Makalah Pendi dikan Pancasila Pengertian

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun makalah yang berjudul ”PENGERTIAN MACAM MACAM IDEOLOGI DUNIA SECARA FILSAFAT ”.

Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi dan Rasul-Nya yang termulia, juga kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai hari kiamat.

Makalah yang sederhana ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas guna memperoleh penilaian pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dalam penyusunan makalah ini tentunya banyak pihak yang membantu penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Anwar Aulia, M. Pd Selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.

2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini.

3. Teman-teman kami yang telah memberikan saran serta dukungannya. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi penulis, khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki di masa yang akan datang.

Tangerang, Agustus 2018

Penulis

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ideologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan dan kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golongan; paham, teori, dan tujuan ynagn merupakan satu program sosial politik.

Macam-macam ideologi diajarkan oleh para tokoh negara pada jaman dulu. Ajaran mereka didasari oleh keyakinan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik. Hal ini terutama ditujukan bagi negara yang dikuasai oleh para tokoh yang menciptakan pemikiran tentang sebuah cara hidup sebuah negara.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?

2. Apa pengetian ideologi-ideologi dunia secara filsafat?

C. Tujuan Penulisan Mengetahui pengertian dari berbagai macam ideologi dunia secara filsafat.

BAB II

ISI

A. Pengertian Filsafat Secara etimologi Istilah ‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani  (philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terususun dari kata philos atau philein yang berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan. Dengan demikian philosophia secara harafiah berarti mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan.

Secara harfiah Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan.

B. Pengertian macam macam ideologi dunia secara filsafat

1. Pancasila Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955

sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Sosial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Suk arno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.

Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena

Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla (Notonagoro).

Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.

1) Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.

2) Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai- nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya.

Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:

1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.

2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut: 2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:

b) Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;

c) Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;

d) Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;

e) Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4. Inti sila-sila Pancasila meliputi:

1. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima

2. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial

3. Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri

4. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong

5. Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep- konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.

Landasan Ontologis Pancasila Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat

sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? Dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? Dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila

Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53). Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat:

1. Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.

2. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

Landasan Epistemologis Pancasila Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,

susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:

1. Tentang sumber pengetahuan manusia

2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia

3. Tentang watak pengetahuan manusia. Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan

sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila , sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila. Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal. Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.

Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu: Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:

b) Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.

c) Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36- 40)

Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan

Landasan Aksiologis Pancasila Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan

dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat

diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science ). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Ada berbagai macam teori tentang nilai.

a) Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam a) Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam

b) Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok:Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia.Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.Nilai-nilai keagamaan

c) Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:

1. Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.

2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.

3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.

4. Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.

a) Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.

Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

b) Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan

norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

c) Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan

dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.

Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila ), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia

2. Fasisme

Istilah “Fasisme” pertama kali digunakan di Italia oleh pemerintah yang berkuasa tahun 1922-1924 pimpinan Benito Mussolini. Dan gambar tangkai- tangkai yang diikatkan pada kapak menjadi lambang Partai Fasis pertama. Setelah Italia, pemerintahan Fasis kemudian berkuasa di Jerman dari 1933 hingga 1945 dan di Spanyol dari 1939 hingga 1975. Setelah Perang Dunia II rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan negara-negara belum berkembang

lain

umumnya

digambarkan sebagai Fasis.

Fasisme merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat Nasionalis, Rasialis, Militeris dan Imperalis. Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali berkembang di Italia setelah tahun 1919 dan kemudian di berbagai Negara Eropa, sebagai reaksi atas perubahan sosial politik akibat

Perang Dunia I. Nama fasisme berasal dari kata latin “Fasces” artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak, melambangkan pemerintahan Romawi Kuno. Fasisme sesungguhnya merupakan ideologi yang di bangun menurut hukum rimba, Fasisme juga bertujuan membuat individu dan masyarakat berfikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda bahkan melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis, Negara bukan ciptaan rakyat merupakan ciptaan orang kuat. Bila orang kuat sudah membentuk organisasi Negara, maka negara wajim menggembleng atau memaksakan dan mengisi jiwa rakyat. Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke-20 ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada perang dunia. Ideologi Fasisme memiliki beberapa sifat yaitu:

yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik (seperti warna kulit) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu.

a. Rasisme,

diartikan sebagai

paham

b. Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat.Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa.

c. Ultra Nasionalis, ialah sikap membanggakan suatu negara secara berlebihan sehingga sangat merendahkan negara yang lainnya. Sehingga mudah sekali memancing pertengkaran atau peperangan.

d. Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai d. Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai

dengan paksaan. Empat sifat tersebut mengakibatkan Ideologi Fasisme ini dapat manghambat multikulturalisme yaitu pandangan seseorang terhadap ragam kehidupan seperti kubudayaan, agama, ras. Evriza (2008: 106) mengatakan bahwa Fasisme merupakan gaya politik, daripada ideologi sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.

Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul Jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui Perang Saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi Fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.

Pada umunya Fasisme muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju (Jerman di Eropa dan Jepang di Asia). Untuk pertumbuhan Fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Setidak-tidaknya ada dua titik temu antara Fasisme dan tingkat industrialisasi yang relatif maju. Pertama, aksi diperolehnya. Aksi terror dan propaganda memerlukan banyak pengaturan secara teknologis dan teknologi. Kedua, sebagai suatu sistem mobolisasi permanen untuk keperluan perang, Fasisme tidak mungkin berhasil tanpa keahlian

industri yang maju.

Dari segi latar belakang sosial, Fasisme menarik minat dua kelompok secara khusus. Pertama, sistem itu menarik sekelompok kecil industriawan dan tuan tanah yang bersedia membiayai gerakan-gerakan Fasis dengan harapan bahwa

sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas. Di negara-negara yang memiliki Tradisi Liberal dan demokrasi yang kuat, misalnya kaum industriawan memiliki keperayaan yang tidak lebih ataupun kurang dari kelompok lainnya pada proses Demokrasi. Tetapi jika demokrasi goyah, seperti yang terjadi di Jerman, Italia dan Jepang hanya di butuhkan segelintir industriawan kaya dan tuan tanah saja untuk membiayai gerakan-gerakan Fasis. Sumber dukungan utama Fasisme datang dari kelas menengah bawah (lower- middle-claas), terutama dikalangan pegawai negeri. Mereka melihat Fasisme sebagai penyelamat bagi kedudukannya dan prestisenya. Para pegawai negeri, merasa cemburu dengan perusahaan-perusahaan besar meskipun mereka tergerak untuk mencapai kedudukan yang tinggi dalam perusahaan-perusahaan itu. Namun mereka juga takut ika dimasukkan kedalam kelompok dunia Ploretar. Sumber dukungan dari kaum buruh juga sangat berpengaruh bagi Fasis, kaum buruh yang terorganisir sering menyokongkan ketidakpastian dan proses demorialisasi dikalangan pegawai negeri tanpa menyadari manfaatnya.

Karena alasan psikologis para pegwai kantor biasa enggan untuk menggabungkan diri dalam berbagai serikat buruh. Akibatnya pendapatan para buruh biasa terutama yang terorganisir dalam organisasi buruh cenderung naik daripada penghasilan pegawai kantor. Karena jurang perbedaan status ekonomi para buruh yang biasa dan pegawai kantor terus melebar maka para pegawai kantor semakin takut akan kehilangan apa yang dianggapnya sebagai status yang sah dalam masyarakat. Keadaan itu yang mendorong mereka dan beralih pada

serikat buruh.

Kelompok sosial lain yang rentan terhadap propaganda Fasisme adalah kelompok militer bahkan dalam Negara Demokrasi yang sudah mapan personil militer professional cenderung untuk meremehkan kedisiplinan dan persatuan. Jika

penyimpangan Demokrasi

Militer akan menjadi bencana politik. Pada tahap awal Nazisme di Jerman kelompok militernya secara terbuka mendukung Hitler. Pemimpin-pemimpin puncak Jerman tahu bahwa sebagian pemimpin Nazi adalah jahat dan penderita Militer akan menjadi bencana politik. Pada tahap awal Nazisme di Jerman kelompok militernya secara terbuka mendukung Hitler. Pemimpin-pemimpin puncak Jerman tahu bahwa sebagian pemimpin Nazi adalah jahat dan penderita

Di Italia, pada tahap awal Fasisme mendapat dukungan kuat dari angkatan bersenjata. Di Jepang Fasisme berkembang atas dukungan yang aktif dari militer yang memiliki alasan untuk menjadi tiang penyanggah utama dari rezim yang memiliki kepentingan ekspansi Imperialis. Di Argenina pemerintahan yang semi konstitusional disingkirkan dalam suatu pemberontakan oleh para perwira muda di bawah Pimpiman Peron. Yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronisme. Fasisme melintasi semua kelompok sosial, para industriawan dan tuan tanah yang makmur, kelas menengah ke bawah dan para guru biasa. Semuanya memiliki alasan tersendiri dalam mendukung Fasisme.

