kemungkinan penyakit dpat terjadi. Hal
ini dikarenakan tanaman inang kemungkinan dapat tahan terhadap
serangan patogen, sedangkan apabila tanaman inang tidak baik
dalam pertumbuhannya yang berarti kondisinya rentan, kemudian
ada patogen dan lingkungan mendukung pertumbuhan patogen,
maka kemungkinan terjadinya infeksi penyakit sangat besar.
Perkembangan dari patogen tidak hanya dipengaruhi oleh kerentanan
tanaman inang saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Misal, adanya kelembaban yag tinggi dan suhu yang
cocok merupakan kondisi lingkungan yang baik untuk jenis patogen
tertentu.
Dalam konsep segiempat penyakit, maka faktor manusia ikut
mendukung timbul atau tidaknya suatu penyakit. Faktor manusia
disini dapat mempengaruhi ketiga faktor yang lain. Misal, agar suatu
penyakit tidak menyerang, maka manusia memilih tanaman yang
7
resisten, mengusahakan lingkungan pertanaman agar mengurangi
serangan patogen, memilih waktu tanam agar terhidar dari serangan
patogen dan melakukan pencegahan pada perkembangan penyakit,
dan sebagainya.
2. Sumber inokulum
Peledakan suatu penyakit hampir semua disebabkan oleh adanya
pemindahan dari organisme penyebab penyakit, baik itu berupa
spora, sel bakteri, partikel virus, ataupun yang lainnya dari tubuh
tanaman yang sakit ke tubuh tanaman yang sehat. Keadaan awal ini
yang disebut dengan sumber inokulum, sedangkan yang dimaksud
dengan inokulum adalah spora atau bentuk penyakit yang lain yang
dapat menyebabkan infeksi.
Sumber inokulum dapat berasal dari satu daerah atau lokal, dapat
pula berasal dari luar area. Sumber penyakit yang berasal dari area
dapat berasal dari sisa-sisa tanaman lepas panen atau dari tanaman
penghubung (intermediate host). Sumber penyakit yang mempunyai
penyebaran jauh, kemungkinan terjadinya penyakit di lain tempat
adalah kecil, apabila dibandingkan dengan sumber penyakit yang ada
di dalam satu area.
Sekali lagi yang dimaksud dengan sumber inokulum adalah awal
terjadinya penyakit. Sumber ini dapat berupa spora, sel bakteri, atau
partikel virus.
Sumber inokulum ini dapat berarti pula sebagai
ketahanan (survival) dari suatu penyakit. Beberapa bentuk sumber
inokulum dari patogen diantaranya:
(1) Biji
Biji yang terkontaminasi atau yang telah terinfeksi merupakan
salah satu sumber inokulm yang umum dijumpai. Kebanyakan
penularan penyakit yang melalui biji adalah lewat lembaga.
Berbagai jenis penyakit virus dapat ditularkan oleh biji, misalnya
pada kasus tomato mosaic virus, cucumbar mosaic virus.
Beberapa penyakit dari jenis bakteri juga dapat ditularkan lewat
biji, misal Pseudomonas phaseolicola. Di samping itu juga penyakit
yang disebabkan oleh jamur, misal penyakit late blight pada
kentang yang disebabka oleh jamur Phytophthora infestan.
(2) Sisa tanaman.
Sisa tanaman yang dimaksud sebagai sumber inokulum adalah sisa
tanaman yang telah terinfeksi dengan patogen.
Salah satu
contohnya adalah sisa daun gandum yang terinfeksi jamur
Gaeumannomyces graminis merupakan sumber inokulum utama
untuk penyakit take all.
(3) Tanaman penghubung
8
Tanaman penghubunga atau tanaman volunter adalah tanaman
yang dihuni patogen selama tidak ada tanaman inang. Cotohnya
adalah beberapa jenis tanaman penghubung yang membawa
patogen penyakit karat Puccinia stiiformis, demikian juga umbi
kentang yang terinfeksi dan masih tertinggal di dalam tanah
merupakan inokulum penting untuk penyakit late blight pada
kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestan.
(4) Kanker
Kanker baik yang disebabkan oleh bakteri atau jamur dapat
merupakan sumber inokulum untuk tanaman musim berikutnya.
Kasus ini ditemukan pada penyakit kanker yang menyerang
tanaman apel yang disebabkan oleh jamur Nectrina galligena.
(5) Inang alternatif atau inang sementara
Inang ini dapat diidentifikasikan sebagai tanaman inang yang tidak
mempunyai nilai ekonomis. Dengan kata lain inang alternatif
adalah tanaman lain yang bukan inang pokok yang dapat
ditumpangi patogen selama inang pokoknya tidak ada. Inang jenis
ini dapat merupakan salah satu sumber inokulum. Contohnya
spora dari jamur Puccia graminis diproduksi pada inang sekunder
atau inang alternatif, dan jamur penyebab penyakit karat pada
tanaman barberry yaitu Berberis vulgaris mempunyai inang
sekunder yaitu cemara berjarum lima.
3. Penyebaran Inokulum
Inokulum diproduksi di tempat dimana tanaman inang itu tumbuh dan
biasanya akan dipindahkan ke suatu tempat untuk berkembangnya
infeksi. Trasportasi dari beberapa patogen yang berasal dari dalam
tanah mempunyai problem yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan patogen lain, seperti propagul yang berasal dari udara, atau
air. Sebagai contohnya adala patogen yang menginfeksi akar yaitu
Gaeumannomyces graminis yang dapat hidup pada sisa-sisa jerami di
waktu tidak ada inang dan dari patogen ini sangat sedikit propagul
yang dapat disebarkan. Infeksi dari patogen ini hanya akan terjadi
jika ada inang baru dan bila akar dari tanaman inang yang baru
tersebut bersentuhan dengan sisa jerami yang telah terinfeksi.
Apabila tidak, maka infeksi tidak akan terjadi.
Jadi pada dasarnya mempelajari tentang penyebaran spora atau
inokulum
sangatlah
penting
untuk
mendukung
penelitian
perkembangan penyakit. Dalam proses penyebaran inokulum ini
dibutuhkan beberapa agen penyebar yaitu angin, air, serangga,
hewan baik hewan kecil maupun besar, dan manusia.
4. Epidemi
9
Epidemi yaitu meningkatnya penyakit dalam suatu populasi
tumbuhan yang rentan. Terjadinya epidemi apabila :
1) Terdapat sejumlah besar inang yang rentan
2) Inokulum dalam keadaan virulen yang berlebihan.
3) Kondisi lingkungan yang cocok yang berlangsung dalam waktu
relatif cukup lama.
Untuk menghindari terjadinya epidemi di suatu daerah dapat
diusahakan dengan peramalan epidemi. Yaitu pendugaan dari
kejadian yang akan datang, secara sederhana menceritakan sesuatu
penyakit yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam
peramalan didasarkan pada :
1) Kondisi cuaca selama bulan-bulan antar waktu tanam terutama
yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup dari inokulum.
2) Kondisi cuaca selama masa tanam.
3) Banyaknya penyakit pada tanaman.
4) Banyaknya inokulum pathogen di udara, tanah dan bahan
tanaman.
Pada peramalan epidemi peranan pengamatan penyakit tanaman
dalam metode pengendalian sangat penting baik pengamatan secara
langsung dan tidak langsung maupun pengamatan dalam kaitan
dengan pengendaliannya.
Dengan adanya peramalan ini dapat dilakukan usaha-usaha untuk
tidak terjadinya epidemi dengan mengantisipasi faktor-faktor yang
mendukung terjadinya epidemi tersebut.
IV. KONSEP PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
Konsep pengendalian penyakit tanaman meliputi :
1) Prinsip pengendalian yaitu pedoman atau pegangan dari suatu
tindakan pengendalian.
2) Strategi
pengendalian
merupakan
perencanaan
atau
managemen pelaksanaan dari usaha pengendalian.
3) Taktik Pengendalian yaitu ilmu pengetahuan khusus yang
digunakan untuk tujuan praktek pengendalian.
4) Aplikasi Pengendalian yaitu prosedur pengendalian yang dapat
dilaksanakan di lapangan.
Pengendalian penyakit tanaman pada prinsipnya digolongkan
menjadi :
1) Eksklusi yaitu usaha mencegah masuknya penyakit ke daerah
baru.
2) Eradikasi yaitu menurunkan, menginaktifkan atau membasmi
pathogen.
3) Proteksi yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman
atau menghalangi terjadinya kontak antara inang dengan
pathogen.
10
4) Resistensi yaitu usaha untuk mengurangi perusakan penyakit
melalui inang dengan membuat ketahanan pada inang
tersebut.
PRINSIP
STRATEGI
1.
Ekslusi Prohibisi (larangan)
(mencegah)
Intersepsi
(menghalangi)
Eliminasi
(menghapus)
2. Eradikasi
Removal
(membasmi)
(pemindahan /
penghapusan)
Eliminasi
(menghapus)
Destruksi
(membinasakan)
3. Proteksi
(perlindungan)
Mencegah infeksi
Menghindarkan
infeksi
4. Resistensi
(ketahanan)
Mengembangkan
tanaman tahan
Proteksi silang
Teknik/Taktik
Karantina
Karantina
Uji kesehatan tanaman
Sertifikasi
Disinfeksi
Pemeriksaan
perkebunan/kebun
buah
Membinasakan inang
alternative
Pemeliharaan
organisme antagonis
Meniadakan makanan
pokok
Kimia
Api
Pengerjaan tanah
Penggunaan fungisida
Modifikasi lingkungan
Modifikasi cara
bercocok tanam
Seleksi
Hibridikasi
Irradiasi
Mengurangi virulensi
Aplikasi pengendalian yang dapat diterapkan di lapangan :
1.
Pada Taktik Karantina
(1) Dengan pelarangan pemasukan bahan perbanyakan tanaman
darai luar negeri atau luar daerah. Misalnya : Penyakit darah
pada pisang yang disebabkan Pseudomonas celebensis yang
diatur dalam Lembaran Negara No 532 tanggal 10 September
1921 yang isinya melarang membawa perbanyakan tanaman
pisang dari daerah Sulawesi, untuk mencegah penyebaran
penyakit tersebut.
11
(2) Pemeriksaan di perbatasan terhadap lalu lintas tanaman. Untuk
menghalangi masuknya penyakit ke daerah baru.
