Profil Pengembangan Ekonomi Lokal and Da

Direktorat Perkotaan dan Perdesaan, Bappenas

Profil Pembangunan
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah
Bappenas

11

Profil PELD 2011

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Gelombang kebangkitan ekonomi yang justru dimulai pasca krisis 2008 lalu menjadikan
Indonesia harus banyak berbenah diri untuk menghadapi tantangan ekonomi kedepan yang tentu
sangat berbeda dibanding fase-fase lalu. Arus globalisasi kini bukan sekedar cerita-cerita dalam
text book yang terasa jauh dari jangkauan. Akan tetapi sebuah tantangan, alih-alih peluang yang
harus segera ditangkap.

Statistik ekonomi menunjukkan angka pertumbuhan tahunan kita selalu diatas 6%. Selain itu

angka inflasi juga terus turun secara konsisten, ditengah gegap-gempitanya konsumsi warga
kelas menengah, dengan pendapatan sekitar Rp 2,5 juta per bulan. Berdasarkan kajian Bank
Dunia sepanjang 2003-2010 jumlah warga kelas menengah ini meningkat sekitar 7 juta per
tahun, dimana pada tahun 2003 saja jumlahnya sudah mencapai 81 juta jiwa. Dalam komposisi
kependudukan, 80% Indonesia diisi oleh para warga muda -sedikitnya untuk 20 tahun
mendatang. Hal inilah yang kemudian menjadikan banyak mata dunia terlirik karenanya.
Terlebih situasi ekonomi yang ‘kurang nyaman’ di

Uni Eropa dan Amerika, menjadikan

Indonesia seolah memiliki magnet investasi. Maka wajar bila kemudian lembaga pemeringkat
dunia seperti Fitch Rating, menganugerahkan Investment Grade pada negara ini.

Disinilah tantangannya! Dalam menyambut para ‘tamu’ tadi, tentunya diperlukan fundamental
ekonomi yang benar-benar qualified agar berbagai peluang tersebut bisa diraih secara optimal.
Dan sebuah perencanaan yang diterapkan secara terukur merupakan salah satu kunci kesuksesan
tersebut. Dan tentu saja strategi-strategi tersebut perlu dilaksanakan secara komprehensif, bahkan
mencapai tingkat kota dan desa sebagi sebuah entitas penting dalam pembangunan.
i


Profil PELD 2011

Untuk mendukung keseuksesan penyusunan strategi-strategi tersebut, data dan informasi
pendukung lainnya merupakan salah-satu hal yang tak boleh tertinggal didalamnya. Hal ini
berguna untuk memberikan parameter-parameter agar strategi-strategi tersebut diharapkan bisa
tepat sasaran. Maka dari itulah kehadiran Buku “Profil Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Daerah (PELD) 2011” ini merupakan salah satu dari berbagai langkah yang dilakukan Direktorat
Perkotaan dan Pedesaan -dibawah supervisi Sub Direktorat Agropolitan dan Transmigrasi,
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (KPPN/Bappenas) Republik Indonesia-untuk mendukung hal tersebut.

Akhir kata, pembuatan buku profil perdana ini diharapkan bisa seterusnya berjalan secara
berkelanjutan demi mencapai tujuan seperti dijelaskan diatas. Selain itu informasi didalamnya
diharapkan juga bisa dimanfaatkan sebagai acuan oleh berbagai stakeholders baik dari kalangan
pemerintahan sendiri, akademisi, swasta maupun berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
isu-isu pengembangan ekonomi lokal dan daerah.

Jakarta, Desember 2011
Direktur Perkotaan dan Pedesaan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas


IR. HAYU PARASATI, MPS.

ii

Profil PELD 2011

Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Bab I

1.1 Pendahuluan
1.2 Latar Belakang
1.3 Maksud dan Tujuan
1.4 Dua "Kacamata" Dalam Desa-Kota
1.5 Kerangka Berpikir

1.6 Sistematika Penulisan

1
1
3
4
5
6

Bab II

Kesenjangan Makro Ekonomi Desa-Kota
2.1 Kesenjangan Kawasan Timur dan Barat
Indonesia
2.2 Kesenjangan antar Provinsi
2.3 Kesenjangan Desa-Kota dan Pembalikan
Ekonomi
2.4 Sektor Basis Ekonomi Desa-Kota

8

8
10
12
13

Bab III

Tenaga Kerja, Kependudukan, dan Produktivitasnya
3.1 Profil Kependudukan Desa-Kota
3.1.1 Keragaman Penduduk Desa Kota
3.1.2 Ketenaga Kerjaan
3.2 Produktivitas
3.2.1 Produktivitas Tenaga Kerja Desa dan Kota
3.2.2 Kejenuhan Pertanian

16
19
19
22
25

25
27

Bab IV

Produktivitas Kapital
Produktivitas Kapital

27
27

Bab V

Fasilitas Publik
5.1 Transportasi
5.2 Kelistrikan
5.3 Perumahan
5.4 Sanitasi
5.5 Komunikasi


37
39
42
44
50
63

iii

Profil PELD 2011
Bab VI

Kesejahteraan dan Sosial Budaya
6.1 Pendidikan
6.1.1 Angka Partisipasi
6.1.2 Angka Putus Sekolah
6.1.3 Infrastruktur Pendidikan
6.2 Kesehatan
6.2.1 Infrastruktur Kesehatan
6.2.2 Mengatasi Hambatan Fasilitas

6.3 Kesejahteraan dan Peningkatan Kelas Menengah
6.3.1 Kemiskinan dan Fenomena Tumbuhnya
Kelas Menengah
6. 3.2 Fasilitas Ekonomi

69
69
72
74
77
79
80
82
84
85
88

iv

Profil PELD 2011


Daftar Gambar
Bab I

Gambar 1.1: Angka Kemiskinan Desa-Kota per Maret 2011
Gambar 1.2: Kerangka Berpikir Penyusunan Profil PELD 2011

Bab II

Gambar 2.1: Kesenjangan dan Kontribusi PDRB Non-Migas (%) Kawasan Barat
dan Timur 1975-2008
Gambar 2.2: Kuantitas PDRB Non Migas dan Kesenjangan Antara Kawasan BaratTimur 1975-2008 (milar Rp)
Gambar 2.3: Pertumbuhan PDB Nasional (%) dan Kesenjangan (KV) Antar Provinsi
Non Migas 1975-2008
Gambar 2.4: PDRB Non Migas dan Kesenjangannya per Kabupaten-Kota 19832009 (Rp Miliar)
Gambar2.5: Kontribusi (%) PDB Nasional Lintas Sektor (non migas) 75-08

1
6


9
10
11
13
14

Gambar 2.6: Pertumbuhan (%) Angka Tenaga Kerja Di Perdesaan Pertahun 19962009 Februari
Bab III

15

Gambar 3.1: Proyeksi Jumlah Penduduk Berdasarkan Gender 2010-2035 (Ribu
Jiwa)
Gambar 3.2: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 1996-2009
Gambar 3.3: IPM Perbandingan Indonesia dengan IPM dunia, Asia Pasifik, dan
Pembangunan Kelas Menengah versi UNDP
Gambar 3.4: Jumlah & Laju Pertumbuhan Penduduk Desa dibandingkan Kota 20052010 (Juta Jiwa/%)

