SEJARAH UANG EMAS dan bank

SEJARAH UANG EMAS (DINAR)
A.UANG EMAS SEBELUM MASA ISLAM
Uang emas dan perak telah dikenal jauh lebih tua dari kedatangan Islam di jazirah Arab.
Kebanyakan ahli ekonomi meyakini bahwa uang muncul setelah ada kebutuhan pada manusia
untuk menjadikan suatu benda sebagai alat tukar. Sedangkan masa sebelum muncul uang,
manusia cenderung berperilaku barter atau tukar menukar barang.
Allauddin M.Zaatary, menjelaskan munculnya uang melalui beberapa tahapan :
1. Masa Ekonomi Pemenuhan Kebutuhan Diri Secara Individual ( Marhalah Iqthishody alIktifa’iy al-Dzati lil Fardi).
Pada masa ini manusia belum membutuhkan uang karena kebutuhannya terpenuhi dengan
mudah dari alam, tanpa ada halangan apapun. Pemenuhan kebutuhan manusia saat itu bersifat
individual (sendiri-sendiri), tidak saling tergantung satu sama lain.
2. Masa Ekonomi Pemenuhan Kebutuhan Diri secara Kelompok ( Marhalah Iqtishody alIktifaiy al-Dzati lil Jamaah).
Pada masa ini, manusia semakin berkembang dan semakin banyak jumlahnya, dengan
kebutuhan ekonomi yang juga semakin berkembang. Saat itu manusia mulai membutuhkan
keberadaan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya., baik karena tidak mampu memenuhi
kebutuhan tersebut sendiri, maupun karena enggan dalam menghasilkan barang atau benda
yang dibutuhkan. Maka terbentuklah kelompok-kelompok masyarakat yang mengikat diri
satu sama lain secara khusus dalam suatu usaha ekonomi. Sehingga terciptalah kelompok
masyarakat petani, pengusaha pakaian/tekstil,pengusaha peternakan dan lain-lain.
3. Masa Ekonomi Barter ( Marhalah Iqtishody al-Mubadalah Aw Al-Muqoyadloh).
Setelah terbentuk kelompok masyarakat dengan ciri hasil produksi yang berbeda satu sama

lain seperti tersebut di atas, maka masing-masing kelompok tersebut saling membutuhkan.
Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, mereka menempuh cara menukar (barter) hasil
produksi usaha mereka. Sejauh ini fungsi uang belum muncul.
4.Masa Ekonomi Uang Komoditas ( Marhalah Iqthisody al-Nuqud Al-Siliyyah).
Ketika sistem barter mulai dirasa menyulitkan, maka mulailah timbul kebutuhan akan uang.
Sistem barter dirasa menyulitkan karena sistem ini mengandung beberapa kelemahan, yaitu :
1. Diharuskannya double of coincidence of wants atau kehendak ganda yang selaras.
2. Sukarnya melakukan penentuan harga.
3. Membatasi pilihan pembeli.
4. Menyulitkan pembayaran tertunda, karena akan timbul masalah untuk menentukan jenis
barang yang akan digunakan dalam pembayaran dan harus dibuatnya perjanjian mengenai
mutu barang yang digunakan sebagai pembayaran.
5. Sukar menyimpan kekayaan.
Demikianlah kemudian muncul suatu sistem baru yaitu sistem uang. Namun uang tidak serta
merta muncul dalam bentuk seperti sekarang ini. Paling tidak ada dua perkembangan uang,
yaitu :
Pertama, Marhalah al-Nuqud al-Maadaniyah al-Rakhishah,( Fase Uang Logam
Murah).Pada masa ini uang yang ada dibuat dari bahan-bahan yang relatif murah, seperti
besi, ,,, dan lain-lain. Dan uang jenis ini tetap dipakai sampai akhirnya manusia menemukan
bahan yang lebih baik untuk digunakan sebagai uang, yaitu emas dan perak.

Kedua, Marhalah al-Nuqud al-Madaniyah al-Nafisah ( Fase Uang Emas dan Perak).
Ketika manusia mulai mengenal emas dan perak, sebagai bahan yang cukup baik untuk
dijadikan uang, maka pemakaian emas dan perak sebagai medium exchange mulai
diberlakukan. Pemakaian uang emas dan perak ini mengalami tiga tahap perkembangan :
1. Masa Awal pemakaian emas dan perak. Masa ini ditandai dengan penggunaan emas tanpa
memperhatikan bentuk maupun kadar emas (karat). Pemakaian emas hanya diidentifikasi
beratnya saja. Karena berbedanya jenis emas dan perak (akibat perbedaan kadar karatnya)