2. Taktik Pengendalian dengan Uji Kesehatan Tanaman dilakukan
dengan penggunaan biji yang bebas penyakit misalnya perlakuan
biji jagung dengan Ridomil untuk membebaskan dari penyakit bulai
Sclerospora maydis.
3. Taktik Pengendalian Sertifikasi. Aplikasinya di lapangan dilakukan
dengan:
(1) Pemberian sertifikat tanaman sehat.
(2) Menghilangkan tanaman berpenyakit.
4. Taktik Pengendalian dengan Desinfeksi. Aplikasinya di lapangan
dengan :
(1) Perlakuan biji dengan bahan kimia misalnya biji kapas yang
dicelup Subimat untuk mematikan Xanthomonas malvacearum
penyebab penyakit bercak daun bersudut.
(2) Perlakuan dengan air panas, misalnya biji kubis yang dicelup air
panas
50 0C selama 30 menit untuk mengatasi
Xanthomonas campestris penyebab penyakit busuk hitam.
5. Taktik
Pengendalian
dengan
Pemeriksaaan
Pemeliharaan Tanaman maupun Kebun-kebun
aplikasi pengendalian :
(1) Deteksi pada cabang-cabang terinfeksi.
(2) Membinasakan tanaman terinfeksi.
pada
Kebun
Buah, dengan
6. Taktik Pengendalian Pembinasaan Inang Alternatif dilakukan
aplikasi pengendalian dengan membinasakan gulma inang yaitu
gulma-gulma yang mungkin menjadi inang dari suatu penyakit.
7. Taktik Pengendalian dengan Pemeliharaan Antagonis.
aplikasi pengendalian dengan menggunakan tanaman
sebagai tanaman sela misalnya tanaman Tagetus
penggunaan organisme antagonis terhadap patogen
Trichoderma sp.
Dilakukan
antagonis
sp. atau
misalnya
8. Taktik Pengendalian dengan Meniadakan Makanan Utama.
Aplikasinya di lapangan dilakukan dengan pergiliran tanaman yaitu
menanam tanaman digilir dengan tanaman yang bukan menjadi
inang dari penyakit utama.
9. Taktik Pengendalian Secara Kimia. Aplikasinya dilakukan dengan :
(1) Fumigasi tanah dengan bahan kimia misalnya untuk nematoda
puru akar.
(2) Eradikasi dengan bahan kimia.
10. Taktik Pengendalian dengan Api. Aplikasi pengendaliannya
dilakukan dengan :
(1) Membinasakan tanaman terinfeksi dengan dibakar. Misalnya
penyakit kanker pada tanaman jeruk.
(2) Membinasakan tanaman alternatif.
12
(3) Membinasakan tanaman residu.
11. Taktik Pengandalian dengan Pengerjaan
dengan menghilangkan tanaman terinfeksi.
Tanah.
Aplikasinya
12. Taktik Pengendalian dengan Pengembangan Fungisida. Aplikasinya
dilakukan dengan :
(1) Penyemprotan tanaman dengan fungisida.
(2) Penghembusan tanaman dengan fungisida.
13. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Lingkungan. Aplikasi
pengendaliannya dengan :
(1) Pemotongan dahan pohon pelindung untuk mengurangi
kelembaban misalnya penyakit cacar daun teh.
(2) Mengurangi tajuk tanaman agar sinar matahari cukup.
(3) Mengubah pH tanah agar tidak sesuai dengan kebutuhan
pathogen, misalnya penyakit kudis pada kentang dengan
pemberian belerang untuk menurunkan pH, menaikkan pH
dengan pengapuran untuk mengatasi penyakit akar gada pada
kubis.
14. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Cara Bercocok Tanam.
Aplikasinya dilakukan dengan :
Tanggal penanaman yang diatur. Misalnya penanaman jagung
dimajukan untuk menghindari Sclerospora maydis penyebab
penyakit bulai sehingga pada waktu musim penghujan datang
saat penyakit bulai berkembang, tanaman jagung sudah cukup
tahan terhadap penyakit.
15. Taktik Pengendalian
pemuliaan selektif.
Seleksi.
Aplikasinya
dilakukan
dengan
16. Taktik Pengendalian Hibridisasi. Aplikasinya dilakukan dengan
pemuliaan silang.
17. Taktik Pengendalian Irradiasi. Aplikasinya dilakukan dengan mutasi
terinduksi.
18. Taktik Pengendalian dengan Pengurangan Virulensi. Aplikasinya
dilakukan dengan ketahanan terinduksi. Misalnya tanaman
tembakau terhadap penyakit layu Pseudomonas solanacearum.
Tanamn tembakau diperlakukan/diinokulasi dengan Psudomonas
solacearum dari strain yang lemah (avirulen) sehingga tanaman
akan terlindungi bila Psudomonas solacearum dari strain yang
kuat (virulen) menyerang.
13
V. TEKNIK/CARA PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
A. Pengendalian Penyakit Secara BIologis
Dewasa ini terdapat cukup banyak penelitian di luar indonesia
mengenai pengendalian biologis, bahkan ada yang hasilnya sudah
diaplikasikan dalam sekala besar. Pada banyak contoh mekanisme
pengendalian ini belum diketahui dengan pasti, bahkan mungkin
suatu usaha pengendalian biologis dapat bermanfaat melalui
beberapa mekanisme.
1.
Antagonisme
Asaz pengendalian biologis sudah dipakai sejak tahun 1970-an
terhadap jamur akar putih (R. microporus) pada karet. Jamur-jamur
sporofit diberi lingkungan yang baik untuk berkembang agar
melapukkan sisa-sisa akar yang menjadi tempat bertahannya jamur
akar putih. Ini dilakukan dengan peracunan tunggul atau peracunan
pohon dan dengan penanaman penutup tanah kacangan. Usaha ini
ditinggalkan lagi pada tahun 1980-an dengan pemberian belerang
untuk membantu berkembangnya Trichoderma spp. dalam tanah
yang mempunyai daya antagonistik terhadap jamur akar putih.
Seterusnya untuk menjadi adanya antagonistik yang efektif dalam
tanah, sejak beberapa tahun yang lalu tersedia campuran ‘triko’ yang
mengandung T. koningii untuk menginokulasi tanah. Dewasa ini di
banyak Negara diketahui bahwa Trichoderma spp dan Gliocladium
spp dapat dipakai untuk mengendalikan macam-macam penyakit
jamur lewat tanah.
Pengendalian biologis juga dapat dilakukan dengan pathogen yang
tidak virulen dari jenis yang sama sebagai pesaing (kompetitor).
Dijepang penyakit layu fusarium pada ubi jalar dan pada
strowbery (Fusarium
oxysporum) dikendalikan
dengan
jamur F.
oxysporum nonpatogenik. Busuk akar pada gula bit karena R. solani
dikendalikan dengan jamur R. solani nonpatogenik dan yang berinti
dua (binucleate).
2. Plant Growt-Promoting Rhizobacteria
Telah dikenal pula adanya jasad renik dalam rizosfer yang dapat
digunakan untuk pengendalian biologis, meskipun jasad ini tidak
berpengaruh langsung pada pathogen lewat tanah. Di Amerika
Serikat
jasad
ini
disebut
sebagai Plant
growt-promoting
rhizobacteria (PGPR) yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis
terhadap Phythium, meskipun in vitro jasad tidak mempunyai daya
antibiosis terhadap Phythium.
3.
Pengimbasan ketahanan
Tanaman tembakau yang terinfeksi blue mold (Peronospora tabacina)
pada waktu masih kecil (yang dapat berkembang terus melewati
penyakit ini) ternyata menjadi tahan terhadap penyakit tersebut.
14
Bahkan sekarang sudah diketahui bahwa banyak organisme-filoplan
yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap satu atau
beberapa penyakit tertentu, tidak melalui proses antagonism
(kompetisi, predasi, dan pembentukan antibiotika). Tanaman kopi
arabika yang disemprot dengan suspensi bakteri (Bacillus
thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis) menjadi tahan
terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) secara sistemik
selama 5 minggu, sedang disemprot dengan khamir (Saccharomyces
cerevisiae) ketahanannya tidak sistemik berlangsung selama 4
minggu. Tanaman yang menjadi tahan secara sistemik jika disemprot
dengan uredospora H. vastatrix yang sudah di autoklaf, atau dengan
makromolekul yang melalui filter dari air cucian uredospora.
Dewasa ini masalah pengimbasan ketahanan, yang sering juga
disebut sebagai immunitas merupakan bidang penelitian yang
terbuka lebar. Ketahanan dapat terjadi karena inokulasi dengan
pathogen, bukan pathogen, metabolit mikroba, dan sisa-sisa
tumbuhan, termasuk ekstrak pupuk kandang. Satu pengimbas dapat
membuat tanaman menjadi tahan terhadap macam-macam
pathogen. Pada ketimun, inokulasi daun pertama dengan organisme
pembuat nekrosis dapat melindungi tanaman terhadap 13 patogen,
yang meliputi jamur, bakteri, dan virus, bahkan serangga. Pada
umumnya proteksi bertahan selama 4-6 minggu. Ketahanan dapat
diperoleh dengan perawatan dengan oksalat-oksalat, dikalium/
natrium fosfat, dan trikalium/natrium fosfat.
Memang, untuk filoplan diharapkan bahwa mikrobia yang dapat
mengimbas ketahanan akan mempunyai arti yang lebih penting
daripada yang bersifat antagonistik terhadap pathogen melalui
amtibiosis atau persaingan nutrient. Sehubungan dengan hal itu
pemakaian fungisida yang berspektrum luas harus dihadapi.
4. Proteksi Silang
Pada penyakit virus pengendalian biologis dilakukan dengan proteksi
silang (cross-protection) atau preimunisasi. Tanaman yang diinokulasi
dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan,
tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan (attenuated) dapat
dibuat
dengan
pemanasan in
vitro (misalnya pada Virus Mosaik Tembakau, virus mosaik ketimun,
dan virus mosaik semangka), pendinginan in vivo (Virus Mosaik
Kedelai), dan dengan asam nitrit (Virus bercak-cincin papaya).
Proteksi silang ini sudah banyak dilakukan dibanyak Negara, antara
lain di Taiwan dan Jepang.
5.
Tanaman Campuran
Dijepang diketahui bahwa labu air ( Lagenaria siceraria) yang
ditanam bersama-sama dengan bawang daun ( Allium fistulosum)
kurang mendapat gangguan penyakit layu fusarium (Fusarium
oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga disebabkan oleh berkembangnya
15
bakteri Pseudomonas gladioli pada akar bawang daun. Bawang daun
juga telah dicoba untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada
tomat dan strowbery.