Semakin banyak Kaum Nasionals dan Chauvinis yang memperlihatkan bahwa mereka rentan. Terhadap janji-janji penaklukan dan terciptanya kerajaan menyangkut program-program eksplesit gerakan-gerakan Fasis harus membuat janji-janji yang berlawanan untuk memuaskan seluruh pihak yang mengikutinya. kontradiksi-kontradiksi inilah yang menjadi kelemahan Fasisme, akan tetapi mengenai latar belakang psikologis yang emplisit, Fasisme mencari kelompok sosial yang memiliki kesamaan yaitu frustasi, kemarahan dan rasa tidak aman.

Sikap-sikap psikologi ini dapat diartikan sebagai sikap kebencian dan agresi melawan musuh dari dalam maupun dari luar. Karena sikap-sikap sosial dan psikologis ini bukan merupakan monopoli satu kelompok atau kelas sosial saja maka Fasisme dapat menarik masa secara besar-besaran diberbagai negara ketika Adolf Hitler menggabungkan diri dalam Partai Nazi tahun 1919 ia menjadi anggota no.7 tetapi 14 tahun kemudian Nazisme manjadi gerakan masa yang sangat besar di Negara Jerman.

Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa

dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah. Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka,

dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.

Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada. Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual

proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat,

yang

melemahkan melemahkan

Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda. Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika

dan Jerman. Perang satu-satunya yang akan membawa seluruh energi manusia ke tingkat tertinggi dan membubuhkan cap kebangsawanan kepada orang-orang yang berani menghadapinya. Kaum Fasis memahami hidup sebagai tugas, perjuangan dan penaklukan, tetapi di atas semua untuk orang lain bersama dan mereka yang jauh, sejaman, dan mereka datang setelahnya. Ciri lain adalah bahwa Fasisme merupakan Ideologi Nasionalistik dan Agresif yang didasarkan pada Rasisme. Nasionalisme semacam ini sama sekali berbeda dari sekedar kecintaan pada negara.

Dalam Nasionalisme Agresif seseorang mempunyai cita-cita agar bangsanya menguasai bangsa lain, menghinakan mereka, dan tidak menyesali timbulnya penderitaan hebat rakyatnya sendiri. Selain itu, Nasionalisme Fasistik menggunakan peperangan, pendudukan, pembantaian, dan pertumpahan darah sebagai

politis tersebut. Dasar kebijakan sosial Fasisme adalah pemaksaan gagasan dan keharusan rakyat untuk menerimanya. Fasisme bertujuan membuat individu dan

alat

untuk

mencapai

tujuan-tujuan tujuan-tujuan

Penyelesaian yang di tempuh oleh Dictator Fasisme adalah mengarahkan atau menyalurkan rasa permusuhan dari rakyat untuk melawan musuh-musuh yang nyata maupun imajiner. Bagi Kaum Komunis yang menjadi musuh adalah Kaum Borjuis, Pengikut Trotsky, Tito, atau pengusaha-pengusaha yang ada di wall street. Pada mulanya Hitler mulai memilih Bangsa Yahudi sebagai sasaran agresi Jerman yang berakibat lenyapnya 6 juta orang Yahudi dalam kamar- kamar

gas.

Kemudian musuh-musuh baru sebagai pengganti Bangsa Yahudi, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Churchill, Roseevelt, Bholsevisme dan gereja. Ketika akhir riwayatnya Hitler dan pengikutnya melampiaskan rasa dendamnya terhadap orang-orang Jerman dengan menolak untuk menyerah melalui perundingan. Apabila mereka tunduk, rakyat Jerman harus dihancurkan bersama mereka. Dalam Rezim Fasis baru yaitu Argentina di bawah Peron yang menjadi sasaran utama aksi propaganda kebencian adalah Imperialisme Amerika Serikat dan sistem keuangan internasional. Bagi mereka yang tidak mampu memimpin dirinya sendiri, Fasisme menjanjikan penguasaan atas orang lain. Apabila Fasisme tidak memberikan kemenangan-kemenangan yang dijanjikan maka kekesalan rakyat akan dilampiaskan kepada pemimpin-pemimpinnya.