maka muncullah berbagai penipuan dan kecurangan. Hal itu mendorong manusia untuk
mendelegasikan urusan pencetakan dan pengeluaran uang emas kepada negara.
2. Masa Pencetakan resmi oleh Negara. Uang emas dan perak dicetak dengan bentuk yang
berbeda-beda, dan sudah diketahui berapa berat dan kadar karatnya. Juga telah diidetinfikasi
siapa yang bertanggung jawab atas pengukuran berat dan kadarnya, dengan menuliskan siapa
yang mengeluarkan uang tersebut.
3. Masa Baru dalam Pencetakan uang emas. Dikatakan Periode Baru karena adanya
pergeseran pusat pencetakan uang dari wilayah Asia ( yang disinyalir sebagai negara awal
pencetak uang emas, yaitu pada abad 7 sebelum masehi), berpindah ke Yunani dan Romawi.
Pada saat itulah mulai dikenal istilah Dinar dan Dirham. Dinar dikenal dipakai oleh Romawi,
sedangkan Dirham perak dikenal dari Persia. Sebagaimana diketahui, pedagang-pedagang
Arab telah berdagang sampai wilayah Syam, Yaman dan Irak. Wilayah-wilayah yang dikuasai

oleh kekuatan Roma dan Persia tersebut, telah mengunakan dinar dan dirham secara luas
dalam aspek-aspek perdagangan antar negara, termasuk dengan pedagang-pedang Arab.
Dengan cara inilah dinar dan dirham masuk ke wilayah Arab yang kemudian menjadi wilayah
Islam. Perkembangan dinar dan dirham kemudian bukan hanya sekedar menjadi suatu budaya
atau sistem ekonomi asing yang masuk dalam dunia Islam, bahkan telah menjadi suatu bagian
penting sebagai ciri dari peradaban Islam yang besar setelah runtuhnya Roma dan Persia.
B. DINAR DI AWAL MASA ISLAM
Sebagaimana telah disinggung di atas, dinar dan dirham yang berlaku pada masa sebelum
Islam berasal dari Roma dan Persia. Dinar Roma telah banyak beredar di kalangan penduduk
Mekkah, begitu pula halnya dengan dirham Persia. Bangsa Arab menyebut uang emas pada
saat itu dengan istilah al-Ain, sedangkan uang perak disebut al-Wariq.
Penggunaan dinar Roma dan dirham Persia ini berlangsung terus –sehingga menjadi suatu
fenomena umum dan luas dikalangan orang Arab– sampai kedatangan Islam. Walaupun pada
saat itu juga beredar uang Yaman, namun penggunaannya sangatlah terbatas.
Pembahasan masalah Dinar Di awal Masa Islam ini akan terfokus pada masa Kenabian, dan
masa Khulafaur Rosyidin ( Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali).
I. Dinar di Masa Kenabian Muhammad SAW
Dinar di masa Nabi Muhammad SAW dari awal diutusnya Muhammad sebagai Nabi
(Peristiwa Gua Hira) sampai meninggalnya Nabi Muhammad SAW, masih tetap berada dalam
bentuk seperti sebelum kedatangan Islam. Ajaran Islam baik melalui Al-Quran dan Hadits,

tidak membuat perubahan apapun terhadap dinar secara fisik. Dengan demikian pada saat itu
belum ada dinar yang dicetak resmi sebagai simbol mata uang ummat Islam. Namun
demikian Islam membawa pandangan baru dalam hal ekonomi secara umum dan juga aturanaturan khusus mengenai uang, antara lain berkaitan dengan pertukaran uang yang adil
( Lihatdalam Bab III ).
Hal yang menyebabkan mengapa tidak atau belum dicetaknya uang emas khusus ummat
Muslim pada saat itu, adalah karena Rasulullah SAW masih sibuk dengan perkara-perkara
yang jauh lebih besar dan penting. Perhatian Nabi pada saat itu lebih banyak tercurah pada
penyatuan Jazirah arab baik secara politik maupun keagamaan.
II. Dinar di Masa Abu bakr As-Shiddieq ra
Kondisi pada masa Abu bakr tidak jauh berbeda dengan masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini
terjadi karena masa Abu bakr As-Shiddieq relatif pendek dan juga banyaknya perkara penting
yang harus ditangani. Perkara-perkara tersebut antara lain adalah memerangi orang-orang
murtad dan orang-orang yang menolak membayar zakat. Juga adanya usaha untuk
memperluas penyebaran Islam keluar jazirah Arab sampai pada Romawi dan Persia.
III. Dinar di Masa Umar ra
Pada masa ini ada perkembangan yang penting dalam hal uang, namun lebih bayak berkaitan
dengan dirham (uang perak) dan bukan dalam hal dinar (uang emas). Itu pun baru berupa

fulus perunggu (637 M) yang dicetak dengan aksara Arab di salah satu sisinya . Baru setelah
itu Khalifah Umar ra melakukan 3 hal penting yang berkaitan dalam masalah uang :

