Kearifan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya A

Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam
A. Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak
hanya

komponen biotik,

seperti hewan, tumbuhan,

dan mikroorganisme,

tetapi

juga

komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah.
Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah
membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.
Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi

sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia,
Brazil, Kongo, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati
atau non hayati yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur
Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko
sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi. Akan
tetapi,

kekayaan

sumber

daya

alam

ini

seringkali

tidak


sejalan

dengan

perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut. Indonesia, salah satu negara dengan
kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.

Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi
SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui
adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi
berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah
beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam,

penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat
diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada
proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak
bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu
dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas,
minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang

hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan. Perubahan
tekanan dan suhu panas selama jutaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa
organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.
1. Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan
Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan adalah upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia di masa sekarang dan di masa depan. Pengelolaan sumber daya alam
berkelanjutan didasarkan pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat di
perbaharui memiliki persediaan yang terbatas dehingga harus dijaga ketersediaanya dan
gunakan secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat
maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potensi sumber daya alam harus
mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan. Contoh penerapan pengelolaan
sumber daya alam berkelanjutan :
1. Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2. Menggunakan SDA secara efisien
3. Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4. Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai jual yang tinggi
dan mengurangi pengunana barang tambang
5. Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA
dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan.

Sumber daya alam dapat dilihat dari 3 kemungkinan pemulihannya :
1. Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable flow resources)
2. Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable atau stock resources)
3. Sumber daya alam yang tidak akan habis atau punah (continous atau inhausetable
resources)

I.

Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan adalah gerakan pertanian menggunakan prinsip ekologi, studi

hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pertanian berkelanjutan telah didefinisikan
sebagai sebuah sistem terintegrasi antara praktek produksi tanaman dan hewan dalam sebuah
lokasi dan dalam jangka panjang memiliki fungsi sebagai berikut:


Memenuhi kebutuhan pangan dan serat manusia




Meningkatkan

kualitas

lingkungan

dan

sumber

daya

alam

berdasarkan

kebutuhanekonomi pertanian




Menggunakan sumber daya alam tidak terbarukan secara sangat efisien



Menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian secara terintegrasi, dan
memanfaatkan pengendalian dan siklus biologis jika memungkinkan



Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan
Namun tahap menuju pertanian berkelanjutan seringkali dipandang sebagai sebuah

tahapan dan bukan sebagai akhir. Beberapa menganggap bahwa pertanian berkelanjutan yang
sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang dicapai dengan: penggunaan
energi yang lebih sedikit, jejak ekologi yang minimal, barang berkemasan yang lebih sedikit,
pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkat, bahan pangan
terprosesyang lebih sedikit, kebun komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan
sebagainya. Salah satu contoh pertanian berkelanjutan adalah :
a. Pranoto Mongso (Jawa)
Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang

didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan kepada
petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan,
tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti
misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat
menjaga keseimbangannya.
Dengan adanya pemanasan global sekarang ini yang juga mempengaruhi pergeseran
musim hujan, tentunya akan mempengaruhi masa-masa tanam petani. Namun demikian
pranoto mongso ini tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan diri untuk mulai
bercocok tanam. Berkaitan dengan tantangan maka pemanasan global juga menjadi tantangan
petani dalam melaksanakan pranoto mongso sebagai suatu kearifan lokal di Jawa.

b. Nyabuk Gunung.
Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang
dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan
sindoro.

Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut
garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam
dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor.

c. Tumpang sari
Sistem ‘tumpangsari’ adalah praktek penanaman beragam biji-bijian sebagai bagian dari
peladangan berpindah yang banyak meniru kompleksitas dan keragaman sistem vegetasi
wilayah sub-tropis dan tropis. Model pertanian ini dilakukan dengan cara menanam beberapa
jenis tanaman yang berbeda dalam suatu areal atau petak tanah secara bersamaan.Pada
awalnya, sistem pertanian ini dianggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan ilmu
pertanian modern karena tidak efisien secara kuantitas dan kualitas hasil yang akan
didapatkan.

Akan tetapi terdapat tujuan yang baik dan penting adanya kearifan lokal ini, yaitu
untuk melindungi tanah dari sinar matahari langsung, mengurangi pemanasan langsung pada

permukaan tanah, menjaga permukaan tanah dari proses erosi, penggunaan volume tanah
secara efisien dan mengurangi kerentananan tanah dari hama dan serangga perusak. Hal ini
dapat terjadi karena perbedaan kecepatan tumbuh beragam tanaman tersebut membuat tanah
menjadi permanen, di samping itu juga karena tanahnya selalu ditutupi oleh tanaman tersebut
secara

terus


menerus

serta

sistem

akar

tanaman

tersebut

yang

bervariasi.

d. Budi Daya Padi Organik
Budi daya padi organik salah satu contoh dari pertanian berkelanjutan.
II.


