Sejarah Perkembangan Gerakan Koperasi In

Perkembangan Gerakan Koperasi
Indonesia
Perkembangan gerakan koperasi di Indonesia mengalami perubahan dari waktuwaktu, berikut disampaikan kronologi perkembangannya:

Tahun

Peristiwa

1896

Patih Purwokerto (R.Aria Wirya Atmadja ) mendirikan Bank Penolong dan
Tabungan (Hulp Spaarbank), organisasi semacam koperasi simpan pinjam.
Tujuan: menolong para pegawai negeri agar terlepas dari cengkeraman
lintah darat. Organisasi ini menjadi filosofi berdirinya Bank Rakyat
Indonesia (BRI) yang sampai saat ini masih eksis.

1898

Ide R. Aria Wiraatmadja (1896) disebarluaskan oleh De Wolf Van
Westerrode kepada para petani. Ia memberikan kredit kepada petani dengan
model Raiffeisen dan Schultze-Delitzsch di Jerman. Nama Bank ini diganti

menjadi “Hulp – Spaar en Landbouwcrediet Bank”.

1898

Rencana De Wolf Van Westerrode mendapat persetujuan dari pemerintahan
Hindia – Belanda. Sejalan dengan itu, didirikan 250 lumbung Desa yang
modalnya diperoleh dari rakyat.

1899

Pendirian Lumbung-lumbung ini terjadi juga di Cirebon, didirikan oleh
seorang Residen. Modal permulaan diperoleh dari sokongan-sokongan
petani menurut luas tanah yang dimiliki. Hasil percobaan tersebut adalah;
Berdirinya badan-badan semacam “purwokertosche Hulp – Spaar
en landbouwcredietbank”
Lumbung-lumbung berdiri diberbagai daerah dengan mencontoh
Cirebon (1913) juga beberapa Bank Desa
Berdirinya Rumah Gadai Negeri
Pemerintah bermaksud mempelajari seluk beluk hutang penduduk dan apa
yang dapat dikerjakan dalam mendidrikan bank-bank kredit pertanian


dengan tidak dapat sokongan pemerintah dan cara-cara mana yang dapat
diperbaiki dalam peminjaman oleh rumah gadai.
Hasil dari penelitian tersebut sebaiknya didasarkan atas koperasi, tetapi
berhubungan beberapa hal yang terpenting ialah Bahwa bangsa Indonesia
belum masak/siap untuk mendirikan koperasi, maka oleh pemerintah tidak
dibentuk badan-badan kredit yang berdasarkan koperasi, tetapi badan-badan
kredit yang bersifat Badan Pemerintah dengan tidak melepaskan cita-cita
untuk badan dan kredit yang bersifat koperasi.

1904

Pegawai Departemen pertanian, perindustrian dan Perdagangan, Centrale
Kas (kelak menjadi bank rakyat) sedikit-sedikit memberi penyuluhan dan
penerangan tentang koperasi dan membantu orang yang mau mendirikan
koperasi.
Selain itu dibentuk pula Jawatan Kredit Rakyat yang bertugas menyalurkan
kredit melalui Bank rakyat Indonesia dengan organisasinya yang luas.
Meskipun usaha penyuluhan telah dilakukan, namun masih jauh dari
memuaskan karena :

Tidak ada badan Pusat yang dapat menunjukkan cara-cara bekerja
keperluan koperasi.
Tidak ada kemauan pegawainya.
Tidak ada dasar hukum penyiaran koperasi
Tidak ada kerja yang berjalan tetap dikarenakan pindahnya
pegawai.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa penerangan tentang koperasi masih
berjalan secara sambil lalu.

1913

Berdiri Serekat Dagang Islam kemudian bernama Serikat Islam dan
menganjurkan koperasi pada khalayak ramai, akan tetapi hal ini berjalan
lama karena kepercayaan masyarakat pada koperasi semakin hari semakin
berkurang.