16
17

18
19

Gambar 3.5: Perbandingan Jumlah Penduduk Desa-Kota Berdasarkan Jenis Kelamin
(Juta Jiwa, Serta Rasio Antar Kedua Jenis Kelamin di Masing-Masing
Daerah (%) 2005-2010
Gambar 3.6: Jumlah Rumah Tangga (RT) Desa-Kota (Juta) dan Pertumbuhannya
(%) 2005-2010
Gambar 3.7: Jumlah Penduduk Usia Kerja Menurut Desa-Kota 1996-2010 (Ribu
Jiwa)
Gambar 3.8: Piramida Penduduk Usia Kerja (>15 tahun) Berdasarkan Golongan
Umurnya Pada Tahun 2010 (Juta Jiwa)
Gambar 3.9: Struktur Penduduk Usia kerja Berdasarkan Jenjang Pendidikannya
2010 (Juta Jiwa)
Gambar 3.10: Rata-Rata Peran Masing-Masing Sektor Ekonomi dalam PDB Inter
Kabupaten & Kota (%) 1993-2006
Gambar 3.11: Chart Perkembangan Persentase Jumlah Lahan di Perdesaan
Berdasarkan

20
21
22
23
24
26
28
v

Profil PELD 2011
Gambar 3.12: Grafik Persentase (%) Jumlah Tenaga Kerja di Pedasaan per Sektor
1996-2009
Gambar 3.13: Grafik Produktivitas Tenaga Kerja per Sektor di Pedasaan 1996-2006
(Rp Ribu/Jiwa)
Gambar 3.14: Grafik Persentase (%) Jumlah Tenaga Kerja di Perkotaan per Sektor
1996-2009
Gambar 3.15: Grafik Produktivitas Tenaga Kerja per Sektor di Perkotaan 1996-2006
(Rp ribu/Jiwa)
Bab IV

Bab V

Gambar 4.1: Posisi Pinjaman Rupiah dan Valas yang diberikan Bank Umum dan
BPR & PDB (Nasional) per Sektor 2002-2011 (QoQ)Rp Miliar

29
30
31
32

34

Gambar 4.2: Produktivitas (%) Kapital per Sektor Basis kab-Kota 2002-2011**
Gambar 4.3: Pertumbuhan PDB dan Pinjaman Terhadap Sektor-Sektor Basis 2002
(Q2) -2011 (Q2) (%)

35

Gambar 5.1: Pertumbuhan PDB per Triwulan 2007-2011 (%)
Gambar 5.2: Jumlah Desa dan Kota Berdasarkan Moda Transportasi yang
Digunakan Sepanjang 2006-2008 (%)
Gambar 5.3: Jumlah Desa dan Kota Berdasarkan Jenis Jalan yang Digunakan
Sepanjang 2006-2008 (%)
Gambar 5.4: Jumlah Desa dan Kota Pengguna Jalur Darat yang Mampu Dilalui
Kendaraan Roda Empat (%)
Gambar 5.5:Perbandingan Jumlah Desa dan Kota Berdasarkan Aksesnya Terhadap
Listrik, dan Kemampuan Untuk Memenuhi Kebutuhan Listrik Secara
Mandiri (%)
Gambar 5.6: Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen {KPR/KPA}(%)
Gambar 5.7: Tingkat Pencemaran Organik Perairan Negara-Negara ASEAN 20012007
Gambar 5.8: Jumlah Desa dan Kota yang Dialiri Oleh Sungai (Unit/%)
Gambar 5.9: Persentase Desa/Kota yang Dilalui Sungai Berdasarkan Jenis
Penggunaan(sungai)nya (%)
Gambar 5.10: Jumlah dan Angka Kerusakan Air di Perdesaan dan Perkotaan (Unit
dan %)
Gambar 5.11: Angka Pencemaran Dalam Berbagai Medium di desa dan Kota (%)
Gambar 5.12: Angka Perdesaan/Perkotaan Berdasarkan Moda Mayoritas Fasilitas
BAB yang Digunakan Oleh Warganya 2003-2008 (%)
Gambar 5.13: Jumlah Desa/Kota Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas Kantor Pos dan
Pos Keliling
Gambar 5.14: Jumlah Desa/Kota Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas Telepon
Umum
Gambar 5.15: Jumlah Keluarga Desa/Kota Menurut Kepemilikan Telepon Rumah,
Telepon Genggam (HP), dan Komputer (CPU) (%)

37

36

vi

40
41
42

44
45
51
52
53
54
55
57
64
65
67

Profil PELD 2011
Gambar 5.16: Jumlah Keluarga Pengguna Internet, Berdasarkan Fasilitas Akses
yang Digunakan (%)
Bab V

68

Gambar 6.1: Indeks Pendidikan ASEAN versi UNDP 2009
Gambar 6.2: Jumlah Penduduk Usia Sekolah SD, SMP dan, SMA Berdasarkan Jenis
Kelamin per Daerah 2005-2010 (Juta Jiwa)
Gambar 6.3: Perbandingan APM dan APK Desa-Kota 2005-2010 (%)
Gambar 6.4: Jumlah Anak Usia Wajib sekolah 9 Tahun (7-15 Tahun) Berdasarkan
jenis Kelamin di desa-Kota 2005-2010 (Juta Jiwa)
Gambar 6.5: Tingkat Anak Putus Sekolah per Jenis kelamin di Perkotaan dan
Perdesaan 2005-2010 (%)
Gambar 6.6: Tingkat Anak yang Bersekolah per Jenis kelamin di Perkotaan dan
Perdesaan 2005-2010 (%)
Gambar 6.7: Tingkat Anak Belum Pernah Sekolah per Jenis kelamin di Perkotaan
dan Perdesaan 2005-2010 (%)
Gambar 6.8: Jumlah Desa dan Kota yang Tidak Memiliki Fasilitas Pendidikan
Menurut Jenis Sekolah 2003-2008
Gambar 6.9: Rasio Kasar Daya Tampung Tiap Sekolah Terhadap Siswa di Kota dan
Desa Berdasarkan Jenjang Pendidikannya 2006-2008
Gambar 6.10: Indeks Kesehatan ASEAN versi UNDP 2009
Gambar 6.11: Rasio Jumlah Orang Sakit yang Harus Ditanggung oleh Tiap-Tiap
Tenaga Medis di Kota dan Desa Tahun 2008
Gambar 6.12: Jumlah Desa dan Kota Tanpa Fasilitas Kesehatan (%)
Gambar 6.13: Indeks Kesejahteraan ASEAN versi UNDP 2009
Gambar 6.14: Angka Kemiskinan di Desa dan Kota 2002-2011 (Juta Jiwa/%)
Gambar 6.15: Garis Kemiskinan Makanan dan non-makan di Desa dan Kota
(RP/Kapita/Bln)
Gambar 6.16: Garis Kemiskinan Makanan dan non-makan di Desa dan Kota
(Rp/Kapita/Bln)

70
71
73
74
75
76
77
78
80
81
82
83
84
85
86
87

Gambar 6.17 : Jumlah Desa Dengan Keberadan Pasar Permanen/Semi Permanen
Dan Desa Dengan Kelompok Pertokoan Tahun 2003-2008 (Unit/%)
Gambar 6.18 : Jumlah dan Pertumbuhan Industri Kecil dan Menengah/Mikro di
Perdesaan Tahun 2003-2008 (unit/%)

