Makalah Manfaat dan Keutamaan Wudhu.docx

KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meneyelesaikan makalah
berjudul “makalah tentang tata cara wudhu ini dalam waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT. Yang telah meridloi pembuatan makalah dengan baik.
2. Teman yang telah membantu menyusun makalah ini
3. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya tulis ini sangat penulis harapkan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya guna mengetahui cara meningkatkan kebugaran jasmani.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Setiap kegiatan Ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih
dahulu mulai dari Wudhu, Mandi ataupun tayyamum dan tak banyak umat Islam sendiri

belum mengerti ataupun udah mengerti tapi dalam praktiknya menemui sebuah masalah
ataupunkeraguan atas hal yang menimpanya. Disini kami ingin membahas serta mengulas
lagi tentang hal tersebut.
B.

Rumusan Masalah
1. Tata Cara Berwudhu
2. Syarat-Syarat Sahnya Wudhu
3. Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu

4. Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu'
C.
Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Tata Cara Berwudhu
2. Mengetahui Syarat-Syarat Sahnya Wudhu
3. Mengerti Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu
4. Memahami Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu'
D.
Metode Penyusunan
Kita menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan buku – buku yang

direkomendasikan serta mengkaji dan mencuplik makalah yang telah kita kaji.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan wudhu dalam sholat
Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah
mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita
lakukan selama bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu telah benar sesuai
dengan apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam? Karena
suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah harus
ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat[1], yang
mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan teranggap/terlaksana apa yang kita
inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu
‘alaihi was sallam,
« ‫ضأ أ‬
‫ث أح ض أتى ي أتأأو ض أ‬
‫» ل أ تةحقبأةل أصل أةة أمحن أ أححأد أ‬
“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”.
Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,

‫حوا نبةرةءونسك ةحم أوأ أحرةجل أك ةحم نإألى ال حك أحعبأي حنن‬
‫أيا أ أي ضةأها ال ض أنذيأن آ أأمةنوا نإأذا ةقحمتةحم نإألى ال ض أصألانة أفا ح‬
‫غنسةلوا ةوةجوأهك ةحم أوأ أي حندي أك ةحم نإألى ال حأمأرانفنق أواحمأس ة‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).
Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata cara wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
B.

Tata Cara Berwudhu'
Dari Humran bekas budak Utsman, bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu'. (Setelah
dibawakan), ia berwudhu', ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian
berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya
tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh
tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh
kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri

seperti itu juga. Kemudian mengatakan, "Saya melihat Rasulullah saw. (biasa) berwudhu'
seperti wudhu'ku ini lalu Rasulullah bersabda, "Barang siapa berwudhu' seperti wudhu'ku ini

kemudian berdiri dan ruku' dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosadosanya yang telah lalu." Ibnu Syihab berkata, "Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini
adalah cara wudhu' yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang
untuk shalat." (Muttafaq 'alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya, Fathul Bahri I:266
no:164, 'Aunul Ma'bud I:180 no:106 dan Nasa'i I:64).
C. Syarat-Syarat Sahnya Wudhu'
A. Niat, berdasar sabda Nabi saw., "Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada
niatnya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari, I:9 no:1, Muslim III:1515 no:1907, Aunul
Ma'bud VI:284 no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169, Ibnu Majah II:1413 no:4227, Nasa'i
I:59). Tidak pernah disyariatkan melafadzkan niat karena tidak ada dalil yang shahih dari
Nabi saw. yang menganjurkannya.
B. Mengucapkan basmalah, karena ada hadits Nabi saw., " Tidak sah shalat bagi orang yang
tidak berwudhu' (sebelumnya) dan tidak sah wudhu' bagi orang yang tidak menyebut,
Bismillah" (sebelumnya)." (Hadits hasan: Shahihu Ibnu Majah no: 320 'Aunul Ma'bud
I:174 no:101 dan Ibnu Majah I:140 no:399).
C. (Di samping itu, ada dua riwayat lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu'lah dengan (menyebut) nama Allah,"
Lihat Nasai'i, kitab thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah ketika akan berwudhu',
dan
Musnad
Imam