1. Pencetakan uang dirham dengan ciri-ciri keislaman pada tahun ke-delapan masa
kekhalifahannya atau tepatnya tahun 20 H/ 641 M.
Bentuk dirham Islam pertama ini hampir sama dengan dirham Persia hanya saja ada
tambahan tulisan Al-Hamdulillah, Muhammad Rasulullah, La Ilaha illa Allah wahdahu,dan
juga nama Khlaifah Umar.
Sebab dicetaknya uang dirham ini adalah karena pada masa itu aktifitas perdagangan
berkembang semakin luas seiring dengan semakin meluasnya wilayah Islam.
2. Ditetapkannya standar kadar dirham dan dikaitkannya standar tersebut dengan takaran
dinar.
Pada masa itu beredar berbagai jenis dirham dengan takaran yang berbeda-beda. Ada yang
menyebutnya dengan takaran Dawaniq, misalnya Dirham al-Baghaly sebesar 8 dawaniq,
dirham al-Thabary sebesar 4 dawaniq, dan dirham Yaman satu Daniq. Ada pula yang
menggunakan istilah Mistqal,, artinya satu dirham sama dengan satu mistqal. Takaran mistqal
pun berbeda-beda, ada yangmenyatakan 20 Qirad, 12 qirad 10 dan lain-lain.
Atas segala perbedaan tersebut Khalifah Umar membuat kebijakan dengan melihat pada apa
yang berlaku di tengah masyarakat baik takaran yang rendah maupun yang tinggi. Dan
akhirnya Khalifah Umar menetapkan standar dirham yang dikaitkan dengan dinar, yaitu :
Satu dirham sama dengan 7/10 dinar, atau setara dengan 2,97 gr , dengan landasan standar
dinar 4,25 gram emas. Standar inilah yang kemudian berlaku secara baku dalam berbagai
aturan SyarI yang berkaitan dengan uang (harta) seperti zakat, mahar, diyat dan lain

sebagainya.
3. Ada usaha dari Khalifah Umar ra yang ingin menjadikan uang dalam bentuk lain, yaitu
uang yang terbuat dari kulit hewan (kambing).
Pemikiran ini timbul dari asumsi Khalifah yang memandang uang kulit relatif lebih mudah
untuk dibawa ( bersifat movetable) sehingga memudahkan transaksi. Hal tersebut dipicu oleh
tuntutan perekonomian umat yang berkembang semakin pesat seiring dengan meluasnya
wilayah Islam.
Sikap ini menunjukkan bahwa permasalahan uang adalah termasuk masalah muamalat yang
ketetapannya dikembalikan pada urf atau kebiasaan yang berlaku sesuai tempat dan zaman.
Khalifah Umar tentulah orang yang sangat memahami masalah hukuim syariy dan apa yang
menjadi pemikirannya tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Beliau memahami Ushul
Fiqh dan tidak sembarangan dalam menetapkan suatu kebijakan, karena beliau mengetahui
mana masalah yang bersifat tetap (qathiyyah) dan mana masalah yang bersifat
berkembang ( mutaghoiyirah).
Meskipun Khalifah Umar adalah pemimpin tertinggi saat itu, namun beliau tidak
meninggalkan prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan. Begitu pula halnya dalam
masalah uang kulit ini. Beliau menanyakan pendapat para sahabat lain dalam masalah ini.
Para sahabat tidak menyetujui pemikiran Khalifah tersebut, dengan pertimbangan bahwa
bahan kulit binatang tidak dapat dijadikan standard of value karena harga kulit berfluktuasi
seiring dengan fluktuasi harga binatang itu sendiri, yang mengikuti perkembangan harga

pasar sesuai hukum supply and demand. Juga karena sifat dasar kulit sendiri yang mudah
rusak atau koyak sehingga tidak aman jika digunakan sebagai medium exchange.
Karena sikap para sahabat demikian, maka akhirnya pemikiran Khalifah Umar itu tidak
terealisasi. Namun sikap Khalifah ini cukup memberikan corak bagi perkembangan
pemikiran dalam khazanah ekonomi Islam.
IV. Dinar di Masa Usman ibn Affan ra
Pada masa ini perkembangan yang penting adalah dicetaknya uang dirham baru dengan
memodifikasi dirham Persia dan ditulis simbol-simbol Islam (seperti pada masa Umar ra).

Hal tersebut dilakukan pada tahun 23 H atau 644 M, dengan tulisan Allahu Akbar di
dalamnya. .
Ada pula yang meriwayatkan bahwa dirham masa ini di satu sisi bergambar Croeses ke-II
yang dipahat bersama nama kota asalnya, dengan tanggal dan aksara Persia, tetapi di batas
koin terdapat kata-kata dalam aksara Kuffi, yang artinya Rahmat, dengan asma Allah,
dengan asma Tuhanku, bagi Allah, Muhammad. Sejauh ini dinar belum ada yang dicetak
khusus berinisial Islam saja.
V. Dinar di Masa Ali ibn Abi Thalib
Uang di zaman Ali hampir tidak ada perbedaan dengan masa-masa sebelumnya. Di zaman itu
perkembangan uang hanyalah merupakan pengulangan dari sisi pencetakannya dengan
penambahan beberapa kalimat Arab bernuansa syiar Islami.

