Memelihara Sarana dan Prasarana Kampus b

Memelihara Sarana dan Prasarana Kampus berdasarkan Kode Etik
dan Tata Tertib Mahasiswa UIN Maliki Malang
Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester ganjil mata kuliah
Sosiologi Hukum yang diampu oleh dosen :
MIFTAH SHOLEHUDDIN. M.HI

Disusun oleh :
DEWIRATRI NUR’ILMI

NIM. 14220016

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015

Latar Belakang
Kode etik merupakan suatu pola aturan atau tatanan etika yang menjadi sebuah
pedoman seseorang dalam melakukan sebuah tindakan. Kode etik dalam suatu kelompok
masyarakat biasanya memerlukan kesepakatan dari masyarakat itu sendiri di dalam
kelompoknya. Sejatinya, kode etik ini secara umum lebih cenderung kepada norma sosial,

namun secara khusus di mana kode etik dengan sanksi yang berat dapat dikategorikan
dalam norma hukum.
Seperti halnya sebuah hukum yang diatur dalam suatu tempat, kode etik serta tata
tertib yang merupakan sebuah aturan, ini juga ditujukan untuk membentuk sebuah
masyarakat yang tertib dan teratur sehingga terciptalah kesejahteraan di dalamnya.
Terciptanya tujuan tersebut akan terwujud dengan adanya kerjasama dari semua pihak.
Tercapainya tujuan suatu hukum inilah yang disebut dengan efektivitas hukum
dalam masyarakat. Berbicara mengenai efektivitas suatu hukum atau berlakunya hukum
secara yuridis dan hukum berfungsi di dalam masayarakat apabila memenuhi beberapa
faktor : (1) kaidah/peraturan, (2) penegak hukum, (3)sarana dan fasilitas yang digunakan
penegak hukum, dan (4) kesadaran masyarakat.1
Dari keempat faktor di atas, kesadaran masyarakat merupakan salah satu yang
biasanya menjadi problem dalam efektivitas hukum. Kesadaran yang dimiliki oleh
masyarakat untuk memahami sebuah hukum sering dikenal dengan kesadaran hukum.
Kesadaran hukum tidak pernah lepas dengan adanya kepatuhan hukum. Apabila seseorang
tidak sadar akan hukum maka tidak akan ada kepatuhan, namun kepatuhan tidak dapat
diukur atas tahu atau tidaknya seseorang meneganai suatu hukum. Bisa saja mereka
mengeri namun karena tidak adanya kesadaran diri (dari hati nurani), akhirnya
pelanggaranlah yang terjadi.
Pada realitas yang terjadi di sekitar kampus UIN Maliki Malang, dari beberapa

ruang kelas yang ada, banyak terdapat coretan pada kursi serta tembok. Hal ini memang
1

Zainuddin, Sosiologi Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), h.62

tidak menimbulkan sebuah kerusakan yang fatal, namun hal ini menganggu keindahan dan
kerapian suasana kelas. Selain keindahan dan kerapihan, kegiatan perkuliahan akan
terganggu karena konsentrasi mahasiswa akan kacau akibat membaca coretan-coretan yang
ada. Fenomena ini juga menunjukkan kurangnya kesadaran beberapa pihak dalam
mematuhi peraturan yang berkenaan dengan pemeliharaan sarana dan prasarana kampus.
Dari fakta yang telah diuraikan di atas, maka melalui penelitian sederhana ini, penulis akan
menganalisis lebih jauh secara sosiologis berdasarkan ketaatan dan kepatuhan hukum
mahasiswa UIN Maliki Malang dalam pemeliharaan sarana dan prasarana kampus sebagai
fasilitas perkuliahan.
Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, penulis mengunakan metode kualitatif yakni
observasi, dokumentasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan cara penulis terjun
langsung ke lapangan untuk mengamati masalah yang terjadi, baik melihat secara fakta
hukum maupun sosial. Sedangkan wawancara penulis lakukan dengan menanyai beberapa
pelaku pencoretan, mahasiswa bukan pelaku pencoretan, serta pandangan pihak yang

lainnya mengenai tindakan corat-coret fasilitas kampus. Dan dokumentasi sebagai bukti
atas realitas masalah yang sedang dan benar-benar terjadi.
Paparan Teori
Keefektivitasan suatu hukum yang telah dipaparkan sebelumnya, akan tercapai
dengan adanya empat faktor dimana salah satunya adalah kesadaran masyarakat sebagai
subjek hukum. Menurut Indang Sulastri yang dikutip oleh Miftahus dalam artikel
Implementasi Perwali Kota Malang no 19 tahun 2013, bahwa tingkat kepatuhan hukum
setiap warga masyarakat dapat dikelompokkan menjadi, : (1) compliance, (2) identification
dan (3) legal conscience. 2 Compliance adalah kepatuhan hukum karena unsur dipaksa atau
lebih tepatnya kepatuhan tercipta apabila adanya kehadiran figur aparat. Misalnya
ketertiban mahasiswa dikelas akan terlihat ketika di dalam kelas ada dosen. Berbeda
2

Miftahus Sholehudin,Implementasi Perwali Kota Malang Nomor 19 Tahun 2013,
http://www.kompasiana.com/miftahus/implementasi-perwali-kota-malang-nomor-19-tahun-2013

apabila kelas tidak adanya dosen, maka kegaduhan akan terjadi.