B.Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian dengan
menggunakan zat kimia. Pengendalian ini biasa dilakukan dengan
penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian ini
sering dilakukan oleh petani. Oleh karena itu pengendalaian secara
kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemberantasan
penyakit.
Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian penyakit sangat
jelas
tingkat
keberhasilannya.
Penggunaan
pestisida
kimia
merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak
dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat
sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering
dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama .
Karena itu penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit
perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan tingkat serangan,
ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia dan hewan.
Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit tanaman
saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran
lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu
penggunaan
pestisida
secara
terus
menerus
juga
dapat
menyebabkan resistensi dan bahkan meninggalkan residu pestisida
pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi
manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penyakit
secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau
biopestisida.
Diantara pestisida, diindonesia fungisida paling sedikit dipakai.
Dewasa ini dikenal dengan fungisida protektan dan fungisida
sistemik. Fungisida protektan mencegah terjadinya infeksi, dan mode
of action-nya terjadi diluar badan tanaman. Fungisida sistemik
terserap masuk kebadan tanaman, dapat terangkut merata, dan
membunuh patogen yang sudah masuk ke dalam badan tanaman.
Karena jamur merupakan patogen yang paling penting, pestisida
yang paling banyak dipakai dalam pengendalian penyakit tumbuhan
adalah fungisida atau “racun jamur” untuk mengendalikan bakteri
dipakai bakterisida, dan untuk nematode dipakai nematisida.
Fungisida berasal dari kata fungus = jamur, dan caedo = membunuh.
Kebanyakan fungisida yang dipakai dewasa ini bersifat sebagai
protektan, yaitu untuk melindungi tumbuhan agar patogen mati
sebelum mengadakan infeksi. Fungisida dapat bersifat fungisidal,
fungistatik, atau genestatik. Fungisidal berarti bahwa fungisida dapat
membunuh jamur. Fungisida yang bersifat fungistatik tidak
16
membunuh jamur, tetapi menghambat pertumbuhannya. Sedangkan
genestatik berarti mencegah sporulasi. Fungisida yang bersifat
genestatik disebut juga eradikan.
Fungisida yang baik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Meracun patogen sasaran
2. Tidak meracuni tumbuhan
3. Tidak meracuni manusia, ternak, ikan, dan sebangsanya
4. Tidak meracuni tanah dan lingkungan, termasuk jasad renik
5. Murah dan mudah didapat
6. Tidak mudah terbakar
7. Dapat disimpan lama tanpa menurun mutunya
8. Tidak merusak alat-alat
9. Mudah disiapkan dan dipakai
10. Dapat merata dan melekat kuat pada permukaan badan tanaman
11. Aktif dalam waktu yang tidak terlalu lama, agar tidak banyak
meninggalkan residu pada hasil pertanian dan kurang mencemari
lingkungan
12. Kalau dapat, selain membunuh jamur juga dapat membunuh
serangga, tungau dan sebangsanya yang merugikan
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber
kekayaan alam, khususnya kekayaan alam hayati, dan agar pestisida
(termasuk fungisida) dapat digunakan secara efektif, peredaran,
penyimpanan, dan penyimpanan pestisida diwilayah indonesia diatur
dengan peraturan pemerintah No. 7 tahun 1973. Pelaksanaan
peraturan tersebut ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan mentri
pertanian No. 280/1973 dan No. 994/1984 tentang prosedur
pendaftaran dan izin pestisida, dan No. 429/1973 tentang syaratsyarat pembungkusan dan pemberian label pestisida.
Dibandingkan dengan insektisida dan herbisida, pada umumnya
fungisida mempunyai daya meracun yang rendah terhadap mamalia
(termasuk manusia). Untuk menilai daya meracun ini lazimnya
dipakai LD50 atau lethal 50% yaitu dosis yang menyebabkan matinya
50% dari hewan percobaan. Makin rendah nilai LD50nya, makin tinggi
daya meracun suatu pestisida terhadap mamalia.
Formulasi adalah proses pembuatan fungisida dari bahan aktif tetap
stabil dan tahan disimpan, diangkut, dan dapat dijual dengan harga
murah sehingga dapat dipakai untuk tanaman secara ekonomis.
Fungisida yang tersedia didalam perdagangan terdiri atas bahan atau
ramuan aktif dan bahan lain sebagai campuran. Kandungan bahan
aktif biasanya dinyatakan dengan angka dibelakang nama dagang
yaitu nama fungisida yang didaftarkan oleh pemegang izin. Nama
bahan aktif dinyatakan sebagai nama umum yang ditulis dengan
singkatan. Fungisida yang dijual sebagai tepung tetapi disediakan
untuk penyemprotan dijual dengan kode WP = Wettable powder.
Fungisida yang dijual sebagai emulsi dan disediakan untuk
penyemprotan
dijual
dengan
kode EC
=
emulsifiable
17
concentrate. Sedang yang sebagai tepung dan disediakan untuk
penyerbukan dijual dengan kode D = Dust atau DC= dust
concentrate. Fungisida yang dijual dalam bentuk butiran untuk
ditaburkan diberi kode F= flowable bila terdiri atas wettable powder
yang butir-butiranya lebih halus yang dijual sebagai suspense kental
dalam suatu cairan. Sedangkan SP = soluble powder adalah bahan
berbentuk tepung yang dapat larut didalam air.
Kebanyakan bahan kimia yang dipakai dalam pengendalian penyakit
tumbuhan belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme
kerjanya. Pada umumnya bahan kimia dipakai karena toksisitasnya
yang langsung terhadap patogen dan hanya efektif sebagai protektan
pada titik masuknya patogen. Bahan kimia seperti ini menghambat
kemampuan patogen untuk mensintesis substansi tertentu untuk
dinding selnya, dengan bertindak sebagai pelarut membrane sel
patogen, dengan membentuk kompleks-kompleks dengan koenzim
patogen dan membuatnya menjadi tidak aktif, atau dengan
mengaktifkan enzim yang menyebabkan presipitasi protein patogen.
Fungisida
sistemik
dan
antibiotika
diserap
oleh
inang,
ditranslokasikan di dalam badan tumbuhan, dan efektif terhadap
patogen pada tempat infeksi, sebelum atau setelah terjadinya infeksi.
C.
Pengendalian Penyakit Tanaman Dengan Peraturan
1.
Karantina Tumbuhan
Tujuan karantina tumbuhan adalah mencegah pemasukan dan
penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke
suatu negara atau daerah yang masih bebas dari OPT tersebut.
Berbagai usaha dilakukan melalui peraturan-peraturan karantina baik
secara nasional maupun internasional. Berbagai perjanjian bilateral,
multilteral, konvensi dan kerjasama regional dilakukan guna
mencegah penyebaran jenis OPT yang selama ini dianggap potensial
merugikan tanaman pertanian atau tanaman lainnya.
Dalam kerangka Perjanjian SPS untuk melindungi kehidupan
tumbuhan di suatu negara dari risiko masuknya hama dan penyakit
yang berpotensi menetap atau menyebar secara cepat. Karantina
merupakan bagian integral program ketahanan pangan dari aspek
perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa
organisme pengganggu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada
lini pertama (first line of defense) dari ancaman masuknya OPT asing
yang dapat terbawa pada komoditas pertanian, orang, dan barang.
Pada kenyataannya masih terdapat jenis-jenis OPT berbahaya
tertentu yang belum terdapat di wilayah Indonesia atau kalau sudah
ada penyebarannya terbatas pada era tertentu. Banyak pengalaman
kita beberapa kali kemasukan jenis-jenis hama penyakit baru yang
sangat merugikan ekonomi petani dan negara karena peraturan
perkarantinaan tidak diikuti dan diterapkan secara konsekuen.
18
Peranan karantina kecuali melindungi tumbuhan dan hewan juga
berusaha untuk menjaga mutu melalui sertifikasi karantina.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan antar
negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat
mengancam produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media
pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI atau yang
dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI dikenakan tindakan
karantina. Tindakan karantina meliputi; pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan
pembebasan.
Pelaksaaan karantina tumbuhan di Indonesia telah didukung oleh
peraturan perundang-undangan yang memadai yaitu UURI Nomor 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan PP
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Isi peraturan
perundang-undangan tentang karantina sudah diharmonisasikan
dengan ketentuan dan persetujuan internasional yang ditetapkan
melalui persidangan Konvensi Internasional Perlindungan Tumbuhan
atau IPPC. Dalam ketentuan UU No. 16/1992 diatur persyaratan
pemasukan (impor) dan pengeluaran (ekspor) yang cukup ketat yaitu
keharusan
adanya
Surat
Kesehatan
Tanaman(Phytosanitary
Certificate) dan
Surat
Kesehatan
Hewan (Animal
Health
Certificate) dari negara asal/tujuan menyertai komoditas yang
dilalulintaskan. Importir atau eksportir berkewajiban melaporkan
tentang tibanya suatu komoditas untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan oleh petugas karantina sebelum dikeluarkan dari daerah
pabean.
2. Eradikasi (Pembersihan)
Dalam undang-undang nomor 12 pasal 21 tertulis bahwa PHT
meliputi tindakan eradikasi. Pemerintah dapat memerintahkan atu
melakukan eradikasi jika terdapat pertanaman dengan OPT yang
berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara luas.
Seterusnya hal ini diatur dalam pasal 25, 26, dan 17. Kepada pemilik
tanaman dapat diberi ganti rugi yang menyangkut tanamannya yang
tidak sakit yang terpaksa harus dibongkar.
Penyakit-penyakit yang baru saja masuk ke suatu daerah sedapat
mungkin dihilangkan sebelum meluas. Usaha pembersihan (Eradikasi)
ini perlu dilakukan oleh semua penananam, sebab kalu tidak
dilakukan eradikasi usaha akan sia-sia. Oleh Karena itu tindakan
harus didasarkan atas peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Tanpa peraturan yang tegas, para penanam yang tanamannya belum
menunjukkan gejala, meskipun kemungkinan besar telah terjangkit,
akan segera membongkar tanamannya.
Contoh eradikasi yang berhasil dilakukan yaitu pada penyakit kanker
jeruk(Xanthomonas campestris pv. citri) di Florida, Amerika Serikat.