Disebutkan di Majalah Muqtathof bahwa pada koin tahun 37 H tertulis kalimat berbahasa
Arab Waliyullah. Pada tahun 38 H dan 39 H tertulis kalimat Bismillahi robbi. Ada riwayat
yang menyatakan bahwa tulisan yang tertera pada koin adalah Dengan Asma Allah, Dengan
Asma Tuhanku, Tuhanku adalah Allah.
C. PENCETAKAN DINAR ISLAM DAN MASA JAYANYA
Telah dijelaskan di atas bahwa pada masa periode awal Islam, perkembangan penting uang
yang terjadi adalah dalam hal uang dirham saja. Adapun uang dinar berkembang pada masa
berikutnya yaitu masa kekhalifahan Bani Umaiyyah (661-750M). Bahkan masa inilah yang
disebut masa kejayaan dinar Islam, seiring dengan kejayaan peradaban islam saat itu.
Meskipun pada masa ini dinar dan dirham dicetak silih berganti, namun standar yang
digunakan tetap standar yang dibuat oleh Khalifah Umar ra.
Ada 3 masa kekhalifahan Bani Umaiyyah yang penting dicatat dalam perkemba-ngan uang
Islam. 3 masa khalifah itu adalah :
1. Masa Muawiyah bin Abi Sufyan.
2. Masa Abdullah ibn Zubair.
3. Abdul Malik ibn Marwan.
Masa Muawiyah ibn Abi Sufyan.
Di masa Muawiyah ini, mulai dilakukan pencetakan dinar . Terbukti dengan ditemukannya 3
koin emas di salah satu kuburan Islam di daerah Cina. Koin tersebut mempunyai diameter 1,9
cm dengan berat 4,3 gr dan ketebalan 1mm. Dalam koin tersebut tertulis kalimat La Ilaha Illa

Allah, Wahdahu La Syarika lahu, Muhammad Rasullah Arsalahu bil huda wa dinil
haq. Ketika diteliti koin ini ternyata dicetak pada masa Muawiyah tahun 41 H.
Pada masa ini dirham-dirham terdahulu masih dipakai termasuk dengan salah satu gambar
Croeses ( raja Persia). Sedangkan dinar pada masa ini bergambar Khalifah Muawiyah yang
menyandang pedang. Namanya tertera dalam dirham Persia menggantikan nama raja Persia
dengan gelar Amirul Mukminin yang masih dalam aksara Persia.
2. Masa Abdullah ibn Zubair
Hal yang terpenting di masa Abdullah ibn Zubair dalam pencetakan uang adalah peruibahan
bentuk, yaitu bulat penuh pada tahun 61 H.
Abdullah ibn Zubair tidak mengabaikan kebiasaan para pendahulunya untuk mencantumkan
tahun dan beberapa kalimat syiar-syiar Islam pada uang. Sebagai contoh Abdullah ibn Zubair
mencantumkan kalimat Muhammad rasulullah pada satu sisi, dan pada sisi yang lain
tercantum kalimat Amara Allah bil Wafa wa al-Adl.
Ibnu Khaldun meriwayatkan bahwa sama seperti masa Muawiyah, pada masa ini selain
dirham dicetak juga dinar.
3. Masa Abdul malik ibn Marwan
Kebanyakan sejarawan berpendapat bahwa Abdul malik ibn Marwan adalah pencetak dinar
Islami yang pertama. Ini disebabkan karena sejak zaman Abdul malik bin Marwan-lah dinar
menjadi mata uang resmi dalam pasar global internasional. Juga karena simbol-simbol yang


dipakai dalam dinar dan dirham adalah simbol-simbol Islam dengan tulisan Arab,
menggantikan simbol-simbol Kristiani dan zoroastrian atau tulisan Persia yang pada masa
Muawiyah masih dipakai.
Di masa ini dinar dicetak dengan tulisan Bismillah La Ilaha illa Allah Wahdah Muhammad
Rasulullah, dan Bismillah. Uang ini dicetak tathun 74 H.
Abdul Malik bin Marwan juga mengambil beberapa langkah untuk menjadikan dinar sebagai
alat tukar resmi. Beberapa langkah tersebut di antaranya :
1. Memerintahkan Hajjaj ( Gubernur Irak saat itu) untuk mencetak uang. Hajjaj kemudian
melaksanakannya dengan baik.
2. Memerintahkan Hajjaj untuk mengedarkan dinar ke seluruh negeri
3. Memerintahkan untuk menarik semua dinar lama dari peredaran melalui Baitul mal untuk
dicetak kembali sesuai dengan bentuk dan standar yang baku. Inilah mungkin yang
menyebabkan mengapa dinar yang dicetak oleh Muawiyah bin Abu Sufyan sangat sulit
ditemukan
Dengan beberapa langkah ini, dinar akhirnya menjadi mata uang dunia yang menjadi
patokan/standar perdagangan Internasional. Pantaslah masa ini dianggap sebagai zaman
kejayaan dinar. Dinar Islam (yang dicetak pemerintahan Islam) telah menjadi hard
currency yang relatif stabil dan menguasai dunia. Sebagai bukti hal tersebut adalah
banyaknya ditemukan uang-uang Islam yang tersebar di Rusia, Belanda, Finlandia, dan
Jerman.