Pertambangan Berkelanjutan atau Sustainability Mining

Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang. Pertambangan dalam arti yang lebih luas termasuk tambang minyak, gas alam dan
bahkan tambang air tanah.
Wilayah Indonesia dikenal memiliki potensi tambang yang besar di dunia. Data pada
akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber daya batubara mencapai 104.760 juta ton, emas
sebesar 4.250 ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah sebesar 650.135 ton dan nikel
sebesar 1.878 juta ton (ESDM, 2009). Penerimaan negara langsung dari subsektor
pertambangan umum pada tahun 2009 sekitar Rp51 triliun, yang terdiri atas penerimaan
Negara bukan pajak lebih kurang Rp15 triliun, dan sisanya merupakan penerimaan negara
pajak. Investasi pertambangan tahun 2009 mencapai US$1,8 miliar atau naik sebesar 9,5%
dari angka tahun sebelumnya sebesar US$1,6 miliar (ESDM, 2009).

Sumberdaya mineral mempunyai implikasi yang sangat luas dalam kehidupan
masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan aset yang memberi harapan dalam

peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya mineral merupakan
kesempatan bagi masyarakat. Dengan demikian industri pertambangan merupakan industri
alternatif yang paling efektif untuk meningkakan kesejahteraan masyarakat di daerah yang
penduduknya berada dalam kemiskinan struktural.
Di sisi lain industri pertambangan juga merupakan industri yang menimbulkan
berbagai perubahan drastis terhadap lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap
kelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat.
Potensi-potensi positif sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasikan
potensi-potensi negatif ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik
dengan kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).
Kegiatan usaha pertambangan memiliki ciri-ciri, yaitu non-renewable (tidak dapat
diperbarui), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak
lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan
komoditi ekonomi lain pada umumnya. Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui
maka pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves(cadangan terbukti) baru.
Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan
(Poerwanto, 2007).
Hotteling dalam Stiglitz (2007) menawarkan kerangka utuk menentukan waktu paling
tepat mengeluarkan sumber alam dari perut bumi. Teori ini sebagai basis dari ekstraksi
sumberdaya alam tidak pulih secara optimal. Prinsip model Hotteling adalah bagaimana
mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal dengan kendala stok dan waktu.
Implementasi dari teori bagi pihak perusahaan pertambangan adalah untuk mendapatkan
produksi sumberdaya mineral secara optimal harus mampu menentukan berbagai faktor
produksi yang tepat dengan kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik
sumberdaya dalam hal ini, negara harus bersikap mengabaikan terhadap sumberdaya mineral,
apakah akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai pengambil
kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi sumberdaya mineral yang
tidak

semata-mata

berorientasi

ekonomi

(economic

oriented)

tetapi

juga

harus

mempertimbangkan secara integral baik itu dampak lingkungan, sosial, kesiapan
kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat lokal.
Mengingat sifat tidak terbarukan yang terkandung dalam sumberdaya mineral, maka
eksploitasi sumberdaya mineral harus mampu menciptakan prakondisi dan kemampuan–

kemampuan agar masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah sumberdaya mineral
habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan prakondisi dan proses peningkatan
kemampuan–kemampuan masyarakat secara berkelanjutan inilah yang dimaksud sebagai
proses transformasi sosial. Dengan kata lain, penerapan azas pembangunan manusia
berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya mineral adalah untuk menciptakan proses
transformasi sosial secara berkelanjutan.
Ada berbagai macam resiko di bidang pertambangan yaitu resiko geologi (eksplorasi)
yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi
yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan dengan
perubahan harga, dan resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan
pajak dan harga domestik. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran-besaran yang
mempengaruhi keuntungan usaha yaitu produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang
mempunyai risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang lebih
tinggi (Poerwanto, 2007).
Kegiatan pertambangan memiliki sejumlah dampak penting bagi lingkungan. Rencana
kegiatan penambangan dan pengolahan hasil yang berkaitan langsung dengan dampak yang
ditimbulkannya. Kegiatan tambang terdiri dari tahap pra-konstruksi, operasi, produksi dan
pasca tambang:
Sebagai negara penganut “paham” sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat,
Indonesia cenderung menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu mengolah
kekayaan sumberdaya alam dan energi secara bijaksana agar kondisi lingkungan tetap lestari
dan bermutu tinggi. Lingkungan yang lestari, pembangunan akan tetap berlangsung dari
generasi ke generasi, dan lingkungan yang lestari hanya dapat dilahirkan dari pola pikir yang
memiliki rasa bijak lingkungan yang besar (Naiola, 1996). Usaha pertambangan mineral tidak
hanya sekedar pemenuhan keuntungan (aspek ekonomi) dari pengelolaan sumber daya
mineral, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan sosial dan lingkungan.


