ASIA PASIFIK Top Form docx

ASIA PASIFIK
SEARCH



International



Asia Pasifik



Konflik Laut China Selatan memanas, ini reaksi RI

Konflik Laut China Selatan memanas, ini reaksi RI
Muhaimin
Jum'at, 16 Mei 2014 − 16:08 WIB

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty M. Natalegawa. Foto: Istimewa.


Sindonews.com – Pemerintah Republik Indonesia memantau konflik Laut China Selatan yang semakin
memanas. Indonesia menyerukan negara yang berkonflik yakni, China dan Vietnam sama-sama menahan
diri.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty M. Natalegawa, mengatakan, Indonesia prihatin terhadap risiko
nyata dari manuver-manuver yang membahayakan yang dilakukan kapal-kapal laut yang menyebabkan
korban luka. Selain itu, Indonesia juga prihatin dengan insiden kekerasan di Vietnam yang telah
menyebabkan banyak korban jiwa. (Baca: Vietnam dilanda kerusuhan anti-China, 20 orang terbunuh)
Menlu Marty menyerukan kedua pihak, baik China maupun Vietnam untuk menahan diri, dan menghormati
komitmen-komitmen yang tercermin dalam Declaration on the Conduct of the parties in the South China
Sea (DOC).
Indonesia, lanjut Marty menyerukan kedua pihak untuk menghindari langkah-langkah yang menambah
ketegangan dan berisikko menciptakan eskalasi. Selanjutnya, Indonesia mendesak kedua pihak menjalin
komunikasi guna menstabilkan situasi, termasuk melalui jalur komunikasihotline yang telah disepakati
sebelumnya. (Baca juga: Rusuh di Vietnam, ratusan warga China lari ke Kamboja)
“Hanya ada satu pilihan di depan kita, yaitu penyelesain sengketa secara damai,” kata Marty dalam siaran
pers-nya yang diterima Sindonews, Jumat (16/5/2014).”Penggunaan kekerasan, pelanggaran hukum
internasional , termasuk Konvensi Hukum Laut PBB , dan DOC tidak memiliki tempat di kawasan kita
sekarang ini.”

“Indonesia komitmen berkomunikasi kepada semua pihak, dan mendesak semuanya berkomunikasi dan

saling menahan diri,” imbuh Menlu Marty.
(mas)
views: 6.113x

Sengketa Maritim, China dan Vietnam Berebut Dukungan
PBB
Victor Maulana
Selasa, 10 Juni 2014 − 16:15 WIB

Para aparat maritim Vietnam memantau pergerakan kapal China di Laut China Selatan. Foto: Reuters.

BEIJING - China mengirimkan sebuah laporan kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon, perihal
situasi di Laut China Selatan. Dalam laporan itu, China menyampaikan data bahwa kapalkapal Vietnam menabrak kapal-kapal China lebih dari 1.400 kali.
Langkah yang sama juga dilakukan Vietnam, di mana kapal mereka telah ditabrak dan
ditenggelamkan kapal Beijing di wilayah sengketa di Laut Cihna Selatan beberapa pekan
lalu.China dan Vietnam kini sama-sama meminta dukungan PBB atas klaim pulau kaya
minyak dan gas alam di Laut China Selatan.
China menganggap Vietnam telah merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan regional.
“Vietnam telah secara sengaja dan ilegal menganggu operasi pengeboran (minyak) di Laut


China Selatan,” ungkap Wang Min, Duta Tetap China untuk PBB.
Dalam forum PBB, kedua pihak saling melempar bukti untuk memperkuat argumen mereka.
“Tindakan yang dilakukan oleh Vietnam juga merusak kebebasan dan keselamatan navigasi
di perairan ini. Serta merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," imbuh Min.
Min bahkan meminta secara khusus kepada Ban Ki-moon untuk menyebarluaskan dokumen
yang dia berikan. Di dalamnya terdapat laporan dari Kementerian Luar Negeri China yang
memberikan data rinci mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Vietnam.
(esn)
views: 1.146x