90
91

vii

Profil PELD 2011

Daftar Tabel
Bab II
Bab V

Bab VI

Tabel 2.1: Perbandingan Pertumbuhan Daerah Baru, Terhadap Daerah Dengan
Kuantitas PDRB Tertinggi (Periode 2004-2008)
Table 5.1: Index Kompetisi Infrastruktur ASEAN 2011
Tabel 5.2:Jumlah Rumah Tangga Pengguna Listrik Berdasarkan Penyedianya di Desa
dan Kota (Juta Rumah Tangga)
Tabel 5.3: Proporsi Jenis Kepemilikan Rumah Tangga Terhadap Tempat Tinggal di
Daerah Kota dan Desa Sepanjang 2005-2010 (%)
Tabel 5.4: Jumlah dan Persentase Rumah Tangga di Desa dan Kota Berdasarkan Ciri
Lantai Rumah yang Dimilikinya Tahun 2006-2010
Tabel 5.5: Jumlah dan Persentase Rumah Tangga di Desa dan Kota Berdasarkan
Jenis Tembok Rumah yang Dimilikinya Tahun 2006-2010
Tabel 5.6: Jumlah dan Persentase Rumah Tangga di Desa dan Kota Berdasarkan
Jenis Atap Rumah yang Dimilikinya Tahun 2006-2010
Tabel 5.7: Angka Penggunaan Moda Fasilitas BAB oleh Rumah Tangga di Perdesaan
dan Perkotaan 2005-2010 (%)
Tabel 5.8: Angka Penggunaan Kloset Berdasarkan Jenisnya oleh Rumah Tangga di
Perdesaan dan Perkotaan 2005-2010 (%)
Tabel 5.9: Angka Jenis Tempat Pembuangan Akhir Tinja oleh Rumah Tangga di
Perdesaan dan Perkotaan 2005-2010 (%)
Tabel 5.10: Jumlah Keluarga Menurut Sumber Air Minum yang Digunakan di desaKota 2005-2010 (%)
Tabel 5.1: Jumlah Unit Usaha di Perdesaan Tahun 2003-2008
Tabel 5.2: Jumlah Unit Usaha di Perkotaan Tahun 2003-2008

viii

12
38
43
46
47
48
49
56
58
59
60
88
89

Profil PELD 2011

Daftar Lampiran
LAMPIRAN TEKS A: GEOGRAFIS DAN KAWASAN DI DESA-KOTA

L-1

Lampiran 1: Pertumbuhan PDRB non Migas KTI-KBI 1975-2008 (%)

L-9

Lampiran 2: Perbandingan PDB Kabupaten-Kota per Sektor 93-06 (Rp Miliar)

L-10

Lampiran 3: Pergerakan Penduduk Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kegiatannya di
Desa dan Kota 2005-2010 (Juta jiwa)

L-11

Lampiran 4: Perbandingan Produktivitas, PDB, dan Volume Pinjaman (Rp Miliar)
Masing-Masing Sektor Basis (Desa-Kota) {QoQ}

L-12

Lampiran 5: Perkembangan Jumlah Luas Lantai Tempat Tinggal di Perkotaan dan
Perdesaan 2005-2010 (m2/ %)

L-14

Lampiran 6: Tingkat Pelaporan desa/Kota Berdasarkan Pencemaran yang Terjadi di
Daerahnya Tahun 2008 (%)

L-15

Lampiran 7: Data Pengguna Internet di Asia

L-16

Lampiran 8: Perbandingan APK dan APM per Jenis Kelamin Desa Kota 2005-2010

L-17

Lampiran 9: Angka Kesakitan di Desa dan Kota 2005-2010 (%)

L-19

ix

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]

Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Desa selalu saja memegang peranan penting dalam kehidupan dihampir disemua Negara di
dunia.Beberapa sumber literasi menyebut desa sebagai penunjang daerah Perkotaan. Sumbersumber primer umumnya berasal dari daerah perdesaan, baik itu sumber alam maupun sumber
daya manusia.

Beberapa literasi menyebutkan bahwa desa setidaknya memiliki 4 fungsi: (1) Desa sebagai
Hinterland (pemasok kebutuhan bagi kota); (2) Desa sebagai sumber tenaga kerja kasar bagi
perkotaan; (3) Desa sebagai mitra bagi pembangunan kota; dan (4) Desa sebagai bentuk
pemerintahan terkecil di wilayah kesatuan Negara. Namun demikian desa juga kerap
menimbulkan beberapa masalah. Dalam kasus Indonesia misalnya, desa menjadi penyumbang
utama jumlah orang miskin, bila dibandingkan dengan kota. Pada berita resmi statistik yang
dikeluarkan BPS pada Juli (2011) lalu misalnya. Tercatat 17,5 juta jiwa penduduk miskin di
perdesaan. Angka ini lebih tinggi hampir dua kali lipat jumlah penduduk miskin perkotaan yang
hanya sebesar 11 juta jiwa.

Ribu Jiwa

Gambar 1.1: Angka Kemiskinan Desa-Kota per Maret 2011
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Sumatera
Jawa
Bali Nusa
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
Kota

Desa

Sumber: Berita Resmi BPS 2011

1

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]

Hal inilah yang kemudian memunculkan ide untuk menyelaraskan ketimpangan ekonomi –yang
bermuara pada kesejahteraan- antar kedua entitas ini (desa-kota) demi tercapainya tujuan
pembangunan Indonesia yang berkelanjutan sesuai dengan sasaran yang telah dirumuskan.

Penyelarasan ekonomi ini bukanlah sekedar untuk menjaga kestabilan internal yang bersifat
politis penguasa belaka. Akan tetapi lebih dari itu adalah untuk menyelamatkan keberlanjutan
bangsa ini dalam menjalankan roda kenegaraannya baik dalam kacamata nasional, maupun
ditengah percaturan global.

Krisis yang terjadi saat ini di belahan dunia Eropa tentu akan berpengaruh terhadap kinerja
perdagangan nasional. Meski Eropa bukan partner dagang utama, namun rantai perdagangan
juga akan menyampaikan ekonomi kita kesana. Alhasil bila perekonomian internal tidak terlalu
kuat fondasinya tentu akan berefek pada bubble ekonomi bila hanya mengandalkan ‘anugerah’
baiknya ekonomi tanpa adanya pengelolaan yang baik.

Dalam pelaksanaannya muncul beberapa masalah teknis dalam mengintervensi kesenjangan
tersebut. Salahsatunya dalam menentukan definisi “apa itu kota?” dan “apapula yang dinamakan
desa?”Sebagai contoh desa.Definisi Desa yang bermunculan di dunia boleh dikatakan
beragam.Hal tersebut dikarenakan perbedaan struktur geografis, maupun sosio-ekonomis dari
masing-masing negara. USDA, Departemen Pertanian Amerika Serikat, mendefinisikan desa
(Rural) melalui pendekatan kewilayahan. Meskipun 84 warga AS tinggal di perkotaan, namun
secara geografis 90 persen tanah amerika merupakan perdesaan.

Dilain pihak Department for Environment, Food and Rural Affairs (DEFRA) milik Inggris
menggunakan pendekatan sebaliknya.Mereka mengukur desa berdasarkan data populasi dari
hasil sensus aktual.Meski pada faktanya definisi mereka memiliki tingkatan yang bervariasi,
namun secara umum kriterianya didasarkan pada jumlah penduduk dengan jumlah kurang dari
26% dari pemerintahan lokal setempat.

2

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]
Di Indonesia sendiri, definisi tentang desa lebih cenderung kepada pendekatan administratif. Dan
dalam perjalanannya sempat mengalami beberapa penyempurnaan. Sebagai contoh pada era
tahun 70-an.Dalam UU no.5 Tahun 1979 tentang pemerintahan daerah, desa didefinisikan
sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
hukum langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam
ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Pada alam demokrasi saat ini, semangat desentralisasi makin marak dihembuskan tidak hanya
pada taraf pemerintahan tingkat I maupun II, yang oleh sebagian pihak masih dianggap sebagai
struktur ‘elit’, akan tetapi juga telah diusahakan untuk bisa mencapai ranah desa. Oleh karena
itulah pada 2004 lalu disahkan UU 32 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam UU tersebut disebutkan bahwa desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional
dan letaknya berada didaerah kabupaten.

Namun demikian ruh otonomi desa ini rupanya kembali mengundang multi tafsir.Hal ini
dikarenakan sebagian pihak merasa perlu untuk menyempurnakan lagi otoritas desa karena
dianggap kurang akomodatif dalam rangka mencapai tujuan demokrasi dan kesejahteraan desa
itu sendiri.