Identification adalah


tingkat kepatuhan terhadap hukum karena mengidentikkan perilaku bersangkutan dengan
perilaku lingkungan, jadi peran lingkungan sosial merupakan faktor terciptanya kepatuhan
hukum. Misalnya, seorang polisi lalu lintas akan selalu mematuhi marka karena statusnya
sebagai aparat, dan akan malu apabila dia melanggar akan ditilang oleh teman satu kerjanya
sendiri. Legal conscience adalah patuh karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri.
Misalnya, kesadaran seseorang akan selalu membuang sampah pada tempatnya. Hal ini
karen adanya kesadaran dalam hati nuraninya akan dampak jika membuang sampah
sembarangan.
Berkaitan dengan kepatuhan atas peraturan (hukum) serta dari penjelasan tingkat
kepatuhan hukum seseorang di atas, dapat dikatakan kepatuhan seseorang terhadap adanya
peraturan tidak selamanya dijamin berdasarkan kekuatan sanksi. Di dalam kajian-kajian
sosiologis dibedakan menjadi dua ragam kepatuhan, (1) apakah kepatuhan itu hanya lahir
saja (to comply), atau (2) lebih jauh pada tataran berkomitmen (to obey).3 To comply adalah
dimana seseorang hanya sekedar menerima, menyetujui atau menuruti suatu hukum. To
obey adalah dimana seseorang lebih kepada komitmennya untuk selalu mematuhi suatu
hukum.
Dalam konteks kesadaran hukum maka tidak ada sanksi didalamnya, hal ini
merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah
dilakukan secara ilmiah, nilai nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada
(Ius kontitum) atau tentang hukum yang diharapkan ada/dicita-citajan (ius konstituendum).

Menurut Soerjono Seokanto ada empat indikator kesadaran hukum, 4yaitu :
1.

Pengetahuan hukum; seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah
diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis
maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang
dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.

3

4

Soetandyo Wingjosoebroto,Hukum dala Masyarakat, (Yogyakarta:Graha Ilmu,2013), h.102
https://www.academia.edu/8915240/Kesadaran_dan_Kepatuhan_Hukum_masyarakat

2.

Pemahaman hukum; seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan
pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya UU No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan.

3.

Sikap hukum; seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian
tertentu terhadap hukum.

4.

Pola perilaku hukum; dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya
mematuhi peraturan yang berlaku.
Oleh karean itu, untuk mencegah kecenderungan masyarakat untuk tidak patuh dan

melanggar peraturan, secara sosiologis perlu adanya kontrol sosial. Menurut Soekanto,
kontrol sosial merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membimbing, mengawasi dan
bahkan memaksa seseorang untuk patuh kepada aturan yang berlaku.5
Kontekstualisasi Aturan Hukum
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penunjang dalam suatu kegiatan.
Seperti halnya dalam kegiatan belajar dan mengajar, baik dari bangku sekolah sampai
tingkat perguruan tinggi. Meja, kursi, dan ruang kelas adalah beberapa contoh fasilitas atau

sarana dan prasarana. Di dalam penjagaannya, merupakan kewajiban bagi setiap warga
sekolah atau kampus itu sendiri. Tidak memandang itu, guru/dosen, siswa/mahasiswa, dan
cleaning service. Adanya sarana dan prasarana tersebut bertujuan untuk menunjang
kelancaran proses perkuliahan (belajar mengajar) sehingga ilmu dapat tersampaikan dan
diterima dengan baik. Demi tercapainya tujuan tersebut, pasti disetiap lembaga pendidikan
terdapat aturan yang mengatur mengenai pemeliharaan sarana dan prasarana.
Di kampus UIN Maliki Malang, telah dicantumkan aturan mengenai kewajiban
setiap mahasiswa yang menyebutkan kewajiban untuk selalu menjaga kebersihan dan
memelihara sarana prasarana. Lebih tepatnya, pada surat keputusan rektor pada Bab III
pasal 5 ayat 10 dan 11 menyebutkan bahwa,

5

Dwi Jarwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:Kencana,2004), h. 132