Masa setelah Bani Umaiyah, peran dinar mulai meredup sampai akhirnya hilang sama sekali.
Berikut ini sejarah dinar pasca kejayaannya di masa Bani Umayyah.
D. KERUNTUHAN SISTEM DINAR DAN BANGKITNYA SISTEM PAPER MONEY
Keruntuhan sistem dinar tidak terlepas dari perkembangan politik umat Islam di saat itu.
Kejayaan Khilafah Islamiyah yang memudar sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara umum, juga termasuk masalah uang. Berikut sejarah singkat akhir masa kejayaan
dinar.
Pemberontakan Abu Muslim di Khurasan menggulingkan dinasti Umayyah dan menandai
berdirinya dan menandai berdirinya dinasti Abbasiyah, keturunan Ibnu Abbas, yang berkuasa
dalam masa 750-1258 M. Khalifah Abbasiyah yang pertama menerbitkan dinar adalah Abu
Al-abbas Abdullah bin Muhammad, pada 749 M. Ia mengganti corak koin,
kalimat Muhammad Rasulullah dipakai mengganti Allah Ahad, Allah Al-Samad, lam Yalid
wa lam yulad, pada sisi belakang koin. Selama masa Abbasiyah dinar emas juga diterbitkan
di Mesir dan damaskus dengan menggunakan kata-katayang sama dengan gambar dan
cetakan yang ditulis dalam dinar bani umayyah, kecuali tanggal penerbitan. Selama masa Abu
Jafar al-Mansur, koin baru diterbitkan di Teheran dan Provinsi-provinsi lain (145 H). Pada
koin-koin tersebut terlihat nama dan gelar putra Mahkota (diperintahkan oleh Al-mahdi
Muhammad bin Amir al-Mukminin).
Bani abbasiyah mulai mengalami kemunduran pada 945 M, dan wilayah kekhalifahannya
terpecah-pecah. Tiap wilayah dikuasai oleh dinasti tertentu, dan mereka menerbitkan dinar
masing-masing. Seperti Buwaihan di Irak dan Iran, Tulonian di Mesir dan Syiria, Fathimiyah
di Afrika Utara, Mesir, Syria dan semenanjung Arab (Hijaz) dan Umayyah di Andalusia
(Spanyol). Meskipun koinnya diterbitkan secara lokal semua tetap menggunakan nama
Khalifah Abbasiyah. Tentu nilainya menjdi lebih lemah daripada yang dikeluarkan oleh bani
Abbasiyah yang masih digunakan sebagai mata uang regional.
Masa berikutnya adalah masa Dinasti mamluk di Mesir. Sejarah mencatat peristiwa khusus
seputar kejatuhan dinasti ini karena tindakan pemerintah melakukan perubahan nilai mata
uang, dengan menerbitkan begitu banyak uang fulus (uang tembaga). Al-Maqrizi, eorang
ekonom muslim yang pernah menjabat sebagai muhtasib, atau pengawas pasar, di zaman
dinasti Mamluk sekitar abad 14 M mengisahkan dalam kitab yang amat masyhur,Ighathat al-