1915

Lahirnya Undang-Undang Koperasi yang dinamai “ Verordening op de
Cooperative Verenigingen “ (Konongklijk Besluit 7 April Stbl No. 431),

yaitu Undang-Undang tentang perkumpulan Koperasi untuk segala bangsa.

1920

Diadakan “Cooperative Commisie” (Gouvernements Besluit 10 Juni 1920
Stbl No. 1) yang diketuai oleh Dr. J.H Boeke yang bertugas menyelidiki
apakah koperasi untuk Indonesia bermanfaat dan dengan cara apa supaya
semangat koperasi tertanam di Indonesia.

1924

Di Surabaya oleh Indonesische Studieclub (ISC) yang didirikan oleh DR.
Soetomo dianggap bahwa koperasi merupakan suatu alat yang tepat untuk
memajukan ekonomi rakyat dan menyebarkannya di kalangan anggotanya.
Usaha ini ternyata berhasil terbukti dengan didirikannya usaha persatuan
Koperasi Indonesia, suatu organisasi Pusat untuk pembelian barang-barang.

1927

Melalui Cooperative Commisie lahirlah Undang-undang yang menunjukkan

kemauan yang lebih tegas untuk membangun perekonomian rakyat
(Regeling Inlandse Cooperative Verenigingen Stbl No. 91)

1928

I.S.C berhasil dalam usahanya merubah 9 bank desa dalam daerah kotapraja
Surabaya dijadikan badan-badan Koperasi dan dimulainya pengenalan azaazas Koperasi kepada yang bersangkutan.

1928

Usaha I.S.C ini diteruskan oleh Partai Indonesia Raya/Parindra yang
hasilnya mendirikan Rukun Tani di Jawa Timur dan mendirikan
perkumpulan pelayaran dari bangsa Indonesia yang dinamakan Rukun
Pelayaran Indonesia disingkat Rupelin.

1929

Atas anjuran partai Nasional Indonesia di Jakarta diadakan kongres
Koperasi, yang akibatnya di mana-mana diadakan perkumpulan koperasi.


1930

Jawatan Koperasi didirikan untuk menggiatkan pergerakan koperasi yang
diatur menurut Stbl 1927 No. 91 yang diketuai Prof. Dr. J.H Boeke.
Sejak tahun ini sikap pemerintah mulai aktif dan mengakui kewajibannya
untuk memutarkan roda pergerakan koperasi.

1939

Diumumkan Undang-undang untuk perkumpulan Bumi Putera dan UndangUndang untuk perkumpulan Dagang Indonesia memakai andil dan berlaku
sementara di pulau Jawa.

1942

Koperasi mengalami perkembangan yang sangat buruk.
Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan oleh pemerintah Jepang
diberi nama “Syomin Kumiai Tyuo Zimusyo” sedangkan kantor daerah
menjadi “Syomin Kumiai Sodandyo”. Sesudah itu dibentuk “Djawa Jumin
Keizai Sintaisei Konsetsu Jumbi Inkai “ (Panitia Sususnan Perekonomian
baru di Jawa).

Hasil dari Kumiai atau badan di atas ternyata banyak dibenci rakyat karena
corak dan pekerjaannya menyimpang dari koperasi yang sebenarnya.

1945

17 Agustus 1945 Indonesia Merdeka

1945

18 Agustus 1945 “ Bahwa bangsa Indonesia dapat mengangkat dirinya ke
luar dari lumpur, tekanan dan hisapan apabila ekonomi rakyat disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan koperasi (Hatta)
Di pasal 33 dicantumkan ketentuan mengenai koperasi sebagai soko guru
perekonomian Indonesia.

1946

Desember 1946 Ir. Teko Sumodiharjo diangkat
Perekonomian Rakyat yang menangani koperasi.


sebagai

Dirjen

Kepala Jawatan dipegang oleh R.S Soeriaatmadja.

Konferensi di Ciparay untuk membentuk Pusat Koperasi Priangan yang
diantara tugasnya secepat-cepatnya menyelenggarakan kongres koperasi
seluruh Indonesia .