19
Sedangkan contoh eradikasi yang tidak berhasil yaitu pada penyakit
hawar kastanye (Endothia parasitica) di Amerika Serikat.
Eradikasi hanya akan berhasil bila dilakukan terhadap penyakit yang
meluas dengan lambat. Usaha ini tidak dapat diharapkan hasilnya
bila diterapkan untuk penyakit yang menyebar lewat udara dengan
cepat.
Dalam undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang System
Budidaya Tanaman ditegaskan bahwa pemerintah dapat melakukan
atau memerintahkan dilakukannya eradikais apabila terdapat
organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap sangat berbahaya
dan mengancam keselamatan tanaman secara luas. Kepada pemilik
tanaman yang tidak terser ang, tetapi harus dimusnahkan dalam
rangka eradikasi, dapat diberikan ganti rugi.
20
I.
PENDAHULUAN
Pengendalian penyakit tumbuhan dilakukan untuk melindungi
tanaman atau mengurangi tingkat kerusakan tanaman. Pengendalian
penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada dasarnya
adalah pengelolaan segitiga penyakit, yaitu menekan populasi
patogen serendah-rendahnya, membuat tanaman tahan terhadap
serangan
patogen,
serta
mengusahakan
lingkungan
agar
menguntungkan tanaman tetapi tidak menguntungkan kehidupan
patogen.
Cara pengendalian umumnya bertujuan untuk menyelamatkan
populasi dibandingkan menyelamatkan sedikit individu tanaman.
Umumnya, kerusakan atau kehilangan hasil dari satu atau beberapa
tanaman saja dari sekian populasi tanaman di suatu lahan dianggap
bukan masalah. Dengan demikian, pengendalian umumnya dilakukan
pada populasi tanaman pada suatu areal, walaupun pada kasus
tertentu pengendalian dapat juga dilakukan hanya pada satu atau
beberapa individu tanaman (terutama pohon, tanaman hias, dan
kadang-kadang tanaman yang terinfeksi virus).
Penyakit yang sangat serius pada tanaman tertentu biasanya dimulai
dari adanya bagian kecil dari tanaman yang terinfeksi dan menjadi
sakit, kemudian menyebar dengan cepat, dan sukar untuk
disembuhkan setelah penyakit mulai berkembang. Untuk itu, hampir
semua metode pengendalian ditujukan untuk melindungi tanaman
agar tidak menjadi sakit dari pada menyembuhkannya setelah
mereka menjadi sakit. Hanya sedikit penyakit infeksi pada tanaman
yang dapat di kendalikan dengan baik di lapang dengan cara terapi.
Banyak sekali cara-cara pengendalian yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit tumbuhan, dan cara-cara tersebut kemudian
dikelompokkan menjadi cara undang-undang, biologis, fisik, dan
kimia. Cara pengendalian dengan Undang-undang bertujuan untuk
menghilangkan patogen dari inang atau dari area geografis tertentu.
Kebanyakan metode pengendalian melalui bercocok tanam bertujuan
membantu tanaman untuk menghindari kontak dengan suatu
patogen, membuat kondisi lingkungan tidak sesuai untuk patogen
atau
menghindarkannya
untuk
mendukung
patogen,
dan
memusnahkan atau mengurangi jumlah patogen dalam tanaman,
lahan, atau area.
Metode biologi dan beberapa metode pengendalian bercocok tanam
bertujuan untuk memperbaiki resistensi tanaman atau memberikan
kondisi yang baik untuk mikroorganisme antagonis terhadap patogen.
Akhirnya, metode pengendalian kimia dan fisik bertujuan untuk
melindungi tanaman dari inokulum patogen yang telah datang disitu,
atau yang akan datang berikutnya, atau menyembuhkan infeksi yang
telah ada pada tanaman agar tidak berkembang lebih jauh. Beberapa
1
yang lebih baru (sejak tahun 1995), senyawa kimia yang masih diuji
beroperasi dengan cara mengaktifkan pertahanan tanaman (systemic
acquired resistance) melawan patogen.
Pengendalian penyakit kadang dapat ditempuh dan berhasil dengan
penerapan satu cara pengendalian saja, misalnya pengendalian bulai
pada jagung dapat diatasi dengan menggunakan perlakuan benih
menggunakan fungisida, namun seringkali pengendalian sukar
dilakukan dengan apalikasi satu cara saja, sehingga digunakan
kombinasi berbagai cara pengendalian termasuk manipulasi
lingkungan.
Studi epidemiologis, yang mengkaji perkembangan penyakit dalam
suatu area selama waktu tertentu, dapat juga menolong untuk
menentukan seberapa efektif berbagai cara pengendalian untuk
penyakit tertentu. Pada umumnya, pengurangan atau peniadaan
inokulum awal adalah sangat efektif untuk pengelolaan patogen
monosiklik. Pengendalian seperti penggunaan rotasi tanaman,
penghilangan inang alternatif, dan fumigasi tanah dapat mengurangi
inokulum awal. Pada patogen polisiklik, inokulum awal dapat berlipat
setiap saat selama musim pertumbuhan. Untuk itu, pengurangan
inokulum awal biasanya harus digabungkan dengan tipe lain cara
pengendalian (seperti cara perlindungan kimia atau ketahanan
horizontal) yang juga mengurangi laju infeksi. Banyak pengendalian,
sebagai contoh, peniadaan patogen dari suatu area, sangat berguna
baik untuk patogen monosiklik maupun polisiklik.
II. DASAR-DASAR PERTIMBANGAN
PENYAKIT TANAMAN
DALAM
PENGENDALIAN
1. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengendalian penyakit tanaman adalah untuk
memperbaiki kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman yang kita
usahakan; dengan arti yang lebih luas lagi, adalah untuk
memaksimalkan penggunaan lahan pertanian secara efisien dan
efektif, atau juga mengoptimasikan produktifitas lahan pertanian
tersebut, guna mendapatkan hasil produksi untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan, sandang, serta kebutuhan lain yang
memintanya terus semakin meningkat diseluruh dunia.
Tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut adalah untuk
mencegah terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil
produksi dari tanaman yang kita usahakan. Oleh karena itu, pada
umumnya kita hanya memperhatikan dan mengendalikan penyakit
tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang berarti jelas.
Biasanya usaha pengendalian itu hanya perlu dilaksanakan apabila
biaya yang dikeluarkan (diperlukan) untuk pengendalian lebih kecil
dari pada kerugian yang terjadi sebagai akibat dari penyakit kalau
tidak dilakukan pengendalian. Ini berarti nilai akibat dari
2
pengendalian tersebut, haruslah lebih besar daripada nilai biaya yang
dikeluarkan untuk pengendaliannya.
Pengendalian penyakit tanaman adalah salah satu aspek dari banyak
hal yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan sesuatu tanaman.
Oleh karena itu, kita perlu memecahkan usaha pengendalian
penyakitnya, dalam suatu program penanaman tanaman yang kta
usahakan, agar dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya, baik
kuantitas maupun kualitas dari hasiltersebut. Bahkan kalau mungkin
didalam satu tindakan tersebut secara operasionalnya dapat
sekaligus dilakukan pengendalian terhadap beberapa penyakit, hama
dan gangguan lainnya.
Sering kali suatau anjuran tentang pengendalian suatu penyakit
tanaman tak dapat dilakukan dengan tepat untuk semua daerah atau
lokasi. Oleh karena itu, masalah pengendalian setiap macam penyakit
tersebut perlu diperhatiakn sendiri-sendiri untuk setiap daerah sesuai
dengan tempat serta lokasinya.
Cara pengendalian yang paling tepat mungkin akan berbeda antara
satu daerah dengan daerah yang lain, atau antara petani yang satu
dengan petani yang lain, bahkan juga tergantung pada cuaca,
tempat, dan lahan pertaniannya, keadaan serta jenis maupun tipe
tanaman, cara bercocok tanam, nilai hasil tanaman, dan lain
sebagainya.
Jelaslah bahwa maksud dan tujuan dari pengendalian penyakit
tanaman tersebut ialah untuk mempertahankan tingkat produksi
yang tinggi, mantab dan berkesinambungan, tetapi secara ekologis
dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan; bahkan sekarang ini
perlu pertimbangan terhadap kelestarian lingkungan.
Jadi penyakit tanaman tersebut haruslah ditekan atau dikurangi
sampai dibawah ambang ekonomi. Sifatnya adalah dinamis dan
regional sebab yang dihadapi adalah proses yang berubah-ubah dari
interaksi yang kompleks antara patogen penyebab penyakit,
lingkungan, tanaman inang, keadaan sosial dan ekonomi
pertaniannya. Oleh karena itu, konsep pengendalian ini berdasarkan
pada ekologi, yaitu suatu ilmu yang mempelajari hubungan
fungsional timbala balaik antara komponen-komponen ekosistem.
2.
Kerugian Akibat Penyakit Tanaman
1.
Mengurangi Kuantitas Hasil
Penyakit tanaman dapat mengurangi kuantitas tanaman yang
diusahakan. Misalnya, karena rusaknya pangkal batang atau akar
tanaman, maka ia dapat mati. Kerusakan atau sakitnya daun akan
mengurangi fotosintesis. Karena penyakit, tanaman akan merana
tumbuhnya, maka produksinya tentulah akan berkurang pula,
demikian seterusnya. Penyakit dapat pula memperpendek umur
ekonomis produktif tanaman, tentu juga akan mengurangi
3
produktifitasnya. Parasit-parasit sering pula menghasilkan toksin,
sehingga kerugian yang dialami akan jauh lebih besar lagi dari yang
kita duga.
Sehubungan dengan hal ini, maka dapat dikemukakan bebrapa angka
sebagai akibat penyakit, antara lain sebagai berikut. Penyakit ”hoya
blanca” pada padi di Cuba, Venezuela, dan panama dapat
menurunkan hasil padi 25-50 %. Penyakit karat daun yang
disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora, dapat menurunkan
hasil jagung di Afrika barat sampai 40%. Kerugian karena penyakit
busuk/hawar daun dan umbi pada kentang oleh Phythopthora
infestans, pernah ditaksir sampai 10% untuk seluruh dunia, yang
berarti hilangnya sampai 22,5 juta ton kentang setiap tahunnya. Di
Afrika pertanaman ubi kayu yang sehat memberikan hasil 14 ton/ha,
sedangkan yang sakit mosaic oleh virus Ruga bemisiae, hanya
menghasilkan 2 ton/ha. Di Uganda penyakit bakteri pada kapas
oleh Xanthomonas malvacearum dapat dikendalikan, maka produksi
serat kapas akan naik sampai sekitar 100%, dan lain-lain.