1.2 Maksud dan Tujuan
Dengan tidak ingin terlibat pada perdebatan yang bukan pada tempatnya, maka dalam penulisan
profil kali ini akan digunakan definisi-definisi yang sifatnya mainstream(umum) dan berlaku
sebelum ada perubahan dari UU tadi. Bukan ingin meniadakan ‘ruh’ dari otonomi, namun
dengan segala keterbatasan (baik dari isi maupun data yang tersedia) penulisan profil ini akan
mencoba mengambil versi paling dekat untuk menggambarkan kondisi desa-desa dan kota-kota
tersebut. Karena informasi tentang kedua entitas inilah sebenarnya yang dibutuhkan “segera”
ditengah krisis yang mengancam diatas. Informasi yang bisa dipakai segera untuk
mengintervensi kesenjangan antara desa dan kota tersebut.
3

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]
1.3 Dua ‘Kacamata’ dalam Desa-Kota
Dalam menyelesaikan profil ini –sebagaimana disebutkan diatas, ditemui beberapa kendala
untuk bisa menggambarkan desa sesuai dengan definisi yang kita inginkan. Kendala itu adalah
data. Namun demikian hal ini bukan menjadi alasan untuk tidak bisa terselesaikannya profil ini.

Perlu diketahui para pembaca sebelumnya, bahwa data utama yang digunakan dalam profil ini
adalah data Sensus Potensi Desa (Podes), Survei Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Tenaga
Kerja Nasional (sakernas), data PDB/PDRB, dan data-data keuangan keluaran Bank Indonesia
(BI). Ada sebuah kendala ketika kita menyandingkan 3 data yang pertama dengan 2 data yang
terakhir.

Data Podes, Susenas, dan Sakernas telah memiliki variabel tersendiri yang mampu memisahkan
antara desa dengan kota. Baik itu tingkat provinsi, kabupaten, bahkan hingga pada skup
kecamatan. Definisi kota dan desa dalam ketiga data ini tidak jauh berbeda dari apa yang
dijelaskan dalam UU 32/2004 diatas. Yakni yang secara umum bisa dikatakan sebagai sebuah
unit satu tingkat dibawah kecamatan, dan biasa disebut desa/kelurahan. Sementara itu dalam
data-data yang sering dijadikan indikatorpada pembahasan yang sifatnya makro (terutama pada
bab I), seperti PDB/PDRB, dan data keuangan BI, umumnya hanya mencapai tingkat
kabupaten/kota.

Kondisi ini tentu memerlukan sebuah kesepakatan –ketika akan membuat sebuah narasi tentang
kota dan desa –Lebih baik ktimbang hanya pasrah dan tidak meneruskan pembahasan
tentangnya. Maka dari itulah dalam pembuatan profil kali ini pembaca diharapkan memakai
“dua kacamata” dalam memandang desa dan kota dalam buku ini.

Pertama, saat menemukan deskripsi-deskripsi tentang desa dan kota yang sumber datanya
berasal dari Podes; Susenas; maupun Sakernas, pembaca diharapkan memahami bahwa kondisi
tersebut adalah gambaran desa/kota pada tingkat administratif dibawah kecamatan. Dimana desa
merupakan suatu kesatuan hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui
dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten (UU No. 32/2004).
4

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]
Memang dalam realitanya masih saja ada kota yang memiliki daerah administratif desa, dalam
penulisan kali ini hal itu tetap masuk dalam perhitungan desa. Sedangkan kelurahan adalah suatu
wilayah yang dipimpin oleh seorang lurah sebagai perangkat daerah kabupaten maupun kota
yang posisinya (secara struktur birokrasi) berada dibawah kecamatan (UU 32/2004). Dalam hal
ini kelurahan diasumsikan sebagai entitas kota, meskipun dalam kenyataannya corak ekonomi
masyarakatnya masih menunjukkan corak hidup desa.

Kedua, ketika menemukan data-data yang mendeskripsikan kondisi desa kota berdasarkan data
non-Podes, non-Susenas, maupun non-Sakernas, maka bisa dipastikan data yang digunakan
berada dalam skup Kabupaten/Kota. Dimana kabupaten (yang mewakili kategori ekonomi
perdesaan) dikategorikan sebagai desa. Dan kotamadya dikategorikan sebagai entitas kota.

Sebenarnya ada kategori desa dan kota berdasarkan kecenderungan produksi ekonomi sektoral
yang akan kita temui dalam Bab II dan,III. Namun demikian hal ini akan dijelaskan spesifik
dalam bab-bab yang bersangkutan.

1.4 Kerangka Berpikir
Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa dalam pembangunan yang komprehensif dalam konteks
desa dan kota, korelasi yang positif antar dua entitas ini sangat dibutuhkan. Kesenjangan antar
kedua entitas ini merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan, yang metoda
penyelesasiannya bisa dilakukan dengan memperbaiki saluran hubungan antar keduanya
tersebut. Disinilah dibutuhkan sebuah intervensi bagi berbagai stakeholders yang berkepentingan
terhadap pembangunan keduanya.

Dalam prosesnya, informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis isu pembangunan khususnya
masalah kesenjangan ini bisa digolongkan kedalam tiga kategori. Secara ringkas gambaran
kerangka berpikir dalam pembuatan profil kali ini digambarkan sebagai berikut:

5

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]
Gambar 1.2: Kerangka Berpikir Penyusunan Profil PELD 2011

Kondisi Makro
(Kesenjangan Kota-Desa)

Indikator Kesenjangan
Makro (Indeks
Williamson, dan
Kontribusi PDRB per
wilayah terhadap
nasional)

Faktor Penyebab

1.
2.
3.

Produktivitas
TK
Produktivitas
Kapital
Prasarana

Kondisi Mikro (Kondisi
Sosial Ekonomi Desa-Kota)

Perbandingan kondisi
Desa-Kota:
1. Prasarana dan Sarana
Ekonomi
2. Kesehatan
3. Pendidikan

Profil PELD
dan Desa
2011

Hal yang pertama akan dilihat adalah kondisi makro dari perekonomian kita, dalam konteks
hubungan antara pembangunan di kota dan desa. Isu yang menjadi perhatian utama adalah
masalah kesenjangan ekonomi yang selama ini sering didengungdengunkan khalayak antara
kedua entitas ini. Kacamata yang akan digunakan dalam bagian awal ini (sekaligus akan menjadi
pijakan keseluruhan isi buku) adalah kacamata produktivitas ekonomi dari kota dan desa. Dari
titik inilah kita akan melhit faktor-faktor yang diasumsikan menjadi penyebab dari kesenjangan
antar kedua entitas itu. isu-isu yang akan ditampilkan dalam bagian kedua ini seputar
produktivitas tenaga kerja, serta capital yang dimiliki oleh masing-masing desa dan kota. Selain
itu gambaran mengenai kondisi infrastruktur juga akan masuk didalamnya.

Pada bagian akhir, kita akan melihat kondisi dilapangan yang merupakan efek dari berbagai
kesenjangan yang telah digambarkan dari bagian-bagian sebelumnya. Dalam bagian ini kita akan
ditampilkan kondisi-kondisi social masyarakat yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan, dan
kesejahteraan ekonomi yang menjadi parameter kesejahteraan suatu masyarakat.

Dari pembagian ketiga bagian inilah, diharapkan akan tercapai sebuah pandangan mengenai isu
utama yang diangkatkan dalam buku profil kali ini yakni Kesenjangan di desa dan kota.