1947

Di Tasikmalaya, di gedung pabrik tenun Perintis milik Pusat Koperasi
Tasikmalaya, diselenggarakan Kongres Gerakan Koperasi Pertama yang
keputusannya adalah :
1.

Dibentuknya

SOKRI


(Sentral

Organisasi

Koperasi

Rakyat

Indonesia) berkedudukan di Tasikmalaya.
2.

Azas Gotong Royong

3.

Menetapkan Peraturan Dasar SOKRI

4.


Menetapkan Pengurus serta Presidium yang diketuai oleh Niti

Sumantri.
5.

Kemakmuran rakyat harus dilaksanakan berdasarkan pasal 33,
dengan koperasi rakyat, koperasi ekonomi, sebagai alat pelaksanaan.

6.

Mendirikan Bank Koperasi Sentral

7.

Ditempatkan konsep koperasi rakyat desa yang meliputi tiga usaha;
kredit, konsumsi dan produksi, dengan pernyataan bahwa koperasi
rakyat desa harus dijadikan dasar susunan SOKRI.

8.


Memperhebat dan memperluas pendidikan koperasi rakyat di
kalangan masyarakat.

9.

Distribusi barang-barang penting harus diselenggarakan oleh
koperasi.

10.

Memutuskan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi Indonesia yang
tiap – tiap tahun diperingati.

Paginya dilakukan peletakan Tugu Koperasi yang diresmikan pada tanggal
12 Juli 1950.
Jumlah koperasi saat itu terdapat 2 160 unit.
Kegiatan koperasi ini terhenti karena Agresi Militer Belanda ke II,
menyusul Peristiwa Madiun 1948.

1947

Dibentuk GKPI (Gabungan Koperasi Perikanan), kemudian menjadi IKPI.

1948

Di Yogya dibentuk GKBI

1949

Terbentuknya RIS (UUDS)
Koperasi di UUDS tidak berubah sesuai pasal 38 UUDS, koperasi
mempunyai dasar hukum yang kuat.

1950

Tahun 1949-1950 menjadi negara kesatuan yang dampaknya adalah pusat
koperasi di Yogya digabung dengan jawatan koperasi di Jakarta. Akhirnya
Perkumpulan Koperasi bangkit kembali.

1951

Koperasi di Jawa Barat, Sumatera Utara membentuk Badan Koordinasi,
yang masing-masing berkedudukan di Bandung dan Medan.

1951

12 Juli 1951, Hatta selalu berpidato di radio berisikan hakikat koperasi,
alasan-alasan koperasi dan kisah sukses di luar negeri.
Secara teratur pidato ini dilakukan hingga tahun 1959 (1956 Hatta
mengundurkan diri sebagai wakil presiden)
Peraturan-peraturan Koperasi.
1.

Peraturan Koperasi No. 179/1949 sama dengan peraturan No.
91/1927 dibuat saat Belanda berkuasa.

2.

Peraturan ini mendorong adanya UU Perkoperasian tersendiri

1951

Digagas rancangan UU Perkoperasian oleh Gerakan Koperasi

1953

SOKRI tidak berfungsi.
Kongres II di Bandung bulan Juli 1953 yang dipimpin oleh Niti Soemantri
yang keputusannya antara lain:
A. Ke dalam
1.

Menyetujui pokok-pokok prasaran dari Prof. Sumitro, Iskandar
Tedjakusuma, R.Moh.Ambiya Hadiwinoto, Roesli Rahim dan R.S.
Soeria Atmadja.

2.

Mendirikan sebuah badan pemusatan pimpinan koperasi untuk
seluruh Indonesia yang dinamakan “Dewan Koperasi Indonesia”.

3.

Mewajibkan “Dewan Koperasi Indonesia” membentuk sebuah
lembaga perkoperasian untuk mendidik para anggota, pimpinan,
pegawai koperasi serta mendirikan sekolah menengah koperasi di tiaptiap propinsi.

4.

Mengeluarkan harian, majalah, brosur, buku pelajaran koperasi.

5.

Membentuk sebuah panitia yang akan memberikan saran-sasarn
kepada pemerintah mengenai Undang-Undang Koperasi.