2. Menurunkan Kualitas Hasil
Penyakit tertentu akan menurunkan mutu atau kualitas dari hasil
tanaman, tanpa mengurangi kuantitas hasilnya. Misalnya, penyakit
kudis pada kentang yang disebabkan oleh Streptomyces scabies,
praktis tidak menurunkan timbangan atau kuantitas hasil kentang,
bahkan umbi yang berkudis pun, sebenarnya tidak mempunyai
kejelekan untuk dikonsumsi. Tetapi, karena umbi yang berkudis
tersebut kelihatannya tidak baik, maka kurang menarik bagi para
konsumen, sehingga harganya rendah.
Kerusakan pada tanaman hias, pada umumnya sangat merugikan dan
mengurangi nilai tanamn tersebut. tetapi sebaliknya kalau sesuai
dengan selera konsumen, maka penyimpangan oleh penyakit justru
dapat mempertinggi nilai tanaman tersebut. misalnya, menjadi
belangnya daun tanaman Abutilon atau daun keladi hias, begitu pula
menjadi pecahnya bunga tulips yang diserang virus, menjadi sangat
indah dan menarik, sehingga harganya menjadi mahal. Banyak lagi
penyakit atau gangguan oleh penyakit seperti pada buah-buahan dan
sayur-sayuran yang menyebabkan menurunnya kualitas dan
harganya, bahkan tak berharga sam sekali.
3. Peningkatan Biaya Produksi untuk Pengendalian
Adakalanya bahwa untuk melakukan pengendalian diperlukan biaya,
yang sering kali tidak sedikit. Misalnya penyakit cacar teh yang
disebabkan oleh Exobasidium vexans, yang biasanya hanya dapat
dikendalikan dengan penyerbukan atau embusan sebanyak 1-1,5 kg
tembaga yang dicampur dengan 10-15 kg talk per hektarnya, dan
4
harus dilakukan beberapa kali dalam musim penghujan. Begitu pula
penyakit RBL pada cengkeh, berhasil baik dikendalikan dengan
system infuse memakai “tetracycline tree injection” yang harus
diimpor dan terbatas penyebarannya, serta harganya mahal. Hal ini
tak terjangkau oleh petani yang serba terbatas keadaaanya.
Pemakaian terusi (sulfat tembaga) untuk fungisida di Amerika Serikat
tiap tahunnya rata-rata 72,5 ribu ton . untuk mengendalikan penyakit
sigatoka pada piang di Amerika Tengah, yang disebabkan
oleh Cercospora
musae/Mycosphaerella
musicola, diperlukan
sebanyak 22,5 ribu ton tiap tahunnya.
Tidak boleh pula melupakan bahwa fungisida dapat membahayakan
kesehatan. Memang pada umumnya fungisida agak kurang
berbahaya dibandingkan dengan insektisida, nematisida, atau
pestisida lainnya, tetapi dengan bertambahnya pemakaian fungisida
yang banyak mengandung air raksa (Hg), seperti Tillex, maka perlu
perhatian yang serius.
Usaha-usaha pengendalian yang lain pun memerlukan biaya pula.
Misalnya pada pengendalian cendawan akar putih (Fomes lignosus =
Leptoporus lignosus= Rigidoporus lignosus) pada karet dan tanaman
keras lainnya, diperlukan pembongkaran tunggul-tunggul, penggalian
selokan isolasi serta pembukaan atau penelanjaran leher akar, yang
semuannya ini memrlukan biaya yang banyak.
Sehubungan dengan biaya yang cukup banyak, maka untuk
mengendalikan suatu penyakit tertentu, kita perlu dan terpaksa
memilih dan menanam varietas atau mengalihkan tanaman yang
tahan atau kuarang dirusak oleh suatu penyakit, meskipun kuantitas
dan kualitas hasilnya agak rendah. Misalnya kita terpaksa menanam
kopi robutsa karena adanya serangan penyakit karat daun
kopi Hemileia vastatrix, dimana kopi robutsa ini kualitasnya lebih
rendah dari kopi arabica. Begitu pula terpaksa mengganti kopi
dengan teh atau kina karena kopi Arabica habis diserang penyakit
karat ini, terutama di Ceylon.
4. Menyebabkan
Kerusakan
Hasil
Pengangkutan dan Penyimpanan
Panen
Selama
Penyakit tertentu pada buah, biji, atau pada hasil sayur-sayuran
dapat mulai timbul semenjak dilapangan, kalau tidak dikendalikan
sejak dini, penyebab penyakit (patogen) dapat meneruskan
perkembangan serta seranganya selama dalam pengangkutan dan
setelah penyimpanan hasil panen tersebut. ada diantara penyakit ini
yang timbul setelah tanaman dipanen. Buah jeruk yang disimpan
sering diserang oleh cendawan Glocosporium musarium. Buah cabai
atau
Lombok (Capsicum
annuum)sering
diserang
oleh
cendawan Colletotrichum piperatum. Buncis dalam penyimpanan
menjadi busuk berlendir serta berbau tidak enak karena diserang
olehErwinia caratovora.
5
Tidak hanya buah-buahan segar yang dapat diserang atau dirusak
dalam penyimpanan, hasil-hasil pertanian dalam bentuk yang kering
pun, dalam udara biasa bisa terserang oleh cendawan dan bakteri.
Apalagi sayur-sayuran yang berbentuk daun, umbi, dan buah seperti
kubis, bayam, tomat, kangkung, kentang, dan sebagainya, sering
membusuk oleh saprofit dan parasit, sehingga dalam ilmu penyakit
tanaman kita kenal dengan penyakit gudang/bahan simpan (storage
diseases), dan penyebabnya disebut pathogen penyimpanan (storage
pathogens).
5.
Menimbulkan Gangguan Pada Manusia dan Hewan yang
Memakannya
Kerugian yang disebabkan oleh gangguan pada manusia dan hewan
yang memakainya ini tidak banyak diberitakan. Pada prinsipnya
penyakit tanaman dapat menimbulkan gangguan pada manusia dan
hewan yang memakannya. Contohnya Claviceps purpurea dapat
membentuk racun yang berbahaya dalam trigu yang diserangnya dan
menyebabkan
penyakit “Ergotisme”. Penyakit
etogisme
ini
menyebabkan jari tangan, kaki dan bahkan hidung serta telinga
penderita bengkak-bengkak dan dapat menyebabkan putusnya
bagian-bagian tersebut, hingga akhirnya penderita mati.
Karena penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian melalui
berbagai cara dan peristiwa maka menentukan besarnya kerugian
karena suatu penyakit bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang
mudah. Kerugian akibat penyakit tanaman yang sering diperhatikan
adalah berkurangnya kuantitas hasil. Namun, kerugian semacam ini
pun tidak disebutkan dengan teliti, karena belum adanya cara-cara
tertentu yang dapat dipakai untuk memperhitungkan besarnya
kerugian itu, apalagi kerugian secara tak langsung serta kualitasnya.
III. PERKEMBANGAN PENYAKIT
Ilmu yang mempelajari tentang perkembangan penyakit di dalam
suatu populasi tanaman disebut Epidemiologi. Ilmu ini merupakan
bagian dari Ilmu Penyakit Tanaman dan menjadi dasar pengendalian
suatu patogen. Hal-hal yang dipelajari dalam epidemiologi adalah
proses yang berkaitan dengan perkembangan penyakit. Dalam bab
ini akan diuraikan tentang bagaimana timbulnya suatu penyakit,
sumber inokulum dan penyebarannya serta lingkungan yang
mendukung perkembangan penyakit.
1. Timbulnya Penyakit
Suatu penyakit dapat timbul apabila ada interaksi dari faktor-faktor
penyebab penyakit. Dari adanya faktor-faktor penyebab timbulnya
penyakit tersebut, maka muncul adanya konsep tentang timbulnya
suatu penyakit dan konsep ini sangat bervariasi.
6
Konsep yang pertama yaitu apabila suatu penyakit terjadi dan hanya
disebabkan oleh tiga faktor yaitu patogen (P), inang (I) dan
lingkungan (L), maka konsep tersebut disebut dengan konsep segitiga
penyakit (plant disease triangle).
Sedangkan apabila faktor
penyebab terjadinya penyakit terdiri dari ketiga faktor di atas
ditambah faktor manusia (M) maka konsepnya disebut dengan
konsep segiempat penyakit (plant disease square).
Pada konsep segitiga penyakit, apabila salah satu faktor penyebab
tidak ada, maka tidak akan ada suatu kejadian penyakit. Contohnya
apabila ada satu faktor yaitu patogen tidak ada, yang ada hanya
tanaman inang yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak optimal
untuk pertumbuhannya, maka kemungkinan tidak akan terjadi
penyakit. Sebaliknya, apabila dalam kondisi pertumbuhan tanaman
tersebut di atas dan ada patogen di sekitar tanaman tersebut serta
lingkungan mendukg pertumbuhan patogen, maka kecenderungan
untuk terjadinya infeksi penyakit pada tanaman tersebut cukup besar.
Apabila ada suatu tanaman inang ditanam pada lingkungan yang baik
yaitu tanah yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian
pupuk yang cukup dan seimbang, makaakan menjamin pertumbuhan
tanaman yang sehat. Dalam kondisi pertumbuhan tanaman yang
sehat, walaupun ada patogen dan lingkungan mendukung
pertumbuhannya, maka kecil kemungkinan penyakit dpat terjadi. Hal
ini dikarenakan tanaman inang kemungkinan dapat tahan terhadap
serangan patogen, sedangkan apabila tanaman inang tidak baik
dalam pertumbuhannya yang berarti kondisinya rentan, kemudian
ada patogen dan lingkungan mendukung pertumbuhan patogen,
maka kemungkinan terjadinya infeksi penyakit sangat besar.
Perkembangan dari patogen tidak hanya dipengaruhi oleh kerentanan
tanaman inang saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Misal, adanya kelembaban yag tinggi dan suhu yang
cocok merupakan kondisi lingkungan yang baik untuk jenis patogen
tertentu.