Setiap mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, berkewajiban :
10. Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan kampus
11. Memelihara sarana dan prasarana kampus. 6
Pada ayat tersebut sudah sangat jelas bahwa pemeliharaan semua sarana dan prasarana
kampus merupakan hal yang wajib untuk dilaksanakan. Namun pada realitas yang terjadi di

kampus UIN Maliki Malang masih banyak terjadi pelanggaran dan ketidak patuhan
terhadap aturan yang ada. Dalam kasus ini, kewajiban sebagaimana tercantum dalam pasal
di atas diabaikan dan dianggap sepele.
Selain berkaitan pada kewajiban, pada Bab IV tentang Larangan dan Pelanggaran,
pada pasal 6 (9) mengenai pelanggaran merusak sarana dan prasarana, serta pada pasal 7
(3) disebutkan, merusak sarana dan prasarana merupakan salah satu pelanggaran berat yang
dapat menimbulkan kerugian moral dan material. 7
Sedangkan pada Bab V tentang Bentuk dan Jenis Sanksi. Diatur pada pasal 8 , di
mana bentuk sanksi mulai dari teguran, pembayaran ganti rugi, tidak mendapat layanan
akademik, pencabutan hak akademik, skorsing, penangguhan penyerahan iajazah atau nilai,
pemberhentian secara tidak hormat sampai penyerahan kepada pihak yang berwajib. Dan
dari bentuk sanksi tersebut, pada pasal 9 di kelompokkan pada tiga jenis sanksi, yakni
sanksi ringan, sedang dan berat. 8
Pada dasarnya di dalam kode etik dan tata tertib mahasiswa, sudah tercantum secara
jelas mulai dari kewajiban, larangan sampai sanksinya. Sehingga apa yang terjadi pada
kasus ini sudah jelas menyalahi ketiga hal tersebut. Sebagaimana dalam gambar berikut :

6

Surat Keputusan Rektor UIN Maliki Malang No:Un.03/PP.0.09/931/2014 tentang Kode Etik dan Tata Tertib

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2014, pasal 5
7
Surat Keputusan Rektor UIN Maliki Malang No:Un.03/PP.0.09/931/2014 tentang Kode Etik dan Tata Tertib
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2014, pasal 6 dan 7
8
Surat Keputusan Rektor UIN Maliki Malang No:Un.03/PP.0.09/931/2014 tentang Kode Etik dan Tata Tertib
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2014, pasal 8 dan 9

Berdasarkan gambar dari hasil observasi dan dokumentasi langsung di salah satu ruang
kelas, selain merusak keindahan dan kerapian fasilitas, kata-kata yang tercantum di
dalamnya juga tidak selayaknya di tuliskan di hadapan publik. Selain itu, di saat ada salah
seorang yang mencoret-coret fasilitas, tidak ada yang menegur dan terkesan diabaikan.
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku ini sudah jelas melanggar
peraturan kampus. Selain itu tidak adanya sebuah kontrol dan dianggap sebuah hal yang
biasa, sehingga peraturan terkesan diabaikan. Tidak adanya sebuah kontrol atau
pengendalian sosial bisa menjadi salah satu faktornya. Dari teori kepatuhan hukum dari
Indang Sulastri yang telah diuraikan di atas, maka problematika ini berlawanan dengan
tingkatan kepatuhan legal conscience (kepatuhan dari diri sendiri). Suatu kepatuhan yang
tidak tercipta karena tidak adanya kesadaran dan dorongan dari diri sendiri. Tingkat
kepatuhan yang terjadi dalam masalah ini tidak tercapai sama sekali, bahkan ketika ada


dosen ataupun tidak, serta anggapan yang menyepelekan akan pelanggaran tersebut. Seperti
yang disebutkan oleh salah seorang mahasiswi yang tidak ingin disebutkan namanya, dalam
wawancara, mengatakan, “biasanya kayak gitu dilakuin soalnya boring mbak di kelas.
Makanya cari hiburan. Kalaupun ada aturannya juga dibiarin paling mbak, mana mungkin
di cari satu persatu pelaku pencoretan.”9 Sedangkan mahasiswa yang lain ******* dalam
wawancara dari penulis, menyatakan, “sudah biasa mbak kayak gitu, sudah tradisi. Toh
juga ndak ada yang marahin. Nggak rusak rusak amat juga bangkunya, masih bisa
dipakek.”
Dari artikel Miftahus tentang implementasi perwali kota Malang, menurut Soekanto
yang mengutip pandangan Bierstedt bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan
seseorang terhadap suatu aturan diantaranya10 :
a. Indoktrination, merupakan ketaatan hukum yang terjadi karena doktrin lingkungan
untuk berbuat demikian.
b. Habituation , kesadaran yang dilahiran dari proses kebiasaan (proses yang lama).
c. Unility , kepatuhan karena adanya patokan-patokan yang menjadi sebuah pedoman
tingkah laku. Ini lebih condong kepada sebuah kepantasan.
d. Group identification, kepatuhan ada karena dijadikan sebuah identitas kelompok.
Dari keempat doktrin tersebut, pelanggaran tentang sarpras ini salah satu
pelanggaran indoktrination . Menurut penulis, apabila peraturan yang telah tertulis di atas