6.

Mengusahakan kemudahan pemberian pemberian badan hukum.

7.

Mengangkat Bung Hatta (Drs. H. Moh. Hatta) sebagai Bapak
Koperasi Indonesia.

8.

Memilih Dewan Pimpinan Dewan Koperasi Indonesia.

B. Keluar
Mendesak pemerintah Republik Indonesia supaya:
1.

Melaksanakan perubahan dasar ekonomi dengan menggunakan
koperasi sebagai sistem dan alat utama untuk mencapai kemakmuran
rakyat bersama, sesuai dengan maksud pasal 38 UUD Sementara RI.

2.

Koperasi dijadikan mata pelajaran pada sekolah lanjutan, dan
menanamkan benih perkoperasian pada sekolah rakyat.

3.

Segera mengadakan undang-undang koperasi yang berdasarkan
pada pasal 38UUDS RI.

4.

Menambah anggaran dan belanja negara bagi kemakmuran rakyat
terutama di luar pulau Jawa / Madura.

5.

Menyempurnakan susunan jawatan koperasi.

6.

Merencanakan pembangunan rumah rakyat diundangkan serta
menunjuk gerakan koperasi sebagai penyelenggara pembangunan
rumah-rumah rakyat.

7.

Penyelenggaraan pembelian padi hanya diselenggarakan kepada
organisasi koperasi

1957

Terbentuk Induk Koperasi-Koperasi Indonesia.
Atas desakan hasil Kongres II maka pada bulan Mei 1958 diadakan
rapat-rapat tokoh-tokoh koperasi di Lembang yang dihadiri oleh Hatta
hasilnya disampaikan ke Parlemen, kemudian lahirlah serta disahkannya
undang-undang No. 79/58 tentang perkumpulan Koperasi.
Undang-undang ini juga memuat prinsip-prinsip koperasi seperti
yang dirumuskan oleh Rochdale.
Tidak lama setelah disahkan perkembangan iklim politik semakin
panas (Majelis gagal menyusun Undang-undang yang baru) daerah – daerah

bergejolak, dan koperasinya ikut terpuruk.
1958

Pada tanggal 27 Oktober 1958 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
Koperasi nomor 79 yang sesuai dengan pasal 38 Undang-Undang Dasar
tahun 1950.
Undang-undang tahun 1958 turun karena :
1.

UU No. 179 Tahun 1949 tidak sesuai dengan asas kekeluargaan dan
gotong royong.

2.

UU No. 179 Tahun 1949 hanya mengatur cara pendirian
pengesahan dan cara kerja koperasi.

3.

Pemerintah hanya bersifat pasif, menjadi pendaftar dan penasihat
saja.

1959

1959

Bulan April 1959 menyarankan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945,
tapi tidak berhasil.

Bulan Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit, agar
kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Kebijakan pengembangan koperasi berubah, maka lahirlah: PP No.
60/1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, serta INPRES No.
2/1960 tentang Badan Penggerak Koperasi (Bapekop) yang berpegang
teguh pada Undang-Undang No. 79/1958 dan Peraturan Pemerintah No.
60/1959.

1960

Bulan April 1960 di Cibogo (Bogor) digagas berdirinya Bank Koperasi
Indonesia oleh 8 bank Koperasi dan 4 Koperasi tingkat Nasional.

1960

Dibentuk Bapengkop (Badan Penggerak Koperasi) dengan Inpres No. 2
tahun 1960 yang bertugas mengadakan koordinasi dalam segala kegiatan
Instansi-instansi Pemerintah untuk penumbuhan Gerakan Koperasi dari
pusat sampai daerah.

1961

Pada bulan April 1961, diselenggarakan Munaskop pertama di Surabaya.
Sedangkan

keputusannya:

1.

Membentuk KOKSI (Kesatuan Koperasi Seluruh Indonesia)

2.

Pembubaran organisasi yang serupa dengan KOKSI

3.

Maka DKI tak berlaku lagi sebagai gantinya.

4.