Dalam konsep segiempat penyakit, maka faktor manusia ikut
mendukung timbul atau tidaknya suatu penyakit. Faktor manusia
disini dapat mempengaruhi ketiga faktor yang lain. Misal, agar suatu
penyakit tidak menyerang, maka manusia memilih tanaman yang
7
resisten, mengusahakan lingkungan pertanaman agar mengurangi
serangan patogen, memilih waktu tanam agar terhidar dari serangan
patogen dan melakukan pencegahan pada perkembangan penyakit,
dan sebagainya.
2. Sumber inokulum
Peledakan suatu penyakit hampir semua disebabkan oleh adanya
pemindahan dari organisme penyebab penyakit, baik itu berupa
spora, sel bakteri, partikel virus, ataupun yang lainnya dari tubuh
tanaman yang sakit ke tubuh tanaman yang sehat. Keadaan awal ini
yang disebut dengan sumber inokulum, sedangkan yang dimaksud
dengan inokulum adalah spora atau bentuk penyakit yang lain yang
dapat menyebabkan infeksi.
Sumber inokulum dapat berasal dari satu daerah atau lokal, dapat
pula berasal dari luar area. Sumber penyakit yang berasal dari area
dapat berasal dari sisa-sisa tanaman lepas panen atau dari tanaman
penghubung (intermediate host). Sumber penyakit yang mempunyai
penyebaran jauh, kemungkinan terjadinya penyakit di lain tempat
adalah kecil, apabila dibandingkan dengan sumber penyakit yang ada
di dalam satu area.
Sekali lagi yang dimaksud dengan sumber inokulum adalah awal
terjadinya penyakit. Sumber ini dapat berupa spora, sel bakteri, atau
partikel virus.
Sumber inokulum ini dapat berarti pula sebagai
ketahanan (survival) dari suatu penyakit. Beberapa bentuk sumber
inokulum dari patogen diantaranya:
(1) Biji
Biji yang terkontaminasi atau yang telah terinfeksi merupakan
salah satu sumber inokulm yang umum dijumpai. Kebanyakan
penularan penyakit yang melalui biji adalah lewat lembaga.
Berbagai jenis penyakit virus dapat ditularkan oleh biji, misalnya
pada kasus tomato mosaic virus, cucumbar mosaic virus.
Beberapa penyakit dari jenis bakteri juga dapat ditularkan lewat
biji, misal Pseudomonas phaseolicola. Di samping itu juga penyakit
yang disebabkan oleh jamur, misal penyakit late blight pada
kentang yang disebabka oleh jamur Phytophthora infestan.
(2) Sisa tanaman.
Sisa tanaman yang dimaksud sebagai sumber inokulum adalah sisa
tanaman yang telah terinfeksi dengan patogen.
Salah satu
contohnya adalah sisa daun gandum yang terinfeksi jamur
Gaeumannomyces graminis merupakan sumber inokulum utama
untuk penyakit take all.
(3) Tanaman penghubung
8
Tanaman penghubunga atau tanaman volunter adalah tanaman
yang dihuni patogen selama tidak ada tanaman inang. Cotohnya
adalah beberapa jenis tanaman penghubung yang membawa
patogen penyakit karat Puccinia stiiformis, demikian juga umbi
kentang yang terinfeksi dan masih tertinggal di dalam tanah
merupakan inokulum penting untuk penyakit late blight pada
kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestan.
(4) Kanker
Kanker baik yang disebabkan oleh bakteri atau jamur dapat
merupakan sumber inokulum untuk tanaman musim berikutnya.
Kasus ini ditemukan pada penyakit kanker yang menyerang
tanaman apel yang disebabkan oleh jamur Nectrina galligena.
(5) Inang alternatif atau inang sementara
Inang ini dapat diidentifikasikan sebagai tanaman inang yang tidak
mempunyai nilai ekonomis. Dengan kata lain inang alternatif
adalah tanaman lain yang bukan inang pokok yang dapat
ditumpangi patogen selama inang pokoknya tidak ada. Inang jenis
ini dapat merupakan salah satu sumber inokulum. Contohnya
spora dari jamur Puccia graminis diproduksi pada inang sekunder
atau inang alternatif, dan jamur penyebab penyakit karat pada
tanaman barberry yaitu Berberis vulgaris mempunyai inang
sekunder yaitu cemara berjarum lima.
3. Penyebaran Inokulum
Inokulum diproduksi di tempat dimana tanaman inang itu tumbuh dan
biasanya akan dipindahkan ke suatu tempat untuk berkembangnya
infeksi. Trasportasi dari beberapa patogen yang berasal dari dalam
tanah mempunyai problem yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan patogen lain, seperti propagul yang berasal dari udara, atau
air. Sebagai contohnya adala patogen yang menginfeksi akar yaitu
Gaeumannomyces graminis yang dapat hidup pada sisa-sisa jerami di
waktu tidak ada inang dan dari patogen ini sangat sedikit propagul
yang dapat disebarkan. Infeksi dari patogen ini hanya akan terjadi
jika ada inang baru dan bila akar dari tanaman inang yang baru
tersebut bersentuhan dengan sisa jerami yang telah terinfeksi.
Apabila tidak, maka infeksi tidak akan terjadi.
Jadi pada dasarnya mempelajari tentang penyebaran spora atau
inokulum
sangatlah
penting
untuk
mendukung
penelitian
perkembangan penyakit. Dalam proses penyebaran inokulum ini
dibutuhkan beberapa agen penyebar yaitu angin, air, serangga,
hewan baik hewan kecil maupun besar, dan manusia.
4. Epidemi
9
Epidemi yaitu meningkatnya penyakit dalam suatu populasi
tumbuhan yang rentan. Terjadinya epidemi apabila :
1) Terdapat sejumlah besar inang yang rentan
2) Inokulum dalam keadaan virulen yang berlebihan.
3) Kondisi lingkungan yang cocok yang berlangsung dalam waktu
relatif cukup lama.
Untuk menghindari terjadinya epidemi di suatu daerah dapat
diusahakan dengan peramalan epidemi. Yaitu pendugaan dari
kejadian yang akan datang, secara sederhana menceritakan sesuatu
penyakit yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam
peramalan didasarkan pada :
1) Kondisi cuaca selama bulan-bulan antar waktu tanam terutama
yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup dari inokulum.
2) Kondisi cuaca selama masa tanam.
3) Banyaknya penyakit pada tanaman.
4) Banyaknya inokulum pathogen di udara, tanah dan bahan
tanaman.
Pada peramalan epidemi peranan pengamatan penyakit tanaman
dalam metode pengendalian sangat penting baik pengamatan secara
langsung dan tidak langsung maupun pengamatan dalam kaitan
dengan pengendaliannya.
Dengan adanya peramalan ini dapat dilakukan usaha-usaha untuk
tidak terjadinya epidemi dengan mengantisipasi faktor-faktor yang
mendukung terjadinya epidemi tersebut.
IV. KONSEP PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
Konsep pengendalian penyakit tanaman meliputi :
1) Prinsip pengendalian yaitu pedoman atau pegangan dari suatu
tindakan pengendalian.
2) Strategi
pengendalian
merupakan
perencanaan
atau
managemen pelaksanaan dari usaha pengendalian.
3) Taktik Pengendalian yaitu ilmu pengetahuan khusus yang
digunakan untuk tujuan praktek pengendalian.
4) Aplikasi Pengendalian yaitu prosedur pengendalian yang dapat
dilaksanakan di lapangan.
Pengendalian penyakit tanaman pada prinsipnya digolongkan
menjadi :
1) Eksklusi yaitu usaha mencegah masuknya penyakit ke daerah
baru.
2) Eradikasi yaitu menurunkan, menginaktifkan atau membasmi
pathogen.
3) Proteksi yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman
atau menghalangi terjadinya kontak antara inang dengan
pathogen.
10
4) Resistensi yaitu usaha untuk mengurangi perusakan penyakit
melalui inang dengan membuat ketahanan pada inang
tersebut.
PRINSIP
STRATEGI
1.
Ekslusi Prohibisi (larangan)
(mencegah)
Intersepsi
(menghalangi)
Eliminasi
(menghapus)
2. Eradikasi
Removal
(membasmi)
(pemindahan /
penghapusan)
Eliminasi
(menghapus)
Destruksi
(membinasakan)
3. Proteksi
(perlindungan)
Mencegah infeksi
Menghindarkan
infeksi
4. Resistensi
(ketahanan)
Mengembangkan
tanaman tahan
Proteksi silang
Teknik/Taktik
Karantina
Karantina
Uji kesehatan tanaman
Sertifikasi
Disinfeksi
Pemeriksaan
perkebunan/kebun
buah
Membinasakan inang
alternative
Pemeliharaan
organisme antagonis
Meniadakan makanan
pokok
Kimia
Api
Pengerjaan tanah
Penggunaan fungisida
Modifikasi lingkungan
Modifikasi cara
bercocok tanam
Seleksi
Hibridikasi
Irradiasi
Mengurangi virulensi
Aplikasi pengendalian yang dapat diterapkan di lapangan :
1.
Pada Taktik Karantina
(1) Dengan pelarangan pemasukan bahan perbanyakan tanaman
darai luar negeri atau luar daerah. Misalnya : Penyakit darah
pada pisang yang disebabkan Pseudomonas celebensis yang
diatur dalam Lembaran Negara No 532 tanggal 10 September
1921 yang isinya melarang membawa perbanyakan tanaman
pisang dari daerah Sulawesi, untuk mencegah penyebaran
penyakit tersebut.
11
(2) Pemeriksaan di perbatasan terhadap lalu lintas tanaman. Untuk
menghalangi masuknya penyakit ke daerah baru.
2. Taktik Pengendalian dengan Uji Kesehatan Tanaman dilakukan
dengan penggunaan biji yang bebas penyakit misalnya perlakuan
biji jagung dengan Ridomil untuk membebaskan dari penyakit bulai
Sclerospora maydis.
3. Taktik Pengendalian Sertifikasi. Aplikasinya di lapangan dilakukan
dengan:
(1) Pemberian sertifikat tanaman sehat.
(2) Menghilangkan tanaman berpenyakit.
4. Taktik Pengendalian dengan Desinfeksi. Aplikasinya di lapangan
dengan :
(1) Perlakuan biji dengan bahan kimia misalnya biji kapas yang
dicelup Subimat untuk mematikan Xanthomonas malvacearum
penyebab penyakit bercak daun bersudut.
(2) Perlakuan dengan air panas, misalnya biji kubis yang dicelup air
panas
50 0C selama 30 menit untuk mengatasi
Xanthomonas campestris penyebab penyakit busuk hitam.