dapat disosialisasikan dan dikenalkan kepada seluruh mahasiswa, maka pelanggaran itu
tidak akan terjadi.
Dengan mengembalikan lagi kepada hasil observasi, wawancara dan juga peraturan yang
ada, sebuah pelanggaran yang telah terjadi tersebut harus tetap ditangani dengan
mengaplikasikan sanksi sebagai konsekuensi hukumnya. Pengaplikasian ini dilakukan oleh
9

Wawancara dilaksanakan Sabtu, 5 Desember 2015
Miftahus Sholehudin,Implementasi Perwali Kota Malang Nomor 19 Tahun 2013,
http://www.kompasiana.com/miftahus/implementasi-perwali-kota-malang-nomor-19-tahun-2013
10

beberapa pihak yang berwenang di kampus, seperti yang diterangkan dalam SK Rektor
tentang Kode Etik dan Tatib mahasiswa tahun 2014 pada Bab VI pasal 10 :
“ Pihak yang berwenang memberikan sanksi adalah ketua jurusan, ketua prodi, dosen
untuk sanksi yang ringan. Dekan untuk sanksi sedang dan Rektor untuk sanksi yang
berat.”
Surat keputusan dari Rektor tersebut sudah sangat jelas kepada pihak yang
berwenang untuk memberikan sanksi, namun pada pengaplikasiannya tidak terdapat
tindakan walaupun sebuah teguran. Hal ini mungkin saja karena tugas mereka tidak hanya
untuk mengurusi hal tersebut. Selain itu, secara sosiologis berdasarkan observasi dan
wawancara yang penulis lakukan, terdapat kecenderungan dari mahasiswa bahwasannya
mahasiswa sendiri maupun dosen juga mengabaikan bahkan bersikap apatis atas perilaku
yang sesungguhnya melanggar kode etik dan tata tertib mahasiswa. Selain itu, kurangnya
sosialisasi akan peraturan menimbulkan ketidak tahuan mahasiswa sebagai subjek hukum
dan merekapun juga terkesan menyepelekan serta bersikap tidak mau tau atas aturan yang
ada.
Kesimpulan dan Saran
Dari seluruh uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelanggaran yang terjadi
di sekitar kampus UIN Maliki Malang tentang kewajiban memelihara sarpras kampus
berkaitan dengan mencoret-coret bangku dan tembok kelas adalah dilator belakangi
beberapa masalah sebagai berikut :
Sosiologis
a. Pelanggaran dilakukan untuk mecari
hiburan karena mahasiswa merasa bosan
b. Menjadi sebuah kebiasaan karena

Normative
a. Tidak ada ketegasan dari pihak yang
berwenang memberikan sanksi
b. Para pihak yang berwenang

kurangnya pengawasan dan sikap apatis

memberikan sanksi bahkan tidak

dari seluruh pihak

melakukan penertiban terkait

c. Tidak adanya kesadaran hukum karena

pemeliharaan sarana dan prasarana

kurangnya sosialisasi dari peraturan yang

kampus

ada
Realitas hukum yang terjadi yang mana telah dipaparkan oleh penulis di atas,
merupakan sebuah gambaran dimana dalam efektifitas hukum tidak hanya melihat dan
menyalahkan masyarakat (mahasiswa) ataupun penegaknya (pihak yang berwenang
memberikan sanksi). Sehingga agar tercapai hal itu dikembalikan lagi kepada kesadaran
dari seluruh pihak serta komunikasi sebagai pengenalan hukum. Dari hal itu, kontrol sosial
akan mudah dilakukan demi tercapainya ketertiban sesuai dengan tujuan dibuatnya sebuah
peraturan serta kepatuhan seseorang terhadap hukum akan lebih pada komitmennya.

Daftar Pustaka

Jarwoko,Dwi dan Bagong Suyanto.2004.Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta:Kencana
Sholehudin,Miftahus.Implementasi Perwali Kota Malang Nomor 19 Tahun 2013 (artikel
Kompasiana.com)
Surat Keputusan Rektor UIN Maliki Malang No:Un.03/PP.0.09/931/2014 tentang Kode
Etik dan Tata Tertib Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2014
Wingjosoebroto,Soetandyo.2013.Hukum dala Masyarakat.Yogyakarta:Graha Ilmu
Zainuddin.2008.Sosiologi Hukum. Jakarta:Sinar Grafika
https://www.academia.edu/Kesadaran_dan_Kepatuhan_Hukum_masyarakat