KOKSI dipimpin oleh Presiden.

Dampak Peraturan Presiden No. 40/1961 tentang Penyaluran Barang-barang
dan Bahan Pokok Keperluan Rakyat.
1.

Koperasi tumbuh secara massal dan seragam.

2.

Pemerintah mendirikan AKOP dan SKOPMA (11 AKOP dan 21
SKOPMA)

1964

3.

Indonesia keluar dari PBB

4.

KOKSI keluar dari ICA

Keputusan Menteri Transkopemada No. 19/1964 membentuk Panitia
Penyelesaian Rancangan UU Koperasi, akan tetapi berjalan tidak lancar.

Kemudian, dibentuk Panitia bersama Departemen Transkop dan Komisi E
DPRGR untuk menyelesaikan ini.
Kemudian disahkannya UU ini pada tanggal 2 Agustus 1965 sebagai UU
No. 14/1965 tentang Perkoperasian. Yang isinya “ sebagai organisasi
ekonomi yang berfungsi sebagai alat Revolusi pengurus mencerminkan
kekuatan Progresif Revolusioner berporoskan Nasakom dan berjiwa
Maripol.

1965

Berlangsung Munaskop ke II di Jakarta dipimpin oleh : Menteri Transkop,
Mendagri, Menteri/Sekjen tingkat Nasional yang menetapkan : Bung Karno
sebagai bapak Koperasi, pimpinan tertinggi Gerakan Koperasi dan Revolusi
tentang keputusan itu maka koperasi dibentuk secara massal akan tetapi
kebijaksanaan pembinaan koperasi berdasarkan Munaskop-Usdek ini
berakhir ketika pecah peristiwa G 30 S/PKI.

1965

Keluarnya Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian. Dalam UU ini terdapat unsur-unsur politik sehingga hilang

kemurnian tujuan koperasi.

1965

G 30 S/PKI berakhir, berakhir pula Orde Lama dan awal kehidupan Orde
Baru

1966

Bulan Juli 1966 melalui kabinet Ampera menetapkan program diantaranya
Rehabilitasi Prasarana Ekonomi.

1966

Bidang Perkoperasian dipindah ke kementerian dalam Negeri dengan
Struktur disebut Dirjenkop oleh Ibnoe Soejono.
Tugasnya utamanya ialah :

1966

1.

Merubah UU No. 14/1965

2.

Mengganti pemerintah yang ada di koperasi

3.

Menyusun langkah-langkah di Era Orde Baru.

Bulan Juli 1966 berlangsung Musyawarah Nasional I Gerkopin.
Hasilnya :
Mendesak pemerintah mengganti Undang-Undang No. 14 tahun 1965. UU
yang sejiwa dengan prinsip-prinsip koperasi.
Resolusi yang lain ;

1966

1.

Membatalkan hasil munaskop I dan ke II di Surabaya dan Jakarta

2.

Gerkopin aktif kembali di ICA

SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 70/SK/III/66 tentang
pembentukan Panitia Peninjau kembali UU No. 14/1965. Panitia ini diketuai
Ir. Ibnoe Soejono bertugas mulai 11 Juli 1966.
Hasil rumusannya disahkan sebagai UU No. 12/1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian Indonesia

1967

Dengan disahkannya UU No. 12/1967, maka hal itu diupayakan kembali

pada prinsip-prinsip koperasi yang berlaku Universal yang diakui ICA.

1967

Soeharto dilantik jadi Presiden RI

1967

Pemerintah mendirikan PUSDIKOP di
BALATKOP di tiap-tiap Propinsi.

1967

Lahirnya BUUD/KUD (percobaan)

1968

Bulan Juni 1968 Soeharto melantik kabinet Pembangunan.

1968

Munas ke II Gerkopin

Jakarta

disusul

berdirinya

Hasilnya ; Keputusan Mentranskop No. 64/Kpts/Mentranskop/69 tentang
Perorganisasian dan Tata Cara Pemberian Pengesahan Badan Hukum
terhadap Badan Kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia.