6

Profil PELD 2011 [Pendahuluan]
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan Profil Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 2011 kali ini akan dibagi
dalam tiga bagian yang tersebar dalam lima Bab yang ada. Bagian Pertama (Aspek Makro)
terdiri atas Bab I yang berjudul “Kesenjangan Makro Ekonomi Desa-Kota”. Pada Bab inilah
sebenarnya yang menjadi isu utama dalam buku profil kali ini. Dimana didalamnya akan dibahas
seperti apa kesenjangan ekonomi yang sedang terjadi antara daerah perdesaan dan perkotaan
dalam perspektif ekonomi makro. Dalam bagian ini akan dilihat bagaimana sektor-sektor yang
dianggap mewakili daerah desa maupun kota, berperan dalam ekonomi nasional.

Pada Bagian Kedua kita akan melihat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan
antara desa dan kota pada bagian pertama, melalui tiga sudut pandang. Ketiga sudut pandang
tersebut meliputi: Isu kependudukan dalam kaitannya dengan masalah produktivitas
ketenagakerjaan (Bab II); Isu produktivitas dan distribusi kapital yang diwakili oleh distribusi
pinjaman pada berbagai sektor perekonomian (Bab III) dan; Isu terkait perkembangan
infrastruktur di desa dan kota (Bab IV).

Pada Bagian Terakhir buku ini akan ditutup oleh Bab V yang akan menggambarkan fenomena
kualitas sosial masyarakat penyusun daerah desa-kota. Tujuan pencantuman bagian ini tidak lain
untuk memberikan gambaran kapasitas sosial yang menyebabkan, sekaligus sebagai sumberdaya
pendukung dalam mengatasi kesenjangan yang terjadi di kedua daerah tersebut (desa-kota).
Untuk mendeskripsikannya kita akan menggunakan tiga parameter Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang meliputi kapasitas pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan ekonomi
masyrakat.

7

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]

BAB II
KesenjanganMakroEkonomiDesa-Kota
Ditengahkecemasanterhadapkejatuhanekonomi
(meskibeberapakalanganmenilaikrisisresesiseperti
pemerintah,

melaluiMenteriKeuangan,

global
2008

tidakakanterjadipadatahunini)

mengakumentargetkanpetumbuhanekonomi

2012

mendatangsebesar 6,7%. Walaupundemikiankemungkinanmemangkas target tersebuttetapada,
bilakrisisinisemakinmemburukkedepan. Hal inimengingatduadaritiganegara-negaratujuanekspor
(yakni AS, UniEropa. Meskipun China jugatergolongrawan) sedangmengalamiresesi.

Pemerintah

optimiskarenasejauhinikondisiperekonomian

Indonesia

secaraumummasihmenunjukkanperkembangan yang positif. Padapengumuman BPS triwulan II2011 (Agustus) lalu, pertumbuhanPDB per triwulanIndonesia masihnaik tipis menjadi 2,86%
(hargakonstan) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010 yaitu 2,85%.

Penguatanfaktor-faktor

fundamental

dalammenciptakaniklimekonominasional

kondusifkedepannyamerupakansalahsatuisustrategis

yang

yang

mestidikerjakanolehsegenappihak

(stakeholders) yang berkepentingan, terutamapemerintah. Dalampenciptaaniklimperekonomian
yang

kondusifitumasalah

yang

perlusegeraditangani

(kalautidakdiminimalisir)

adalahterkaitkesenjanganekonomi, baikitudalamkontekskewilayahan (timur-barat), provinsi,
hinggaantaradesa-kota

(metodepengukurankesenjangandalam

Bab

inibisadilihatdalam

LAMPIRAN TEKS A).

2.1 KesenjanganKawasanTimurdanKawasan Barat Indonesia
Dalamtatarankewilayahan

(Timur-Barat)

terdapatsebuahfenomenamenarik.

menunjukkanbahwadarisebelumhinggaperiodemenjelangkrisis

Gambar

2.1

1997/1998

kesenjanganantarwilayahinimenunjukkantren yang kianmenurun. Hal inimenunjukkanbahwa
KTI –yang meliputiKalimantan, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat-Timur, danPapuasemakinberdayasaing (competitive) dalamkancahperekonomiannasional. Sedangkankontribusi
KBI –yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Bali- makintersaingi. Dengan kata lainperan KBI (yang
8

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
selamainicenderungmendominasi) makinterseimbangkandengankontribusi KTI dalamperannya
di perekonomiannasional. Bilapadaparuhakhirtahun 1970an Indeks Williamson (KV) mencapai
0,7

sampai

0,6;nilainyaturunmenjadisekitar0,59sampai0,54

padapenghujung

di

sekitar

1997/1998. Hal initidakterlepasdarirelatiflebihtingginyapertumbuhan KTI dibandingkan KBI
denganperbandingan rata-rata pertumbuhansepanjang 1990-1997 sebesar 8,79 : 7,77.

100

0.8

90

0.7

80
0.6
70
0.5

60
50

Kesenjangan/KV (%)

Kontribusi (%)

Gambar 2.1: KesenjangandanKontribusi PDRB Non-Migas (%) Kawasan Barat danTimur 1975-2008

0.4

40

0.3

30
0.2
20
0.1

10
0
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

0

Kontribusi PDRB Barat

Kontribusi PDRB Timur

KV Barat _Timur

Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)
Catatan: KBI TerdiridariProvinsi-provinsi di Sumatera, Jawa, dan Bali. KTI TerdiridariProvinsi-provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Papua, dan Nusa Tenggara.

Kondisiini

(kesenjangan

indekskesenjangan

yang

menurun)

Williamson

danterusmenunjukkantren

yang

rupanyatakbertahan

lama.

Sejak

antarwilayahinikembalimenginjakangka
meningkathinggamencapai

0,62

pada

2003,
0,6
2008.

Perbandinganpertumbuhanantara KTI dengan KBI justruberbalikdenganbesar 3,35 : 7,71
(lihatLampiran

1).

Hal

inilah

yang

kemudianmenyebabkankontribusi

KTI
9

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
terhadapperekonomiannasionalkembalimerosot.
inibisadilihatdarirasio

PDRB

KBI

Pelebaranjurangkontribusi

terhadap

KBI

yang

KTI

melebarsemenjaktahun

2003

(yakniperiodepascakrisis). Tercatat rata-rata rasionyasepanjang 2003-2008 melebarmenjadi 4,13
dibandingkanperiode 1990-1997 (sebelumkrisis) yang hanya 3,93.

Gambar 2.2: KesenjanganAntaraKawasan KBI-KTI yang ditunjukkandenganrasio PDRB KBI terhadap
KTITahun1975-2008 (%)
7

6

5

4

3

2

1

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

1986

1985

1984

1983

1982

1981

1980

1979

1978

1977

1976

1975

0

Rasio PDRB KBI dg KTI
Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)

2.2 KesenjanganantarProvinsi
Berbedapadaanalisisantarkawasandiatas,

kesenjanganantarprovinsijustrucenderungmeningkat.

Bilapada era sebelumkrisis (tahun 1997 kebawah) indeks KV stabildenganhanyasekitar 1,46
meningkatjadi 1,56 padaperiodepascakrisis (2003 keatas). Faktorkrisispada 1997-1998 lalu,
nampaknyamemangmemegangperandalammemperlebarjurangketimpanganekonomiantarprovinsi
ini.

Memangsaatresesiterjadi

(1997-2002)

kesenjangansempatmenurun.