Kebutuhan Sosial
Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan

berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman
modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain. Keberpihakan terhadap kelompok
masyarakat miskin, masyarakat di perdesaan, wanita dan anak-anak, ataupun kelompok
masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat
terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat penting
untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Kecenderungan

yang

terjadi

dalam

pembangunan

ekonomi

adalah

tidak

memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti
nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan
sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya menimbulkan
eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan
masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang
timbul dalam setiap pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”.
Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun
masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan,
yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang
berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai).
Penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai ekstrinsik
maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya mengurangi,
eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya internalisasi berbagai
dampak keluar (eksternalitas) harus dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi.
Dengan demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan pengelolaan yang
berkelanjutan.
Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan
yang

lebih

menekankan

pada

konservasi

dan

perlindungan

sumberdaya,

perlu

memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk
mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan
dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang
dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.
Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan
sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum
(tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka (open
access), dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada
tanpa sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan hak-hak
kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak sehingga pihak tersebut dapat

mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi
miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.


Kebutuhan Lingkungan
Pengelolaan limbah pertambangan mineral yang telah dilakukan oleh perusahaan

pertambangan masih belum mampu mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan biofisik dan masalah social kemasyarakatan, meskipun beberapa kegiatan pertambangan telah
berorientasi pada industri bersih yang berwawasan lingkungan. Perubahan lingkungan di
sekitar pertambangan dapat terjadi setiap saat, sehingga manajemen pengelolaan limbah yang
efektif menjadi indikator keberlanjutan usaha pertambangan mineral.
Sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan diharapkan dapat mencegah dampak
pencemaran terhadap daya dukung lingkungan, perubahan perilaku sosial kemasyarakatan
serta pertumbuhan sektor ekonomi informal yang tidak terkendali. Untuk itu seyogyanya
pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dituangkan dalam suatu kebijakan yang
sistematis dan terarah secara berkelanjutan
III.

Industri Berkelanjutan

Era industrialiasi yang saat ini terjadi, membawa perubahan baru bagi pembangunan
ekonomi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Saat ini, sektor industri merupakan
sektor prioritas yang diharapkan mampu menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi, Di
Indonesia, kontribusi sektor industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan
mencapai 24,3%, lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industri juga
berperan strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi, karena sektor ini berperan
penting dalam upaya perluasan lapangan kerja, pemasukan ekonomi, sampai pada
pengurangan tingkat kemiskinan nasional.
Derasnya upaya untuk terus mengembangkan industri nasional, di sisi lain ternyata
membawa dampak negatif terutama pada sektor lingkungan. Dampak negatif ini karena