1970

Gerkopin melaksanakan rapat, mengganti nama menjadi DKI (Dewan
Koperasi Indonesia). Pada rapat ini mengesahkan pengurus paripurna DKI
yang diketuai oleh Komodor Laut R. Sardjono

1971

Berdirinya Bank Bukopin yang didirikan oleh 8 induk-induk koperasi.

1971

Pemerintah mendirikan LJKK (Lembaga Jaminan Kredit Koperasi)
kemudian menjadi Perum PKK.

1973

BUUD/KUD dikembangkan di daerah lain melalui Inpres No. 04 Tahun
1973 tentang KUD.

1973-1974

Repelita I Tarap Hidup Rakyat
Menteri Perdagangan dan Koperasi melakukan pembinaan koperasi dengan

mengembalikan pada prinsip-prinsip koperasi yang sebenarnya.

1978

Inpres No. 2 Tahun 1978 mengganti Inpres No. 4 Tahun 1973

1978

Dirjen Koperasi diganti ke Dirjen Perdagangan pada Menteri Muda
Koperasi dan Kepala Bulog. Dipilih Letjen. Bustanil Arifin sebagai
Menmud.

1984

Inpres No. 4 tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD
(BPP-KUD)

1988

Instruksi Menkop No. 09/Inst/M/VI/88 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengembangan KUD Mandiri.
Pada tahun ini pula berdiri INKOPAU, INKOVERI, INKOPABRI, GKSI,
KOPINDO, KJAN, PUSKOPELRA dan INKOPKAR.

1988-1993

Bustanil Arifin tetap menjabat sebagai Menteri Koperasi.

1992

Keluar Undang-Undang Nomor. 25 tahun 1992 mengganti UU no. 12/1967

1993

Menkop menjadi Departemen Koperasi dan pengusaha Kecil.

(1993-1998)

1988

Munaskop ke XII di Jakarta tanggal 18-20 Juli

1993

Munaskop ke XIII di Jakarta tanggal 10 Juli

1993

Terpilih Sri Edi Swasono sebagai ketua DEKOPIN.
Pada periode ini terjadi konflik berkepanjangan berkaitan penyesuaian

Anggaran Dasar Dekopin dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992

Dengan Keppres No. 21 Tahun 1997 tentang Pengesahan Anggaran Dasar
Dekopin, maka konflik berakhir.
Konsekuensi dari berlakunya Keppres No 21 tersebut tersebut pada tanggal
15 Juni 1997 telah diselenggarakan RA Dekopin dan memilih Sri Mulyono
Herlambang sebagai Ketua Dekopin Periode 1997-2003

1995

Berdiri Lembaga Pendidikan Perkoperasian (LAPENKOP), dibawah
naungan DEKOPIN, bertugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan
perkoperasian, diresmikan oleh Kabalitbang Depkop dan PPK (Prof.
Suharto Prawironegoro)

1997

Presiden Suharto diberi gelar Bapak Pembangunan Koperasi oleh Gerakan
Koperasi.

1997

Reformasi bergulir, Soeharto lengser diganti oleh Habibie, sedangkan
Menteri Koperasi dijabat oleh Adi Sasono.
Dikeluarkan Kepres No. 24 /1999, isinya; membatalkan Kepres 21/1997
(Mengembalikan fungsi Dekopin seperti pada tahun 1993 / zaman Sri Edi
Swasono)

1999

Secara demokrasi, Drs. H.M. Nurdin Halid terpilih sebagai Ketua Dekopin
untuk periode 1999 – 2004.

Berdiri LSP2I, diketuai Ir. Ibnu Sujono.

1993-2000

Terjadi upaya untuk merevisi UU no. 25 / 1992, dan terdapat dua draf
usulan, versi DEKOPIN mewakili gerakan dan Versi LSP2I mewakili
Pemerintah. Diskusi dan dialog dilakukan untuk mencapai kompromi dan
kesepakatan. Kedua belah pihak mempercayakan DR. Muslimin Nasution
sebagai penyelaras kedua draf untuk diajukan ke DPR.