Mewujudkan Efisiensi dan Fleksibilitas U
Mewujudkan Efisiensi dan Fleksibilitas Undang-Undang Desa Demi
Meningkatkan Kinerja dan Pembangunan Desa yang Optimal.
Disusun oleh : Miftahuddin Irvani1
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan
agar menjadi kuat, maju, mandiri, serta demokratis sehingga dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Desa dalam susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan
undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan
bahwa Undang-Undang Desa ini memberikan kepastian hukum bagi Desa yang
telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Desa yang
mandiri merupakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Berdasarkan definisi diatas, tampak jelas bahwa desa merupakan sebuah
komunitas yang mandiri. Hal ini juga ditegaskan lagi bahwa pengaturan desa
berasaskan pada rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan keberlanjutan.
Mulai dari Pasal 5 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah disebutkan
bahwa desa berkedudukan didalam wilayah Kabupaten/Kota. Kedudukan desa ini
menegaskan adanya desa sebagai komunitas mandiri. Namun demikian,
kemandirian desa ini tidak bersifat mutlak dikarenakan masih adanya campur
tangan pemerintah. Pemberdayaan masyarakat hendaknya dimaknai secara baru
sebagai upaya menegakkan tata kelola desa yang demokratis. Titik tolaknya
adalah ketidakberdayaan desa, yang secara politik, riil terjadi di desa-desa
1
Mahasiswa S1 - Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Indonesia. Salah satu wujud ketidakberdayaan masyarakat adalah kemiskinan dan
rapuhnya ikatan kolektif desa yang dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
arti penting demokrasi di desa, ketidakmampuan mengemukakan pendapat dan
menyuarakan kepentingan-kepentingannya, ketidakberdayaan untuk melakukan
tawar-menawar dalam memperjuangkan hak personal maupun hak-hak sosial,
akhirnya warga desa lebih mengutamakan urusan dan kepentingan individu dari
pada berpartisipasi dalam kehidupan desa.2
Desa tidaklah sekedar pemerintahan desa. Maka, kebijakan dan regulasi
tentang desa ke depan harus lebih dari sekedar pemerintahan desa itu. Kebijakan
dimaksud haruslah mengarah pada realisasi pengakuan atas hak asal-usul yang
melihat desa baik sebagai persekutuan sosial dan budaya; desa sebagai
persekutuan hukum, politik, dan pemerintahan; dan desa sebagai persekutuan
ekonomi.3
Dengan terbentuknya peraturan perundang-undangan tentang desa ini
diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diharapkan menjadikan
kehidupan masyarakat terlindungi, masyarakat menjadi sejahtera dan tertib. Oleh
karena itu peraturan perundang-undangan juga merupakan sarana penjabaran citacita bangsa sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga perwujudan dan perlindungan
masyarakat, bangsa, dan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mensejahterakan kehidupan bangsa yang juga merupakan tujuan dari
pembentukan peraturan perundang-undangan. Maka dari itu segala peraturan yang
telah dikeluarkan pemerintah dalam kaitan Desa ini haruslah berlandaskan kepada
kesejahteraan rakyat, karena kualitas hukum ditentukan dengan kempuannya
untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia.
2
Bito Wikantosa, 2014, Workshop on Village Justice under the New Village Law, Jakarta.
Yando Zakaria, Peluang dan Tantangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
https://www.academia.edu/5596371/Peluang_dan_Tantangan_UndangUndang_Nomor_6_Tahun_2014_tentang_Desa, diakses pada 10 September 2015.
3
Meningkatkan Kinerja dan Pembangunan Desa yang Optimal.
Disusun oleh : Miftahuddin Irvani1
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan
agar menjadi kuat, maju, mandiri, serta demokratis sehingga dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Desa dalam susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan
undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan
bahwa Undang-Undang Desa ini memberikan kepastian hukum bagi Desa yang
telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Desa yang
mandiri merupakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Berdasarkan definisi diatas, tampak jelas bahwa desa merupakan sebuah
komunitas yang mandiri. Hal ini juga ditegaskan lagi bahwa pengaturan desa
berasaskan pada rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan keberlanjutan.
Mulai dari Pasal 5 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah disebutkan
bahwa desa berkedudukan didalam wilayah Kabupaten/Kota. Kedudukan desa ini
menegaskan adanya desa sebagai komunitas mandiri. Namun demikian,
kemandirian desa ini tidak bersifat mutlak dikarenakan masih adanya campur
tangan pemerintah. Pemberdayaan masyarakat hendaknya dimaknai secara baru
sebagai upaya menegakkan tata kelola desa yang demokratis. Titik tolaknya
adalah ketidakberdayaan desa, yang secara politik, riil terjadi di desa-desa
1
Mahasiswa S1 - Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Indonesia. Salah satu wujud ketidakberdayaan masyarakat adalah kemiskinan dan
rapuhnya ikatan kolektif desa yang dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
arti penting demokrasi di desa, ketidakmampuan mengemukakan pendapat dan
menyuarakan kepentingan-kepentingannya, ketidakberdayaan untuk melakukan
tawar-menawar dalam memperjuangkan hak personal maupun hak-hak sosial,
akhirnya warga desa lebih mengutamakan urusan dan kepentingan individu dari
pada berpartisipasi dalam kehidupan desa.2
Desa tidaklah sekedar pemerintahan desa. Maka, kebijakan dan regulasi
tentang desa ke depan harus lebih dari sekedar pemerintahan desa itu. Kebijakan
dimaksud haruslah mengarah pada realisasi pengakuan atas hak asal-usul yang
melihat desa baik sebagai persekutuan sosial dan budaya; desa sebagai
persekutuan hukum, politik, dan pemerintahan; dan desa sebagai persekutuan
ekonomi.3
Dengan terbentuknya peraturan perundang-undangan tentang desa ini
diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diharapkan menjadikan
kehidupan masyarakat terlindungi, masyarakat menjadi sejahtera dan tertib. Oleh
karena itu peraturan perundang-undangan juga merupakan sarana penjabaran citacita bangsa sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga perwujudan dan perlindungan
masyarakat, bangsa, dan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mensejahterakan kehidupan bangsa yang juga merupakan tujuan dari
pembentukan peraturan perundang-undangan. Maka dari itu segala peraturan yang
telah dikeluarkan pemerintah dalam kaitan Desa ini haruslah berlandaskan kepada
kesejahteraan rakyat, karena kualitas hukum ditentukan dengan kempuannya
untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia.
2
Bito Wikantosa, 2014, Workshop on Village Justice under the New Village Law, Jakarta.
Yando Zakaria, Peluang dan Tantangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
https://www.academia.edu/5596371/Peluang_dan_Tantangan_UndangUndang_Nomor_6_Tahun_2014_tentang_Desa, diakses pada 10 September 2015.
3