10

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
Namunkemudianmelonjakkembalipadaperiodesetelahnya,
bahkanmelampauikesenjangansebelumnya.
Gambar 2.3: Pertumbuhan PDB Nasional (%) danIndek Williamson AntarProvinsi Non MigasThn1975-2008

Pertumbuhan (%)

KV (%)
1.6

20

1.55

15

1.5

10

1.45

5

1.4

0

1.35

-5

1.3

-10

1.25

-15

KV

pertumbuhan

Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)

Senadadenganapa yang disebutkandalampembukaanbabdiatas, pertumbuhanekonomi Indonesia
pascakrisismenunjukkankeoptimisannya,
Ada

halunikdalamanalisis

meskipunkualitasnyamasihdibawahperiodeprakrisis.

di

Terutamapadadaerah-daerahbaruhasilpemekaran.

tingkatprovinsiterkaittingginyapertumbuhanini.
Pertumbuhansepertipadadaerah

Sulawesi

Barat, Kepulauan Riau, dan Papua Barat cenderunglebihtinggidibandingangkapertumbuhan ratarata pertahunnasional yang hanyasebesar 5.9% untukperiode 2004-2008. Bahkanpadaperiode
yang sama, pertumbuhandaerahbaruseperti Sulawesi Barat, Kepulauan Riau dan Papua Barat
memilikikualitasdiatasdaerah-daerah yang memilikikuantitasPDRB terbesarsekalipun (Tabel
2.1).

11

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]

Tabel 2.1: PerbandinganPertumbuhan Daerah Baru, Terhadap Daerah DenganKuantitas PDRB Tertinggi
(Periode 2004-2008)
Pertumbuhan
ProvinsiBaru

Rata2 per
Tahun (%)

PDRB
Rata2 per

Prov dg PDRB

Tahun

Tertinggi

7,55

4.263

Kepulauan Riau

7,29

Papua Barat

Rata2 per tahun

PDRB rata2 per
tahun (jutaRp)

(%)

(jutaRp)

Sulawesi Barat

Pertumbuhan

Lampung

6,07

313.684

30.822

Jawa Tengah

5,87

271.713

7,03

3.358

DKI Jakarta

6,09

250.125

Maluku Utara

4,82

8.833

Jawabarat

5,30

141.516

Banten

4,57

17.619

Sumatera Utara

6,21

93.426

Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)

2.3 KesenjanganDesa-Kota danPembalikanEkonomi
Kesenjangan

yang

kianmeningkat,

padaperiodepascakrisisjugaterjadidalamkontekspembangunandesa-kota.
DenganmengasumsikanKabupatensebagairepresentasidesadankotamadyasebagairepsentasikota,
Indeks

Williamson

(KV)

meningkathinggasekitar

0,5.

Setelahsebelumnyaindekskesenjanganinimengalamitrenpenurunan, bahkanmenginjak level 0,15
pada 1995 lalu.

Fenomenamenarikbisakitalihatdalamgrafikdibawah

(Gambar

2.4)

terkaitkesenjangandanposturekonomidesa-kota. Padaperiodesebelumkrisis (tahun 1997-1998),
perekonomiandesamemegangkontribusilebihtinggiterhadapperekonomiannasionaldibandingkank
ota. Hal inijuganampaknyamenyebabkankesenjanganantarkeduaentitasini (perkotaan-Perdesaan)
mengalamipenurunan.

Namundemikian,

halsebaliknyaterjadipadaperiodepascakrisis.

Terlihatbahwaperekonomiankotalebihmendominasidibandingkandesadalamkancahperekonomian
nasional.

Hal

inijugadiikutiolehmelonjaknyatingkatkesenjangandesa-kota,

dimanatelahdidahuluiolehpergeseranekonomidaridesakekota.
Fenomenainimenjadikanpenguatankembaliekonomiperdesaandirasapentinguntukmenekantingkat
kesenjangan yang terjadi.
12

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]

Gambar 2.4: PDRB Non MigasdanKesenjangannya per Kabupaten-Kota Tahun1983-2009 (RpMiliar)

10,000

0.6

PDRB (RP Miliar)

0.5
8,000

KV (%)

9,000

7,000
0.4
6,000
5,000

0.3

4,000
0.2
3,000
2,000
0.1
1,000
0

KV_kabkota

PDB Kabupaten

2009**)

2007

2008*)

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

1986

1985

1984

1983

0

PDB Kota

Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)

2.4 Sektor Basis EkonomiDesa-Kota
Secarastatistik,

sejak

1993

hingga

sektorpertaniandanpertambangan.

2006

daerahperdesaanunggulsignifikanpadasektor-

Sementara,

daerahperkotaanunggulpadasektor-

sektortransportasi, konstruksi, danfinansial. (lampiran 2). Sedangkansektor-sektor lain –
sepertiperdagangan,

listrik-air-gas,

tidakterlalusignifikanperbedaannya.

jasapublik,
Hal

danmanufaktur-

inijugabisadisimpulkanbahwasektor-

sektorinimemilikidayasaingantarasatudan yang lainnya (desadankota).

13

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
Bilakitamenggunakananalisissektoralini,

kesimpulan

kitabisalihatdaripembalikanekonomiberbasisdesa,
Gambar

yang

menjadiekonomiberbasiskotajugabisadilihat.

2.5menunjukkanbahwakontribusisektorpertanian

–yang

menjadiciriperekonomianperdesaanterusmengalamipenurunan.Peranpertaniankiantergeserolehsektor-sektor lain sepertiperdagangan,
listrik-air-gas, jasapublik, danmanufaktur. Hal sebaliknyaditunujukkanolehsektor-sektor yang
menjadicirikhasperkotaan.

Meskitidakterlaludrastis,

sektor-sektortransportasi,

konstruksi,

danfinansialterusmenunjukkanpeningkatannyadalamkancahperekonomiannasional.

Gambar 2.5: Kontribusi (%) PDB NasionalLintasSektor (non migas) 1975-2008
30

%
25

20

15

10

5

1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

0

Pertanian

Pertambang dan Penggalian

Manufaktur

Listrik, Gas, dan Air

Konstruksi

Perdagangan, Restoran, dan Hotel

Transportasi dan Komunikasi

Keuangan

Jasa

Sumber : Data PDB/PDRB BPS (diolah)

Fenomenapenurunandayasaingpertanian,

khususnya

inijugaditunjukkandengantrenpenurunanpertumbuhantenagakerja
sektorpertanian,

danmeningkatnyapertumbuhan

di

di
yang

perdesaan,
bekerja

di

sektor-sektorlainnya



14

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
termasukdidalamnyasektormanufaktur,

danperdagangan.

Olehkarenaitulah,

pada

Bab

II

nantiakankitalihatfenomenaproduktivitasketenagakerjaansertakependudukan di desakotaini.

15

Profil PELD 2011 [KESENJANGAN MAKRO EKONOMI DESA-KOTA]
Gambar 2.6: Pertumbuhan (%) AngkaTenagaKerja Di PerdesaanPertahun 1996-2009 Februari
12
10

Pertanian Desa

Pertumbuhan (%)

8
6
4
2
0
-2
-4
-6

20

Industri Desa
15

Pertumbuhan (%)

10
5
0
-5
-10
-15

25

Perdagangan Desa
20

Pertumbuhan (%)

15
10
5
0
-5
-10

Sumber: BPS Sakernas (diolah)

16

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]

BAB III
Tenaga Kerja, Kependudukan, dan Produktivitasnya
Baru-baru ini Bappenas melakukan workshop tentang kependudukan, yang salah satunya untuk
mengapresiasi atas diluncurkannya Sensus Penduduk 2010. Berdasarkan hasil sensus Penduduk
2010, BPS menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini telah mencapai 237,6 juta
jiwa. Dengan angka seperti ini Bappenas memperkirakan total penduduk Indonesia akan terus
bertambah menjadi 268,7 juta jiwa pada 2020, dan menembus angka 305,7 juta jiwa pada 2030
nanti.

Gambar 3.1: Proyeksi Jumlah Penduduk Berdasarkan Gender 2010-2035 (Ribu Jiwa)
155000

Ribu Jiwa

150000
145000
140000
135000
130000
125000
120000
115000
2010

2015

2020
Perempuan

2025
Laki-laki

2030

2035

Sumber: BPS disampaikan melalui Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan BAPPENAS. Dalam Workshop Pemanfaatan Hasil Proyeksi Penduduk
2010-2035 Berdasarkan SP 2010untuk Perencanaan Pembangunan. Hotel Sari Pan Pacific – Kamis, 27 Oktober 2011.