Kepentingan Indonesia di Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan merupakan Kawasan lautan yang memiliki luas sekitar 648.000 persegi
yang berada diantara kawasan Cina, Filipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Terdapat dua
masalah di Laut China Selatan, yaitu masalah perbatasan yang melibatkan Malaysia, Filipina,
Vietnam dan Brunei Darussalam ditambah dengan Taiwan-China. Selain itu, masalah yang
paling penting bagi Indonesia adalah keamanan alur pelayaran Selat Sunda-Laut China
Selatan, Selat Lombok-Laut China Selatan, dan Selat Alor-Laut China Selatan.Titik sengketa
Laut China Selatan adalah Kepulauan Spratly yang dibatasi oleh wilayah perairan dari
beberapa Negara, seperti Filipina, Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Kepulauan ini terletak
kurang lebih 1.100 Km dari pelabuhan Yu Lin (Pulau Hainan, China) dan 500 Km dari pantai

Kalimantan bagian Utara. China terlibat klaim wilayah Kepulauan Spratly, karena berbatasan
dengan Kepulauan Paracel yang terletak di sebelah Utara Kepulauan Spratly, terletak 277,8
Km (Pulau Hainan, China). Dasar Klaim adalah sejarah penguasaan Paracel oleh
Pemerintahan Dinasti Han antara 206 sebelum Masehi hingga 220 sesudah Masehi.
Vietnam mendasarkan tuntutannya pada aspek hukum internasional dan mengkombinasikan
hal itu dengan aspek sejarah bahwa penguasaan atas kepulauan itu dilakukan sejak abad 17 di
bawah distrik Binh Son. Masalah utama persoalan Laut China Selatan disebabkan adanya
perkiraan cadangan minyak di Kep. Spratly sebesar 10 miliar ton. Laut Cina Selatan dalam
peta konflik dibedakan menjadi dua yaitu bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara laut
cina selatan terdapat pulau pratas yang diklaim oleh Cina danTaiwan, sedangkan kepulauan
paracel yang diklaim oleh Cina, Taiwan dan Vietnam.Sebenarnya kepulauan paracel telah
diduduki oleh Cina semenjak 1974. Bagian Selatan yangditandai dengan kepulauan spartly di
diperebutkan oleh enam negara sekaligus yaitu Cina,Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia dan
Vietnam. Klaim atas laut cina selatan oleh beberapa negara memiliki dasar hukum yang
jelasyaitu 1928 United Nation Convention on the Law of the Sea (1928 UNCLOS). UNCLOS
menetapkan bahwa kedaulatan teritorial laut adalah 12 mil dari tepi pantai dan Zona
Ekonomik Eksklusif (EEZ) sejauh 200 mil. Hal ini penting karena negara yang memiliki
kedaulatan atas pulau-pulau tersebut juga berhak memiliki sumber daya alam termasuk gas
dan minyak bumi.


Indonesia sangat berkepentingan dengan Laut China Selatan disebabkan China memasukkan
Kepulauan Natuna dalam peta 1947 hingga 1995 dalam territorial ZEE. Sehingga laut Natuna
sangat vital baik bagi China maupun bagi Indonesia karena merupakan jalur utama menuju
kota-kota utama di Asia Timur. Gangguan terhadap komunikasi,pelayaran dan navigasi di
kawasan ini dan berbagai ketegangan yang diakibatkannya akan memberi dampak yang
merugikan bagi kepentingan Indonesia dan kestabilan regional.
Karena daerah ke-enam negara yang sedang bersengkata ini berdekatan sehingga terjadi
tumpang tindih daerah batas laut yang menyebabkan terjadinya konflik. Sementara untuk
Cina Klaim diataskan konteks sejarah. Namun perebutan Laut Cina Selatan tidak hanya
dilatarbelakangi oleh perebutan daerah kekuasaan saja. Motivasi dari usaha klaim ini
beragam namun faktor yang paling menonjol adalah ekonomi. Keuntungan yang akan
didapatkan dapat berupa minyak, gas, ikandan sumberdaya mineral. Cadangan minyak
potensial Laut China Selatan sebanyak 213 milyar barrel dan sumber daya hidro karbon Laut
China Selatan yang sering dilupakan adalah gas alam. Bahkan gas alam diperkirakan sebagai
sumber daya hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak. Menurut estimasi Survei Geologi
Amerika Serikat (USGS) 60% - 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam
Tampaknya saat ini Indonesia dan beberapa negara Asia tidak memiliki kepentingan
kedaulatan atas Laut Cina Selatan. Tetapi ternyata Laut Cina Selatan memiliki kepentingan
yang besar terkait dengan jalur perdagangan internasionalnya. Tank-tank Jepang mengangkut
70% dari minyak yang diimpor melalui jalur Laut Cina Selatan karena merupakan jalur yang