ummah bi Kashf al-ghummah atau Menolong Bangsa dengan melihat pencetus
persoalannya, yang ditulisnya pada Muharram 808 H atau 1405 m. Isinya adalah hasil
analisis Maqrizi atas sebab-musabab kejatuhan dinasti Mamluk. Maqrizi dengan jelas
menyalahkan penguasa ketika itu, yang menerbitkan fulus sebagai penyebab utama
penderitaan rakyat yang akhirnya menjatuhkan dinasti Mamluk. Dengan terbitnya fulus,
terjadilah inflasi besar-besaran yang mengakibatkan pemiskinana rakyat, suatu peristiwa yang
amat mirip dengan krismon saat ini.
Pengawal terakhir dinar emas adalah dinasti Usmaniyah di Turki. Pemakaian dinar terus
bertahan sampai awal abad ke 20, dan baru hilang dari peredaran pada 1924, meskipun
sejumlah percobaan penggantian dinar emas dilakukan beberapa kali. Hanya setelah
kejatuhan Sultan Abdul Hamid II lah, yang kemudian digantikan oleh sejumlah sultan-sultan
boneka, yang akhienya kekhalifahan diruntuhkan oleh Kemal Attaturk, dinar islam tinggal
menjadi cerita.
Dari sejarah tersebut, dapat dilihat perubahan mata uang baik dinar maupun dirham, dari
masa abad Dua Hijrah sampai runtuhnya kota Baghdad, ditandai dengan dua
hal :pertama, perubahan bentuk fisik uang, dan kedua, perubahan kandungan atau nilai
intrinsik uang.
Perubahan bentuk fisik uang di saat itu adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Tulisan yang terdapat pada uang tersebut. Pada masa itu tertulis nama-nama
Khalifah, nama anak-anak Khalifah, beserta dengan seluruh laqab atau julukannya. Tulisantulisan yang terdapat pada uang saat itu lebih banyak menonjolkan kedudukan, kekuasaan
dan kesombongan penguasa yang mencetaknya. Hal ini berbeda jauh dengan masa-masa
sebelumnya, yang lebih menonjolkan simbol-simbol Islam dan kalimat-kalimat Asma Allah
dan Shalawat Nabi, sebagai bukti semangat pemersatu ummat dalam bidang ekonomi.
2. Perubahan bentuk uang, yaitu berubah dari bentuk bulat menjadi bentuk persegi
empat. Perubahan bentuk ini terjadi baik pada mata uang dinar maupun dirham.
Adapun perubahan dari segi kandungan uang atau nilai intrinsik uang adalah sebagai berikut :
1. Mulai masuknya kecurangan-kecurangan dalam standar nilai uang sehingga standar uang
dinar dan dirham saat itu tidak sesuai dengan standar syarie sebagaimana yang ditetapkan
Umar ibn Khathab. Kecurangan-kecurangan tersebut terjadi karena kekuasaan politik saat itu
tidak lagi terpusat pada satu Khalifah tetapi terpecah-pecah menjadi khalifah-khalifah kecil
yang lemah. Sehingga pencetakan uang terjadi atas sekehendak khalifah yang mencetaknya
dan berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini kembali seperti kondisi pada masa awal
Islam bahkan sebelum masa Islam. Tidak adanya persatuan dalam standar dan penyebaran
yang tidak terkontrol, membuat mata uang dinar dan dirham saat itu tidak lagi memiliki
kekuatan riil sebagai hard currency dalam perdagangan Internasional. Inilah bentuk pengaruh
buruk dari perpecahan politik ummat Islam.
2. Adanya usaha-usaha untuk mencetak uang selain dinar dan dirham dan memberlakukan
mata uang jenis lain. Pada masa Daulat Bani Fathimiyah (296-567 H / 909-1171 M)
khususnya masa al-Hakim (386-411H) dikeluarkan uang zujajiyah ( uang kaca) karena saat
itu dibutuhkan sejumlah uang namun pasokan emas dan perak negara tidak memadai untuk
mencetak uang. Begitu pula pada masa Al-Ayyubi (567-638 H/ 1171-1250 M)
Demikianlah perubahan yang terjadi sebelum jatuhya kota Baghdad. Adapun setelah itu
perkembangan politik didominasi oleh barat dan mulailah masa kebangkitan sistem paper
Money / Fiat Money.
Perubahan ekonomi dari masa mata uang emas ke masa mata uang kertas merupakan suatu
proses panjang yang berlangsung tidak kurang dari tiga abad. Peralihan masa itu bermula dari
abad 17 Masehi.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai bangkitnya sistem uang kertas, perlu dibahas
terlebih dahulu temuan-temuan para ahli yang menunjukkan bahwa penggunaan uang kertas