sektor industri seringkali menyebabkan pencemaran udara, air, suara, dan sampah bagi
lingkungan sekitarnya. Dengan kerusakan lingkungan ini, efek selanjutnya adalah
menurunnya kualitas kehidupan masyarakat karena degradasi di sektor lingkungan
menyebabkan banyak aktivitas menjadi tidak bisa dilakukan. Apabila kita bercermin ke
belakang, beberapa kerusakan lingkungan terjadi disebabkan oleh buruknya penanganan
terhadap lingkungan yang berasal dari sektor industri Beberapa kejadian ini diantaranya
adalah kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi akibat dari pembuangan limbah tailing,
pembuangan limbah pabrik di Sungai Cikijing selama puluhan tahun, maupun pencemaran
akibat penambangan emas di sepanjang sungai di Kalimantan.
Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan industri dan upaya pelestarian
lingkungan masih sering dilihat seperti dua sisi koin yang bertentangan. Padahal apabila mau
disadari, aspek industri dan lingkungan hidup bisa berjalan secara sinergis maupun sinkronis
untuk mencapai suatu tujuan. Peningkatan kualitas lingkungan, akan sangat membantu sektor
industri dalam membangun daya saingnya, begitu juga sebaliknya. Sehingga, untuk bisa terus
berkelanjutan, industri harus memasukkan aspek lingkungan hidup ke dalam hitungan atau
analisa pembangunan dan pengembangan industri tersebut. Dari pemahaman ini, selanjutnya
dikembangkan suatu konsep yang diterapkan dalam pembangunan industri, yaitu
konsep Eco-Industry atau industri ramah lingkungan yang bisa diartikan bahwa suatu
kegiatan industri harus memperhatikan aspek lingkungan dalam pengoperasiannya, mulai dari
rantai awal produksinya sampai pada ketika produk tersebut dipasarkan.
Di Indonesia adanya industri ramah lingkungan menjadi suatu keharusan karena
sektor industri masih sering membawa dampak negatif bagi sektor lingkungan. Sampai saat
ini dapat dilihat bahwa 30% limbah cair yang dibuang ke sungai berasal dari industri,
kemudian emisi yang dihasilkan oleh sektor industry sebesar 27% dari total emisi nasional.
Begitu juga apabila kita melihat tingginya konsumsi energi yang dilakukan oleh pihak
industri, yaitu sebesar 49,4% dari total konsumsi energi nasional. Tingginya tingkat konsumsi
energi ini akan membawa dampak yang merugikan baik bagi pelaku industry karena harus
membayar biaya yang mahal untuk energi, maupun bagi negara yaitu dengan menipisnya
cadangan energi. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian serius bagi bangsa ini, yaitu
bagaimana caranya agar sektor industri tersebut melakukan konservasi energi. Apalagi di
tengah ancaman krisis energi yang terus membayangi, semakin membuat industri di
Indonesia harus bisa mencari cara untuk mengoptimalisasi energi yang ada.
Dengan penerapan konsep Eco-Industry ini diharapkan juga bisa membuat industri
semakin kompetitif karena industri akan bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan

sumber dayanya, yang akan berpengaruh pada struktur biaya di industri tersebut. Hal ini
nantinya akan mempengaruhi harga produk industri tersebut menjadi lebih kompetitif, dan
daya saing dapat ditingkatkan.
Penerapan Eco-Industry di Indonesia dapat dilakukan secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Untuk penerapan jangka pendek, dilakukan melalui penerapan standar
lingkungan khusus yang mengatur industri di Indonesia mulai dari regulasi sampai pada
pengklasifikasian mengenai industri ramah lingkungan beserta komponen-komponen untuk
menilainya. Hal ini dilakukan agar penilaian untuk industri ramah lingkungan benar-benar
terstandar. Selain itu, dari klasifikasi yang dilakukan kemudian dibuat sistem insentif bagi
pelaku industri yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi industri yang merusak
lingkungan. Insentif yang dilakukan misalkan melalui insentif pemotongan pajak kepada
industri yang taat lingkungan berdasarkan klasifikasi yang sebelumnya dibuat. Hal ini agar
pihak industry bisa lebih terdorong untuk menerapkan prinsip Eco-Industry. Secara jangka
panjang, penerapan prinsip Eco-Industry dilakukan melalui pengembangan Eco-Industrial
Park, yang merupakan kawasan industri ramah lingkungan. Pengembangan kawasan ini
berdasarkan klasterisasi industri yang ada di Indonesia agar kawasan tersebut bisa menjadi
kawasan yang kompetitif dengan peningkatan performa ekonomi, maupun dapat berintegrasi
dengan komunitas dan lingkungan sekitarnya.
Berikut kegiatan kearifan lokal di bidang indutri:
a.

Adanya pembatasan penggunaan hutan di Kalimantan dan Jawa

b.

Adanya pelarangan untuk kegiatan industri pada daerah tertentu

c.

Adanya pengembangan industri hasil seni suatu daerah

d. Adanya pelarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam mengolah industri
e.

Pemanfaatan hasil alam dalam pengolahan industry

IV.

Pariwisata berkelanjutan
Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya dapat dibangun dan dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut United Nation (2002)
prinsip-prinsip tersebut adalah:


Prinsip pertama adalah pembangunan pariwisata harus dapat dibangun dengan
melibatkan masyarakat lokal , visi pembangunan pariwisata mestinya dirancang
berdasarkan ide masyarakat lokal dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal .
Pengelolaan kepariwisataan yang telah dibangun mestinya juga melibatkan masyarakat

lokal sehingga masyarakat lokal akan merasa memiliki rasa memiliki untuk perduli
terhadap keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal harusnya menjadi pelaku bukan
menjadi penonton.