5. Taktik
Pengendalian
dengan
Pemeriksaaan
Pemeliharaan Tanaman maupun Kebun-kebun
aplikasi pengendalian :
(1) Deteksi pada cabang-cabang terinfeksi.
(2) Membinasakan tanaman terinfeksi.
pada
Kebun
Buah, dengan
6. Taktik Pengendalian Pembinasaan Inang Alternatif dilakukan
aplikasi pengendalian dengan membinasakan gulma inang yaitu
gulma-gulma yang mungkin menjadi inang dari suatu penyakit.
7. Taktik Pengendalian dengan Pemeliharaan Antagonis.
aplikasi pengendalian dengan menggunakan tanaman
sebagai tanaman sela misalnya tanaman Tagetus
penggunaan organisme antagonis terhadap patogen
Trichoderma sp.
Dilakukan
antagonis
sp. atau
misalnya
8. Taktik Pengendalian dengan Meniadakan Makanan Utama.
Aplikasinya di lapangan dilakukan dengan pergiliran tanaman yaitu
menanam tanaman digilir dengan tanaman yang bukan menjadi
inang dari penyakit utama.
9. Taktik Pengendalian Secara Kimia. Aplikasinya dilakukan dengan :
(1) Fumigasi tanah dengan bahan kimia misalnya untuk nematoda
puru akar.
(2) Eradikasi dengan bahan kimia.
10. Taktik Pengendalian dengan Api. Aplikasi pengendaliannya
dilakukan dengan :
(1) Membinasakan tanaman terinfeksi dengan dibakar. Misalnya
penyakit kanker pada tanaman jeruk.
(2) Membinasakan tanaman alternatif.
12
(3) Membinasakan tanaman residu.
11. Taktik Pengandalian dengan Pengerjaan
dengan menghilangkan tanaman terinfeksi.
Tanah.
Aplikasinya
12. Taktik Pengendalian dengan Pengembangan Fungisida. Aplikasinya
dilakukan dengan :
(1) Penyemprotan tanaman dengan fungisida.
(2) Penghembusan tanaman dengan fungisida.
13. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Lingkungan. Aplikasi
pengendaliannya dengan :
(1) Pemotongan dahan pohon pelindung untuk mengurangi
kelembaban misalnya penyakit cacar daun teh.
(2) Mengurangi tajuk tanaman agar sinar matahari cukup.
(3) Mengubah pH tanah agar tidak sesuai dengan kebutuhan
pathogen, misalnya penyakit kudis pada kentang dengan
pemberian belerang untuk menurunkan pH, menaikkan pH
dengan pengapuran untuk mengatasi penyakit akar gada pada
kubis.
14. Taktik Pengendalian dengan Modifikasi Cara Bercocok Tanam.
Aplikasinya dilakukan dengan :
Tanggal penanaman yang diatur. Misalnya penanaman jagung
dimajukan untuk menghindari Sclerospora maydis penyebab
penyakit bulai sehingga pada waktu musim penghujan datang
saat penyakit bulai berkembang, tanaman jagung sudah cukup
tahan terhadap penyakit.
15. Taktik Pengendalian
pemuliaan selektif.
Seleksi.
Aplikasinya
dilakukan
dengan
16. Taktik Pengendalian Hibridisasi. Aplikasinya dilakukan dengan
pemuliaan silang.
17. Taktik Pengendalian Irradiasi. Aplikasinya dilakukan dengan mutasi
terinduksi.
18. Taktik Pengendalian dengan Pengurangan Virulensi. Aplikasinya
dilakukan dengan ketahanan terinduksi. Misalnya tanaman
tembakau terhadap penyakit layu Pseudomonas solanacearum.
Tanamn tembakau diperlakukan/diinokulasi dengan Psudomonas
solacearum dari strain yang lemah (avirulen) sehingga tanaman
akan terlindungi bila Psudomonas solacearum dari strain yang
kuat (virulen) menyerang.
13
V. TEKNIK/CARA PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN
A. Pengendalian Penyakit Secara BIologis
Dewasa ini terdapat cukup banyak penelitian di luar indonesia
mengenai pengendalian biologis, bahkan ada yang hasilnya sudah
diaplikasikan dalam sekala besar. Pada banyak contoh mekanisme
pengendalian ini belum diketahui dengan pasti, bahkan mungkin
suatu usaha pengendalian biologis dapat bermanfaat melalui
beberapa mekanisme.
1.
Antagonisme
Asaz pengendalian biologis sudah dipakai sejak tahun 1970-an
terhadap jamur akar putih (R. microporus) pada karet. Jamur-jamur
sporofit diberi lingkungan yang baik untuk berkembang agar
melapukkan sisa-sisa akar yang menjadi tempat bertahannya jamur
akar putih. Ini dilakukan dengan peracunan tunggul atau peracunan
pohon dan dengan penanaman penutup tanah kacangan. Usaha ini
ditinggalkan lagi pada tahun 1980-an dengan pemberian belerang
untuk membantu berkembangnya Trichoderma spp. dalam tanah
yang mempunyai daya antagonistik terhadap jamur akar putih.
Seterusnya untuk menjadi adanya antagonistik yang efektif dalam
tanah, sejak beberapa tahun yang lalu tersedia campuran ‘triko’ yang
mengandung T. koningii untuk menginokulasi tanah. Dewasa ini di
banyak Negara diketahui bahwa Trichoderma spp dan Gliocladium
spp dapat dipakai untuk mengendalikan macam-macam penyakit
jamur lewat tanah.
Pengendalian biologis juga dapat dilakukan dengan pathogen yang
tidak virulen dari jenis yang sama sebagai pesaing (kompetitor).
Dijepang penyakit layu fusarium pada ubi jalar dan pada
strowbery (Fusarium
oxysporum) dikendalikan
dengan
jamur F.
oxysporum nonpatogenik. Busuk akar pada gula bit karena R. solani
dikendalikan dengan jamur R. solani nonpatogenik dan yang berinti
dua (binucleate).
2. Plant Growt-Promoting Rhizobacteria
Telah dikenal pula adanya jasad renik dalam rizosfer yang dapat
digunakan untuk pengendalian biologis, meskipun jasad ini tidak
berpengaruh langsung pada pathogen lewat tanah. Di Amerika
Serikat
jasad
ini
disebut
sebagai Plant
growt-promoting
rhizobacteria (PGPR) yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis
terhadap Phythium, meskipun in vitro jasad tidak mempunyai daya
antibiosis terhadap Phythium.
3.
Pengimbasan ketahanan
Tanaman tembakau yang terinfeksi blue mold (Peronospora tabacina)
pada waktu masih kecil (yang dapat berkembang terus melewati
penyakit ini) ternyata menjadi tahan terhadap penyakit tersebut.
14
Bahkan sekarang sudah diketahui bahwa banyak organisme-filoplan
yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap satu atau
beberapa penyakit tertentu, tidak melalui proses antagonism
(kompetisi, predasi, dan pembentukan antibiotika). Tanaman kopi
arabika yang disemprot dengan suspensi bakteri (Bacillus
thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis) menjadi tahan
terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) secara sistemik
selama 5 minggu, sedang disemprot dengan khamir (Saccharomyces
cerevisiae) ketahanannya tidak sistemik berlangsung selama 4
minggu. Tanaman yang menjadi tahan secara sistemik jika disemprot
dengan uredospora H. vastatrix yang sudah di autoklaf, atau dengan
makromolekul yang melalui filter dari air cucian uredospora.
Dewasa ini masalah pengimbasan ketahanan, yang sering juga
disebut sebagai immunitas merupakan bidang penelitian yang
terbuka lebar. Ketahanan dapat terjadi karena inokulasi dengan
pathogen, bukan pathogen, metabolit mikroba, dan sisa-sisa
tumbuhan, termasuk ekstrak pupuk kandang. Satu pengimbas dapat
membuat tanaman menjadi tahan terhadap macam-macam
pathogen. Pada ketimun, inokulasi daun pertama dengan organisme
pembuat nekrosis dapat melindungi tanaman terhadap 13 patogen,
yang meliputi jamur, bakteri, dan virus, bahkan serangga. Pada
umumnya proteksi bertahan selama 4-6 minggu. Ketahanan dapat
diperoleh dengan perawatan dengan oksalat-oksalat, dikalium/
natrium fosfat, dan trikalium/natrium fosfat.
Memang, untuk filoplan diharapkan bahwa mikrobia yang dapat
mengimbas ketahanan akan mempunyai arti yang lebih penting
daripada yang bersifat antagonistik terhadap pathogen melalui
amtibiosis atau persaingan nutrient. Sehubungan dengan hal itu
pemakaian fungisida yang berspektrum luas harus dihadapi.
4. Proteksi Silang
Pada penyakit virus pengendalian biologis dilakukan dengan proteksi
silang (cross-protection) atau preimunisasi. Tanaman yang diinokulasi
dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan,
tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan (attenuated) dapat
dibuat
dengan
pemanasan in
vitro (misalnya pada Virus Mosaik Tembakau, virus mosaik ketimun,
dan virus mosaik semangka), pendinginan in vivo (Virus Mosaik
Kedelai), dan dengan asam nitrit (Virus bercak-cincin papaya).
Proteksi silang ini sudah banyak dilakukan dibanyak Negara, antara
lain di Taiwan dan Jepang.
5.
Tanaman Campuran
Dijepang diketahui bahwa labu air ( Lagenaria siceraria) yang
ditanam bersama-sama dengan bawang daun ( Allium fistulosum)
kurang mendapat gangguan penyakit layu fusarium (Fusarium
oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga disebabkan oleh berkembangnya
15
bakteri Pseudomonas gladioli pada akar bawang daun. Bawang daun
juga telah dicoba untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada
tomat dan strowbery.
B.Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian dengan
menggunakan zat kimia. Pengendalian ini biasa dilakukan dengan
penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian ini
sering dilakukan oleh petani. Oleh karena itu pengendalaian secara
kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemberantasan
penyakit.
Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian penyakit sangat
jelas
tingkat
keberhasilannya.
Penggunaan
pestisida
kimia
merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak
dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat
sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering
dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama .
Karena itu penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit
perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan tingkat serangan,
ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia dan hewan.
Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian penyakit tanaman
saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran
lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu
penggunaan
pestisida
secara
terus
menerus
juga
dapat
menyebabkan resistensi dan bahkan meninggalkan residu pestisida
pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi
manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penyakit
secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau
biopestisida.