Ahmad
III:165
(pent.))
D. Muwalah (Berturut-turut) tidak diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan hadits Khalid
bin Ma'dan, "Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan
shalat, sedang di punggung kakinya dan sebesar uang dirham yang tidak tersentuh air
wudhu', maka Nabi saw. menyuruhnya agar mengualngi wudhu' dan shalatnya." (Shahih:
Shahih Abu Daud no: 161 dan 'Aunul Ma'bud I: 296 no:173)
E. Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu'
1. Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan membersihkan hidung.
2. Mencuci kedua tangan sampai kedua siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil
menegaskan ”Selamanya tidak dianggap cukup membasuh kedua tangan kecuali
dengan membasuh tangan dan punggungnya secara keseluruhan sampai ke siku-siku.
Jika ada bagian darinya yang tertinggal walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak
sah membasuh tangannya. Selesai”)
3. Mengusap seluruh kepala, dan kedua telinga termasuk bagian dari kepala.
4. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kakimu." (Al-Maaidah : 6).

Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk
bagian dari muka sehingga wajib dilakukan karena Allah Ta’ala telah memerintahkan
di dalam kitab-Nya yang mulia membasuh muka. Di samping itu, telah sah dari Nabi
saw., beliau terus menerus melakukan kumur dan istinsyaq setiap kali berwudhu’.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh seluruh sahabatnya yang meriwayatkan
dan menerangkan tata cara wudhu’ Nabi saw., sehingga secara keseluruhan itu

menunjukkan bahwa membasuh wajah yang diperintahkan di dalam al-Qur’an
meliputi berkumur-kumur dan istinsyaq (as-Sailal Jarrar I:81)
Lagi pula ada sabda Nabi saw. yang memerintah berikumur-kumur dan istinsyaq
memasukkan air ke dalam hidung.
”Apabila seorang di antara kamu berwudhu’, maka masukkanlah air ke dalam
hidungnya, lalu keluarkanlah!” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:443, ‘Aunul
Ma’bud I:234 no:140 dan Nasa’i I:66).
Dan sabda beliau saw. yang lain, ”Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan
istinsyaq, kecuali sedang berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131,
Aunul Ma’bud I:236 no: 142 dan 144).
Dalam hadits yang lain, beliau saw. bersabda juga, ”Apabila kamu berwudhu’, maka
hendaklah berkumur-kumur.” (Shahih: sama dengan di atas).
Adapun tentang wajibnya mengusap seluruh kepala, yaitu karena perintah mengusap

kepala di dalam Al-Qur’an bersifat mujmal (global), maka bayan (penjelasannya)
dikembalikan kepada sunnah Nabi saw.. Sudah tegas dalam riwayat Bukhari, Muslim
dan selain keduanya bahwa Nabi saw. mengusap seluruh kepalanya. Dan dalam hal
ini terdapat dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya mengusap seluruh kepala
secara sempurna.
Jika ada yang berpendapat, bahwa ada riwayat yang shahih dari al-Mughirah, bahwa
Nabi saw. pernah mengusap ubun-ubunnya dan di atas surbannya?
Maka jawabannya: Rasulullah saw. mencukupkan mengusap di atas ubun-ubunnya,
karena beliau menyempurnakan dengan mengusap sisa kepalanya di atas surbannya.
Dan, penulis berpendapat demikian dan di dalam riwayat al-Mughirah tersebut tidak
terdapat syarat yang menunjukkan bolehnya mengusap hanya di atas ubun-ubun saja
atau sebagian kepala saja tanpa menyempurnakan di atas surbannya. (Lihat Tafsir
Ibnu Katsir II:24 dengan sedikit perubahan redaksi).
Walhasil, wajib mengusap seluruh kepala. Pengusap kepala jika mau boleh, mengusap
di atas kepala saja atau di atas surban saja atau di atas kepala dan dilanjutkan di atas
surban, ketiga cara tersebut shahih dan kuat (pernah dilakukan oleh Nabi saw.)
5. Adapun perihal dua telinga termasuk bagian dari kepala sehingga wajib pula diusap
berdasarkan pada sabda Nabi saw., ”Dua telinga itu termasuk kepala.” (Shahih: Shahih
Ibnu Majah no: 357 dan Ibnu Majah I:152 no:443).
Menyela-nyelakan air pada jenggot

Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila berwudhu’, mengambil
segenggam air, lalu memasukkannya ke belakang dagu, kemudian menyelanyelakannya di antara jenggotnya, seraya bersabda, ”Beginilah yang Rabbku ‘Azza
wa Jalla Perintahkan kepadaku.” (Shahih: Irwa’ul Ghalil no: 92. ‘Aunul Ma’bud I:
243 no:45, dan Baihaqi I:54).
Menyela-nyelakan air pada jari-jemari tangan dan kaki
Sebagaimana yang ditegaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sempurnakanlah
wudhu’ dan sela-selakanlah (air) di antara jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah
dalam melakukan instinsyaq kecuali kamu dalam keadaan puasa.” (Shahih: Shahih
Abu Daud no:129 dan 131 dan ‘Aunul Ma’bud I: 236 no:142 dan 144).
F. Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu')
1. Siwak, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, ”Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) akan memberatkan umatku,

4.

4.

6.

8.


niscaya kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali wudhu.” (Shahih: Shahihul Jammi
no:5316 dan al-Fathur Rabbani I:294 no:171).
2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali pada awal wudhu’, sebagaimana yang telah
diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a. yang mengisahkan wudhu’ Nabi saw. di mana
dia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. (Lihat masalah tata cara Wudhu’
pada halaman sebelumnya).
3. Kumur-kumur dan instinsyaq sekali jalan, tiga kali:
”Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’ Rasulullah
saw., di mana dia berkumur-kumur dan instisyaq dari satu telapak tangan. Dia berbuat
demikian (sebanyak) tiga kali.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:125, dan Muslim
I:210 no:235).
Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur dan istinsyaq: kecuali bagi orang yang
berpuasa, berdasarkan hadits Nabi saw., ”Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq,
kecuali kamu dalam keadaan berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131,
‘Aunul Ma’bud I:236 no:142 dan 144).
Mendahulukan anggota wudhu’ yang kanan daripada yang kiri karena ada hadits Aisyah
r.a. yang mengatakan, ”Adalah Rasulullah saw. mencintai mendahulukan anggota yang
kanan dalam hal mengenakan alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam seluruh ihwahnya.”
(Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari I: 269 no:168, Muslim I: 226 no:268, Nasa’i I:78).

Di samping itu hadits Utsman yang menceritakan tata cara wudhu’ Nabi saw. di mana
dia membasuh anggota yang kanan, lalu yang kiri.
6. Menggosok, karena ada hadits Abdullah bin Zaid yang mengatakan, ”Bahwa Nabi
saw. pernah dibawakan dua sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu’, maka
beliapun menggosok kedua hastanya.” (Sanadnya shahih: Shahih Ibnu Khuzaimah
I:62 no:118).
Membasuh tiga kali, tiga kali, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Utsman bin Affan
ra (pada awal pembahasan wudhu’) bahwa Nabi SAW berwudhu’ tiga kali, namun ada
juga riwayat yang sah yang menyatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah berwudhu’ satu kali
satu dan kali dua kali dua kali.” (Hasan shahih: Shahih Abu Daud no:124, Fathul Bari
I:258 no:158 dari hadits Abdullah bin Zaid ‘Aunul Ma’bud I:230 no:136, Tirmidzi I:31
no:43 dari hadits Abu Hurairah).
Dianjurkan pula kadang-kadang mengusap kepala lebih dari sekali (tiga kali) karena
ada riwayat, dari Utsman bin Affan r.a. bahwa ia pernah mengusap kepadanya tiga
kali seraya berkata, ”Saya pernah melihat Rasulullah saw. berwudhu’ (dengan
mengusap kepala) begini.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Dawud no:101 dan ‘Aunul
Ma’bud I:188 no:110).
Tertib, karena kebanyakan cara wudhu’ Rasulullah saw. selalu dengan tertib sebagaimana
yang telah disampaikan sejumlah sahabat yang meriwayatkan wudhu’ beliau saw. Akan
tetapi, ada riwayat yang sah dari al-Miqdam bin Ma’dikariba ia berkata :

”Bahwa Rasulullah saw. pernah dibawakan air wudhu’, lalu beliau berwudhu’
membasuh kedua telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali,
kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan
mengeluarkan air yang telah dimasukkan ke dalam hidung tiga kali, kemudian
mengusap kepalanya dan dua telinganya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:112 dan
‘Aunul Ma’bud I:211 no:121).