Prinsip kedua adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan
masyarakat. Kepentingan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan yang
didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi yang diharapkan oleh
wisatawan. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat
bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid. Komunitas yang
dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan
organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana
destinasi pariwisata dikembangkan.



Prinsip ketiga adalah pembangunan harus melibatkan para pemangku kepentingan, dan
melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan para
pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan
lokal , melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan,
melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang
berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.



Prinsip keempat adalah, memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam
sekala kecil, dan menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan
kepariwisataan harus mengutamakan penduduk lokal dan industri yang berkembang
pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja lokal sebanyak
mungkin.



Prinsip kelima adalah, pariwisata harus dikondisi untuk tujuan membangkitkan bisnis
lainnya dalam masyarakat artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda
pada sector lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang saat ini.



Prinsip keenam adalah adanya kerjasama antara masyarakat lokal sebagai pencipta
atraksi wisata dengan para operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun
hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.

LOMBOK


Prinsip

ketujuh adalah,

pembangunan

pariwisata

harus

mampu

menjamin

keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan
generasi yang akan datang. Adanya anggapan bahwa pembangunan pariwisata
berpotensi merusak lingkungan jika dihubungkan dengan peningkatan jumlah
wisatawan dan degradasi daerah tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis (Hunter
dan Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep tentang daya dukung yang
menunjukkan suatu pendekatan manajemen yang memungkinkan pertumbuhan dalam
batas yang dapat diterima (Johnson dan Thomas, 1996).


Prinsip kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi
bukan pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang
terbaik, walaupun saat ini masih mengalami kontroversi yang cukup tajam. Konsep
ini merupakan kebutuhan yang semestinya diakui untuk membatasi dan menjadi
kendali atas dimensi-dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam
berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas, pada saat yang bersamaan,
konsep tersebut berhadapan dengan keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai
tujuan pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang terkait dengan
pengunjung yang semakin meningkat.



Prinsip kesembilan adalah harus ada monitoring dan evaluasi secara periodic untuk
memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan
berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat diletakkan pada prinsip
pengelolaan dengan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek
wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas sumberdaya yang
lainnya sehingga dengan penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur
hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi serta

komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan
pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.


Prinsip kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya
seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya
lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan



Prinsip kesebelas adalah melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam
bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata
sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan uraian
tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing sehingga
program sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat.



Prinsip keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas yakni pariwisata harus mampu
mewujudkan kualitas hidup ”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya
pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ”quality of opportunity”
kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi
yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman wisatawan ”quality of
experience”.

2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berdasarkan Prisip Ekoefisiensi
Prinsip eko-efisiensi adalah bahwa bahan dan energi yang tidak termanfaatkan dalam
suatu sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah (padat, cair, dan gas) dan
menyebabkan peningkatkannya social cost untuk proses lanjutannya, dengan meningkatkan
efisiensi semakin banyak bahan dan energi yang termanfaatkan dalam proses produksi
sehingga semakin sedikit yang terbuang. Ditinjau dari aspek ekonomi, peningkatan efisiensi
akan mengurangi bahan baku sebagai faktor produksi dan energi yang dibutuhkan, sehingga
biaya produksi turun dan berpotensi untuk meningkatkan profit. Sedangkan dari aspek
lingkungan hidup berarti makin sedikit bahan baku dan energi yang terbuang percuma,
sehingga semakin sedikit limbah yang dihasilkan maka dampak terhadap lingkungan hidup
dapat ditekan. Hal itu dapat diterapkan dalam pemanfaatan Hutan, Lahan Pertanian,
Tambang, Air, Industri, dan Pemenuhan Sumber Energi.
a. Sumber Daya Pertanian

Pola tanam merupakan pengaturan lahan pertanian. Pola tanam adalah pengaturan
peggunaan lahan pertanian dalam jangka waktu tertentu. Pola tanam dibedakan sebagai
berikut :
1. Monokultur

Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian
dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya
sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian
industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan
perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya
tenaga kerja karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan utamanya adalah
keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT,
seperti hama dan penyakit tanaman).
2. Multikultur
Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang membudidayakan
berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman
ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur. Tumpang sari dan
wanatani termasuk ke dalam praktek pertanaman campuran. Polikultur merupakan salah satu
prinsip permakultur. Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, namun memiliki
keuntungan lebih dibandingkan monokultur:

Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan penyakit tanaman secara luas
seperti yang umum terjadi di pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa
penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan
turunnya persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.Keanekaragaman yang
lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang
menguntungkan.
b. Sumber Daya Pertambangan
Pertambangan konvesional memiliki dampak negatif yang tinggi akibat penggunaan
metode pertambangan lama. Jika melihat data yang menunjukkan besarnya kerusakan
lingkungan yang disebabkan eksplorasi mineral dan minyak bumi, metode pertambangan
baru yang lebih ramah terhadap lingkungan perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, prinsip
ekoefisiensi dapat diterapkan pada sektor pertambangan.

Pertambangan yang menggunakan prinsip ekoefisiensi menggunakan perencanaan
terpadu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan.Selain itu, proses rehabilitasi
suatu lahan postmining harus dapat segera mengembalikan daya dukung ekologi pada
makhluk hidup. Keselarasan lingkungan dengan proses pertambangan akan menjaga
kesimbangan ekosistem alam sekitar.
c. Sumber Daya Industri
Industri merupakan sektor ekonomi yang sangat penting bagi pembangunan dan
perkembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Namun , dampak pencemaran industri sangat
buruk bagi lingkungan. Polusi udara dan air menjadi hal yang menakutkan baik bagi makhluk

hidup maupun masyarakat sekitar. Prinsip ekoefisiensi dapat manjadi solusi bagi
perkembangan industri tanpa harus mengorbankan kelestarian alam
Industri yang ditata dengan dukungan berbagai ahli dapat mengurangi dampak
pencemaran lingkungan secara signifikan. Tata letak dan insentif ekonomi yang menarik
investor dapat menumbuhkan pusat- pusat industri yang maju dan terkendali. Pusat industri
tersebut dibangun pada lahan yang jauh dari populasi penduduk dan memiliki sistem
pembuangan

yang

modern.

d. Sumber Daya Pariwisata
Pariwisata dapat dikembangkan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Pariwisata
yang berwawasan lingkungan dapat diwujudkan dengan mengolah dan mengembangkan
potensi alam seperti danau, gunung, laut, lembah, dan hutan.
o Agrowisata

Agrowisata adalah aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau
fasilitas terkait (misal silo dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata
memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah, memberi makan hewan
ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam
pengembangan industri wisata di seluruh dunia.
Di Indonesia, daya tarik wisata sebagian besar masih berupa wisata bahari dan wisata
budaya, sedangkan wisata berbasis perkebunan masih belum berkembang pesat karena
kepemilikannya masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di
Cinangneng, Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan buah, wisata kebun salak di
Sleman, Yogyakarta, dan wisata perkebunan teh di Puncak, Bogor.
o Ekowisata

Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan
lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial
budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata
konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli
lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu
sendiri

Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak
terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai
mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.ada mulanya ekowisata
dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara
ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun
memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi. Ekowisata dapat dilakukan
pada tempat tempat berikut :
a. Cagar Alam

Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu
dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang dijadikan
cagar alam di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Jawa Barat, Cagar
Alam Nusakambangan Barat dan Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa Tengah.
b. Marga Satwa
Suaka margasatwa (Suaka: perlindungan; Marga: turunan; satwa: hewan) adalah Hutan
suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai
khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan
nasional.

Pelestarian dapat dilakukan secara sengaja atau alami untuk menjaga kelangsungan hidup
tumbuhan tersebut. Adanya taman nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi
pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di Indonesia. Melalui adanya upaya
konservasi diharapkan keberadaan flora dan fauna tersebut tetap terjaga dari ambang
kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna Indonesia tetap
terjaga pada masa yang akan datang.
c. Taman Nasional

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi.
Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia, yang pengelolaannya di bawah
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Enam diantaranya, nal Gunung Leuser di
Sumatera Utara dan Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan,
juga di termaksud Situs Warisan Dunia UNESCO yang tergabung sebagai Warisan Hutan
Hujan Tropis Sumatera.
d. Taman Hutan Raya