Akar filsafat Fasisme bisa dilacak dalam pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche, Marinetti, Oswald Spengler, Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern dan kontemporer dan dalam formatnya yang par exellence terjadi ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler dengan Nazinya mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936) TennoHeika memerintah Akar filsafat Fasisme bisa dilacak dalam pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche, Marinetti, Oswald Spengler, Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern dan kontemporer dan dalam formatnya yang par exellence terjadi ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler dengan Nazinya mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936) TennoHeika memerintah

Ajaran-ajaran mereka perihal fasisme. Hitler menulis Mein Kampft, sedangkan Mussolini menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italia-lah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasis didunia, karena wawasannya yang bersifat moderat. Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur: Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.

Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep perramaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideologi yang mengedepankan kekuatan. Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, negara adalah s atu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler

konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang- ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya. Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit. Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang- ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya. Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit. Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme

pembunuhan dan penganiayaan. Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme. Terakhir atau ketujuh, fasisime memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.

aksi

kekerasan seperti

3. Liberalisme

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

Sejalan dengan dasar filsafat liberalisme yang artinya kebebasan individu atau laissez faire yang secara etimologis frase tersebut berasal dari bahasa Perancis yang berarti “biarkan terjadi” (secara harfiah “biarkan berbuat”). Istilah ini berasal dari diksi Perancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat di Sejalan dengan dasar filsafat liberalisme yang artinya kebebasan individu atau laissez faire yang secara etimologis frase tersebut berasal dari bahasa Perancis yang berarti “biarkan terjadi” (secara harfiah “biarkan berbuat”). Istilah ini berasal dari diksi Perancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat di

Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.

Selama Revolusi Perancis, liberalisme diwakili oleh partai-partai yang lebih moderat. Di Inggris, setelah beberapa kali berlangsung perang Napoleon, liberalisme kembali berpengaruh dengan bangkitnya Benthamites dan Mazhab Manchester. Keberhasilan terbesar liberalisme terjadi di Amerika, hingga menjadi dominan sejak tahun 1776 sampai sekarang.Namun ada sebuah gerakan baru yang berkembang secara bertahap menjadi antitesis dari liberalisme, ini dimulai dengan Rousseau, dan menancapkan kekuatannya sejak gerakan romantik dan munculnya prinsip kebangsaan.

Dalam gerakan ini, individualisme melebar dari wilayah intelektual ke wilayah hasrat manusia, dan aspek-aspek anarkis dari individualisme dibuat eksplisit. Pada saat itu ada rasa tidak suka pada industrialisme awal, kebencian pada keburukan yang diciptakannya, dan pemberontakan terhadap kekejaman- kekejamannya.Ada filsafat lain yang merupakan cabang dari liberalisme, yakni filsafat Marx.Uraian filsafat liberal pertama yang lengkap dapat ditemukan dalam diri Locke. Di Inggris, pandangan-pandangannya sepenuhnya harmonis dengan pandangan-pandangan para tokoh paling cerdas sehingga sulit untuk melacak pengaruh mereka kecuali dalam filsafat teoritis.

Doktrin bahwa fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif pemerintah harus tetap dipisahkan merupakan ciri khas liberalisme. Legislatif dan eksekutif harus dipisahkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dan doktrin ini banyak yang telah menggunakan, namun cenderung antara legislatif dan eksekutif menjadi musuh bebuyutan dibanyak negara.Perkembangan liberalisme di masa sekarang cukup pesat, seperti kita lihat negara-negara liberal seperti Amerika. Amerika sekarang menjadi sebuah negara yang besar dan dianggap polisi dunia. Di sana kebebasan dijunjung tinggi karena hak-hak tiap warganya dijamin oleh pemerintah. Sehingga jangan heran kalau tingkat kompetisi di sana sangat tinggi.Negara kita juga pernah menerapkan sistem liberal ini. Yaitu pada masa Demokrasi liberal. Apa yang terjadi? Negara kita mengalami krisis yang cukup parah. Parlemen hanya berumur singkat. Kemiskinan merajalela. Ternyata paham ini tidak cocok diterapkan di negara kita. Krisis ini kemudian diakhiri dengan Dekrit Presiden tahun 1959.

Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing- masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme(ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggung jawabkan.

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai- nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:

Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak daridemokrasi.

Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)

Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)

Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.

Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual) •

Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.

Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.

3. Sosialisme