9. Berdo’a sesudah wudhu’. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw. ”Tak
seorangpun di antara kalian yang berwudhu’ dengan sempurna, lalu mengucapkan (do’a)
”Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan
'abduhu wa rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) keuali Allah
semata tiada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi, bahwa Muhammad hamba dan RasulNya).” melainkan pasti dibukalah baginya pintu-pintu surga yang delapan, ia boleh
masuk dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (Shahih: Mukhtasharu Muslim No:
143 Muslim 1:209 no:234).
Kemudian Imam Tirmidzi menambahkan, ”Allahummaj'alni minat tawwaabiina
waj'ani minal mutathahiriin (Ya, Allah, jadikahlah kami termasuk orang-orang yang
tekun bertaubat dan jadikahlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci).”
(Shahih: Shahih Tirmidzi no:48 dan Tirmidzi I:38 no:55)
10. Dan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya Nabi bersabda, ”Barang siapa berwudhu’ lalu
membaca, ”Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu aku bersaksi
bahwasannya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Engkau, aku mohon ampunan
dan bertaubat pada-Mu", niscaya dicatat pada sebuah lembaran kemudian dicetak dengan
sebuah cetakan lalu tidak dipecahkan hingga hari kiamat." (Hadits Shahih, lihat atTarghib no.220, al-Hakim I/564, dan tidak akan ada hadits shahih mengenai do’a
(bacaan-bacaan) ketika sedang berwudhu’)
G. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu'
1. Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubur, berupa kencing, berak, atau kentut.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Atau kembali dari tempat buang air." (AlMaidah:6)
Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima shalat seorang di antara kamu
yang berhadas sampai ia berwudhu' (sebelumnya)." Maka, seorang sahabat dari
negeri Hadramaut bertanya. "Apa yang dimaksud hadas itu wahai Abu Hurairah?"
Jawabnya, "Kentut lirih maupun kentut keras." (Muttafaqun 'alaih Fathul Bari I: 234,
Baihaqi I:117, Fathur Robbani, Ahmad II:75 no:352) Dan hadits ini menurut sebagian
mukharrij selain yang disebut di atas tidak ada tambahan (tentang pernyataan orang
dari Hadramaut itu), Muslim I:204 no:225, 'Aunul Ma'bud I:87 no:60, dan Tirmidzi I:
150
no:76.
"Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas). Adapun
mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi dan madzi," maka
dia berkata, "cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian berwudhu'lah sebagaimana
kamu berwudhu' untuk shalat!" (Shahih: Shahih Abu Daud no:190, dan Baihaqi
I:115).
2. Tidur pulas sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan duduk
yang mantap di atas ataupun tidak. Karena ada hadits Shafwan bin Assal, ia berkata,
"Adalah Rasulullah saw. pernah menyuruh kami, apabila kami melakukan safar agar
tidak melepaskan khuf kami (selama) tiga hari tiga malam, kecuali karena janabat, akan
tetapi (kalau) karena buang air besar atau kecil ataupun karena tidur (pulas maka cukup
berwudhu')." (Hasan: Shahih Nasa'i no:123 Nasa'i I:84 dan Tirmidzi I:65 no:69).