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan
atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Juga

sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun kriteria
yang ditetapkan sebagai penunjukkan kawasan Taman hutan raya, adalah sebagai berikut :
 Merupakan kawasan yang memiliki suatu ciri khas tersendiri, baik asli maupun
buatan. Yang mana bisa terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh
ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.
 Memiliki keindahan alam dan atau mempunyai gejala alam, misalnyanya ada terdapat
sumber air panas bumi.
 Mempunyai luas yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan
atau satwa baik jenis asli dan ataupun bukan asli.
 Kawasan Taman hutan raya dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini di Indonesia
dikelola oleh Kementerian Kehutanan R.I dan dikelola dengan upaya pengawetan
keanekaragaman hayati dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman hutan
raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian
aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial.
e. Taman Wisata Alam
Taman Wisata Alam adalah Hutan Wisata yang memiliki kekayaan alam, baik keindahan
nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman Wisata Alam Linggarjati
adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan. Linggarjati adalah salah satu
tempat titik awal pendakian ke Gunung Ciremai. Kawasan hutan Linggarjati seluas 11,51 Ha.
Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor : 53/Kpts/Um/2/1975 tanggal 17-2-1975.

Kawasan ini merupakan bagian yang terpisah dari kawasan hutan lindung Gunung
Ciremai yang ditetapkan sejak tahun 1924 oleh pemerintah Belanda. Taman Wisata Alam
Linggarjati terletak di Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan,secara
astronomis terletak di antara 6 derajat 47°’ – 6 derajat 58° LS dan 108 derajat 30° – 108
derajat 30° BT. Di samping panorama alam yang indah Taman Wisata Alam Linggarjati
memiliki hawa yang sejuk dan segar. Tidak jauh dari lokasi TWA ini juga terdapat bangunan
yang bernilai sejarah, yaitu gedung tempat berlangsungnya perjanjian Linggarjati antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang mempunyai daya tarik tersendiri.

B.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Alam
 Pengertian dan Tujuan Amdal

Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan
kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan
dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dan ketersediaan atau sumber-sumber yang
diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting
bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh exploitasi
sumberdaya pada proses pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan dilaksanakan
berdasarkan pada sistem analisis mengenai dampak lingkungan yang disingkat AMDAL.
AMDAL menurut PP No.27 Tahun 1999 adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan

hidup

yang

diperlukan

bagi

proses

pengambilan

keputusan

tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu proses studi formal
yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan oleh adanya atau oleh
rencana kegiatan proyek yang bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan
yang perlu dianalisis pada tahap awal perencanaan dan perancangan proyek sebagai bahan
pertimbangan bagi pembuat keputusan. Peraturan tentang kewajiban membuat AMDAL
diatur dalam peraturan berikut:
1. UU No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan;
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 98 Tahun 1996 tentang Pedoman
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah.
Berikut ini 4 hal yang tercakup dalam studi AMDAL.
1. Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak lingkungan (Amdal) untuk
studi bagi kegiatan yang direncanakan
2. Penyajian evaluasi lingkungan (PEL) dan studi evaluasi lingkungan (SEL) bagi studi
untuk kegiatan yang telah berjalan
3. Rencana kelola lingkungan (RKL), studi yang merencanakan pengelolaan dampak
kegiatan kepada lingkungannya.

4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan pengelolaan lingkungan.
5. Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan yang memberikan dasar arahan pelaksanaan
SEL atau AMDAL dengan merinci hal-hal yang perlu dilaksanakan dan bersifat
khusus untuk kegiatan yang telah berjalan atau sedang direncanakan.
Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari
rencana usaha dan/atau kegiatan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantau lingkungan
hidup.
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana
usaha dan atau kegiatan.
5. Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif
6. Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha
dan/atau kegiatan.
 Komponen-Komponen AMDAL
AMDAL terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut.
a. Studi Pra-Proyek
Studi pra-proyek dilakukan guna mengukur dan memperkirakan perubahan keadaan
lingkungan. Pengukuran ini dilakukan bedasarkan pada data baik data fisik, kimia,
biologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
b. Laporan Penilaian
Laporan penilaian adalah laporan yang disusun dari hasil studi pra-proyek yang
berupa kemungkinan yang akan terjadi jika proyek tersebut berjalan.
c. Pembuatan Keputusan
Proses pembuatan keputusan berdasarkan pada laporan penilaian serta hasil prediksi
pengaruh proyek terhadap lingkungan kelak. Namun kenyataan dalam pengambilan
keputusan ini sangat dipengaruhi oleh nuansa politik.
d. Persetujuan Proyek
Persetujuan proyek mengandung rekomendasi dari hasil analisis interaksi antara
proyek dengan lingkungan, contohnya adalah proyek dapat disetujui dengan
rekomendasi akan dilakukannya usaha-usaha untuk memperkecil pengaruh negatif
terhadap lingkungan.