bukanlah suatu hal yang baru begitu runtuhnya sistem uang emas. Keberadaan uang kertas
telah dikenal dan diterima pada beberapa wilayah di dunia. Namun penggunaannya sebatas
dalam wilayah kecil dan bukan merupakan suatu sistem global yang menguasai
perekonomian dunia seperti yang terjadi pada saat ini.
Beberapa bukti penggunaan uang kertas diyakini telah dikenal pada masa Babilonia. Uang
kertas juga dikenal di China pada abad 7 Masehi. Begitu pula pada abad 7 Hijrah atau abad
12 M, uang kertas dinyatakan ada di kota Tibris ( tepatnya 693 H).
Kenyataan ini membuktikan bahwa manusia sepanjang sejarah tidak hanya terpaku pada uang
komoditas berupa uang emas dan perak. Kebutuhan manusia akan uang mendorong manusia
untuk menciptakan bentuk-bentuk uang yang baru. Bahkan hal tersebut pernah juga
dilakukan Khalifah Umar ibn Khatthab ra walaupun tidak terealisasi, sebagaimana telah
disebutkan di atas. Ini menunjukkan bahwa masalah uang adalah tergolong kategorimasalah
Ijtihadi yang perkembangannya ditentukan oleh kondisi umat manusia sendiri.
Itulah sebabnya mengapa banyak ulama yang menyatakan keabsahan penggunaan uang kertas
( Lihat Bab III). Alasan penerimaan uang kertas ini adalah karena uang kertas dianggap
mampu memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan aktifitas ekonomi yang semakin
padat. Sedangkan mata uang emas dianggap tidak akan fleksibel dalamsupply-nya karena
adanya keterbatasan sumber daya alam.
Meskipun demikian sejarah pula yang akhirnya akan menunjukkan bahwa sistem uang kertas
ini pun tidak sepi dari kelemahan. Bahkan uang kertas ternyata sangat rentan,karena tidak
adanya keterkaitan antara nilai intrinsik dan ekstrinsik. Sikap para ulama yang menetapkan
syarat-syarat yang ketat dalam penggunaan uang kertas (sebagaimana yang ditetapkan Imam
Ghazali ) juga tidak mampu menunjukkan bahwa sistem uang kertas lebih baik dari uang
emas. Justru sikap kehati-hatian para ulama dalam penggunanan uang kertas menjadi indikasi
rentannya uang kertas ini. Hal ini akan dibahas lebih jauh pada Bab selanjutnya.
Kembali pada masalah bangkitnya sistem uang kertas. Sejarah mencatat ada beberapa
tahapan proses lahirnya sistem uang kertas :
1. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan adanya kebutuhan pengganti uang logam. Hal
ini disebabkan di samping karena mudah untuk dibawa-bawa justru menimbulkan bahaya
yang cukup besar yaitu memungkinkan untuk mudah dicuri terlebih dalam jumlah yang
sangat besar. Kesulitan inilah yang dihadapi oleh orang-orang kaya baik ketika dalam
perjalanan ataupun ketika di rumah.
Karena itu mereka kemudian menitipkan berbagai logam mulia mereka termasuk uang
kepada tempat-tempat penitipan, lalu mereka mendapatkan ganti sebuah kertas tanda bukti
dari titipan tersebut.
Pada saat itu kertas bukti penitipan belum belum berfungsi sebagaimana layaknya fungsi
uang. Meskipun bukti tersebut diterima di mana-mana, tetapi tidak bisa dijadikan alat tukar
secara langsung. Bukti tersebut baru bisa mendapatkan nilainya (sebagai alat tukar) saat
dikembalikan kepada tempat penitipan asalnya. Karena itu tanda bukti tersebut lebih tepat
dikatakan sebagai pengganti sementara uang.
2. Ketika kepercayaan masyarakat bertambah terdapat tempat penitipan uang yang
mengeluarkan surat bukti penitipan uang, banyak yang menggunakan bukti tersebut sebagai
alat tukar. Maka mulailah peredaran surat tersebut di antara mereka, dan berpindah dari satu
tangan ke tangan lain untuk dijadikan alat tukar dalam berbagai transaksi tanpa mereferensi
kepada lembaga penitipan yang mengeluarkannya. Meskipun peredaran surat tersebut sudah
sangat luas tetapi belum menjadi alat tukar resmi dan pemerintah pun belum menyatakannya
sebagai uang.
3. Banyaknya peredaran kertas bukti tersebut di tengah masyarakat tanpa merujuk kepada
tempat penitipan mendorong lembaga penitipan untuk mengeluarkan surat bukti penitipan
fiktif yang sebenarnya tidak ada barang atau uang yang dititipkan.