2. Pada hadits ini Nabi saw. menyamakan antara tidur nyenyak dengan kencing dan berak
(sebagai pembatal wudhu').
"Dari Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mata adalah pengawas dubur-dubur;
maka barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah berwudhu'." (Hasan: Shahih Ibnu
Majah no:386. Ibnu Majah I:161 no:477 dan 'Aunul Ma'bud I:347 no:200 dengan
redaksi sedikit berlainan).
Yang dimaksud kata al-wika' ialah benang atau tali yang digunakan untuk
menggantung peta.
Sedangkan kata "as-sah" artinya : "dubur" Maksudnya ialah "yaqzhah" (jaga, tidak
tidur) adalah penjaga apa yang bisa keluar dari dubur, karena selama mata terbuka
maka pasti yang bersangkutan merasakan apa yang keluar dari duburnya. (Periksa
Nailul Authar I:242).
Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit. Karena kacaunya pikiran
disebabkan dua hal ini jauh lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena tidur
nyenyak.
4. Memegang kemaluan tanpa alas karena dorongan syahwat, berdasarkan sabda Nabi saw.,
"Barangsiapa yang memegang kemaluannya, maka hendaklah berwudhu'." (Shahih:
Shahih Ibnu Majah no:388, 'Aunul Ma'bud I:507 no:179, Ibnu Majah I:163 no:483,
'Aunul Ma'bud I:312 no:180 Nasa'i I:101, Tirmidzi I:56 no:56 no:85).
Betul, ia memang bagian dari anggota badanmu, bila sentuhan tidak diiringi dengan
gejolak syahwat, karena sentuhan model seperti ini sangat memungkinkan disamakan
dengan menyentuh anggota badan yang lain. Ini jelas berbeda jauh dengan menyentuh
kemaluan karena termotivasi oleh gejolak syahwat. Sentuhan seperti ini sama sekali
tidak bisa diserupakan dengan menyentuh anggota tubuh yang lain karena menyentuh
anggota badan yang tidak didorong oleh syahwat dan ini adalah sesuatu yang amat
sangat jelas, sebagaimana yang pembaca lihat sendiri (Tamamul Minnah hal:103).
5. Makan daging unta sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bara' bin 'Azib ra ia berkata,
"Rasulullah saw. bersabda, "Berwudhu'lah disebabkan (makan) daging unta, namun
jangan berwudhu' disebabkan (makan) daging kambing!" (Shahih: Shahih Ibnu Majah
no:401, Ibnu Majah I:166 no:494, Tirmidzi I:54 no:81, 'Aunul Ma'bud I:315 no:182).
Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw.
apakah saya harus berwudhu' (lagi) disebabkan (makan) daging kambing? Jawab
Beliau, "Jika dirimu mau, silakan berwudhu'; jika tidak jangan berwudhu' (lagi)." Dia
bertanya (lagi) "Apakah saya harus berwudhu' (lagi) disebabkan (makan) daging
unta?" Jawab Beliau, "Ya berwudhu'lah karena (selesai makan) daging unta!" (Shahih
Mukhtashar Muslim no:146 dan Muslim I:275 no:360).
H. Hal-Hal yang Karenanya Diwajibkan Berwudhu'
1. Shalat, karena Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang berfirman, apabila kamu
berdiri hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka-muka kamu." (Al-Maaidah:
6).
Di samping itu, Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima, shalat (yang
dilakukan) tanpa bersuci (sebelumnya)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:104,
Muslim 1:204 no:224 dan Tirmidzi 1:3 no:1).

2. Thawaf di Baitullah, berdasarkan sabda Nabi saw., "Thawaf di Baitullah adalah shalat,
hanya saja Allah membolehkan berbicara." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:3954
dan Tirmidzi II:217 no:967).

BAB III
KESIMPULAN
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan
shalat,
karena
wudhu
sendiri
merupakan
salah
satu
syarat
sah
shalat.
Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk
menghilangkan hadats kecil.
Fardhu Wudu’ ada 6 yakni :
1. Niat: hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat
pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri :
2. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu,
dan dari telinga kanan hingga telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap sebagian rambut kepala
5. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6. Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan
mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.
7. Dan wudu’ juga disunah kan untuk hal-hal beribadah yang lain, yang mengandung
nilai – nilai kebajikan di luar dari pada ibadah shalat wajib, karena wudu’ adalah
cahaya dan menjadi Shilahul Mu’minin.

DAFTAR PUSTAKA
http://ockym.blogspot.com/2012/12/makalah-bab-wudhu.html
http://al-atsariyyah.com/di-antara-sunnah-wudhu.html
http://muslim.or.id/fi…/panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html