e. Pemantauan Proyek
Pemantauan proyek dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun, untuk memantau
sudahkah proyek tersebut berjalan sesuai dengan yang direkomendasikan dan
disetujui proyek.
 Pihak - pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
a. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
b. Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
c. Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL.
 Pendekatan Studi Amdal
Ada 4 macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal
Diperuntukkan bagi satu jenis usaha di bawah satu instansi yang membidangi usaha
tersebut. Contohnya pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung,
rumah sakit, sekolah, dll.
2. Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang memilki sistem terpadu dan melibatkan lebih
dari satu instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan hutan
tanaman industri, industri pulp, permukiman terpadu, dll.
3. Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang berkokasi di dalam suatu kawasan zona
pengembangan wilayah pada satu hamparan ekosistem. Contohnya pembangunan
kawasan industri, kawasan pariwisata, dll.
4. Pendekatan AMDAL kegiatan regional
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang saling terkait dan merupakan kewenangan lebih
dari satu instansi, wilayah administratif, dan hamparan ekosistem. Contohnya
pembukaan dan pengelolaan gambut sejuta hektar, reklamasi pantai utara Jawa
melibatkan provinsi Jakarta dan Banten.
 Langkah-langkah Prosedur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus
dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting

untuk pemrakarsa untuk dapatmengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan
terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan rencana anggaran dan waktu. Di
Indonesia penapisan dilakukan dengan daftar positif seperti ditentukan dalam
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kepmen-11/MENLH/4/1994.
2. Pelingkupan
Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang lingkup studi ANDAL, yaitu bagian
AMDAL yang terdiri atas identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak. Pelingkupan
ANDAL nampaknya adalah suatu hal yang lumrah yang tidak perlu dibicarakan.
Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada
tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya. Dari semua
dampak yang teridentifikasi ini kemudian ditentukan dampak mana yang penting.
Dampak penting inilah yang dimasukkan ke dalam ruang lingkup studi ANDAL,
sedangkan dampak yang tidak penting dikeluarkan.
3. Kerangka Acuan
Kerangka acuan ialah uraian tugas yang harus dilakukan dalam studi ANDAL.
Kerangka acuan dijabarkan dari pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang
releven dengan dampak penting. Dengan KA yang demikian itu studi ANDAL
menjadi terfokus pada dampak penting. Karena KA didasarkan pada pelingkupan dan
pelingkupan mengharuskan adanya identifikasi dampak penting maka pemrakarsa
haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi dampak penting itu,
baik sendiri ataupun dengan bantuan konsultan
4. ANDAL
Di dalam studi ANDAL hanya diprakirakan dan dievaluasi dampak penting yang
teridentifikasi dalam pelingkupan dan tertera dalam KA sehingga penelitian ANDAL
terfokus pada dampak penting saja. Dampak yang tidak penting diabaikan. Dengan
penelitian yang terfokus perhitungan untuk memprakirakan besarnya dan pentingnya
dampak juga menjadi terbatas. Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan
menggunakan metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Metode itu
mungkin telah ada, tetapi mungkin juga harus dikembangkan atau dimodifikasi dari
metode yang ada. Dalam hal ini diperlukan pakar yang menguasai bidang yang diliput
dalam AMDAL tertentu.
5. Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
Dalam pengelolaan lingkungan pemantauan merupakan komponen yang esensial.
diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah persyaratan lingkungan dipatuhi

dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang didapatkan dari pemantauan juga berguna
sebagai peringatan dini, baik dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan
lingkungan yang mendekati atau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa
yang perlu diambil. Juga untuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam
ANDAL, sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering juga
disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki ANDAL di
kemudian hari dan untuk perbaikan kebijaksanaan lingkungan.
6. Pelaporan
Pada akhirnya setelah semua pekerjaan itu selesai ditulislah hasil penelitian dalam
laporan. Pada umumnya laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan eksekutif,
laporan utama, dan lampiran. Pembagian dalam tiga bagian mempunyai maksud untuk
dapat mencapai dua sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama adalah para
pengambil keputusan pada pihak pemrakarsa (direktur dan direktur utama) maupun
pemerintah (direktur, direktur jenderal, dan menteri) yang berkepentingan dengan
proyek tersebut.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
 Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL
 Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
 Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL. Hasil penilai