4. Setelah surat-surat bukti fiktif itu dikeluarkan dan beredar luas di masyarakat terjadilah
sesuatu yang tidak diprediksi sebelumnya. Banyak masyarakat yang berbondong-bondong ke
lembaga yang mengeluarkan surat bukti itu dan menukarkannya dengan uang emas/perak di
lembaga penitipan uang itu, sesuai dengan nilai yang tertera dalam surat tersebut. Di sinilah
masalah kemudian timbul, karena sebenarnya tidak ada barang/uang yang dititipkan.
Akhirnya banyak lembaga-lembaga penitipan itu bangkrut. Melihat hal itu, maka pemerintah
campur tangan dengan tidak membolehkan lembaga non-pemerintah mengeluarkan surat
bukti penitipan uang.
Meskipun pemerintah sudah membatasi pengeluaran surat-surat semacam itu, tetap saja
jumlah surat yang beredar melebihi jumlah nilai emas atau perak yang sebenarnya.
5. Pada tahun 1833 M, surat-surat tersebut disahkan menjadi Legal tender, yang diterima
(dengan ketentuan undang-undang) sebagai pembayaran hutang. Akan tetapi masyarakat
tidak menganggapnya sebagai uang sebelum ditukarkan dengan emas.
6. Seiring dengan berjalannya waktu sejak campur tangan pemerintah–, perlahan-lahan
masyarakat menerima surat bukti hutang itu sebagai uang, tanpa berfikir untuk menggantinya
dengan emas. Ketika masyarakat semakin percaya, dikeluarkanlah undang-undang yang
melarang penukaran uang kertas dengan emas. Ini pertama kali dilakukan oleh Inggris pada
tahun 1931M. Pada tahapan ini maka uang logam semakin jarang dan uang kertas semakin
menyebar merata.
7. Meskipun terdapat larangan penukaran uang kertas dengan emas di tengah masyarakat,
namun transkasi antar negara masih memakai patokan emas.
8. Perang Dunia I, 1914, telah merubah keadaan. Sejumlah negara berupaya untuk
menyelamatkan aset-aset nasional termasuk cadangan emas. Akibatnya aliran emas terganggu
dan standar emas mulai ditinggalkan. Kekacauan ekonomi yang ditimbulkannya melahirkan
beberapa blok moneter yang saling bersaing. Inggris dengan beberapa sekuutnya membangun
blok sterling, AS dan sekutunya membangun blok dolar, sementara Perancis membangun
blok emas. Terjadilah perang ekonomi dalam bentuk devaluasi dan fluktuasi nilai tukar untuk
menyelamatkan ekonomi masing-masing. Atas prakarsa AS, pada 1936 dicapai kesepakatan
Tripartit, AS-Inggris_Perancis untuk meredakan konflik.
Puncak dari kordinasi sistem moneter internasional dicapai atas perundingan AS dan Inggris,
yang masing-masing dipimpin oleh Harry Dexter White di pihak AS dan Jhon Maynard
Keynes di pihak Inggris, yang kemudian disepakati pada 1944. Kesepakatan sistem Bretton
Wood ini menghasilkan sistem nilai tukar emas (gold exchange standard).Dalam sistem ini
satu mata uang nasional (dolar) ditetapkan sepenuhnya dapat ditukar dengan emas pada harga
tetap yaitu 35 dolar AS setara dengan 1 troy ounce emas murni. Nilai tukar mata uang yang
lain di-peg atau diikatkan dengan dolar, dan hanya boleh dirubah seizin kesepakatan
internasional. Dalam hal ini dibentuklah IMF (International Monetary Fund) yang
mengemban mandat mengawasi jalannya sistem moneter internasional yang baru ini.
Dengan sistem ini dolar AS, dan bukan lagi emas, menempati posisi sebagai alat tukar
perdagangan internasional dan berlaku sebagai cadangan devisa internasional. Sistem ini
membuat ekonomi amerika menjadi mesin utama penggerak ekonomi dunia, kebijakan
moneter Amerika menjadi kebijakan moneter dunia. Demikianlah, ketika Amerika mengalami
defisit anggaran yang terus menerus, Presiden Nixon memutuskan melepas dolar dari
emas,pada 15 Agustus 1971. Sistem ini pun runtuh. Sistem moneter internasional pun
berubah sepenuhnya berbasis uang kertas dengan hegemoni dolar sebagai rajanya sampai saat
ini.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pergeseran peran uang emas ke uang kertas
melalui 3 tahapan standar emas, yaitu :
Pertama, Standar koin emas ( Gold Coinage). Dalam standar koin emas, mata uang negara
dicetak dari emas murni dalam bentuk koin. Pada zaman ini koin emas (dinar) berdampingan

dengan koin perak, dikenal dengan sistem bimetallic. Selain dinar, dunia juga mengenal
Solidus (Konstantinopel) dan Ducat (Venice). Koin-koin ini sekali diedarkan sebagai alat
tukar yang sah tidak ada lagi intenvensi lanjutan dari negara, hingga bebas devaluasi ataupun
inflasi. Koin emas ini telah menjamin sendiri kestabilan nilainya.
Kedua, Standar Emas Lantakan ( Gold Bullion standard), atau dikenal dengan standar emas
klasik. Dalam sistem ini, mata uang negara dicetak dalam bentuk kertas ditetapkan
berdasarkan emas, hingga emas-lah yang menjadi dasar moneter. Koin emas tidak lagi secara
langsung dipakai sebagai mata uang. Dalam sistem ini diperlukan suatu kesetaraan antara
uang (kertas) yang beredar dengan jumlah emas yang disimpan sebagai back up.Setiap orang
bebas memperjual-belikan emas, tetapi pemerintah (Bank Sentral) yang menetapkan harga
emas dalam harga tetap. Dalam sistem ini intervensi negara telah dimungkinkan, hingga
mulai berisiko timbulnya suatu masalah, misalnya bila uang kertas dicetak melebihi emasnya,
yang mengakibatkan inflasi. Meskipun demikian, sistem yang berlaku antara 1890 dan 1914
ini, secara keseluruhan telah berhasil memfasilitasi pertumbuhan perdagangan dunia saat itu.
Ketiga, Standar Nilai Tukar emas (Gold exchange standard), yaitu sistem yang dilahirkan
atas perundingan AS dan Inggris dan melahirkan kesepakatan Bretton Wood, dan menjadikan
standar penukaran dolar atas emas, menjadi patokan nilai tukar mata uang negara lain.
Sebagaimana telah disebut di atas, sistem ini runtuh dengan kebijakan Nixon, dan babak baru
peran uang kertas semakin menggelembungkan peran dolar sebagai hard currencydalam
percaturan ekonomi dunia.