Berbicara angka kependudukan, berdasarkan data perhitungan BPS, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia menunjukkan tren yang terus meningkat sejak periode krisis 1999 lalu
hingga 2009 lalu. Bila pada 1999 IPM Indonesia menunjukkan angka 64,3, meningkat menjadi
69,57 pada 2005, dan menjadi 71,76 pada 2009. Hal ini tentu merupakan berita yang positif.
16

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
Gambar 3.2: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 1996-2009
73
72
71

IPM

70
69
68
67
66
65
64
1996

1999

2002

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Sumber:Website BPS (2011)

Namun demikian sebagai pembanding, perlu diketahui bahwa UNDP (Lembaga Pembangunan
PBB) memosisikan Indonesia saat ini pada peringkat 124 dari 187 negara yang di ranking dalam
rilisnya tentang IPM. Dengan menduduki kategori Medium Human Devfelopment (Pembangunan
Manusia Tingkat Menengah), Indonesia berada dibawah rekan sesamanya di ASEAN, Thailand
yang mendudki posisi 103, dan Malaysia pada psosi 61, hingga Singapura pada posisi 26. Atau
masih dibawah standar IPM Dunia, Negara Asia Pasifik, maupun Pembangunan Manusia
Negara-Negara Kelas Menengah -dimana Indonesia berda didalamnya.

Gambar 3.3: IPM Perbandingan Indonesia dengan IPM dunia, Asia Pasifik, dan Pembangunan Kelas
Menengah versi UNDP Tahun 1980-2010

Sumber: Website UNDP (2011)

17

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]

Kondsi ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri yang harus disikapi dengan berbagai
langkah strategis dari seluruh aspek kehidupan. Isu-isu strategis tentang kependudukan seperti
penyediaan pangan, antisipasi kemiskinan , pendidikan, hingga kesehatan merupakan kerja berat
yang harus disikapi secara tepat sasaran dengan memperhatikan berbagai keterbatasan sumber,
maupaun potensi-potensi bangsa yang dimiliki. Termasuk dalam rangka pengelolaan desa-kota.

Dalam Bab IItelah dijelaskan bahwa fenomena pembalikan struktur ekonomi nasional dari
ekonomi berbasis perdesaan, menjadi berbasis perkotaan sebenarnya bukanlah sesuatu yang
tidak pernah diprediksi sebelumnya. Bila kita melihat literatur-literatur, terutama teori
pertumbuhan Rostow, fenomena pembalikan ini sebenarnya adalah sebuah kewajaran dalam
pembangunan. Namun demikian pembalikan yang disertai meningkatnya kesenjangan antara
desa dan kota merupakan sesuatu hal yang harus diwaspadai. Ketimbang telah terjadi trasformasi
ekonomi, pembalikan ini justru menjadi keran dibukanya pintu masalah sosial-ekonomi yang
baru.Hal ini menjadikan pembahasan mengenai isu-isu kependudukan menjadi bertambah
penting. Hal ini terutama dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan. Oleh karena itu
dalam pembahasan Bab III ini kita akan melihat profil dari penduduk serta ketenaga kerjaan,
serta produktivitasnya dalam konteks desa dan kota.

3.1 Profil Kependudukan Desa-Kota
3.1.1 Keragaman Penduduk Desa Kota
Hingga2010 sebagian besar penduduk, atau sekitar 120 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di
daerah perdesaan. Angka ini mengungguli jumlah penduduk kota yang berjumlah sekitar 112
juta jiwa. Meski demikian ada kecenderungan kondisi tersebut akan membalik dalam beberapa
tahun kedepan. Dalam Gambar 3.4 ditunjukkan bagaimana proporsi penduduk kota kian lama
kian meningkat, dan sebaliknya terjadi pada penduduk desa.Hal ini terutma terjadi saat 2008,
dimana pertumbuhan penduduk perkotaan melonjak tajam menjadi 11,83%, sedangkan
pertumbuhan di desa justru anjlok sebesar -7%.

18

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
Gambar 3.4: Jumlah & Laju Pertumbuhan Penduduk Desa dibandingkan Kota 2005-2010 (Juta Jiwa/%)
130

15

125
10

115
110

5

105
0

100
95

-5

90

Pertumbuhan Penduduk
(%)

Jml Penduduk (Juta Jiwa)

120

85
-10

80
2005
Jml Pddk desa

2006

2007
Jml Pddk Kota

2008
2009
Pertumbuhan Pddk Desa

2010
Pertumbuhan Pddk Kota

Sumber: Susenas2005-2010 (diolah)

Komposisi penduduk laki-laki dan perempuan di desa hingga 2010 berjumlah sekitar 60 juta
jiwa. Sedangkan di kota berjumlah sekitar 56 juta untuk laki-laki, dan 57 juta jiwa untuk
penduduk perempuan. Namun demikian dari sisi rasionya, beberapa tahun belakangan jumlah
penduduk perempuan cenderung mengungguli dibandingkan laki-laki. Fenomena yang lebih
kentara terutama ditunjukkan pada daerah perkotaan.Sejak 2007 lalu, rasio perbandingan antara
jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan menunjukkan angka dibawah 1.
Gambar 3.5: Rasio Jumlah Penduduk Desa-Kota Berdasarkan Jenis Kelamin Antara Laki-laki dengan
Perempuan Tahun 2005-2010 (%)
1.02
1.01
1.01
1.00
1.00
0.99
0.99
0.98
0.98
0.97
2005

2006

2007
rasio l/p desa

2008

2009

2010

rasio l/p kota

Sumber: Sakernas 2005-2010 (diolah)

19

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
Terkait jumlah rumah tangga, tren kuantitas antara rumah tangga perdesaan dan rumah tangga
perkotaan memiliki pola yang sama dengan tren kuantitas Perdesaan dan Perkotaan (pola
penyempitan). Namun demikian, pertumbuhan rumah tangga pertahun (baik desa maupun kota)
terlihat lebih fluktiatif.

Gambar 3.6: Jumlah Rumah Tangga (RT) Desa-Kota (Juta) dan Pertumbuhannya Tahun 2005-2010 (%)
40
35

20
33

34

32

32

30
30
25
25

24

15
30

28

25

29
10

24

5
20
0
15
-5

10
5

-10

0

-15
2005

2006

2007
RT Desa

2008
RT Kota

2009

2010

2005

2006

2007

Pertumbuhan Desa

2008

2009

2010

Pertumbuhan Kota

Sumber: Susenas (diolah)

Adapun Berdasarkan jumlah rumah tangga, desa juga masih lebih unggul dibandingkan kota.
Komposisi jumlah anggota rumah tangga, baik di desa maupun kota per tahunnya relatif stabil.
Hal ini disebabkan pertumbuhan pertahun dari rumah tangga baik di desa maupun kota terlihat
fluktuatif. Meskipun di daerah kota pertumbuhannya menunjukkan kecenderungan yang
meningkat, dibandingkan desa (yang cenderung stabil). Berdasarkan data diatas rata-rata rumah
tangga di desa maupun kota terdiri atas 4-5 jiwa per Rumah Tangga. Jumlah ini masih diatas
target dua anak yang dicanangkan dalam program Keluarga Berencana.

20

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]

3.1.2

Ketenaga Kerjaan

Sementara itu dari sisi ketenaga kerjaaan, penduduk yang tergolong pada usia kerja (sama
dengan diatas 15 tahun) dapat digambarkan sebagai berikut. Data terakhir Sakernas (hingga
Agustus 2010) jumlah penduduk usia kerja di perdesaan masih melebihi di perkotaan. Dimana
jumlah berturut-turut untuk desa dan kota adalah 96.000.016 jiwa dan 76.070.323 jiwa.