paling cepat dan murah. Meskipun secara geografis memiliki jarak yang dekat dengan
kawasan yang disengketakan, Indonesia juga tidak melakukan klaim sebagaimana yang
dilakukan oleh beberapa negara yang telah disebutkan sebelumnya. Indonesia hanya
melakukan klaim ZEE yang mana sama sekali tidak melanggar hukum laut internasional.
Meski demikian, sama halnya dengan Jepang, Indonesia juga berpotensi untuk tertarik ke
dalam konflik regional karena adanya kemungkinan perluasan klaim Cina dan Taiwan hingga
mencakup ZEE Indonesia, yaitu area Natuna Barat yang kaya akan cadangan gas bumi.
Ternyata benar saat ini China menggambar peta laut Natuna di Laut China Selatan masuk
wilayahnya dengan 9 dash line atau garis terputus, bahkan dalam paspor terbaru milik warga
China juga sudah dicantumkan. Vietnam dan Filipina sudah menolak peta China tersebut
sebagai dasar untuk pengembangan minyak dan gas bersama yang ditawarkan negara itu.
Asisten Deputi I Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Bidang Doktrin
Strategi Pertahanan, Masekal Pertama TNI Fahru Zaini, mengatakan China telah mengklaim
perairan Natuna sebagai wilayah perairan mereka. “Klaim sewenang-wenang ini terkait
dengan sengketa Spratly dan Paracel Islands antara China dan Filipina. Sengketa ini akan
memiliki dampak besar pada keamanan perairan Natuna. ” katanya seperti dikutip dari
Bloomberg, Senin (7/4/2014). Sementara itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa mengatakan Indonesia sedang mencari kejelasan tentang maksud China
mengklaim zona maritim di Laut China Selata untuk menghindari salah perhitungan di zona
kaya gas alam. Dia mengaku telah meminta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk

membantu memperoleh kejelasan hukum dari klaim China atas wilayah Indonesia.
Menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko Tentara Nasional Indonesia (TNI) lebih
mewaspadai potensi konflik di Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), ketimbang di Ambalat,
Kalimantan Utara. TNI lebih cenderung lebih memperhatikan Natuna karena perubahanperubahan situasi di Laut China Selatan memiliki potensi instabilitas,” terang Moeldoko di
Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (16/5/2014). Kepulauan Natuna berada di barat laut
Pulau Kalimantan. Meski lebih dekat ke Kalimantan Barat, namun posisi Natuna berada di

ujung Selat Karimata sebelah utara atau di selatan Laut China Selatan. Natuna menjadi titik
sempadan laut bagi Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam. Wilayah itu memiliki
kandungan minyak dan gas alam yang sangat kaya. Jalur ini juga menjadi rute pelayaran
ramai yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar di utara seperti Hong Kong, Taiwan,
Korea, hingga Jepang dengan Singapura di selatan. Pulau Natuna adalah kabupaten yang
masuk ke dalam Provinsi Kepulauan Riau dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di
utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan
Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sebelah barat Pulau Natuna
dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia
Barat. Pulau Natuna sempat ramai menjadi isu nasional karena dianggap ikut dicaplok oleh
Tiongkok, meski Menlu RI pernah membantahnya.
Melihat begitu strategisnya kepentingan nasional, kebanggaan nasional atau national pride
kemananan nasional juga menjadi faktor pendukung Indonesia atas kepentingan di Laut Cina

Selatan. Berbagai usaha klaim pihak luar terhadap pulau yang berdekatan dengan Laut Cina
Selatan merupakan strategi pertahanan negara dan untuk membantu melindungi caplokan
setiap jengkal tanah air Indonesia. Jangan seperti yang sudah terjadi pada Sipadan dan
Ligitan. Tampaknya nantinya siapapun presiden Indonsia harus memahami dengan cermat
betapa pentingnya Laut Cina Selatan bagi kedaulaan Indonesia baik dalam segi hankam,
ekonomi atau harga diri bangsa agar peristiwa menyedikan lepasnya Ligitan dan Sipadan
tidak terulang lagi.