Diantara pestisida, diindonesia fungisida paling sedikit dipakai.
Dewasa ini dikenal dengan fungisida protektan dan fungisida
sistemik. Fungisida protektan mencegah terjadinya infeksi, dan mode
of action-nya terjadi diluar badan tanaman. Fungisida sistemik
terserap masuk kebadan tanaman, dapat terangkut merata, dan
membunuh patogen yang sudah masuk ke dalam badan tanaman.
Karena jamur merupakan patogen yang paling penting, pestisida
yang paling banyak dipakai dalam pengendalian penyakit tumbuhan
adalah fungisida atau “racun jamur” untuk mengendalikan bakteri
dipakai bakterisida, dan untuk nematode dipakai nematisida.
Fungisida berasal dari kata fungus = jamur, dan caedo = membunuh.
Kebanyakan fungisida yang dipakai dewasa ini bersifat sebagai
protektan, yaitu untuk melindungi tumbuhan agar patogen mati
sebelum mengadakan infeksi. Fungisida dapat bersifat fungisidal,
fungistatik, atau genestatik. Fungisidal berarti bahwa fungisida dapat
membunuh jamur. Fungisida yang bersifat fungistatik tidak
16
membunuh jamur, tetapi menghambat pertumbuhannya. Sedangkan
genestatik berarti mencegah sporulasi. Fungisida yang bersifat
genestatik disebut juga eradikan.
Fungisida yang baik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Meracun patogen sasaran
2. Tidak meracuni tumbuhan
3. Tidak meracuni manusia, ternak, ikan, dan sebangsanya
4. Tidak meracuni tanah dan lingkungan, termasuk jasad renik
5. Murah dan mudah didapat
6. Tidak mudah terbakar
7. Dapat disimpan lama tanpa menurun mutunya
8. Tidak merusak alat-alat
9. Mudah disiapkan dan dipakai
10. Dapat merata dan melekat kuat pada permukaan badan tanaman
11. Aktif dalam waktu yang tidak terlalu lama, agar tidak banyak
meninggalkan residu pada hasil pertanian dan kurang mencemari
lingkungan
12. Kalau dapat, selain membunuh jamur juga dapat membunuh
serangga, tungau dan sebangsanya yang merugikan
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber
kekayaan alam, khususnya kekayaan alam hayati, dan agar pestisida
(termasuk fungisida) dapat digunakan secara efektif, peredaran,
penyimpanan, dan penyimpanan pestisida diwilayah indonesia diatur
dengan peraturan pemerintah No. 7 tahun 1973. Pelaksanaan
peraturan tersebut ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan mentri
pertanian No. 280/1973 dan No. 994/1984 tentang prosedur
pendaftaran dan izin pestisida, dan No. 429/1973 tentang syaratsyarat pembungkusan dan pemberian label pestisida.
Dibandingkan dengan insektisida dan herbisida, pada umumnya
fungisida mempunyai daya meracun yang rendah terhadap mamalia
(termasuk manusia). Untuk menilai daya meracun ini lazimnya
dipakai LD50 atau lethal 50% yaitu dosis yang menyebabkan matinya
50% dari hewan percobaan. Makin rendah nilai LD50nya, makin tinggi
daya meracun suatu pestisida terhadap mamalia.
Formulasi adalah proses pembuatan fungisida dari bahan aktif tetap
stabil dan tahan disimpan, diangkut, dan dapat dijual dengan harga
murah sehingga dapat dipakai untuk tanaman secara ekonomis.
Fungisida yang tersedia didalam perdagangan terdiri atas bahan atau
ramuan aktif dan bahan lain sebagai campuran. Kandungan bahan
aktif biasanya dinyatakan dengan angka dibelakang nama dagang
yaitu nama fungisida yang didaftarkan oleh pemegang izin. Nama
bahan aktif dinyatakan sebagai nama umum yang ditulis dengan
singkatan. Fungisida yang dijual sebagai tepung tetapi disediakan
untuk penyemprotan dijual dengan kode WP = Wettable powder.
Fungisida yang dijual sebagai emulsi dan disediakan untuk
penyemprotan
dijual
dengan
kode EC
=
emulsifiable
17
concentrate. Sedang yang sebagai tepung dan disediakan untuk
penyerbukan dijual dengan kode D = Dust atau DC= dust
concentrate. Fungisida yang dijual dalam bentuk butiran untuk
ditaburkan diberi kode F= flowable bila terdiri atas wettable powder
yang butir-butiranya lebih halus yang dijual sebagai suspense kental
dalam suatu cairan. Sedangkan SP = soluble powder adalah bahan
berbentuk tepung yang dapat larut didalam air.
Kebanyakan bahan kimia yang dipakai dalam pengendalian penyakit
tumbuhan belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme
kerjanya. Pada umumnya bahan kimia dipakai karena toksisitasnya
yang langsung terhadap patogen dan hanya efektif sebagai protektan
pada titik masuknya patogen. Bahan kimia seperti ini menghambat
kemampuan patogen untuk mensintesis substansi tertentu untuk
dinding selnya, dengan bertindak sebagai pelarut membrane sel
patogen, dengan membentuk kompleks-kompleks dengan koenzim
patogen dan membuatnya menjadi tidak aktif, atau dengan
mengaktifkan enzim yang menyebabkan presipitasi protein patogen.
Fungisida
sistemik
dan
antibiotika
diserap
oleh
inang,
ditranslokasikan di dalam badan tumbuhan, dan efektif terhadap
patogen pada tempat infeksi, sebelum atau setelah terjadinya infeksi.
C.
Pengendalian Penyakit Tanaman Dengan Peraturan
1.
Karantina Tumbuhan
Tujuan karantina tumbuhan adalah mencegah pemasukan dan
penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke
suatu negara atau daerah yang masih bebas dari OPT tersebut.
Berbagai usaha dilakukan melalui peraturan-peraturan karantina baik
secara nasional maupun internasional. Berbagai perjanjian bilateral,
multilteral, konvensi dan kerjasama regional dilakukan guna
mencegah penyebaran jenis OPT yang selama ini dianggap potensial
merugikan tanaman pertanian atau tanaman lainnya.
Dalam kerangka Perjanjian SPS untuk melindungi kehidupan
tumbuhan di suatu negara dari risiko masuknya hama dan penyakit
yang berpotensi menetap atau menyebar secara cepat. Karantina
merupakan bagian integral program ketahanan pangan dari aspek
perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa
organisme pengganggu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada
lini pertama (first line of defense) dari ancaman masuknya OPT asing
yang dapat terbawa pada komoditas pertanian, orang, dan barang.
Pada kenyataannya masih terdapat jenis-jenis OPT berbahaya
tertentu yang belum terdapat di wilayah Indonesia atau kalau sudah
ada penyebarannya terbatas pada era tertentu. Banyak pengalaman
kita beberapa kali kemasukan jenis-jenis hama penyakit baru yang
sangat merugikan ekonomi petani dan negara karena peraturan
perkarantinaan tidak diikuti dan diterapkan secara konsekuen.
18
Peranan karantina kecuali melindungi tumbuhan dan hewan juga
berusaha untuk menjaga mutu melalui sertifikasi karantina.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan antar
negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat
mengancam produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media
pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI atau yang
dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI dikenakan tindakan
karantina. Tindakan karantina meliputi; pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan
pembebasan.
Pelaksaaan karantina tumbuhan di Indonesia telah didukung oleh
peraturan perundang-undangan yang memadai yaitu UURI Nomor 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan PP
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Isi peraturan
perundang-undangan tentang karantina sudah diharmonisasikan
dengan ketentuan dan persetujuan internasional yang ditetapkan
melalui persidangan Konvensi Internasional Perlindungan Tumbuhan
atau IPPC. Dalam ketentuan UU No. 16/1992 diatur persyaratan
pemasukan (impor) dan pengeluaran (ekspor) yang cukup ketat yaitu
keharusan
adanya
Surat
Kesehatan
Tanaman(Phytosanitary
Certificate) dan
Surat
Kesehatan
Hewan (Animal
Health
Certificate) dari negara asal/tujuan menyertai komoditas yang
dilalulintaskan. Importir atau eksportir berkewajiban melaporkan
tentang tibanya suatu komoditas untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan oleh petugas karantina sebelum dikeluarkan dari daerah
pabean.
2. Eradikasi (Pembersihan)
Dalam undang-undang nomor 12 pasal 21 tertulis bahwa PHT
meliputi tindakan eradikasi. Pemerintah dapat memerintahkan atu
melakukan eradikasi jika terdapat pertanaman dengan OPT yang
berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara luas.
Seterusnya hal ini diatur dalam pasal 25, 26, dan 17. Kepada pemilik
tanaman dapat diberi ganti rugi yang menyangkut tanamannya yang
tidak sakit yang terpaksa harus dibongkar.
Penyakit-penyakit yang baru saja masuk ke suatu daerah sedapat
mungkin dihilangkan sebelum meluas. Usaha pembersihan (Eradikasi)
ini perlu dilakukan oleh semua penananam, sebab kalu tidak
dilakukan eradikasi usaha akan sia-sia. Oleh Karena itu tindakan
harus didasarkan atas peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Tanpa peraturan yang tegas, para penanam yang tanamannya belum
menunjukkan gejala, meskipun kemungkinan besar telah terjangkit,
akan segera membongkar tanamannya.
Contoh eradikasi yang berhasil dilakukan yaitu pada penyakit kanker
jeruk(Xanthomonas campestris pv. citri) di Florida, Amerika Serikat.
19
Sedangkan contoh eradikasi yang tidak berhasil yaitu pada penyakit
hawar kastanye (Endothia parasitica) di Amerika Serikat.
Eradikasi hanya akan berhasil bila dilakukan terhadap penyakit yang
meluas dengan lambat. Usaha ini tidak dapat diharapkan hasilnya
bila diterapkan untuk penyakit yang menyebar lewat udara dengan
cepat.
Dalam undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang System
Budidaya Tanaman ditegaskan bahwa pemerintah dapat melakukan
atau memerintahkan dilakukannya eradikais apabila terdapat
organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap sangat berbahaya
dan mengancam keselamatan tanaman secara luas. Kepada pemilik
tanaman yang tidak terser ang, tetapi harus dimusnahkan dalam
rangka eradikasi, dapat diberikan ganti rugi.
20