Gambar 3.7: Jumlah Penduduk Usia Kerja Menurut Desa-Kota 1996-2010 (Ribu Jiwa)
120000

100000

Ribu Jiwa

80000

60000
Penduduk 15+ Kota
40000

Penduduk 15+ Desa

20000

2005

2006

2007

2008

2009

Feb

Agust

Feb

Agust

Feb

Agust

Agust

Feb

Feb

Agust

Nop

Feb

2004

2003

2002

2001

2000 *)

1999

1998

1997

1996

0

2010

Sumber: Sakernas (diolah)
Catatan: Usia Diatas Mencakup Usia Lebih Dari Sama Dengan 65 Tahun

Berdasarkan kategori umurnya, angka diatas dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada 2010, jumlah
penduduk di perdesaan paling banyak diisi oleh penduduk usia muda yang berusia sekitar 15-19
tahun dengan jumlah 12,89 juta jiwa (13%). Diikuti usia 30-34 dan 25-29 tahun dengan jumlah
11,12 juta dan 11,09 juta, atau masing-masing sekitar 12%. Dan penduduk usia 35-39 tahun
dengan jumlah 10,02 juta (11%).

21

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
Sementara itu, komposisi penduduk usia kerja yang tak jauh berbeda juga ditunjukkan pada
daerah perkotaan. Dimana posisi pertama diduduki penduduk usia 15-19 tahun sebanyak 10, 45
juta jiwa (14%). Diikuti oleh penduduk berusia 25-29 tahun sebanyak 9,87 juta (13%). Dan usia
30-34 serta 20-24 dengan jumlah 9,34 juta dan 9,2 juta atau masing-masing sekitar 12%.

Gambar 3.8: Piramida Penduduk Usia Kerja (>15 tahun) Berdasarkan Golongan Umurnya Pada Tahun 2010
(Juta Jiwa)
>=65
60-64
55-59
50-54

Usia

45-49
40-44
Kota
35-39

Desa

30-34
25-29
20-24
15-19
15

10

5

0

5

10

15

Juta Jiwa

Sumber: Kemenakertrans, Sakernas (diolah)

Berdasarkan jenjang pendidikannya pada 2010 lalu, penduduk usia kerja dapat digambarkan
sebagai berikut. Baik di perkotaan maupun perdesaan didominasi oleh penduduk dengan tingkat
pendidikan dasar. Kemudian diikuti oleh pendidikan-pendidikan diatasnya. Namun demikian,
margin/ratio jumlah penduduk dengan pendidikan dasar terhadap tingkat pendidikan lain pada
daerah perdesaan, lebih tinggi dibandingkan kota. Tercatat ada sekitar 61,79% (59 juta)
penduduk dengan tingkat pendidikan SD di desa, sementara dikota hanya 33,5% (25 juta).

22

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
Gambar 3.9: Struktur Penduduk Usia kerja Berdasarkan Jenjang Pendidikannya 2010 (Juta Jiwa)

Universitas

Diploma I/II/III/Akademi

SMTA Kejuruan
kota

SMTA Umum

desa
SMTP

≤ SD

70

60

50

40

30

20

10

0

10

20

30

Juta Jiwa

Sumber: Sakernas (diolah)

Kondisi jumlah penduduk jenjang SD yang relatif kecil pada daerah perkotaan, menyebabkan
tingkat sebaran penduduk antar jenjang pendidikan pada daerah kota lebih merata dibandingkan
desa. Bahkan pada kasus penduduk dengan jenjang penbdidikan menengah atas (SMTA
Umum/SMTA Kejuruan) jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah penduduk dengan jenjang
pendidikan dibawahnya (SMTP). Bila pada perdesaan rasio antara penduduk dengan jenjang
pendidikan SMTA per SMTP hanya sebesar 0,65. Sementara rasio di perkotaan mencapai 1,4.

Dominasi penduduk usia muda yang jumlahnya besar ini tentu menjadi peluang sekaligus
tantangan terkait sumberdaya manusia yang patut diperhitungkan dan ditangani secara strategis.
Hal itu dilakukan dengan cara menciptakan lapangan kerja baru yang bisa menyerap potensi
tenaga kerja tersebut. Hal ini dilakukan melalui melalui pengembangan usaha kecil dan
menengah. Maupun srategi dukungan investasi langsung asing.

Penyerapan ini tentu dengan memperhatikan aspek produktifitas dari ketenaga kerjaan tersebut.
Karena meskipun angka pengangguran sejak lima tahun terakhir menunjukkan tren yang
menurun (lihat Lampiran 3), produktifitas tenaga kerja di perdesaan (sebagaimana dibahas
23

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]
singkat pada bab II diatas) tergolong relatif masih rendah, dibandingkan perkotaan. Pertanian
cenderung dijadikan sebagai tempat “pelarian” atas luangnya waktu masyarakat. Sementara itu
pemberian bantuan kredit keberbagai sektor perekonomian, belum juga mampu meningkatkan
daya produktifitas sektor-sektor tersebut.

3.2 Produktivitas
3.2.1 Produktivitas Tenaga Kerja Desa dan Kota
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya, sejak 1993 hingga 2006 perekonomian daerah
perdesaan

unggul

terhadap

perkotaan

pada

sektor-sektor

seperti

Pertanian,

dan

Pertambangan/Galian (lampiran 2). Dalam konteks ke ekonomian Indonesia, ketergantungan
dalam dua sektor ini memiliki masalah tersendiri dalam upaya peningkatan ekonomi lokal.

Minimal ada dua alasan untuk itu. Pertama, berdasarkan Peraturan pemerintah No 55 2005
tentang Dana Perimbangan.Struktur keekonomian di Indonesia memiliki rasionalisasi tersendiri
dalam perhitungan sektor migas tersebut pada masing-masing daerah. Hal ini menyebabkan
analisis makro terhadap kesenjangan desa kota ini menjadi sulit diukur, bila sektor ini
dimasukkan kedalamnya.

Kedua, dalam bab I dibahas, kontribusi pertanian dalam kontribusi nasional, terus mengalami
penurunan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pertanian terus mengalami
penurunan dalam hal daya saingnya. Menurnnya daya saing ini salah satunya tak bisa dilepaskan
dari ketidak stabilan harga-harga komoditas mentah tersebut dalam pasar global.

Perlu diketahui, konsumen barang-barang mentah tersebut umumnya adalah industri yang
letaknya di negar-negara maju. Untuk kasus Indonesia, konsumennya adalah AS, Uni Eropa, dan
China. Ketiga negara ini menggunakan barang-barang mentah asal negara-negara berkembang
seperti Indonesia, untuk tujuan diolah lagi menjadi barang yang mempunyai nilai tambah.
Permasalahan timbul ketika negara-negara importir tersebut mengalami gangguan dalam
perekonomiannya, seperti yang terjadi saat ini di belahan Uni Eropa dan Amerika. Permasalahan
ekonomi inilah yang dikhawatirkan akan mempengaruhi permintaan terhadap barang-barang
mentah yang menjadi tumpuan ekspor dalam negeri.
24

Profil PELD 2011 [Tenaga Kerja, Kependudukan, Dan Produktivitasnya]

Gambar 3.10: Rata-Rata Peran Masing-Masing Sektor Ekonomi dalam PDB Inter Kabupaten & Kota (%) 19932006
25

20

Peran (%)

15

10
kabupaten
kota
5

0

Sumber: BPS (Susenas & PDRB (diolah))

Dilema muncul ketika kita berbicara pembangunan perdesa